Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

GEJALA EMOSI PADA PSIKIS MANUSIA

Makalah ini Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Psikologi Agama
Dosen Pengampu:
Dr. H. Baharuddin Ballutaris, SH., M.Ag
Dr. H. Arifin Sahaka, M.Ag

Disusun oleh:

MUSDALIPAH
NIM: 04223203208

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS


PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM
AS’ADIYAH SENGKANG
2022

i
KATA PENGANTAR
‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

Alhamdulillah, bahwa hanya dengan petunjuk dan hidayah-Nya penulisan


makalah ini dapat terselesaikan dan sampai di hadapan para pembaca yang
berbahagia. Semoga kiranya membawa manfaat yang sebesar-besarnya dan
memberikan sumbangan yang berarti bagi Pendidikan pada masa sekarang dan
yang akan datang.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad saw. Yang telah membawa kita ke dunia yang penuh dengan
kedamaian.
Dengan terselesaikannya pembuatan makalah ini penulis tidak lupa
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Baharuddin Ballutaris, SH. M. Ag dan Dr. H. Arifin Sahaka, M. Ag
selaku dosen pengampu yang telah memberikan pengarahan dan
bimbingan sehingga makalah ini dapat terselesaikan sesuai waktu yang
telah ditentukan.
2. Teman-teman lokal dan semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya penyusunan makalah ini.
Sebagaimana pepatah yang menyatakan tiada gading yang tak retak, maka
penulisan makalah inipun tentunya banyak dijumpai kekurangan dan
kelemahan. Untuk itu kami mohon maaf yang sebesar-besarnya dan
mengharap tegur sapa serta saran-saran penyempurnaannya, agar kekurangan
dan kelemahan yang ada tidak sampai mengurangi nilai dan manfaat bagi
pengembangan studi Islam pada umumnya.

Sebatik, Juni 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ ii

DAFTAR ISI.............................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1

A.Latar Belakang........................................................................... 1

B.Rumusan Masalah......................................................................3

C.Tujuan Pembahasan................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN............................................................................ 4

A.Pengertian Emosi....................................................................... 4

B.Problematika Psikis Manusia……………………………….....8

BAB III PENUTUP................................................................................... 14

A.Kesimpulan...............................................................................14

B.Saran..........................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Emosi merupakan salah satu aspek berpengaruh besar terhadap sikap

manusia. Bersama dengan dua aspek lainnya, yakni kognitif (daya pikir) dan

konatif (psikomotorik), emosi atau yang sering disebut aspek afektif,

merupakan penentu sikap, salah satu predisposisi perilaku manusia. Namun

tidak banyak yang mempermasalahkan aspek emosi hingga muncul Daniel

Goleman (1997) yang mengangkatnya menjadi topik utama di bukunya.

Kecerdasan emosi memang bukanlah konsep baru dalam dunia psikologi.

Lama sebelum Goleman (1997) di tahun 1920, E.L. Thorndike sudah

mengungkap social intelligence, yaitu kemampuan mengelola hubungan antar

pribadi baik pada pria maupun wanita.

Thorndike percaya bahwa kecerdasan sosial merupakan syarat penting

bagi keberhasilan seseorang di berbagai aspek kehidupannya.

Emosi pada prinsipnya menggambarkan perasaan manusia menghadapi

berbagai situasi yang berbeda. Oleh karena emosi merupakan reaksi manusiawi

terhadap berbagai situasi nyata maka sebenarnya tidak ada emosi baik atau

emosi buruk. Berbagai buku psikologi yang membahas masalah emosi seperti

yang dibahas Atkinson (1983) membedakan emosi hanya 2 jenis yakni emosi

menyenangkan dan emosi tidak menyenangkan. Dengan demikian emosi di

kantor dapat dikatakan baik atau buruk hanya tergantung pada akibat yang

iv
ditimbulkan baik terhadap individu maupun orang lain yang berhubungan1.

"Siapapun bisa marah. Marah itu mudah. Tetapi, marah pada orang

yang tepat, dengan kadar yang sesuai, pada waktu yang tepat, demi tujuan yang

benar, dan dengan cara yg baik, bukanlah hal mudah." -- Aristoteles, The

Nicomachean Ethics.

Mampu menguasai emosi, seringkali orang menganggap remeh pada

masalah ini. Padahal, kecerdasan otak saja tidak cukup menghantarkan

seseorang mencapai kesuksesan. Justru, pengendalian emosi yang baik menjadi

faktor penting penentukesuksesan hidup seseorang.

Menurut L. Crow dan A. Crow, emosi adalah pengalaman yang efektif

yang disertai oleh penyesuaian batin secara menyeluruh, di mana keadaan

mental dan fisiologi sedang dalam kondisi yang meluap-luap, juga dapat

diperlihatkan dengan tingkah laku yang jelas dan nyata. Menurut Kaplan dan

Saddock, emosi adalah keadaan perasaan yang kompleks yang mengandung

komponen kejiwaan, badan, dan perilaku yang berkaitan dengan affect dan

mood. Affect merupakan ekspresi sebagai tampak oleh orang lain dan affect

dapat bervariasi sebagai respons terhadap perubahan emosi, sedangkan mood

adalah suatu perasaan yang meluas, meresap dan terus-menerus yang secara

subjektif dialami dan dikatakan oleh individu dan juga dilihat oleh orang lain.

Menurut kamus The American College Dictionary, emosi adalah suatu keadaan

afektif yang disadari di mana dialami perasaan seperti kegembiraan (joy),

1
Martin, Anthony Dio, 2003. Emotional Quality Manajement Refleksi, Revisi Dan
Revitalisasi Hidup Melalui Kekuatan Emosi. Jakarta: Arga

v
kesedihan, takut, benci, dan cinta.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka

rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Faktor apa yang mempengaruhi gejala emosi?

2. Bagaimana problematika psikis manusia?

C. Tujuan

Seseorang yang akan membuat makalah tentu mempunyai tujuan yang

akan dicapai. Oleh karena itu, dalam makalah ini tujuan yang ingin dicapai

adalah sebagai berikut :

1. Mengatahui gejala emosi

2. Mengatahui problematika psikis manusia

vi
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Emosi

Secara etimologis emosi berasal dari kata Prancis emotion, yang

berasal lagi dari emouvoir, ‘exicte’ yang berdasarkan kata Latin emovere,

artinya keluar. Dengan demikian secara etimologis emosi berati “bergerak

keluar”.

Emosi adalah suatu konsep yang sangat majemuk sehingga tidak dapat

satu pun definisi yang diterima secara universal. Emosi sebagai reaksi

penilaian(positif atau negatif) yang kompleks dari sistem saraf seseorang

terhadap rangsangan dari luar atau dari dalam diri sendiri.

Menurut pendapat tokoh tentang pengertian emosi sebagai berikut:

1. Diungkap Prezz (1999) seorang EQ organizational consultant dan

pengajar senior di Potchefstroom University, Afrika Selatan, secara tegas

mengatakan emosi adalah suatu reaksi tubuh menghadapi situasi tertentu.

Sifat dan intensitas emosi biasanya terkait erat dengan aktivitas kognitif

(berpikir) manusia sebagai hasil persepsi terhadap situasi. Emosi adalah

hasil reaksi kognitif terhadap situasi spesifik.

2. Hathersall (1985) merumuskan pengertian emosi sebagai suatu psikologis

yang merupakan pengalaman subyektif yang dapat dilihat dari reaksi

wajah dan tubuh. Misalnya seorang remaja yang sedang marah

memperlihatkan muka merah, wajah seram, dan postur tubuh menegang,

bertingkah laku menendang atau menyerang, serta jantung berdenyut

vii
cepat.

3. Selanjutnya Keleinginna and Keleinginan (1981) berpendapat bahwa

emosi seringkali berhubungan dengan tujuan tingkah laku. Emosi sering

didefinisikan dalam istilah perasaan (feeling), misalnya pengalaman-

pengalaman afektif, kenikmatan atau ketidaknikmatan, marah, takut

bahagia, sedih dan jijik.

4. Sedangkan menurut William James (dalam DR. Nyayu Khodijah)

mendefinisikan emosi sebagai keadaan budi rohani yang menampakkan

dirinya dengan suatu perubahan yang jelas pada tubuh.

Perasaan dan emosi pada dasarnya merupakan dua konsep yang

berbeda tetapi tidak bisa dilepaskan. Perasaan selalu saja menyertai dan

menjadi bagian dari emosi. Perasaan (feeling) merupakan pengalaman yang

disadari yang diaktifkan oleh rangsangan dari eksternal maupun internal

(keadaan jasmaniah) yang cenderung lebih bersifat wajar dan sederhana.

Demikian pula, emosi sebagai keadaan yang terangsang dari organisme namun

sifatnya lebih intens dan mendalam dari perasaan. Menurut Nana Syaodih

Sukadinata (2005), perasaan menunjukkan suasana batin yang lebih tenang,

tersembunyi dan tertutup ibarat riak air atau hembusan angin sepoy-sepoy

sedangkan emosi menggambarkan suasana batin yang lebih dinamis,

bergejolak, dan terbuka, ibarat air yang bergolak atau angin topan, karena

menyangkut ekspresi-ekspresi jasmaniah yang bisa diamati. Contoh: orang

merasa marah atas kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM, dalam

konteks ini, marah merupakan perasaan yang wajar, tetapi jika perasaan

viii
marahnya menjadi intens dalam bentuk angkara murka yang tidak terkendali

maka perasaan marah tersebut telah beralih menjadi emosi. Orang merasa sedih

karena ditinggal kekasihnya, tetapi jika kesedihannya diekspresikan secara

berlebihan, misalnya dengan selalu diratapi dan bermuram durja, maka rasa

sedih itu sebagai bentuk emosinya.

Karena sifatnya yang dinamis, bisa dipelajari dan lebih mudah

diamati, maka para ahli dan peneliti psikologi cenderung lebih tertarik untuk

mengkaji tentang emosi daripada unsur-unsur perasaan. Daniel Goleman salah

seorang ahli psikologi yang banyak menggeluti tentang emosi yang kemudian

melahirkan konsep Kecerdasan Emosi, yang merujuk pada kemampuan

mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan

memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada

diri sendiri dan dalam berhubungan dengan orang lain.

1. Unsur-unsur perasaan

a. Bersifat subyektif daripada gejala mengenal

b. Bersangkut paut dengan gejala mengenal.

c. Perasaan dialami sebagai rasa senang atau tidak senang yang

tingkatannya tidak sama.

Perasaan lebih erat hubungannya denga pribadi seseorang dan

berhubungan pula dengan gejala-gejala jiwa yang lain. Oleh sebab itu

tanggapan perasaan seseorang terhadap sesuatu tidak sama dengan

tanggapan perasaan orang lain terhadap hal yang sama.

Karena adanya sifat subyektif pada perasaan inilah maka gejala

ix
perasaan tidak dapat disamakan dengan gejaja mengenal berfikir dan lain

sebagainya.

2. Macam-macam emosi

Menurut Syamsu Yusuf (2003) emosi individu dapat

dikelompokkan ke dalam dua bagian yaitu:

a. Emosi sensoris

Emosi sensoris yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar

terhadap tubuh, seperti rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang dan

lapar

b. Emosi psikis

Emosi psikis yaitu emosi yang mempunyai alasan-alasan kejiwaan,

seperti : perasaan intelektual, yang berhubungan dengan ruang lingkup

kebenaran perasaan sosial, yaitu perasaan yang terkait dengan

hubungan dengan orang lain, baik yang bersifat perorangan maupun

kelompok.

1) Perasaan susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai-

nilai baik dan buruk atau etika (moral)

2) Perasaan keindahan, yaitu perasaan yang berhubungan dengan

keindahan akan sesuatu, baik yang bersifat kebendaan maupun

kerohanian

3) Perasaan ke-Tuhan-an, sebagai fitrah manusia sebagai makhluk

Tuhan (Homo Divinas) dan makhluk beragama (Homo Religious).

x
B. Problematika Psikis Manusia

Setiap tingkah laku manusia merupakan manifestasi dari beberapa

kebutuhan yang ditujukan untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan

kata lain bahwa setiap tingkah laku manusia selalu terarah pada obyek atau

tujuan yang hendak dicapainya, tingkah laku adalah satu kesatuan perbuatan

yang berarti bagi manusia untuk memenuhi kebutuhannya.

Kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki manusia merupakan pendorong

untuk berbuat sesuatu dalam memenuhi kebutuhannya. Manusia sebagai

makhluk selalu memberikan arti pada hidupnya, dan tanpa adanya arti dalam

kehidupan manusia tidak bisa hidup dalam taraf kemanusiaan. Oleh sebab itu,

orang mencari penyelesaiannya dengan bantuan norma-norma dan kepercayaan

agama. Manusia ingin mengangkat jiwanya, ingin mempertahankan hidupnya

di dunia dan di akherat., karena itu manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan

yang fundamental akan nila-nilai metafisis dan norma-norma keagamaan untuk

mengatasi konflik, ketegangan, kegelisahan yang membawa kepada trustrasi.

Justru itu keberadaan agama bagi manusia merupakan sesuatu yang

sangat penting untuk mengatasi problematika kejiwaan dan mendapatkan

pengobatan kejiwaan atau kesehatan mental, yaitu :

1. Setiap individu selalu memiliki dorongan-dorongan atau kebutuhan

pokok yang bersifat organis (fisis dan psikhis) kebutuhan-kebutuhan dan

dorongan-dorongan itu menuntut kepuasan. Dalam pencapian kebutuhan

itu timbullah ketegangan-ketegangan, namun ketegangan akan menurun

jika kebutuhannya terpenuhi. Sebaliknya ketegangan akan meningkat jika

xi
mengalami frustrasi atau hambatan-hambatan untuk memperolehnya.

2. Setiap orang menginginkan kepuasan, baik yang bersifat jasmaniah

maupun yang bersifat psikhis. Dia ingin merasa kenyang, aman,

terlindung, ingin puas dalam seksnya, ingin mendapat simpati dan diakui

harkatnya. Lalu timbulah sence of impottancy dan sence of matery

(kesadaran arti dirinya dan kesadaran pengusaan).

3. Setiap individu selalu berusaha mencari posisi dan status dalam

lingkungan sosialnya. Tiap manusia membutuhkan cinta kasih dan

simpati. Sebab cinta kasih dan simpati menumbuhkan rasa dari rasa aman/

assurance dan menumbuhkan harapan-harapan di masa mendatang.2

Secara psikologis, keberadaan agama merupakan tanggapan manusia

terhadap Tuhan sebagai pencipta alam semesta atau sebagai Suatu Realitas

Mutlak yang terdapat dalam dirinya. Dengan agama manusia menyadari

hakekat keberadaannya di dunia ini. Di samping itu agama menawarkan

keselamatan dan ketenangan hidup bagi manusia.

Thomas F.’Odea menulis bahwa Agama yang menyangkut

kepercayan serta prakteknya, merupakan masalah-masalah sosial. Dalam

masyarakat yang sudah mapan, agama merupakan salah satu struktur penting

yang melengkapi seluruh sistem kehidupan sosial.10. Masalah inti dari agama

tampaknya menyangkut kepada sesuatu yang transendental yang tidak dapat

dilihat, menyangkut dengan dunia luar (the beyond), hubungan dan sikap

manusia terhadap dunia luar itu, di amplikasikan dalam kehidupan manusia,

2
Kartini Kartono, Mental Hygiene ( Kesehatan Mental ) Bandung: Penerbit Alumni,
Cet. V, 1983, hal. 20

xii
sehingga terlihat fungsi agama dalam masyarakat. Menurut Hendro bahwa

aliran fungsionalis agama melihat masyarakat sebagai suatu equilibrium sosial

dari semua institusi yang ada didalamnya. Sebagai keseluruhan sistem sosial

masyarakat menciptakan pola-pola kelakuan yang terdiri atas norma-norma

yang dianggap syah dan mengikat oleh anggota-anggotanya yang menjadi

pengambil bagian (partisipasi) dari sistem itu.3

Istilah fungsi menunjukkan kepada bentuk-bentuk atau peranan yang

diberikan agama atau lembaga sosial lainnya, untuk mempertahankan (keutuhan)

masyarakat sebagai usaha yang aktif berjalan terus-menerus. Dengan demikian,

pikiran diatas, menggambarkan bahwa agama hanya merupakan suatu bentuk tindak

langkah manusia yang dilembagakan berada diatas lembaga-lembaga sosial lainnya.

Hubungan antara agama sebagai suatu keyakinan, dengan terapi psikis manusia

sangat signifikan untuk mencegah timbulnya problematika kejiwaan manusia yaitu

dengan jalan “penyerahan” diri kepada sesuatu yang transcendetal. Sikap penyerahan

diri individu akan memberikan sikap optimis pada diri seseorang sehingga timbul

perasaan positif dalam bentuk rasa bahagia, senang, puas dan sebagainya sehingga

terhindar dari rasa frustrasi dalam hidup.

Dalam konteks ini, psikologi Agama mengemukkan empat motif penyebab

manusia berkelakukan agama dalam upaya menghilangkan problematika psikis yang

dialami individu, yaitu sebagai berikut :

1. Agama Sebagai Sarana Untuk Menjaga Kesusilaan

2. Agama Sebagai Sarana Pemuas Intelektual

3. Agama Sebagai Sarana Mengatasi Ketakutan

4. Agama Sebagai Sarana Untuk Mengatasi Frustrasi


3
Hendro puspito, Sosiologi Agama, Jakarta : BPK. Gunung Mulia, Cet. VI, 1988,
hal. 27

xiii
Dalam diri setiap manusia, pasti melakukan berbagai aktivitas psikis

baik kognisi, konasi, emosi, maupun campuran. Aktivitas psikis manusia

dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu yang diinginkan manusia yang

diwujudkan melalui gerak gerik/ perilaku manusia tersebut.

Ketika seseorang mempunyai rasa ingin tahu tentang sesuatu hal,

misalnya mengapa orang dapat tertawa, maka orang tersebut akan berpikir

dengan menduga- duga tentang jawaban dari mengapa orang dapat tertawa ,

lalu orang tersebut akan melakukan suatu pengamatan kepada obyek

pengamatan menggunakan alat inderanya, setelah itu orang tersebut akan

memberikan tanggapan sebagai tanda orang tersebut sudah agak mengerti

mengapa orang dapat tertawa, tanggapan seseorang dapat diwujudkan baik

fisik maupun psikis, misalnya dengan berkata ‘oh, mungkin’ atau mungkin

mengangguk angguk dan lain sebagainya. Setelah itu orang tersebut akan

memberikan mengingat kejadian – kejadian yang telah dialami dalam otak

manusia tersebut. Seseorang melakukan semua hal yang telah diuraikan diatas

untuk mencapai satu tujuan yaitu berpikir. Berpikir untuk memahami / mencari

tahu kebenaran dari suatu hal yang ingin kita ketahui. Aktivitas psikis seperti

ini disebut gejala kognisi.

Sedangkan, ketika seorang manusia melihat sesuatu, manusia akan

merasakan sesuatu lalu diwujudkan dengan perubahan pada fisik manusia,

misalnya raut wajah. Contohnya: ketika seseorang melihat tayangan televisi

yang mengabarkan bahwa banyak TKW sebagai pahlawan devisa negara

mendapatkan penganiayaan baik fisik maupun mental, lalu tiba- tiba saja orang

xiv
tersebut mengeluarkan air mata sebagai wujud empati terhadap TKW tersebut.

Kemudian orang tersebut memberibantuan baik secara material maupun

spiritual kepada TKW tersebut sebagai wujud simpati. Inilah yang disebut

gejala emosi.

Gejala konasi disebut juga kemauan, hasrat manusia untuk mencapai

tujuan tertentu. Sebagai contoh, seorang pelajar yang ingin menduduki

peringkat 1 di dalam kelas, dengan dasar kemauan, maka pelajar tersebut akan

belajar dengan tekun untuk menduduki peringkat 1 dalam kelas. Konasi

diwujudkan dengan perilaku- perilaku untuk mencapai tujuan manusia

tersebut. Gejala konasi ada yang berlangsung di luar kesadaran, seperti refleks,

automatisme, instink,dorongan. Refleks, automatisme, instink, dorongan dapat

berlangsung karena ada dorongan dari dalam diri manusia yang tidak dapat

dikontrol sehingga manusia depat langsung melakukan perilaku tanpa

memikirkannya terlebih dahulu.

Gejala campuran, terdiri dari perhatian, kelelahan, sugesti. Ketika kita,

memusatkan penglihatan maupun pendengaran pada suatu objek inilah yang

disebut perhatian. Ketika daya tahan tubuh kita menurun karena melakukan

sesuatu hal, ini disebut kelelahan. Ketika perbuatan kita mampu menguatkan /

menggerakan pikiran kita, maka inilah yang disebut dengan sugesti.

Semua gejala- gejala psikis yang telah diuraikan diatas, saling

berkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Sebagai contoh dalam

kehidupan nyata, ketika melihat peristiwa gunung Merapi pada beberapa hari

yang lalu, ketika gunung Merapi memuntahkan laharnya, banyak orang ikut

xv
merasa sedih bahkan mengeluarkan air mata, mereka mempunyai keinginan

untuk membantu menimbulkan semangat hidup para korban, kemudian mereka

melakukan pengamatan di pos mana yang belum mendapat bantuan lalu

mereka memberi bantuan yang dibutuhkan para korban tersebut. Wujud

bantuan tersebut ada yang berupa bantuan secara fisik maupun mental, untuk

bantuan mental biasanya mereka member motivasi- motivasi yang didalamnya

terdapat sugesti dan perhatian kepada para korban bencana.Nah, inilah salah

satu contoh keterkaitan berbagai gejala aktivitas psikis manusia. Berbagai

aktivitas psikis manusia, mempunyai hubungan saling keterkaitan dan tidak

dapat dipisahkan satu sama lain.

BAB III

xvi
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pemaparan materi tentang gejala emosi pada psikis manusia di

atas kami penulis menyimpulkan sebagai berikut:

1. Setiap manusia memiliki karakteristik emosinya masing-masing yang

semuannya itu merupakan suatu bentuk kebesaran Allah SWT sebagai

pencipta manusia dengan segala kelebihan dan kekurangan yang

dimilikinya. Emosi memiliki peranan yang penting dalam kehidupan.

Emosi dapat mendatangkan keburukan ketika kita tidak dapat

mengendalikannya dan kebaikan ketika diri kita dapat mengolahnya dengan

baik. Berbagai macam-macam emosi dimiliki manusia sebagai makhluk

yang sempurna. Baik buruknya suatu emosi tergantung bagaimana kita

menyikapinya.

2. Problematika kejiwaan yang melanda masyarakat modern turut pula merubah

nilai-nilai keagamaan, sehingga hubungan antara tradisi keagamaan dengan

kebudayaan semakin merenggang, karena nilai-nilai ketaatan manusia dalam

beragama semakin memudar. Nilai-nilai kebudayaan yang bersumber pada ajaran-

ajaran agama berobah menjadi nilai-nilai sosial yang sekuler; terjadinya

pergeseran nilai-nilai yang sakral kepada nilai yang profan membawa kepada

terjadinya problematika psikis manusia. Hubungan yang serasi antara agama

sebagai suatu keyakinan dengan sikap penyerahan terhadap masalah-masalah

yang menimpa dirinya, secara signifikan dapat mencegah timbulnya problematika

psikis manusia yaitu dengan sikap penyerahan diri kepada sesuatu yang

xvii
transcendetal. Sikap penyerahan diri akan memberikan sikap optimis pada diri

seseorang sehingga timbul perasaan positif dalam bentuk rasa bahagia, senang,

puas dan sebagainya sehingga terhindar dari rasa frustrasi dalam hidup.

Kebutuhan-kebutuhan ini dapat kita sebut sebagai dorongan manusia untuk

memberi arti pada hidupnya. Manusia sebagai makhluk yang selalu memberikan

arti pada hidupnya, dan tanpa adanya arti dalam kehidupan manusia tidak bisa

hidup dalam taraf kemanusiaan. Oleh sebab itu, orang mencari penyelesaiannya

dengan bantuan norma dan kepercayaan agama. Manusia ingin mengangkat

jiwanya, ingin mempertahankan hidupnya di dunia dan di akherat., karena itu

manusia mempunyai kebutuhan yang fundamental akan nila-nilai metafisis dan

norma- norma keagamaan untuk mengastasi konflik, ketegangan, kegelisahan

membawa kepada prustasi.

B. Saran

Penulis sangat mengharapkan saran serta kritik yang bersifat membangun

demi kesempurnaan makalah ini dikemudian hari, tentunya dalam waktu yang

sangat singkat ini pemakalah hanya bisa Menyusun materi bahasa yang sangat

sederhana untuk dijadikan bahan diskusi demi berjalannya proses pembelajaran

atau perkuliahan.

DAFTAR PUSTAKA

xviii
A..Faruq Nasution, Thibburruhany atau Faith-Hetling Psikology Imam dalam
Kesehatan Jiwa dan Badan, Jakarta Publik Komunikasi Ilmiah Ulum
Eldine, Cet. I, 1976,

Abraham H. Maslow dalam Djamaluddin Ancok dan Fuat Nashori Suroso,


Psikologi Islami Solusi Islam atas Problema-Problema Psikologi,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. I, 1994

Ahmad Mubarak, Jiwa dan al-Qur’an, Solusi Krisis Kerohanian Manusia


Modern, Jakarta : Paramadina, Cet. I, 2000

Djamaluddin Ancok dan Fuat Suroso Nashori, Psikologi Islami Solusi Islam
atas Problema-Problema Psikologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. I,
1994,

Hendro puspito, Sosiologi Agama, Jakarta :BPK. Gunung Mulia, Cet. VI, 1988,

Jalaluddin, Psikologi Agama, Yogyakarta : PT. Raja Grafindo Persada , Cet. I, 1996,
hal. 170

Kartini Kartono, Mental Hygiene ( Kesehatan Mental ) Bandung : Penerbit


Alumni, Cet. V, 1983

Mahmud Yusuf, Perkembangan Jiwa Agama serta Peranan Psikoterapi Agama


dalam Kesaehatan Mental, Bandar Lampung, Gunung Pesagi, tat,

Nico Syukur Dister, Pengalaman dan Motivasi Beragama, Pengantar Psikologi


Agama, Jakarta : Leppenas, Cet. I, 1982,

Ramayulis, Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia, Cet. VI, 2003

Thomas F. O’Dea, Sosiologi Agama Suatu Pengenalan awal, Terj. Tim


Penerjemah YASOGAMA, Jakarta : Penerbit CV. Rajawali, Cet. I,
1985

xix

Anda mungkin juga menyukai