Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“Tahap Perkembangan Anak, Teori Pertumbuhan Agama pada


Anak, Tahap Perkembangan Jiwa Beragama pada Anak, Sifat
Agama Anak-Anak, dan Usaha Mengembangkan dan Membina
Keagamaan Anak”
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Agama PGMI-3
Semester VII

Disusun oleh:
Kelompok 3
Alvi Dwi Kartika Sari (0306202110)
Haikal Wafi Bunayya
Susi Febriani Ritonga
Dosen Pengampu: Dr. Hj. Erna Suriani, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
TA.2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah swt yang mana atas hidayah
dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik, dan tak lupa sholawat
serta salam kami curahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW serta segenap keluarga
dan sahabatnya serta para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Ucapan terimakasih
kami berikan kepada Ibu Dr. Hj. Erna Suriani, M.Pd selaku dosen mata kuliah Psikologi
Agama PGMI-3 yang mana telah memberikan pengarahan dan pembelajaran dalam penulisan
makalah ini.
Makalah ini membahas tentang “Tahap Perkembangan Anak (Teori Pertumbuhan
Agama pada Anak, Tahap Perkembangan jiwa Beragama pada Anak, Sifat Agama Anak-
anak, dan Usaha Mengembangkan dan Membina Keagamaan Anak)” semoga makalah ini
bisa bermanfaat bagi kita semua, mesipun dalam penyusunannya masih jauh dari kata
sempurna, tetapi tanpa mengurangi rasa hormat kami selaku penyusun mengharapkan kritik
dan juga saran yang sifatnya membangun baik dari dosen maupun dari teman-teman
mahasiswa sekalian.
Demikianlah sepatah kata dari kami semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi
pembaca dan siapa saja dapat menerimanya sebagai referensi dan gagasan yang dapat
menambah suatu ilmu pengetahuan. Akhirul kalam
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Medan, Oktober 2023

Penulis,
Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................ i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................1
C. Tujuan...........................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................... 3
A. Tahap Perkembangan Anak..........................................................................................3
1. Teori Pertumbuhan dan Perkembangan Anak..........................................................3
2. Tahap Perkembangan Anak..................................................................................... 3
3. Karakteristik Pertumbuhan dan Perkembangan Psiko-Fisik Anak.......................... 4
4. Pertumbuhan Agama pada Masa Anak-Anak.......................................................... 5
B. Teori Pertumbuhan Agama pada Anak........................................................................ 5
C. Tahap Perkembangan Jiwa Beragama pada Anak........................................................6
D. Sifat Agama Anak-Anak.............................................................................................. 7
E. Usaha Mengembangkan dan Membina Keagamaan Anak........................................... 8
BAB III PENUTUP..................................................................................................................11
Kesimpulan......................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................. 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses perkembangan kehidupan beragama boleh dikatakan cukup unik dibandingkan
dengan perkembangan aspek aspek dalam diri manusia yang lain. Jika divisualisasikan dalam
bentuk grafik, maka aspek aspek kehidupan manusia misalnya fisik, intelektual, sosial dan
sebagainya pada umumnya mengalami peningkatan pada masa kanak kanak sampai masa
remaja atau dewasa. Tetapi kemudian sedikit demi sedikit mengalami penurunan. Tidak
demikian dengan perkembangan kehidupan beragama. Boleh dikatakan bahwa grafik
perkembangan kehidupan beragama boleh dikatakan bahwa grafik perkembangan kehidupan
beragama cenderung meningkat terus. Hal ini pernah diuji dalam penelitian Lidia Hidayat,
yang menemukan adanya perbedaan secara signifikan antara orang yang yang berusia 50-an ,
60-an dan 70-an tahun. Semakin tinggi usia seseorang ternyata keberagamaannya juga
semakin tinggi. Meskipun belum ada bukti empiris yang membedakan keberagamaan antar
fase fase kehidupan yang lain, tetapi penelitian diatas telah memberikan gambaran secra
umum adanya kolerasi positif antara usia dengan tingkat perkembangan keberagamaan.
Sebuah kata bijak menyebutkan bahwa masa sekarang dipengaruhi oleh masa yang
terdahulu, begitu juga dengan sifat keberagamaan pada manusia bahwasanya tingkat
kesadaran agama pada tiap manusia sangat dipengaruhi pada masa kecilnya.
Masa kanak kanak adalah masa dimana seorang individu mulai dapat berinteraksi
dengan individu lainnya, pada masa inilah sebenarnya masa emas dimana seseorang
diperkenalkan agama, karena dimasa ini anak yang secara pikiran belum terlalu kritis dalam
arti setiap apa yang diberikan oleh orangtuanya akan diterimanya.
Dalam masa perkembangan keagamaanya seorang individu, terdapat faktor faktor
yang sangat mempengaruhi keagamaanya, faktor itu dapat berasal dari dalam dirinya atau
berasal dari faktor luar.Manusia dilahirkan dalam keadaan lemah jasmani maupun rohani,
sejalan dengan bertambahnya umur maka manusia mulai menjalani perubahan pada dirinya
baik dari unsur jasmani maupun rohani.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tahap perkembangan agama pada anakanak?
2. Apa saja teori pertumbuhan agama pada anak?
3. Bagaimana tahap perkembangan jiwa beragama pada anak?
4. Apa saja sifat agama pada anak?
5. Bagaimana usaha megembangkan dan membina keagamaan anak?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tahap perkembangan agama pada anakanak;

1
2. Untuk mengetahui apa saja teori pertumbuhan agama pada anak;
3. Untuk mengetahui tahap perkembangan jiwa beragama pada anak;
4. Untuk mengetahui apa saja sifat agama pada anak;
5. Untuk mengetahui usaha megembangkan dan membina keagamaan anak.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tahap Perkembangan Anak


1. Teori Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Ada beberapa ahli yang mengemukakan tentang teori-teori pertumbuhan dan
perkembangan anak (Kartono, Kartini, 1979).
a. Kartini Kartono membagi masa perkembangan dan pertumbuhan anak menjadi 5,
yaitu :
 0 – 2 tahun adalah masa bayi
 1 – 5 tahun adalah masa kanak-kanak
 6 – 12 tahun adalah masa anak-anak sekolah dasar
 12 – 14 adalah masa remaja
 14 – 17 tahun adalah masa pubertas awal
b. Aristoteles membagi masa perkembangan dan pertumbuhan anak menjadi 3, yaitu :
 0 – 7 tahun adalah tahap masa anak kecil
 7 – 14 tahun adalah masa anak-anak, masa belajar, atau masa sekolah rendah
 14 – 21 tahun adalah masa remaja atau pubertas, masa peralihan dari anak menjadi
dewasa

2. Tahap Perkembangan Anak


Menurut Hurlock dalam bukunya yang berjudul Child Development, perkembangan
anak dibagi menjadi 5 periode, yaitu :
a. periode pra lahir yang dimulai dari saat pembuahan sampai lahir. Pada periode ini
terjadi perkembangan fisiologis yang sangat cepat yaitu pertumbuhan seluruh tubuh
secara utuh.
b. Periode neonatus adalah masa bayi yang baru lahir. Masa ini terhitung mulai 0 sampai
dengan 14 hari. Pada periode ini bayi mengadakan adaptasi terhadap lingkungan yang
sama sekali baru untuk bayi tersebut yaitu lingkungan di luar rahim ibu.
c. Masa bayi adalah masa bayi berumur 2 minggu sampai 2 tahun. Pada masa ini bayi
belajar mengendalikan ototnya sendiri sampai bayi tersebut mempunyai keinginan
untuk mandiri.
d. Masa kanak-kanak terdiri dari 2 bagian yaitu masa kanak-kanak dini dan akhir masa
kanak-kanak. Masa kanak-kanak dini adalah masa anak berusia 2 sampai 6 tahun,
masa ini disebut juga masa pra sekolah yaitu masa anak menyesuaikan diri secara

3
sosial. Akhir masa kanak-kanak adalah anak usia 6 sampai 13 tahun, biasa disebut
sebagai usia sekolah.
e. Masa puber adalah masa anak berusia 11 sampai 16 tahun. Masa ini termasuk periode
yang tumpang tindih karena merupakan 2 tahun masa kanak-kanak akhir dan 2 tahun
masa awal remaja. Secara fisik tubuh anak pada periode ini berubah menjadi tubuh
orang dewasa.

3. Karakteristik Pertumbuhan dan Perkembangan Psiko-Fisik Anak


Ada beberapa karakteristik pertumbuhan dan perkembangan psiko-fisik anak menurut
Kartini Kartono dalam buku Psikologi Anak, yaitu :
a. Umur 1 – 6 tahun : kecakapan moral berkembang, aktivitas dan ruang gerak mulai
aktif, permainan bersifat individu, sudah mengerti ruang dan waktu, bersifat spontan
dan ingin tahu, warna mempunyai pengaruh terhadap anak, suka mendengarkan
dongeng.
b. Umur 6 – 8 tahun : koordinasi psiko motorik semakin berkembang, permainan sifatnya
berkelompok, tidak terlalu tergantung pada orang tua, kontak dengan lingkungan luar
semakin matang, menyadari kehadiran alam disekelilingnya, bentuk lebih berpengaruh
daripada warna, rasa tanggung jawab mulai tumbuh, puncak kesenangan bermain
adalah pada umur 8 tahun.
c. Umur 8 – 12 tahun : koordinasi psiko motorik semakin baik, permainan berkelompok,
teratur, disiplin, kegiatan bermain merupakan kegiatan setelah belajar, menunjukkan
minat pada hal-hal tertentu, sifat ingin tahu, coba-coba, menyelidiki, aktif, dapat
memisahkan persepsi dengan tindakan yang menggunakan logika, dapat memahami
peraturan.

4. Pertumbuhan Agama pada Masa Anak-Anak


Dasar nilai-nilai Agama yang ditanamkan pada anak usia dini dilakukan dengan
tahapan yang sesuai dengan usia dan untuk menerima kenyataan akan hal-hal yang tidak
selamamnya dapat rasional. Ajaran agama dengan pola fisik maupun psikis anak-anak di usia
dini menunjukkan peran penting psikologi yang menjadikannya berkaitan erat dengan agama.
Hal ini tentunya berkaitan dengan perkembangan intelektualitasnya yang semakin
berkembang.
Menurut Zakiah (2010), masa pertumbuhan pertama (masa anak-anak) terjadi pada
usia 0-12 tahun. Bahkan lebih dari itu, menurutnya sejak dalam masa kandungan pun kondisi
dan sikap orang tua telah mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan jiwa keagamaan
anaknya, meskipun sebagian ahli berpendapat bahwa ketika anak dilahirkan, ia bukanlah
makhluk yang religious. Sesuai dengan prinsip pertumbuhannya, seorang anak yang tumbuh
dewasa, menurut Jalaluddin memerulukan berupa bimbingan sesuai dengan prinsip yang
dimilikinya. Yaitu sebagai berikut:

4
 Prinsip Biologis. Secara fisik anak yang baru dilahirkan berada dalam kondisi yang
lemah. Dalam segala gerak tindak-tanduknya, ia tentunya selalu memerlukan bantuan
dari orang-orang dewasa disekelilingnya. Dengan kata lain, ia belum dapat berdiri sendiri
karena manusia adalah makhluk sosial. Keadaan tubuhnya belum tumbuh secara
sempurna untuk dapat difungsikan secara maksimal.
 Prinsip Tanpa Daya. Sejalan dengan belum sempurnanya pertumbuhan fisik dan
psikisnya, anak yang baru dilahirkan hingga menginjak usia dewasa selalu
mengharapkan bantuan dari orang tuanya.
 Prinsip Eksplorasi. Kemantapan dan kesempurnaan perkembangan potensi manusia yang
dibawa sejak lahir, baik jasmani maupun rohani, memerlukan pengembangan melalui
pemeliharaan dan latihan.

B. Teori Pertumbuhan Agama pada Anak


Ada tiga teori yang menjelaskan tentang pertumbuhan jiwa beragama pada anak.
Ketiga teori tersebut yaitu teori ketergantungan (sense of depends), teori instink keagamaan,
dan teori fitrah. (Nunzairina, 2022)
a. Teori Rasa Ketergantungan (Sense Of Depends)
Teori rasa ketergantungan menyatakan bahwa kebutuhan beragama muncul dari
beberapa kebutuhan manusia, yang tidak terpenuhi apabila manusia tersebut tidak
bertuhan. Teori rasa ketergantungan ini disampaikan oleh Thomas. Ia menyatakan
bahwa terdapat 4 kebutuhan pokok manusia. Menurutnya, manusia dilahirkan dengan
empat kebutuhan, diantaranya:
 Keinginan untuk perlindungan (security wish)
 Keinginann mendapatkan pengalaman (new experience wish)
 Keinginan untuk mendapatkan tanggapan (response wish)
 Keinginan untuk dikenal (recognition wish)
Dari keinginan-keinginan itu maka berkembanglah kebutuhan serta ketergantungan
manusia dengan manusia, menjadi kebutuhan manusia terhadap Tuhannya. Tentu pada
awalnya anak akan menganggap bahwa orang tuanya dapat memenuhi segala
kebutuhannya. Anak merasa bahwa orang tua dapat menjadi pelindung, penjaga, dan
lainnya. Namun pada akhirnya anak akan menyadari dan mengetahui bahwa orang tua
memiliki keterbatasan dalam memenuhi semua kebutuhannya. Bahkan orang tua juga
memerlukan perlindungan dari zat yang lebih kuat dari dirinya dan dari seluruh
manusia, yaitu Tuhan. Berdasarkan proses inilah Tohmas menyatakan timbulnya rasa
keagamaan pada anak.
b. Teori Insting Keagamaan
Sebagian psikologi ada yang menyatakan bahwa bayi yang baru lahir sudah memiliki
insting keagamaan. Woordworth menyatakan bahwa agama bagi manusia adalah
insting. Insting beragama dapat mendorong manusia untuk melakukan suatu tindakan
yang beragama. Dalam usia anak antara 3 sampai 6 tahun menurut Clark dia

5
menyatakan bahwa anak sudah dapat mengikuti kata hatinya. Kata hati merupakan
suatu kemampuan untuk membedakan baik dan buruknya suatu Tindakan. Dalam teori
kata hati ini, dapat membuktikan bahwa pentingnya pengajaran agama pada anak,
tetapi mereka juga beranggapan bahwa kata hati tidak berkaitan dengan agama tetapi
berkaitan dengan moral. Namun Clark meyakini bahwa potensi kata hati diberikan
Tuhan kepada anak sebagai bagian yang paling penting dalam pengembangan agama
anak.
c. Teori Fitrah
Islam menyatakan bahwa potensi beragama pada manusia sudah ada sejak manusia
lahir. Potensi tersebut dinamakan “fitrah” merupakan suatu kemampuan yang terdapat
dalam diri manusia agar manusia selalu beriman dan mengakui adanya Allah Yang
Maha Esa sebagai pecipta manusia dan seluruh alam semesta. Potensi beragama sudah
ada pada diri manusia sejak dia berada di tulang sulbi orang tuanya, sebelum dia
menjadi zygot. Hal ini tentunya berkaitan untuk mendidik anak-anak dengan ajaran
agama sejak mereka berada pada usia dini.

C. Tahap Perkembangan Jiwa Beragama pada Anak


Harms (1944) mentakan bahwa perkembangan agama pada anak-anak mengalami tiga
tingkatan, yaitu tingkat dongeng (the fairly tale stage), tingkat kepercayaan (the realistic
stage), dan tingkat individu (the individual stage). Berikut penjelasan ketiga tingkat
perkembangan agama tersebut, diantaranya:
a. The Fairly Tale Stage (Tingkat Dongeng)
Pada tahap ini anak yang berusia 3-6 tahun, konsep mereka dalam mengeali Tuhan
dipenaruhi oleh fantasi dan juga emosi. Sehingga, dalam menanggapi agama anak
masih memerlukan konsep fantasi yang terdiri dari dongeng-dongeng. Pada usia dini,
perhatian anak tentunya akan tertuju pada cara guru mereka dalam menceritakan
tentang agama dari pada isi ajarannya dan tentunya cerita akan lebih menarik jika
berkaitan dengan masa kanak-kanak karena sesuai dengan usia mereka yang masih
kanak-kanak.
b. The Realistic Stage (Tingkat Kepercayaan)
Pada tingkat ini, pemikiran anak mengenai Tuhan sebagai bapak akan beralih pada
Tuhan sebagai pencipta. Tahap dimulai pada usia 7-12 tahun. Usia 7 tahun dipandang
sebagai awal munculnya kemampuan anak dalam berpikir logis, sehingga wajar
apabila anak harus diberikan pelajaran dan dibiasakan untuk melaksanakan shalat
sejak mereka berada pada masa usia dini dan diberikan hukuman apabila mereka tidak
melaksanakannya. Di dalam pandangan psikologi, anak usia ini berada di tahap meniru
dalam beragama. Tentunya anak-anak akan meniru orang tuanya jika orang tua dapat
menjadi model yang baik bagi anak.
c. The Individual Stage (Tingkat Individu)
Pada tahap ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang tinggi, itu sejalan dengqan
usia mereka. Konsep agama yang individualistic terbagi menjadi tiga golongan,
diantaranya:

6
 Konsep ketuhanan yang konvensional dan konservatif yang dipengaruhi oleh
Sebagian kecil fantasi.
 Konsep ketuhanan yang lebih murni, ini dinyatakan dengan pandangan yang
bersifat personal (perorangan).
 Konsep ketuhanan yang bersifat humanistik, yaitu agama telah menjadi etos
humanis pada diri mereka dalam menghayati ajaran agama.

D. Sifat Agama Anak-Anak


Memahami konsep keagamaan pada anak anak berarti memahami sifat agama pada
anak anak. Sesuai dengan ciri yang mereka miliki, maka sifat agama pada anak anak tumbuh
mengikuti pola ideas concept on outhority. Ide keagamaan pada anak sepenuhnya
aoutoritaruis, maksudnya konsep keagamaan pada diri mereka dipengaruhi faktor dari luar
diri mereka. Hal tersebut dapat dimengerti karena anak sejak usia muda telah terlihat
mempelajari hal hal yang berada diluar diri mereka. Mereka telah melihat dan mengikuti apa
apa yang dikerjakan dan diajarkan dan diajarkan orang dewasa dan orangtua mereka tentang
sesuatu yang berhubungan dengan kemaslahatan agama. Orangtua mempunyai pengaruh
terhadap terhadap anak sesuai dengan prinsip dengan eksplorasi yang mereka miliki. Dengan
demikian ketaatan kepada ajaran agama merupakan kebiasaan yang menjadi milik mereka
yang mereka pelajari dari para orangtua maupun guru mereka. Bagi mereka sangat mudah
untuk menerima ajaran dari orang dewasa walupun belum mereka sadari sepenuhnya manfaat
ajaran tersebut. Berdasarkan hal itu, maka bentuk dan sifat agama pada diri anak dapat dibagi
atas:
1. Unreflective (Tidak mendalam)
Dalam penelitian Machion tentang sejumlah konsep ketuhanan pada diri anak 73 %
mereka menganggap tuhan itu bersifat seperti manusia. Dengan demikia, anggapan mereka
terhadap ajaran agama dapat saja mereka terima dengan tanpa kritik. Kebenaran yang mereka
terima tidak begitu mendalam sehingga cukup sekedarnya saja dan mereka sudah merasa
puas dengan keterang yang kadang kadang kurang masuk akal. Meskipun demikian pada
beberapa orang anak terdapat mereka yang memiliki ketajaman pikiran untuk menimbang
pendapat yang mereka terima dari orang lain.
2. Egosentris
Anak memiliki kesadaran akan diri sendiri sejak tahun pertama usia
perkembangannya dan akan berkembang sejalan dengan pertambahan pengalamanya.
Apabila kesadaran akan diri itu mulai subur pada diri ana, maka akan tumbuh keraguan pada
rasa egonya. Sehubungan dengan hal itu, maka dalam masalh keagamaan anak telah
menonjolkan kepentingan dirinya dan telah menuntut konsep keagamaan yang mereka
pandang dari kesenangan pribadinya.
3. Anthromorphis
Pada umumnya konsep mengenai ketuhanan pada anak berasal dari hasil
pengalamanya dikala ia berhubungan dengan orang lain. Tapi suatu kenyataan bahwa konsep
ketuhanan mereka tampak jelas menggambarkan aspek aspek kemanusiaan. Melalui konsep

7
yang terbentuk dalam pikiran mereka menganggap bahwa perikeadaan tuhan itu sama dengan
manusia. Pekerjaan tuhan mencari dan menghukum orang yang berbuat jahat.
4. Verbalis dan Ritualis
Dari kenyataan yang kita alami ternyata kehidupan agama pada anak anak sebagian
besar tumbuh mula mula secara verbal (ucapan). Mereka menghafal secara verbal kalimat
kalimat keagamaan dan selain itu pula dari amaliah yang mereka laksanakan berdasarkan
pengalaman menurut tuntunan yang diajarkan kepada mereka.
5. Imitatif
Dalam kehidupan sehari hari dapat kita saksikan bahwa tindak keagamaan yang
dilakukan oleh anak anak pada dasarnya diperoleh dari meniru. Berdo’a dan shalat misalnya
mereka laksanakan karena hasil melihat perbuatan lingkunga, baik berupa pembiasaan
ataupun pengajaran yang intensif. Para ahli jiwa menganggap, bahwa segala hal anak
merupakan peniru yang ulung. Sifat peniru ini merupakan modal yang positif dalam
pendidikan keagamaan pada anak.
6. Rasa Heran
Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan yang terakhir pada anak.
Berbeda dengan rasa kagum yang ada pada orang dewasa, maka rasa kagum pada anak ini
belum bersifat kritis dan kreatif. Mereka hanya kagum terhadap keindahan lahiriyah saja. Hal
ini merupakan langkah pertama dari pernyataan kebutuhan anak akan dorongan untuk
mengenal sesuatu yang baru (new experience) rasa kagum mereka dapat disalurkan melalui
cerita-cerita yang menimbulkan rasa takjub. (Jalaluddin, 2004)

E. Usaha Mengembangkan dan Membina Keagamaan Anak


Dalam pembinaan agama pada diri pribadi anak sangat diperlukan pembiasaan dan
latihan latihan yang cocok dan yang sesuai dengan perkembangan jiwanya. Karena
pembiasaan dan latihan latihan tersebut akan membentuk sikap tertentu pada anak, yang
lambat laun sikap itu akan bertambah jelas dan kuat, akhirnya tidak tergoyah lagi karena telah
masuk menjadi bagian dari pribadinya.
Untuk membina agar anak anak mempunyai sifat terpuji tidaklah mungkin dengan
penjelasan saja, akan tetapi perlu membiasakannya untuk melakukan yang baik yang
diharapkan nanti dia akan mempunyai sifat sifat itu, dan menjauhi sifat sifat tercela.kebiasaan
dan latihan itulah yang membuat anak cenderung melakukan perbuatan yang baik dan
meninggalkan yang kurang baik. Demikian pula dengan pendidikan agama, semakin kecil
umur anak, hendaknya semakin banyak latihan dan pembiasaan agama yang dilakukan pada
anak, dan semakin bertambah umur anak, hendaknya semakinbertambah pula penjelasan dan
pengertian tentang agama itu sesuai dengan perkembangan yang dijelaskannya.
Pembentukan sikap, pembinaan moral dan pribadi pada umumnya, terjadi melalui
pengalaman sejak kecil. Pendidik atau pembina yang pertama adalah orangtua, kemudian
guru sikap anak terhadap agama dibentuk pertama kali dirumah melalui pengalaman yang
didapat dari orangtuanya. Kemudian disempurnakan dan diperbaiki oleh guru disekolah
maupun ditempat pengajian seperti masjid mushola, TPQ dan madrasah diniyah.

8
Latihan-latihan yang menyangkut ibadah seperti sembahyang, do’a membaca al
qur’an, sopan santun dan lain sebagainya, semua itu harus dibiasakan sejak kecil, sehingga
lama kelamaan akan tumbuh rasa senang dan terbiasa dengan aktivitas tersebut tanpa ada rasa
terbebani sedikitpun. Latihan keagamaan yang menyangkut akhlak dan sosial atau hubungan
manusia dengan manusia yang sesuai dengan ajaran agama juga tidak hanya dijelaskan
dengan kata kata , latihan disini diberikan melalui prilaku yang terpuji, baik itu dari orangtua
maupun guru, seperti pemberian sedekah kepada fakir miskin, berkurban menolong terhadap
sesama dan sebagainya. Oleh karena itu guru aga mempunyai kepribadian yang dapat
mencerminkan ajaran agama seperti apa yang diajarkan kepada anak didiknya.
Kepercayaan kepada tuhan dan agama pada umumnya tumbuh melalui latihan dan
pembiasaan sejak kecil, dengan kata lain pembiasaan dalam pendidika pada anak sangat
penting, terutama pembentukan pribadi akhlak dan agama pada umumnya. Hal itu
dikarenakan pembiasaan pembiasaan tersebut akan memasukan unsur unsur agama yang akan
dijelaskan oleh guru agamanya dikemudian hari.
Secara rinci pembinaan agama kepada anak yang sesuai dengan sifat keagamaan anak
maka dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan antara lain:
1. Pembinaan agama lebih banyak bersifat pengalaman langsung seperti shalat
berjama’ah, bersedekah, zakat, berkurban, meramaikan hari raya dengan
menggemakan takbir dan lain sebagainya. Pengalaman agama secara langsung tersebut
dapat ditambah dengan penjelasn sekedarnya saja atau pesan pesan yang disampaikan
melalui dongeng, cerita, main drama, nyayian, permainan sehingga tidak membebani
mental maupun pikiran mereka.
2. Kegiatan agama disesuaikan dengan kesenangan anak anak, mengingat sifat agama
masih bersifat egosentris. Sehingga model pembinaan agama bukan mengikuti
kemauan orangtua maupun guru saja, melainkan harus dengan banyak variasi agar
anak tidak bosan. Untuk itu, orangtua dan guru harus memiliki banyak ide dan
kreativitas tentang strategi dan teknik pembinaan agama, sehingga setiap saat bisa
berganti ganti pendekatan dan metode walaupun materi yang disampaikan boleh jadi
sama.
3. Pengalaman agama anak, selain didapat dari orangtua, guru dan teman temannya,
mereka juga belajar dari orang yang disekitarnya yang tidak mengajarinya secara
langsung. Untuk itu pembinaan agama anak juga penting dilakukan melalui pembauran
secara langsung dengan masyarakat luas yang terkait dengan kegiatan agama seperti
waktu mengikuti sholat jum’at, tarawih, hari raya. Maupun kegiatan lainnya. Dengan
mengajak anak sekali waktu berbaur secara langsung dengan masyarakat yang
melakukan peribadatan maka anak akan semakin termotivasi untuk menirukan perilaku
perilaku agama yang dilakukan oleh masyarakat umum. Hal ini perlu dilakukan
mengingat agama anak masih bersifat anthromorfhis.
4. Pembinaan agama kepada anak juga perlu dilakukan secara berulang ulang melalui
ucapan yang jelas serta tindakan secara langsung. Seperti mengajak anak shalat, maka
terlebih dahulu diajarkan mengenai hafalan bacaan bacaan shalat secara berulang
ulang hingga anak tersebut hafal diluar kepala. Hal tersebut diiringi dengan tindakan
atau praktik sholat secara langsungdan akan lebih menarik jika dilakukan bersama

9
teman temannya. Setelah anak hafal tentang bacaan bacaan sholat, maka seiring
dengan bertambah usia pengalaman dan pengetahuannyabarulah dijelaskan tentang
syarat, rukun serta hikmah shalat. Demikian pula pada pembinaan pembinaan agama
lainnya.
5. Mengingat sifat agama masih imitatif, maka pemberian contoh nyata dari orangtua dan
masyarakat lingkungannya sangatlah penting. Untuk itu dalam proses pembinaan
tersebut, perilaku orangtua maupun guru harus benar benar dapat dicontoh anak baik
secara ucapan maupun tindakan.
6. Perlunya melakukan kunjungan ketempat tempat atau pusat pusat agama yang lebih
besar kapasitasnya. Misalnya anak anak yang tinggal didesa sesekali perlu diajak
berkunjung ke masjid jamik yang ada dikota yang bangunan bangunan dan jumlah
jama’ahnya lebih besar. Atau bisa juga anak diajak berkunjung kepondok pesantren,
kampus kampus islam dan lain sebgainya. Selain dengan kunjungan anak dapat diajari
tentang agama melaluilayar kaca televisi maupun VCD. Pembinaan dengan cara ini
sangatlah penting mengingat rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat
keagamaan pada anak.
Dalam kaitanya dengan upaya penanaman pendidikan anak dalam keluarga, maka
Rasullallah telah memberikan tuntutan kepada kita agar mendidik anak sesuai dengan
perkembangan jiwanya.sebagaimana disebutkan dalam hadis :

Mengingat pentingnya peranan keluarga dalam pendidikan anak, maka dalam hal ini
lingkungan keluarga harus benar-benar berperan pada posisinya, karena kalau tidak,
maka pendidikan yang dihasilkan anak oleh kelurga akan dapat membawa anak kepada
perbuatan-perbuatan yang negativ atau perbuatan yang bertentangan dengan prinsip
prinsip agama Islam. (Fitrianah, 2019)

10
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Manusia dilahirkan dalam keadaan lemah, fisik maupun psikis. Walupun dalam
keadaan yang demikian para ahli psikologi agama pada umumnya, berpendapat bahwa dalam
diri manusia terdapat Religious Instinct, yaitu potensi yang secara alamiah membawa
manusia dalam kehidupan beragama. Perkembangan potensi ini sangat dipengaruhi oleh
lingkungan dan aspek kepribadian yang lain baik kognitif maupun afektif.
Pengaruh lingkungan terutama Keluarga memang sangat dominan bagi perkembangan
keberagamaan seseorang. Seorang anak yang dibesarkan dalam keluarga yang religius akan
lebih besar kemungkinannya berkembangmenjadi lebih religius dibandingkan dengan yang
tidak. Anak yang dilahirkan dalam keluarga yang beragama Islam, secra otomatis religious
instict yang dimiliki berkembang dalam tradisi Islam dan kemungkinan besar dia akan
menjadi seorang muslim.
Para ahli psikologi agama berusaha mengidentifikasi beberapa karakteristik yang
menjadi ciri dari kehidupan beragama pada masa kanak kanak antara lain imitiatif,
superfisial,ritualistik, autoritatif, konkrit dan antromorphis.
Mekanisme psikologis kehidupan beragama pada masa kanak kanak yang menonjol
adalah mekanisme imitasi. Seperti perkembangan aspek aspek psikologis dan kemampuan
anak yang lain yang berkembang lewat proses peniruan, pada mulanya anak beragama
meniru orangtuanya,Artinya anak anak hanya menirukan apa yang diyakini dan dilakukan
orangtuanya. Dengan demikian jika anak anak melakukan suatu ibadah semua itu dilakukan
hanya karena meniru orangtuanya saja. Belum ada satu keseriusan dalam diri anak anak
untuk melakukan ritual keagamaan seperti orang dewasa.

11
DAFTAR PUSTAKA

Daradjat, Zakiah. (2010). Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang.


E. B.,Hurlock. (1993). Child Development. New York: Mc Graw Hill Book Company.
Fitrianah, Rossi Delta. 2019. Perkembangan Jiwa Agama pada Anak (Analisis Kajian dan
Pemikiran dalam Psikologi Agama). Al Fitrah: Journal Of Early Childhood Islamic
Education, 2(2), pp.331-340.
Harms, Ernest. (1944). The Development of Religious Experience in Children. AJS:
American Journal of Sociology, 50(2).
Jalaluddin. (2004). Psikologi Agama. Jakarta : Raja Grafindo persada.
Kartono, Kartini. (1979). Psikologi Anak. Bandung: Penerbit Alumni.
Nunzairina, Herlin Syahdina Lubis & Indah Ashari. (2022). Memahami Psikologi
Perkembangan Jiwa Beragama Pada Anak Usia Dini. INVENTION: Journal Research
and Education Studies, 3(3), pp.68-75.

12

Anda mungkin juga menyukai