Anda di halaman 1dari 23

MINI RISET

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN JIWA

KEBERAGAMAAN ANAK USIA 0-2 TAHUN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Agama

Dosen Pengampu: Ramadan Lubis, M.Ag.

Disusun Oleh:

Kelompok 1 (PAI-8 Semester VI)

Adam Baihaqi (0301201024)

Nurhayati Bako (0301202194)

Safira Khairudina (0301202165)

Safira Nur Permana (0301203310)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN

2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur kepada Allah SWT. Karena berkat nikmat dan rahmatnya penulis
dapat menyelesaikan tugas Laporan Mini Riset yang berjudul “Pertumbuhan dan
Perkembangan Jiwa Keberagamaan Pada Anak Usia 0-2 Tahun, Shalawat dan Salam
kita haturkan kepada junjungan kita yakni Baginda Rasulullah Muhammad SAW karena
Beliau telah membebaskan kita dari zaman kebodohan atau zaman jahiliyah hingga
menuju zaman Islamnya seperti yang kita rasakan pada saat ini.

Laporan Mini Riset ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Psikologi
Agama. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ramadhan Lubis, M.Ag.
selaku dosen pengampu yang telah membimbing dan mendukung dalam penyelesaian
tugas Laporan Mini Riset ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua
serta teman-teman yang memberikan dukungan dan semangat kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktu.

Penulis berharap Mini Riset ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Penulis
juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam Laporan Mini Riset ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu penulis berharap adanya kritik
dan saran yang membangun demi perbaikan dalam tugas berikutnya.

Sekian dan terima kasih

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Medan, Mei 2023

Kelompok I

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... i


DAFTAR ISI ............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Fokus Masalah .................................................................................... 2
C. Rumusan Masalah .............................................................................. 2
D. Tujuan Penelitian ................................................................................ 2
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................... 4
A. Pengertian Pertumbuhan..................................................................... 4
B. Pengertian Perkembangan .................................................................. 5
C. Pengertian Jiwa Keberagaman ........................................................... 7
D. Anak Usia 0-2 Tahun .......................................................................... 9
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .............................................. 12
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ......................................................... 12
B. Tempat dan Waktu .............................................................................. 12
C. Sumber Data ....................................................................................... 12
D. Instrumen Pengumpulan Data ............................................................ 12
E. Analisis Data ...................................................................................... 14
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................. 15
A. Temuan Umum ................................................................................... 15
B. Temuan Khusus .................................................................................. 15
BAB V PENUTUP ................................................................................... 19
A. Kesimpulan ......................................................................................... 19
B. Saran ................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak dilahirkan dengan sistem penciptaan terbaik oleh Allah Swt, ia


memiliki kemampuan bawaan yang bersifat laten. Potensi bawaan ini
memerlukan pengembangan melalui bimbingan dan pemeliharaan yang mantap
lebih – lebih pada anak usia dini. Fisik atau jasmani manusia baru akan
berfungsi secara sempurna jika dipelihara dan dilatih. Akal dan fungsi mental
lainnya pun baru akan berfungsi jika kematangan dan pemeliharaan serta
bimbingan dapat diarahkan kepada pengeksplorasian perkembangannya.
Kemampuan itu tidak dapat dipenuhi secara sekaligus melainkan melalui
pentahapan. Demikian juga perkembangan agama pada diri anak.

Masa remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari
kanak-kanak menuju dewasa. Atau dapat dikatakan bahwa masa remaja adalah
perpanjangan masa kanak-kanak sebelum mencapai masa dewasa. Anak-anak
jelas kedudukannya, yaitu yang belum dapat hidup sendiri, belum matang dari
segala segi, tubuh masih kecil, organ-organ belum dapat menjalankan fungsinya
secara sempurna, kecerdasan, emosi dan hubungan sosial belum selesai
pertumbuhannya. Hidupnya masih bergantung pada orang dewasa, belum dapat
diberi tanggung jawab atas segala hal. Dan mereka menerima kedudukan seperti
itu.

Perkembangan pemahaman remaja terhadap keyakinan agama ini sangat


dipengaruhi oleh perkembangan aspek psikologisnya, yaitu kognitif, emosi, ego,
sosial, dan moral mereka. Sehubungan dengan pengaruh perkembangan kognitif
terhadap perkembangan agama selama masa remaja ini, dalam suatu studi yang
dilakukan Goldman (1962) tentang perkembangan pemahaman agama anak-
anak dan remaja dengan latar belakang teori perkembangan kognitif Piaget,
ditemukan bahwa perkembangan pemahaman agama remaja berada pada tahap
3, yaitu formal operational religious thought, di mana remaja memperlihatkan
pemahaman agama yang lebih abstrak dan hipotesis. Peneliti lain juga

1
menemukan perubahan perkembangan yang sama, pada anak-anak dan remaja.
Oser & Gmunder, 1991 (dalam Santrock, 1998) misalnya menemukan bahwa
remaja usia sekitar 17 atau 18 tahun makin meningkat ulasannya tentang
kebebasan, pemahaman, dan pengharapan konsep-konsep abstrak ketika
membuat pertimbangan tentang agama.

Orang tua yang memiliki tanggung jawab terhadap pembinaan,


bimbingan, pengembangan serta pengarahan potensi yang dimiliki anak agar
mereka dapat berfungsi dan berperan sebagaimana hakikat kejadiannya, tentu
sangat perlu memahami secara serius proses perkembangan jiwa agama anak
dan remaja, sebagaimana yang dikemukakan oleh Jalaluddin bahwa pengaruh
bimbingan ibu bapak memiliki peran strategis dalam membentuk jiwa agama
pada diri anak. Demikian pentingnya pengaruh bimbingan itu, hingga dikaitkan
dengan Aqidah, sebab bila dibiarkan berkembang dengan sendirinya, maka
potensi keberagamaan pada anak akan salah arah.

B. Fokus Masalah
Untuk mengetahui proses pertumbuhan dan perkembangan dan
perkembangan Kognitif, Afektif Dan Psikomotorik, Jiwa Keberagaman Pada
Anak Usia 12-14 Tahun.

C. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan psikomotorik jiwa
keberagaman anak usia 0-2 tahun?
2. Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan kognitif jiwa keberagaman
anak usia
0-2 tahun?
3. Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan afektif jiwa keberagaman anak
usia
0-2 tahun?

D. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini yaitu :

2
1. Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan Psikomotorik jiwa
keberagaman anak usia 0-2 tahun.
2. Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan kognitif jiwa
keberagaman anak usia 0-2tahun.
3. Untuk Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan afektif jiwa
keberagaman anak usia 0-2 tahun.

3
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pengertian Pertumbuhan

Pertumbuhan (growth) menurut (Soetjiningsih dan Ranuh, 2015) adalah


perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu bertambahnya jumlah, ukuran, dimensi
pada tingkat sel, organ, maupun individu. Sebagai contoh, anak bertambah besar
bukan saja secara fisik, melainkan juga ukuran dan struktur organ-organ tubuh
dan otak. Otak anak semakin tumbuh terlihat dari kapasitasnya untuk belajar
lebih besar, mengingat, dan mempergunakan akalnya semakin meningkat. Anak
tumbuh baik secara fisik maupun mental. Pertumbuhan berarti bertambahnya
ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau keseluruhan, sehingga dapat
diukur dengan satuan panjang dan berat. Pertumbuhan berkaitan dengan
perubahan dalam jumlah, ukuran dan fungsi tingkat sel, organ maupun individu.

Pertumbuhan memiliki kata asal “tumbuh”. Dalam KBBI sendiri,


tumbuh memiliki arti timbul (hidup) dan bertambah besar atau sempurna.
Sehingga secara istilah, pertumbuhan memiliki pengertian perubahan secara
kuantitatif pada fisik manusia karena beberapa faktor (faktor internal dan
eksternal). Perubahan kuantitaif sendiri dapat di ukur atau dinyatakan dalam
satuan serta dapat diamati secara jelas. Misalnya berupa pertambahan,
pembesaran, perubahan ukuran dan bentuk, hal yang tidak ada menjadi ada,
kecil menjadi besar, sedikit menjadi banyak, pendek menjadi tinggi, serta kurus
menjadi gemuk.1

Pertumbuhan dapat dibagi dua yaitu pertumbuhan yang bersifat linear


dan pertumbuhan massa jaringan. Pertumbuhan linear menggambarkan status
gizi yang dihubungkan pada masa lampau. Ukuran linear yang rendah biasanya
menunjukkan keadaan gizi yang kurang akibat kekurangan energi dan protein
yang diderita waktu lampau. Ukuran linear yang sering digunakan adalah tinggi
atau panjang badan. Pertumbuhan massa jaringan menggambarkan status gizi
yang dihubungkan pada masa sekarang atau saat pengukuran. Contoh massa
1
Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan (Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan), (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 1990) hal 41.

4
jaringan adalah berat badan, lingkar lengan atas (LILA) dan tebal lemak bawah
kulit. Ukuran yang rendah atau kecil menunjukkan keadaan gizi kurang akibat
kekurangan energi dan protein yang diderita pada waktu pengukuran dilakukan.
Ukuran massa jaringan yang yang paling sering digunakan adalah berat badan.2

Karakteristik pertumbuhan adalah adanya perubahan secara kuantitas


yang meliputi jumlah, ukuran, bentuk, luas, tinggi serta berat pada fisisk
seseorang anak. Selain itu, setiap anak telah mengalami pertumbuhan sejak
bertemunya se telur dengan sel ovum dalam kandungan ibu sampai batas usia
tertentu, secara berangsur-angsur. Setiap anak mengalami fase-fase pertumbuhan
yang berbeda tetapi perbedaan tersebut tidak terlalu mencolok ketika sang anak
masuk kategori “normal” atau tidak berkebutuhan khusus terkait gen atau sel.
Perubahan pada pertumbuhan dapat diamati atau dianalisis menggunakan alat
ukur (timbangan untuk berat badan, alat ukur.3

Pertumbuhan harus selalu diawasi dengan ketat baik oleh orang tua
maupun petugas kesehatan karena pertumbuhan merupakan patokan dalam
menilai kesehatan anak. Petugas kesehatan harus memiliki pengetahuan
mengenai pola normal dan variasi individual yang umum terjadi untuk dapat
mengidentifikasi masalah yang mungkin timbul dalam pertumbuhan anak.4

B. Pengertian Perkembangan
Perkembangan tentu memiliki perbedaan dengan pertumbuhan, ketika
pertumbuhan identik dengan perubahan secara kuantitatif, maka perkembangan
sendiri identik dengan perubahan secara kualitatif. Berdasarkan KBBI,
Perkembangan memiliki arti perihal berkembang. Kemudian arti berkembang
sendiri berdasarkan KBBI ialah bertambah, menekar atau membentang. 5

Dengan demikian dalam ilmu psikologi, perkembangan memiliki arti


perubahan secara kualitatif pada ranah jasmani dan rohani manusia yang saling

2
Supariasa dkk,2016 Psikologi Umum, Bandung
3
L, Zulkifli. 2003. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
4
Ibid, 42
5
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru Edisi Revisi, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2004), hal 41.

5
berkesinambungan menuju ke arah yang lebih baik atau ke arah yang sempurna.
Yang dimaksud perubahan fisik pada perkembangan manusia ialah mengacu
pada optimalisasi fungsi-fungsi organ jasmaniah manusia, bukan pada
pertumbuhan jasmaniah itu sendiri. Sehingga dari sini dapat terlihat bahwa
pertumbuhan dan perkembangan adalah sesuatu yang berbeda tetapi saling
berkesinambungan atau berhubungan.6

Perkembangan dalam diri seseorang sendiri berlangsung sejak anak


mulai lahir ke dunia, karena ia belajar mengoptimalkan fungsi-fungsi organ
tubuhnya, meskipun dengan bantuan orang di sekitarnya atau orang tua sampai
si anak meninggal dunia. Dengan kata lain, perkembangan seseorang
berlangsung sepanjang hayat. Tetapi tiap anak memiliki tempo perkembangan
yang berbeda-beda. Bisa saja si A usia biologisnya adalah 10 tahun tetapi usia
psikologis atau usia perkembangannya masih 9 tahun atau 11 tahun atau
mungkin sesuai, yakni sama 10 tahun. Usia perkembangan seseorang dapat lebih
cepat atau lebih lambat dari usia biologisnya, hal ini terjadi karena berbedanya
faktor-faktor perkembangan yang memhampiri seseorang.7

Perkembangan memiliki sifat multidimensi, yakni integrasi anatara


fikiran, sosioemosi, kognitif, fungsi biologis serta intelegensi sosial. Karena
beberapa hal tersebut tidak berjalan dengan semestinya, maka perkembangan
secara psikologis akan terganggu, sehingga ada beberapa orang yang stres
karena tekanan fikiran atau terganggunya sosioemosi, fikiran dan intelegensi
sosialnya. Selain itu, perkembangan juga bersifat plastis atau kapasitas untuk
berubah. Perubahan dapat kearah yang lebih baik atu bahkan ke arah yang lebih
buruk tergantung faktor yang mendasari dan penyikapan seseorang terhadap
masalah yang dihapai. Misalnya (perubahan ke arah yang lebih baik) Si B anak
yang pemalu, kemudia ia menyadari akan hal ini, maka ia ingin merubahnya
untuk menjadi lebih baik lagi melalui pelatihan.8

6
Soemanto, W. 1990. Psikologi Pendidikan (Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan). Jakarta:
PT Rineka Cipta.
7
Ibid, 57
8
Ahmadi dkk, Psikologi Perkembangan, 1991 hal. 33

6
Karakteristik dari perkembangan ialah meliputi perubahan fungsi-fungsi
organ fisik, fungsi psikologis atau kepribadian, menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekitar, perkembangan bahasa, perkembangan pemikiran dan
perkembangan sosioemosi. Perkembangan memiliki 2 faktor yang
mempengaruhi, yakni faktor internal yang terdiri dari usia dan bakat atau
kemampuan yang dimiliki seseorang. Kemudian ada faktor eksternal yang terdiri
dari tentang proses pematangan (khususnya pematangan kognitif), proses belajar
seseorang dalam kehidupan (pengalaman), serta lingkungan sekitar.9

C. Pengertian Jiwa Keberagamaan


Sumber jiwa beragama adalah sebagai sumber asal jiwa keagamaan
yang tertanam dalam diri manusia. Kajian ini akan dibagi ke dalam tiga bagian,
pertama sumber jiwa keagamaan dalam pandangan Psikologi, kedua sumber
jiwa keagamaan dalam pandangan kecerdasan Spiritual, ketiga sumber jiwa
keagamaan dalam pandangan Islam.
1. Sumber Jiwa Beragama Dalam Pandangan Psikologi
Apa yang menjadi sumber pokok yang mendasari timbulnya keinginan
untuk mengabdikan diri kepada Sang Pencipta? Menjawab pertanyaan ini, kita
bahas menurut teori-teori dibawah ini yaitu teori Mosnistik dan Fakulty.
a. Teori Monistik
Menurut teori monistik, yang menjadi sumber kejiwaan agama itu adalah
berasal dari satu sumber kejiwaan. Sumber tunggal manakah yang paling
dominan sebagai sumber kejiwaan keagmaan itu? Manakah yang paling
berperan dari sumber kejiwaan yang dominan itu, dikalangan ahli terjadi
perbedaan pendapat.
b. Menurut Thomas van Aquiono
Yang menjadi dasar kejiwaan agama ialah: Berfikir, Manusia bertuhan
karena manusia menggunakan kemampuan berfikirnya. Kehidupan beragama
merupakan refleksi dari kehidupan berfikir manusia itu sendiri.
c. Menurut Frederick Hegel

9
Jalaluddin, Psikiologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hlm.70

7
Agama adalah suatu pengalaman yang sungguh-sungguh ber dan tepat
kebenaran abadi. Berdasarkan konsep itu, maka semata-mata merupakan hal-hal
atau persoalan yang berhubunga dengan pikiran
d. Menurut Frederick Schleimacher
Yang menjadi sumber keagamaan adalah rasa ketergantungan yang
mutlak. Dengan adanya rasa ketergantugan yang mutlak itu mana merasakan
dirinya lemah. Kelemahan itu menyebabkan manusia selal menggantungkan
hidupnya dengan suatu kekuasaan yang berada diar dirinya. Dari rasa
ketergantungan itulah timbul konsep tentang Tuhan. Rasa tidak berdaya untuk
menghilangkan tantangan alam yang selalu dialaminya, lalu timbullah upacara
untuk meminta perlindungan kepada kekuasaan yang diyakini dapat melindungi
mereka. Itulah realitas dari upacara keagamaan.
e. Menurut Rudolf Otto
Sumber jiwa agama adalah rasa kagum yang berasal dari The Whaly
Other (yang sama sekali lain), jika seseorang dipengaruhi oleh rasa kagum
terhadap sesuatu yang dianggapnya lain dari yang lain maka keadaan mental
seperti itu oleh Otto disebut "Numino" Perassan itulah menurut R. Ono sebagai
sumber dari kejiwaan agama manusia
f. Menurut Sigmund Freud
Unsur kejiwaan yang jadi sumber kejiwaan agama ad dide seal (aluri
seksual) Sendasarkan dido ini timbulah deseting Than dan upacara keagamaan,
melalui proses:
1. Oedipus Complex, yaitu mins Yunani kuno yang menceritakan bahwa karena
perasaan cinta kepeds ys, maka Oedipus membu ayahnya. Kejadian itu pada
mama ni Merka benekongkol uk membunuh ayah yang berasal dalam
masyarakat prom Setelah ayahnya matah case bersalah (e of gi pa diri anak-anak
itu
2. Father Image (citra bapak): setelah membunuh bapaknya Oedipus dihantui rasa
bersalah, lalu timbul rasa penyesalan. Perasaan itu menerbitkan ide untuk
membuat suatu cara sebagai penebus kesalahan manusia yang mereka lakukan,
timbulah keinginan untuk memuja arwah ayah yang telah meraka bunuh itu.
Realisasi pumujaan itulah sebagai asal mula dari upacara keagamaan. Karena

8
dari pemujaan itulah menurut Freud sebagai asal dari upacara keagamaan. Jadi
agama muncul dari ilusi manusia.
g. Menurut William Mc Dougall dido sexonal (nolite exu)
Menurutnya, tidak ada insting khusus sebagai "sumber jiwa keagamaan",
tetapi dari 14 insting yang ada pada diri manusia, maka agama timbul dari
dorongan insting tersebut secara terintegrasi. Menurut Teori Fakulti (Faculty
Theori) Perbuatan manusia yang bersifat keagamaan dipengaruhi oleh 3 fungsi,
yaitu:
1) Fungsi Cipta, yaitu fungsi intelektual manusia. Melalui cipta orang dapat
menilai dan membandingkan serta selanjutnya memutuskan sesuatu tindakan
terhadap stimulus tertentu, termasuk dalam aspek agama.
2) Fungsi Rasa, yaitu suatu tenaga dalam jiwa manusia yang banyak berperan
dalam membentuk motivasi dalam corak tingkah laku seseorang. Melalui fungsi
rasa dapat menimbulkan penghayatan dalam kehidupan beragama yang
selanjutnya akan memberi makna pada kehidupan beragama.
3) Karsa, merupakan fungsi ekslusif dalam jiwa manusia. Karsa berfungsi
mendorong timbulnya pelaksanaan doktrin serta ajaran agama berdasarkan
fungsi kejiwaan.
1) Cipta, berperan untuk menentukan benar atau tidaknya ajaran suatu agama
berdasarkan pertimbangan intelektual seseorang.
2) Rasa, menimbulkan sikap batin yang seimbang dan positif dalam menghayati
kebenaran ajaran agama.
3) Karsa, menimbulkan amalan-amalan atau doktrin keagamaan yang benar dan
logis.10

D. Anak Usia 0-2 Tahun

Perkembangan anak di tahun-tahun pertama kehidupannya sangat


menakjubkan. Sejak lahir, anak sudah menjadi pemelajar yang aktif. Ia sudah
memiliki rasa ingin tahu dan ingin memahami semua yang terjadi di lingkungan
sekitarnya, Ketika ia sudah bisa bergerak (merangkak, berjalan, bahkan berlari),

10
Ramadan Lubis, 2019, Psikologi Agama, Medan: Perdana Publishing, hal. 27.

9
area jelajahnya semakin luas. Ia pun mulai memahami lingkungannya melalui
hubungannya dengan anak lain. Di usia balita, rasa ingin tahu dan haus akan
pengetahuan makin tak terbendung. Setiap hari sejak lahir anak terus
mengembangkan pemahamannya. Peran ibu dan ayah sangat dibutuhkan oleh
ananda untuk mengembangkan seluruh kemampuannya itu. Kasih sayang,
perhatian, dan perangsangan yang ibu-ayah berikan akan membuat ananda
tumbuh dan berkembang dengan baik (optimal). Setiap hari ananda menghadapi
tantangan baru, sehingga dibutuhkan dukungan dan perangsangan dari ibu-ayah
untuk membantunya mengatasi setiap tantangan tersebut agar ia menjadi cerdas.

Nah, untuk mengembangkan kecerdasannya itu, anak melakukannya dengan


cara bermain. Tidak peduli apa bentuk mainannya, kenyataannya ia bergaul
dengan lingungannya dan belajar banyak hal baru. Bagi anak, setiap pengalaman
baru membawanya ke penemuan-penemuan yang menyenangkan. Meskipun
bagi kita, orang dewasa, kegiatan yang dianggap anak menarik bisa jadi
membosankan. Contoh, kegiatan mengeluarkan belanjaan dari kantong belanja
ternyata bisa menjadi kegiatan yang sangat menarik bagi anak sehingga ia
melakukannya berulang-ulang kali. Dia mencoba segala sesuatu yang dilihatnya
dan mengembangkan keterampilannya dari hari ke hari. Perlu diketahui,
kecerdasan seorang anak bersumber dari dua hal utama. Pertama, faktor bawaan.

Tidak hanya ciri-ciri fisik saja yang dimiliki anak dari ibu-bapaknya,
tetapi juga kecerdasan. Kedua, faktor belajar. Kita sepakat, bayi dan anak belajar
melalui pengalamannya. Oleh karena itu, kualitas kecerdasannya sangat
bergantung pada pengalaman belajar yang ia dapat di usia dini. Itulah sebabnya
perangsangan yang ibu-ayah berikan dan kegiatan bermain yang dilakukannya
sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajarnya. Anak akan belajar paling
baik dalam suasana tenang dan santai. Jika ibu-ayah bersikap cemas atau tidak
peduli, maka kondisi tersebut akan memengaruhi semangat anak untuk belajar.
Bermain dan belajar harus menyenangkan bagi semua orang yang terlibat.11

11
Pudjiati,dkk, 2011, Mengasah Kecerdasan Di Usia 0-2 Tahun, Seri Bacaan Orang Tua:
Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini
Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional.

10
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Dalam rangka menggali data yang diperlukan penelitian ini,maka kami
menggunakan cara pendekatan field study, maksudnya dalam penelitian ini,
penulis mengadakan riset dilapangan, yaitu dibuat berdasarkan observasi dan
ditulis dalam bentuk akademik. Sedangkan untuk jenis metode penelitiannya
ialah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah kegiatan pengumpulan
data dalam rangka menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan yang
menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu
penelitian. Traves menyatakan bahwa tujuan utama dalam penelitian deskriptif
adalah untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada
saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejela tertentu.

B. Tempat dan Waktu


Alamat : Jalan Suluh No. 149 Medan, Sidorejo Hilir, Kec. Medan
Tembung, Kota Medan
Tanggal : Rabu, 03 Mei 2023
Waktu : 10.00 s/d selesai

C. Sumber Data
Dalam penelitian ini, peneliti memerlukan sumber data mengenai Pertumbuhan
dan Perkembangan Anak Usia 0-2 tahun. Data ini didapati dari melakukan
wawancara kepada orang tua dari anak yang bersangkutan. Adapun data diri dari
narasumber yaitu :
Nama Orang Tua : Nanda Habibah
Nama Anak : Ghumaika Syafani
Tempat, Tanggal Lahir : Medan, 16 November 2022
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jalan Suluh No. 149 Medan, Sidorejo Hilir, Kec.
Medan Tembung, Kota Medan
Agama : Islam

11
D. Instrumen Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti meliputi :
1. Wawancara
Menurut Esterberg dalam Sugiyono wawancara adalah pertemuan
yang dilakukan oleh dua orang untuk bertukar informasi mupun suatu ide
dengan cara tanya jawab, sehingga dapat dikerucutkan menjadi sebuah
kesimpulan atau makna dalam topik tertentu.12 Teknik wawancara yang
digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur di mana
akan dilakukan kepada konsumen perusahaan Kreasi Jaya Perkasa yang
telah melakukan pembelian lebih dari satu kali. Tujuan dari penggunaan
wawancara semi terstruktur adalah untuk menemukan permasalahan secara
lebih terbuka, pihak yang diwawancarai dapat diminta untuk
mengemukakan pendapat dan idenya.
Dalam wawancara terdapat tahapan-tahapan yang akan dilakukan oleh
peneliti untuk melakukan pengumpulan data yaitu:
1. Membuat pedoman pertanyaan wawancara, sehingga pertanyaan yang
2. diberikan sesuai dengan tujuan wawancara tersebut.
3. Menentukan narasumber wawancara.
4. Menentukan lokasi dan waktu wawancara.
5. Melakukan proses wawancara
6. Dokumentasi
Memastikan hasil wawancara telah sesuai dengan informasi yang
dibutuhkan oleh peneliti.
7. Merekap hasil wawancara.

2. Observasi
Observasi yaitu teknik pengumpulan data dengan mengamati setiap peristiwa
yang berlangsung dan mencatatnya dengan menggunakan lembar observasi.
Metode observasi ini menggunakan pengamatan langsung terhadap suatu
benda, kondisi, situasi ataupun perilaku.

12
Sugiyono, 2015, Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods), Bandung: Alfabet, hal 72

12
3. Studi Dokumentasi
Menurut Sugiyono dokumentasi merupakan catatan peristiwa pada waktu yang
lalu, dan dapat berbentuk tulisan, gambar, maupun karya–karya monumental
dari seseorang. Peneliti menggunakan data konsumen, data penjualan,
dokumentasi berupa foto dengan konsumen sebagai data sekunder dalam
penelitian ini.13

E. Analisis Data
Dari data yang diperoleh didapatkan bahwa anak usia 0-2 tahun jiwa
keberagamaannya sangat bergantung kepada bagaimana orang tuanya
mengajarkan kepada anak tersebut, baik kognitif, afektif, maupun
psikomotoriknya. Anak usia 0-2 tahun hanya bisa merespon apa yang diajarkan
lalu menirukannya sesuai dengan kemampuannya, oleh karena itu jiwa
beragamanya tergantung seberapa sering orang tuanya mengajarkan hal-hal yang
berkaitan dengan agama kepada anak tersebut. Apabila orang tua semakin sering
mengajarkan agama kepada anak usia 0-2 tahun, maka anak tersebut akan cepat
menangkap apa yang diajarkan dan menirukannya. Apabila anak sudah dapat
mengingat apa yang diajarkan, maka anak tersebut bisa membawa ajaran itu
sampai ke usia berikutnya.

13
Ibid, 73

13
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Temuan Umum
Pada usia 0-2 tahun anak mengalami ranah Primitif (hanya meniru
perilaku terbuka, tanpa berpikir) Tidak memahami apa yang diperbuat.
Meskipun terlihat tidak penting tetapi merupakan intelegensi pondasi yang akan
dimiliki anak.14
No Usia Tingkatan Kognitif (0-2 tahun)
1 3bln 1. Memperdengarkan macam-macam doa, music religi serta
perkataan baik sesuai agamanya
2 3-6bln 1. Melihat serta memperdengarkan beragam ciptaan Allah
(Mahkluk hidup)
3 6-9bln 1.Pengamatan terkait ciptaan Allah
2. Memperdengarkan macam-macam do‟a, music religi serta
perkataan yang benar dan sebutan nama Allah
4 9-12bln 1.Paham akan ibadah yang dilakukan disekelilingnya
5 12-18bln 1.Memiliki minat pada kegiatan beribadah (menirukan doa-
doa).
6 18-24bln 1. Mengikuti doa bacaan-bacaan ibadah shalat.
2. Mampu mengucap salam serta mampu mengucapkan kata-
kata baik (minta maaf, terimakasih sesuai situasinya).15

B. Temuan Khusus
1. Apakah ibu pernah mengajak anak ibu ke acara pengajian atau acara-acara
agama untuk mengenalkan ajaran agama ke anak sejak dini?
 Kalau untuk ke acara pengajian belum pernah, karena saya juga belum ikut
pengajian-pengajian, jadi belum pernah diajak ke acara-acara agama.

14
M. Fathurrahman, Restu, 2022, Membangun Nalar Kritis Bagi Anak Dan Implementasinya
Dalam Praktik Moderasi Beragama, Institut Agama Islam Negeri Ponorogo: Jurnal Ibriez, Volume : 7
Nomor : 1, hal. 99.
15
Ani dan Eva, 2021, Perkembangan Anak Usia Dini (Usia 0-6 tahun) Beserta Stimulasinya,
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta: Jurnal PAUDIA, Volume 10, No. 1, hal. 141.

14
C. Pembahasan
1. Pertumbuhan dan Perkembangan Afektif Jiwa Kebearagamaan Anak Usia
0-2 Tahun
Afektif merupakan suatu kemampuan yang mengutamakan perasaan,
emosi, dan reaksi-reaksi yang berbeda dengan penalaran. Kawasan afektif yaitu
kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat,
sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya. Untuk anak usia 0-2 tahun,
aspek afektifnya pada masa berkembang dan sesuai bagaimana orang tua dan
lingkungannya berjalan. Anak yang sejak usia dini telah diajarkan nilai-nilai
agama dan contoh-contoh moral agama, maka nilai agama akan melekat sejak
dini dalam dirinya. Oleh karena itu, sebagai orang tua haruslah bersikap peduli
terhadap jiwa agama anak, dengan memberikannya pendidikan agama sejak dini,
dimulai dengan memperdengarkan ayat-ayat Al-Qur‟an, dan mengajak anak ke
kajian-kajian agama agar anak sudah mencintai agamanya sejak dini.

2. Pertumbuhan dan Perkembangan Psikomotorik Jiwa Keberagamaan Anak


Usia 0-2 Tahun

Psikomotorik adalah aspek yang berkaitan dengan keterampilan jasmani


anak dan kemampuan anak dalam melakukan suatu kegiatan. Pada anak usia 0-2
tahun pada umumnya hanyalah gerakan gerakan sederhana seperti berguling,
merangkak, berjalan, atau kegiatan-kegiatan ringan lainnya. Anak usia 0-2 tahun
tentu saja belum wajib dalam menjalankan kegiatan agama, sebab mereka belum
baligh, tetapi anak usia 0-2 tahun adalah usia pembentukan jiwa beragama
mereka. Anak usia 0-2 tahun adalah anak yang paling mudah untuk diajarkan
suatu hal, sebab mereka hanya bisa meniru tanpa membantah apa yang dilihat
dan diajarkan kepadanya. Oleh karena itu, anak usia 0-2 tahun harus diajarkan
hal-hal yang baik, terutama hal-hal yang berkaitan dengan agama. Seperti
mengajarkan mereka mengucap salam, mengucap sholawat, dan ucapan pujian
kepada Allah. Selain itu, orang tua juga perlu menunjukkan gerakan-gerakan
sholat kepada anak, dan sering mengajak dan memperdengarkan mereka kajian-
kajian agama, sebab anak usia 0-2 tahun adalah anak yang gampang meniru apa

15
yang dilihatnya, oleh karena itu haruslah memperlihatkan hal-hal agama kepada
anak sejak dini.

3. Pertumbuhan dan Perkembangan Kognitif Jiwa Keberagamaan Anak Usia


0-2 Tahun
Pada tahap ini, anak sudah mulai memahami dunia luar. Namun, jalan
pikirannya masih belum terstruktur dan belum konsisten. Ia masih berpikir
bahwa orang lain hidup seperti dirinya, sehingga ia belum sepenuhnya mampu
memandang sesuatu dari sudut pandang orang lain. Meski begitu, ia mulai
mencari solusi sendiri terhadap masalah yang ia hadapi melalui apa yang ia lihat
dan dengar. Karena masih berpusat pada dirinya sendiri, tahapan ini juga disebut
sebagai egosentris. Si Kecil akan sulit menerima pendapat orang lain. Hal yang
ia yakini adalah orang lain seharusnya berpikiran sama dengannya. Jangan
heran, kalau ia mulai terlihat „sok tahu‟, bahkan bisa menangis meraung-raung
jika keinginannya tidak terpenuhi. Hal ini, karena ia memahami sesuatu
berdasarkan pengalaman konkritnya saja, bukan pemikiran logis.
Meski begitu, kognisinya berkembang sangat pesat di tahap ini. Ia mulai
mengenal bahwa kata-kata, gambar, dan gestur seseorang bisa menjadi sebuah
simbol. Misalnya, saat kita memperlihatkan sebuah gambar keluarga. Hal yang
ia tangkap tidak hanya tentang bentuk gambarnya, tapi arti dari gambar tersebut,
bisa jadi tentang kasih sayang atau kebersamaan. Ia juga bisa berimajinasi
dengan mainan yang ia miliki.
Ranah kognitif adalah yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan
aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
Ranah kognitif meliputi fungsi memproses informasi, pengetahuan dan keahlian
mentalitas. Ranah kognitif menggolongkan dan mengurutkan keahlian berpikir
yang menggambarkan tujuan yang diharapkan. Proses berpikir mengekspresikan
tahap-tahap kemampuan yang harus siswa kuasai sehingga dapat menunjukan
kemampuan mengolah pikirannya sehingga mampu mengaplikasikan teori ke
dalam perbuatan. Mengubah teori ke dalam keterampilan terbaiknya sehingga
dapat menghasilkan sesuatu yang baru sebagai produk inovasi pikirannya. 16

16
Ihwan Mahmudi, 2022, Taksonomi Hasil Belajar Menurut Benyamin S.Bloom, Universitas
Darussalam Gontor: Jurnal Multidisplin Madani (MUDIMA), Volume 2, No 9, hal. 3509.

16
Ranah kognitif ini terdiri atas enam level, yaitu: (1) knowledge (pengetahuan),
(2) comprehension (pemahaman atau persepsi), (3) application (penerapan), (4)
analysis (penguraian atau penjabaran), (5) synthesis (pemaduan), dan (6)
evaluation (penilaian).17
Pada anak usia 0-2 tahun perkembangan kognitif nya berkembang
melalui pola asuh lingkungan yang didapatkannya. Misalnya pengajaran agama
yang dilakukan oleh ibunya sendiri dengan membiasakan kata kata yang baik,
dan mengajarkan anak mengeja dan mengucap kata “Bismillah”,
“Assalamualaikum”, dan lain sebagainya.

Gambar 1. Saat Melakukan Wawancara Kepada Narasumber

Gambar 2. Setelah Melakukan Wawancara Kepada Narasumber

17
Ina Magdalena, dkk, 2020, Tiga Ranah Dalam Taksonomi Bloom, EDISI: Jurnal Edukasi dan
Sains, Volume 2, Nomor 1, hal. 137.

17
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Afektif adalah merupakan suatu kemampuan yang mengutamakan
perasaan, emosi, dan reaksi-reaksi yang berbeda dengan penalaran.
Kawasan afektif yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek
emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan
sebagainya. Untuk anak usia 0-2 tahun, aspek afektifnya pada masa
berkembang dan sesuai bagaimana orang tua dan lingkungannya
berjalan.
2. Psikomotorik adalah aspek yang berkaitan dengan keterampilan jasmani
anak dan kemampuan anak dalam melakukan suatu kegiatan. Pada anak
usia 0-2 tahun pada umumnya hanyalah gerakan gerakan sederhana
seperti berguling, merangkak, berjalan, atau kegiatan-kegiatan ringan
lainnya. Anak usia 0-2 tahun tentu saja belum wajib dalam menjalankan
kegiatan agama, sebab mereka belum baligh, tetapi anak usia 0-2 tahun
adalah usia pembentukan jiwa beragama mereka.
3. Kognitif adalah perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual,
seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. Ranah
kognitif meliputi fungsi memproses informasi, pengetahuan dan keahlian
mentalitas. Ranah kognitif menggolongkan dan mengurutkan keahlian
berpikir yang menggambarkan tujuan yang diharapkan. Pada anak usia 0-
2 tahun perkembangan kognitif nya berkembang melalui pola asuh
lingkungan yang didapatkannya. Misalnya pengajaran agama yang
dilakukan oleh ibunya sendiri dengan membiasakan kata kata yang baik,
dan mengajarkan anak mengeja dan mengucap kata “Bismillah”,
“Assalamualaikum”, dan lain sebagainya.

B. Saran
Kami menyadari bahwa mini riset ini jauh dari kata sempurna, untuk itu
kami mohon maaf sebesar-besarnya jika terdapat kekurangan. Terima kasih
kepada dosen pembimbing yang memberikan tugas mini riset ini kepada

18
kami karena dapat membuat kami memahami cara dalam pembuatan mini
riset, dan semoga mini riset ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

19
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi dkk. 1991. Psikologi Perkembangan. Bandung.

Ani dan Eva. 2021. Perkembangan Anak Usia Dini (Usia 0-6 tahun) Beserta
Stimulasinya. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta:
Jurnal PAUDIA. Volume 10. No. 1.

Jalaluddin2005. Psikiologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Lubis Ramadan. 2019. Psikologi Agama. Medan: Perdana Publishing.

Mahmudi Ihwan. 2022. Taksonomi Hasil Belajar Menurut Benyamin S.Bloom.


Universitas Darussalam Gontor: Jurnal Multidisplin Madani
(MUDIMA). Volume 2. No 9.

M. Fathurrahman, Restu. 2022. Membangun Nalar Kritis Bagi Anak Dan


Implementasinya Dalam Praktik Moderasi Beragama. Institut Agama
Islam Negeri Ponorogo: Jurnal Ibriez. Volume : 7 Nomor : 1.
Magdalena Ina. Dkk. 2020. Tiga Ranah Dalam Taksonomi Bloom. EDISI: Jurnal
Edukasi dan Sains. Volume 2. Nomor 1.

Pudjiati,dkk, 2011. Mengasah Kecerdasan Di Usia 0-2 Tahun. Seri Bacaan


Orang Tua: Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini Direktorat
Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional.

Soemanto Wasty. 1990. Psikologi Pendidikan (Landasan Kerja Pemimpin


Pendidikan). Jakarta: PT Rineka Cipta.
Syah Muhibbin. 2004. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru Edisi
Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Supariasa dkk. 2016. Psikologi Umum. Bandung.
Zulkifli. 2003. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

20

Anda mungkin juga menyukai