Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Psikologi Agama
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
Musdalipah, S.Ag
NIM :04223203208
2. Teman-teman Lokal dan semua pihak yang telah membantu terselesainya penyusun
makalah ini.
Sebagaimana pepatah yang menyatakan tiada gading yang tak retak, maka penulisan
makalah inipun tentunya banyak dijumpai kekurangan dan kelemahannya. Untuk itu kami
mohon maaf yang sebesar-besarnya dan mengharap tegur sapa serta saran-saran
penyempurnaan, agar kekurangan dan kelemahan yang ada tidak sampai mengurangi nilai
dan manfaat bagi pengembangan studi Islam pada umumnya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………..ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….iii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………….1
A. Latar Belakang……………………………………………………………..1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………….1
C. Tujuan Masalah…………………………………………………………….2
BAB II PEMBAHASAN
A. Timbulnya Jiwa Keagamaan pada Anak…………………………………3
B. Proses Timbulnya Kepercayaan Kepada Tuhan Dalam Diri Anak……..5
C. Perkembangan Agama Pada Anak dan Pendekatan Pembinaan Agam Pada
Anak…………………………………………………………………………6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………………11
B. Saran………………………………………………………………………..11
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebuah kata bijak menyebutkan bahwa masa sekarang di pengaruhi oleh masa yang
terdahulu, begitu juga dengan sifat keberagamaan pada manusia, bahwasanya tingkat
kesadaran agama pada tiap manusia sangat di pengaruhi pada masa kecilnya.
B. RUMUSAN MASALAH
A. Timbulnya Jiwa Keagamaan pada Anak
B. Proses Timbulnya Kepercayaan Kepada Tuhan Dalam Diri Anak
C. Perkembangan Agama pada pra Anak dan Pendekatan Pembinaan Agama pada pra
Anak
1i
C. TUJUAN RUMUSAN MASALAH
A. Mengetahui TimbulnyaJiwaKeagamaanpadaAnak
B. Mengetahui bagaimana ProsesTimbulnyaKepercayaanKepadaTuhanDalamDiriAnak
C. Mengetahui bagaimana Perkembangan Agama pada Anak dan Mengetahui Seperti
Apa PendekatanPembinaanAgamapadaAnak
2i
BAB II
PEMBAHASAN
طفَ ٍة ثُ َّم ِم ْن َعلَقَ ٍة ثُ َّم ي ُْخ ِر ُج ُك ْم ِط ْفاًل ثُ َّم لِتَ ْبلُ ُغ ٓو ۟ا َأ ُش َّد ُك ْم ثُ َّم
ْ ُّب ثُ َّم ِمن ن
ٍ هُ َو ٱلَّ ِذى َخلَقَ ُكم ِّمن تُ َرا
َوا ُشيُو ًخا ۚ َو ِمن ُكم َّمن يُتَ َوفَّىٰ ِمن قَ ْب ُل ۖ َولِتَ ْبلُ ُغ ٓو ۟ا َأ َجاًل ُّم َس ًّمى َولَ َعلَّ ُك ْم تَ ْعقِلُون ۟ ُلِتَ ُكون
Artinya:
“Dia- lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah
itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian
(kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada mas (dewasa), kemudian (dibiarkan
kamu hidup lagi) sampai tua, diantara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (kami
perbuat demikian) supayakamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu
memahami(nya).”2
1
http://delsajoesafira.blogspot.com/perkembangan-jiwa-beragama-pada-anak-anak.html
Drs. H. Muhammad Shohib, MA “ Syamil Qur’an” : Hijas Tafsir Perkata: Tahun : 2007 hal. 342
2
3i
potensi manusia yang dibawanya sejak lahir baik jasmani maupun rohani memerlukan
pengembangan melalui pemeliharaan dan latihan. Jasmaninya baru akan berfungsi secara
sempurna jika dipelihara dan dilatih. Akal dan fungsi mental lainnya pun baru akan menjadi
baik dan berfungsi kematangan dan pemeliharaan serta bimbingan dapat diarahkan kepada
pengeksplorasian perkembangannya.3
Kesemuanya itu tidak dapat dipenuhi secara sekaligus melainkan melalui
pertahapan. Demikian juga perkembangan agama pada anak.
Menurut beberapa ahli anak dilahirkan bukanlah sebagai makhluk yang
religius.Anak yang baru dilahirkan lebih mirip binatang dan malahan mereka mengatakan
anak seekor kera lebih bersifat kemanusiaan dari pada bayi manusia itu sendiri. Selain itu
adapula yang berpendapat sebaliknya bahwa anak sejak dilahirkan telah membawa fitrah
keagamaan. Fitrah itu baru berfungsi dikemudian hari melalui proses bimbingan dan
latihan
Setelah berada pada tahap kematangan. Ada beberapa teori mengenai pertumbuhan agama
pada anak antaralain:
1. Rasa ketergantungan (Sense of Depende)
Teori ini dikemukakan oleh Thomas melalui teori Four Wishes. Menurutnya,
manusia dilahirkan kedunia ini memiliki empat keinginan,yaitu:
a) Keinginan untuk perlindungan (security)
b) Keinginan akan pengalaman baru(new experience)
c) Keinginan untuk mendapat tanggapan (response)
d) Keinginan untuk dikenal(recognation)
Berdasarkan kenyataan dan kerjasama dari keempat keinginan itu, maka bayi sejak
dilahirkan hidup dalam ketergantungan. Melalui pengalaman-pengalaman yang
diterimanya dari lingkungan itu kemudian terbentuklah rasa keagamaan pada diri anak.
2. Instink keagamaan
Menurut Woodworth, bayi yang dilahirkan sudah memiliki beberapa instink
diantaranya instink keagamaan. Misalnya instinksocial pada anak sebagai potensi
bawaannya sebagai makhluk homo socius, baru akan berfungsi setelah anak dapat bergaul
dan berkemampuan untuk berkomunikasi. Jadi instink socialitu tergantung dari
kematangan fungsi lainnya. Demikian pula instink keagamaan.
3
Jalaluddin,PsikologiAgama(Jakarta:PTRajaGrafindoPersada,2003),hal.63-66
4i
B. Proses Timbulnya Kepercayaan Kepada Tuhan Dalam Diri Anak
Menurut Zakiyyah Darajat, anak mulai mengenal Tuhan melalui proses:
1. Melalui bahasa, yaitu dari kata-kata orang yang ada dalam lingkungannya yang pada
mulanya diterimanya secara acuh tak acuh.
2. Setelah itu karena melihat orang-orang dewasa menunjukkan rasa kagum dan takut
terhadap Tuhan, maka mulailah timbul dalam diri anak rasa sedikit gelisah dan ragu
tentang sesuatu yang ghaib yang tidak dapat dilihatnya itu (Tuhan).
3. Rasa gelisah dan ragu itu mendorong anak untuk ikut membaca dan mengulang kata
Tuhan yang diucapkan oleh orangtuanya.
4. Dari proses itu, tanpa disadari anak lambat laun “pemikiran tentang Tuhan” masuk
menjadi bagian dari kepribadian anak dan menjadi objek pengalaman agamis.
Jadi pada awalnya Tuhan bagi anak-anak merupakan nama dari sesuatu yang asing
yang tidak dikenalnya, bahkan diragunakan kebaikannya. Pada tahap awal ini anak tidak
mempunyai perhatian pada Tuhan, hal ini dikarenakan anak belum mempunyai
pengalaman yang mempunyai pengalaman yang membawanya kesana (baik pengalaman
yang menyenangkan atau pengalaman yang menyusahkan).
Perhatian anak pada Tuhan tumbuh dan dan berkembang setelah ia menyaksikan
reaksi orang-orang disekelilingnya tentang Tuhan yang disertai oleh emosi dan perasaan
tertentu.
Bagaimana pengalaman awal anak tentang Tuhan?
5i
pengalaman pahit, sehingga akhirnya ia menerima pemikiran tentang Tuhan setelah
diingkariya.
Menurut Teori Freud, Tuhan bagi anak-anak tidak lain adalah orang tua yang
diproyeksikan. Jadi Tuhan pertama anak adalah orang tuanya. Dari lingkungan yang penuh
kasih sayang yang diciptakan oleh orang tua, maka lahirlah pengalaman keagamaan yang
mendalam.
C. Perkembangan Agama Pada Anak dan PendekatanPembinaan Agama pada Anak
Berdasarkan Al-Qur’an Surah Al-A’raf ayat 172 memberi gambaran tentang tahap
perkembangan anak.
ُ َواِ ْذ اَ َخ َذ َربُّ َك ِم ۢ ْن بَنِ ْٓي ٰا َد َم ِم ْن ظُهُوْ ِر ِه ْم ُذ ِّريَّتَهُ ْم َواَ ْشهَ َدهُ ْم ع َٰلٓى اَ ْنفُ ِس ِه ۚ ْم اَلَس
ْت بِ َربِّ ُك ۗ ْم قَالُوْ ا بَ ٰلىۛ َش ِه ْدنَا
ْ ۛاَ ْن تَقُوْ لُوْ ا يَوْ َم ْالقِ ٰي َم ِة اِنَّا ُكنَّا ع
ۙ ََن ٰه َذا ٰغفِلِ ْين
Artinya:
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
"Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami
menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orangorang yang lengah terhadap
Ini (keesaan Tuhan)".5
Drs. H. Muhammad Shohib, MA “ Syamil Qur’an” : Hijas Tafsir Perkata: Tahun : 2007 hal. 151
5
6i
berubah pada hubungan dengan menggunakan pikiran atau logika.
Pada masa ini, ide ketuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang
berdasarkan kepada kenyataan (realis). Konsep ini timbul melalui lembaga-lembaga
keagamaan dan pengajaran agama dari orang dewasa lainnya. Pada masa ini ide
keagamaan pada anak didasarkan atas dorongan emosional, hingga mereka dapat
melahirkan konsep Tuhan yang formalis. Berdasarkan hal itu maka pada masa ini anak
tertarik dan senang pada lembaga keagamaan yang mereka lihat dikelola oleh orang
dewasa dalam lingkungan mereka.
3. The Individual Stage (Tingkat Individu Usia Remaja)
Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang tinggi, sejalan dengan
perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang diindividualistik ini terbagi
menjaditiga golongan:
6
Al-Ikhtibar:JurnalIlmuPendidikanVolume7No.2,Juli-Desember2020
7i
baik dan meninggalkan yang kurang baik.
Demikian pula dengan pendidikan agama, semakin kecil umur anak, hendaknya
semakin banyak latihan dan pembiasaan agama yang dilakukan pada anak, dan semakin
bertambah umur anak, hendaknya semakin bertambah pula penjelasan dan pengertian
tentang agama itu sesuai dengan perkembangan yang dijelaskannya.
Pembentukan sikap, pembinaan moral dan pribadi pada umumnya, terjadi melalui
pengalaman sejak kecil. Pendidik atau pembina yang pertama adalah orang tua, kemudian
guru. Sikap anak terhadap agama dibentuk pertama kali dirumah melalui pengalaman yang
didapat dari orang tuanya, kemudian disempurnakan dan diperbaiki oleh guru disekolah
maupun ditempat pengajian seperti masjid,mushola,TPQ dan madrasah diniyyah.
Latihan- latihan yang menyangkut ibadah seperti sembahyang, do’a, membaca al-
Qur’an, sopan santun, dan lain sebagainya, semua itu harus dibiasakan sejak kecil,
sehingga lama-kelamaan akan tumbuh rasa senang dan terbiasa dengan aktifitas tersebut
tanpa ada rasa terbebani sedikitpun. Latihan keagamaan yang menyangkut akhlak dan
sosial atau hubungan manusia dengan manusia yang sesuai dengan ajaran agama juga tidak
hanya dijelaskan dengan kata-kata, latihan disini diberikan melalui perilaku yang terpuji,
baik itudari orang tua maupun guru, seperti pemberian sedekah kepada fakir miskin,
berkurban,menolong terhadap sesama, dan sebagainya. Oleh karena itu guru agama
mempunyai kepribadian yang dapat mencerminkan ajaran agama seperti apa yang
diajarkan kepada anak didiknya.
Kepercayaan kepada Tuhan dan agama pada umumnya tumbuh melalui latihan dan
pembiasaan sejak kecil, dengan kata lain pembiasaan dalam pendidikan pada anak sangat
penting, terutama pembentukan pribadi akhlak dan agama pada umumnya. Hal itu
dikarenakan pembiasaan-pembiasaan tersebut akan memasukkan unsur-unsur positif
padapribadi anak yang sedang tumbuh. Semakin banyak pengalaman agama yang
didapatkanyamelaluipembiasaanitu, maka akan banyak pula unsur-unsur agama dalam
pribadinya, dan semakin mudah dia memahami sebuah ajaran agama yang akan dijelaskan
oleh guru agamanya di kemudian hari.
Secara rinci, pembinaan agama kepada anak yang sesuai dengan sifat
keberagamaan anak maka dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan,antaralain:
1. Pembinaan agama lebih banyak bersifat pengalaman langsung seperti shalat
berjamaah,bersedekah, zakat, berkurban, meramaikan hari raya dengan menggemakan
takbir, danlain sebagainya. Pengalaman agama secara langsung tersebut dapat ditambah
8i
denganpenjelasan sekedarnya saja atau pesan-pesan yang disampaikan melalui dongeng,
cerita,main drama, nyanyian, permainan sehingga tidak membabani mental maupun
pikiranmereka.
2. Kegiatan agama disesuaikan dengan kesenangan anak-anak, mengingat sifat agama
masih bersifat egosentris. Sehingga model pembinaan agama bukan mengikuti kemauan
orang tua maupun guru saja, melainkan harus dengan banyak variasi agar anak tidak
bosan. Untuk itu, orang tua dan guru harus memiliki banyak ide dan kreativitas tentang
strategi dan teknik pembinaan agama, sehingga setiap saat bisa berganti-ganti
pendekatan dan metode walaupun materi yang disampaikan boleh jadi sama.
3. Pengalaman agama anak, selain didapat dari orangtua, guru dan teman-temannya,
mereka juga belajar dari orang yang disekitarnya yang tidak mengajarinya secara
langsung. Untuk itu pembinaan agama anak juga penting dilakukan melalui
pembauransecara langsung dengan masyarakat luas yang terkait dengan kegiatan agama
seperti waktu mengikuti sholat jum’at, tarawih, hari raya, maupun kegiatan lainnya.
Dengan mengajak anak sekali waktu berbaur secara langsung dengan masyarakat yang
melakukan peribadatan maka anak akan semakin termotivasi untuk menirukan perilaku-
perilaku agama yang dilakukan oleh masyarakat umum. Hal ini perlu dilakukan
mengingat agama anak masih bersifat anthromorphis.
4. Pembinaan agamakepada anak juga perludilakukan secara berulang-ulang
melaluiucapan yang jelas serta tindakan secara langsung. Seperti mengajak anak shalat,
makaterlebih dahulu diajarkan mengenai hafalan bacaan-bacaan shalat secara berulang-
ulanghingga anak tersebut hafal diluar kepala. Hal tersebut diiringi dengan tindakan
ataupraktik sholat secara langsung dan akan lebih menarik jika dilakukan bersama
teman-temannya.Setelahanakhafaltentangbacaan bacaan sholat, maka seiring dengan
bertambah usia, pengalaman, dan pengetahuannya barulah dijelaskan tentang
syarat,rukun,serta hikmah shalat. Demikian pula pada pembinaan-pembinaan agama
lainnya.
5. Mengingat sifat agama masih imitatif, maka pemberian contoh nyata dari orang tua
gurudan masyarakat lingkungannya sangatlah penting. Untuk itu dalam proses
pembinaan tersebut, perilaku orang tua maupun guru harus benar-benar dapat dicontoh
anak baik secara ucapan maupun tindakan.7
7
Inawati Asti. Strategi Pengembangan Moral dan Nilai Agama Untu Anak Usia Dini, Jurnal Pendidikan Anak,
Vol. 3 No. 1
9i
Perlunya melakukan kunjungan ke tempat-tempat atau pusat-pusat agama yang lebih besar
kapasitasnya. Misalnya anak-anak yang tinggal di desa sesekali perlu diajak berkunjung ke
masjid jami’ yang ada di kota yang bangunan-bangunan dan jumlah jama’ahnya lebih besar.
Atau bisa juga anak diajak berkunjung ke pondok pesantren, kampus-kampus islam, dan
lain sebagainya. Selain dengan kunjungan, anak dapat diajari tentang agama melalui layar
kaca televisi ataupun VCD. Pembinaan dengan cara ini sangatlah penting mengingat rasa
heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan pada anak.
10i
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
Penulis sangat mengharapkan saran serta kritikan yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini dikemudian hari, tentunya dalam waktu yang sangat singkat ini
pemakalah hanya bisa menyusun materi bahasan yang sangat sederhana untuk dijadikan
bahan diskusi demi berjelannya proses pembelajaran atau perkuliahan.
11i
DAFTAR PUSTAKA
Dradjat Zakiah, Ilmu jiwa agama, cetakan ke 17, Jakarta: Bulan Bintang,
2005.Jalaluddin,Psikologi agama,PT RajaGarfindo Persada:Jakarta, 1998.
http://aminfuadi99.blogspot.com/2011/04/perkembangan-jiwa-keagamaan-pada-ak.html#!
/2011/04/perkembangan-jiwa-keagamaan-pada-anak.html.
Drs. H. Muhammad Shohib, MA “ Syamil Qur’an” : Hijas Tafsir Perkata: Tahun : 2007
Asti Inawati. 2017. Strategi Pengembangan Moral dan Nilai Agama Untu Anak Usia Dini,
Jurnal Pendidikan Anak, Vol. 3 No. 1
Sapendi, Sapendi. 2015. Internalisasi Nilai-Nilai Moral Agama Pada Anak Usia Dini. At-
Turats, Vol. 9. No. 2
Suyadi. 2010. Psikologi Belajar Anak Usia Dini, (Yogyakarta : Pt Pustaka Aadani)
Yunaida, Hana; Rosita, Tita. 2018. Outbound Berbasis Karakter Sebagai Media
Pembelajaran Anak Usia Dini. Comm-Edu (Community Education Journal), Vo. 1 No.1
Zainab, Zainab. 2012. Peningkatan Perkembangan Moral Anak Melalui Metode Cerita
Bergambar Tk Lembah Sari Agam. Jurnal Pesona Paud, Vol 1. No.0
12i