Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ALIRAN PSIKOLOGI TRANSPERSONAL


Makalah ini Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Psikologi Agama
Dosen Pengampu:

Dr. H. Baharuddin Ballutaris, SH., M. Ag.

Disusun oleh:

USMAN

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS


PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM
AS’ADIYAH SENGKANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang disusun untuk
memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Psikologi Agama. Makalah yang berjudul
“Aliran Psikologi Transpersonal” Selama penyusunan makalah ini, kami
menghadapi banyak hambatan. Namun dengan bantuan dari berbagai pihak,
hambatan tersebut dapat diatasi sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Untuk itu kami ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua yang senantiasa memberikan dukungan semangat, doa, dan materi
selama proses penyusunan makalah.
2. Dr. H. Baharuddin Ballutaris, SH., M. Ag. Selaku dosen pengampu mata
kuliah Psikologi Agama
3. Teman-teman seperjuangan pascasarjana Institut Agama Islam As’adiyah
Sengkang khususnya kelas sebatik C.
4. Dan pihak-pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Kami menyadari proses penyusunan dan penulisan makalah ini
belum sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat kamiharapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Akhir kata, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat secara khusus
bagikami dan pembaca pada umumnya.

Sebatik, 02 Februari 2023


Penyusun,

Usman

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

A. Latar Belakang ....................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................. 2

C. Tujuan ..................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3

A. Sejarah Psikologi Transpersonal ............................................................ 3

B. Tokoh – Tokoh Psikologi Transpersonal ............................................... 7

C. Konsep – Konsep Dasar Psikologi Transpersonal ............................... 11

BAB III PENUTUP ........................................................................................... 14

A. Simpulan ............................................................................................... 14

B. Saran ..................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sepanjang sejarah banyak orang yang menceritakan tentang

pengalaman-pengalaman yang merasakan sesuatu yang melampaui batas-

batas normal. Mayoritas penduduk eropa melaporkan pernah mempunyai

pengalaman mistikal dalam salah satu bentuk, dan dalam penelitian john

Davis, 79% dari satu sample yang luas melaporkan pernah mengalami

pengalaman puncak.

Pengalaman puncak didefenisikan sebagai pengalaman yang paling

baik, paling penting dan paling bermakna dalam hidup seseorang dan dalam

banyak hal mirip dengan mistikal dan spiritual . kebanyakan pendekatan

psikologis masa kini mengkategorikan pengalaman-pengalaman ini sebagai

fantasi, patologi, atau pikiran terdistorsi. Namun aa juga psikolog yang

memandang pengalaman mistikal dan motivasi untuk bertransendensi-diri

sebagai aspek penting dari pengalaman manusia dan menjadi suatu topic yang

patut dikaji oleh psikolog. Suatu pendekatan yang terpokus pada pengalaman

ini disebut psikologi transpersonal, telah muncul beberapa tahun terakhir.

Psikologi transpersonal berupaya meneliti dan memupuk pengalaman spiritual

kedalam konteks psikologis, sama seperti psikologi kesehatan adalah

jembatan psikologi dan kedokteran atau psikologi industry sebagai jembatan

psikologi dan bisnis, psikologi transpersonal adalah jembatan antara psikologi

1
2

dan aspek spiritual pengalaman keagamaan (bukan aspek social atau politik

agama). Bidang ini mengintegrasikan konsep-konsep, teori-teori dan metode-

metode psikologis dengan bahan kajian dan praktek berbagai disiplin

spiritual, misalnya transendensi, spiritualitas, tingkat kesadaran dan ritual

shamanik.

B. Rumusan masalah

1. Bagaimana Sejarah psikologi transpersonal?

2. Siapakah Tokoh-tokoh Psikologi Transpersonal?

3. Bagaimana Konsep-konsep dasar psikologi transpersonal?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui Bagaimana Sejarah psikologi transpersonal

2. Untuk mengetahui Siapakah Tokoh-tokoh Psikologi Transpersonal

3. Untuk mengetahui Bagaimana Konsep-konsep dasar psikologi


transpersonal
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Psikologi Transpersonal

Psikologi transpersonal lahir dan tumbuh di tengah-tengah perubahan

politik,budaya, dan agama di amerika pada 1960-an dan 1970-an. Gelombang

yang menuntut persamaan hak, dimulaidari protes mahasiswa terhadap perang

Vietnam sampai gerakan ekologi, pembebasan perempuan, dan hak-hak kaum

homo seksual, melanda seluruh amerika dan akhirnya menyebrang ke eropa.

Di bawah protes itu, mengalir arus spiritual yang kuat.

Gereja-gereja dari kelompok minoritas kulit hitam memberikan

inspirasi kepada gerakan persamaan hak. Gereja-gereja dari mayoritas kulit

putih bergabung denagn demonstrasi anti-perang Vietnam. Tokoh-tokoh

radikal seperti Jerry Rubin, Michael Rossman, Lou Krupnik, Renpio Davis,

dan Noel Mclnnis menggambarkan perjuangan mereka dengan tema-tema

spiritual dan akhirnya malah ditujukan untuk pencapaian spiritual.

Kejenuhan akan kemewahan material mendorong anak-anak muda

zaman itu untuk mencoba mariyuana, zat-zat psikedelik, seperti mescaline,

dan LSD1[5], eksperimen ini mengantarkan mereka pada apa yang disebut

altered states of consciousness, ketika mereka menyaksikan realitas yang

berbeda dengan yang apa mereka ketahui sebelumnya. Mereka

mrnggunakannya sebagai hiburan. Tetapi di Harvard, Timothy Leary, seorang

3
4

psikolog klinis yang cerdas, mencoba menggunakannya untuk memperoleh

pengalaman keagamaan. Bersama temannya, Richad Alpert (kelak mengganti

nama menjadi Ram Dass), ia membantu walter Pahnke untuk mengetahui efek

psilochybin pada pengalaman ruhaniah. Singkat cerita, para mahasiswa yang

menjadi subjek penelitian menyaksikan bagaimana warna berubah menjadi

nyala api, gerak menimbulkan serpihan-serpihan cahaya, objek-objek tersusun

dalam citra geometris, dan mendengar suara dari alam gaib, Mike Young

berkata, “… hanya dalam satu sesi, aku piker aku telah memperoleh

pengalaman ruhaniah yang mungkin tidak dapat aku peroleh dengan ratusan

jam membaca atau ribuan jam membaca.

dari sumber lain yang menjelaskan tentang sejarah psikologi

transpersonal ini berbeda misalkan sejarah yang diambil dari buku psikologi

transpersonal Ujam Jaenudin:

Di penghujung tahun 1960-an dan permulaan tahun 1970-an pintu-

pintu gerbang antara Barat dan Timur mulai terbuka lebar. Beragam tradisi

dan budaya Timur yang eksotis mulai mendapat perhatian orang-orang Barat,

yang sedang mengalami kejenuhan dan rasa frustasi yang mendalam. Krisis-

krisis kemanusiaan yang melanda dunia Barat ini, kemudian dicoba dicari

akar masalahnya, dan sebagian menuduh arah atau orientasi peradaban yang

terlampau materialislah yang menjadi penyebabnya. Alih-alih menggali akar

tradisi spritualnya sendiri—yakni tradisi Judeo-Kristiani—mereka malah

ramai-ramai menoleh ke belahan Timur, terutama negeri India demi

memuaskan dahaga spiritualnya.


5

Agama dan filsafat India, memang menawarkan kekayaan yang luar

biasa. Di negeri ini, Tradisi filsafat India yang kaya, telah melahirkan

spektrum aliran filsafat, mulai dari materialisme ekstrim—seperti halnya

ajaran Rsi Ajagara—sampai dengan idealisme ekstrem, dari monisme

absolut—kemudian dualisme—hingga pluralisme. Tradisi filsafat india ini

menawarkan beragam pendekatan yang canggih terhadap struktur kedirian

manusia, meski kadang tampak saling bertentangan antara satu dengan yang

lainnya. Tradisi-tradisi Timur ini, mulai dari tradisi Vedanta, Yoga,

Buddhisme, dan Taoisme lebih menyerupai psikoterapi daripada suatu agama

dan filsafat. Ini dikarenakan penekanan yang kental terhadap pengaturan

aspek-aspek fisik dan psikis dari tradisi Timur dalam transformasi kesadaran

manusia.

Kebangkitan spiritualisme baru atau New Age di Barat, tidak hanya

mengantarkan orang-orangnya pada tradisi Timur jauh yang eksotis, tapi juga

tradisi kesukuan lainnya atau tribalisme, semacam tradisi Amerika asli

(Indian). Orang-orang Barat, terutama generasi mudanya mulai melakukan

gerakan kontra kultural, yang melahirkan flower generation. Mereka hidup

dan berperilaku seperti suku-suku primitif, kadang dengan sengaja,

berkelompok pergi ke daerah-daerah pinggiran dan hutan dengan berpakaian

seadanya, dan nyaris telanjang. Imbas dari gerakan ini, juga mengantarkan

banyak generasi muda Amerika kepada pengalaman-pengalaman trance,

melalui tarian dan nyanyian serta obat-obatan psikedelik semacam morfin,

LSD, mari¬yuana dan ganja.


6

Ini adalah sekelumit kisah, bagaimana terjadinya sebuah perubahan

kesadaran:

“Selama beberapa bulan setelah aku menggunakan LSD untuk pertama

kalinya, aku yakin telah menemukan rahasia alam semesta. Aku juga

reinkarnasi dari sekaligus Buddha dan Kristus. Kitab suciku setebal 47

halaman, hasil diskusiku dengan arwah orang-orang suci, kuharapkan bisa

mempersatukan bangsa-bangsa seluruh dunia dalam proyek membangun

masyarakat baru.”

Cerita di atas adalah pengalaman David Lukoff, tatakala dirinya

bersentuhan dengan kesadaran di luar kebiasaan, saat mengalami trance akibat

pengaruh LSD. Dia bersama Francis Lu dan Robert Turner kemudian

memelopori sebuah gerakan baru dalam bidang psikiatri, yang melihat

psikosis tidak hanya dari perspektif biomedis semata. Mereka berusaha

memahami jiwa manusia dengan membuka diri pada pengalaman spiritual.

Memang ada banyak cerita mengenai bagaimana kuatnya intensitas

pengalaman dari seseorang yang terpengaruh obat-obatan tersebut. Sehingga

mereka merasa yakin benar, vonis psikosis menurut aliran psikologi saat itu,

tidaklah benar.

Pengalaman spritual yang dalam psikonalisa dianggap sebagai

pengalaman masa kecil yang traumatis, terutama pengaruh ibu yang

menderita kecemasan. Orang dikatakan gila karena represi pengalaman

traumatis tersebut dalam alam tak sadarnya. Sehingga beberapa pelopor

gerakan New Age, menolak pendekatan psikonalisa dan pendekatan lain yang
7

memandang rendah dan negatif pengalaman-pengalaman spiritual, sebagai

akibat perubahan kondisi kesadaran (Altered States of Consciousness).

Mereka mendesak diakuinya angkatan keempat dalam bidang psikologi, yakni

transpersonal.

B. Tokoh-tokoh Psikologi Transpersonal

Hampir semua tokoh-tokoh dari psikologi aliran ini, berusaha sedapat

mungkin memberikan arti bernuansa spiritual terhadap kata psikologi. Mereka

seringkali merujuk kepada akar katanya, yakni psyche. Jika definisi modern

mengarah kepada proses mental, maka definisi awal psyche sebenarnya

adalah napas kehidupan, ekuivalen dengan makna soul, atau jiwa.

Sigmund Freud dipandang sebagai pelopor ke arah psikologi

transpersonal atas jasanya memetakan ketidaksadaran sebagai komponen

penting kepribadian manusia. Tiga. Yang dirintis Freud saat itu, setidaknya

membuka jalan bagi suatu pandangan bahwa apa yang nampak dalam perilaku

manusia, sebenarnya hanyalah bagian kecil dari kepribadian. Manusia

tetaplah memiliki aspek yang tersembunyi dalam dirinya, yang justru

sebagian besar perilaku yang nampak hanyalah manifestasi dari apa yang

tidak nampak, yang disebut sebagai ketidaksadaran. Meskipun Freud

menempatkan hal-hal yang negatif bagi konstruksi ketidaksadaran, tapi ia

berhasil membuka jalan bagi penerusnya, dalam hal ini Jung untuk

menempatkan aspek spiritual terhadap ketidaksadaran manusia.

Berikut ini adalah tokoh-tokoh yang memiliki kontribusi besar bagi

pembentukan angkatan psikologi yang keempat : psikologi transpersonal.


8

1. William James

James menekankan bahwa sifat manusia yang khas ditemukan dalam

kehidupan dinamis arus kesadaran manusia. Baginya kesadaran merupakan kunci

untuk mengetahui pengalaman manusia, khususnya agama. Untuk menafsirkan

agama, orang harus melihat isi kesadaran keagamaan.

James melihat kesadaran keagamaan sebagai hal yang subjektif. Bagi dia

kebenaran harus ditemukan, bukan melalui argument logis, akan tetapi mealui

pengamatanatas data pengalaman. Maka jalan lapang menuju kesadaran

keagamaan adalah melalui pengalaman keagamaan yang diungkapkan orang.

Pengalaman keagamaan yang hanya didasarkan pada dalil dan aturan yang

menjadi sumber pengalaman agama hanya akan menciptakan pemahaman agama

yang kering dan tanpa penghayatan. Pengalaman hanya akan dilakukan atas dasar

formalitas dan rutinitas belaka. Model pemahaman seperti ini bisa jadi akan

semakin menjauhkan seorang penganut agama tertentu dari inti dasar atau nilai

substansial dari tuntunan agama.

Oleh karenanya, untuk mengetahui makna osikologis agama, seorang

pengkaji perilaku keagamaan seharusnya tidak mulai dengan kategori-kategori

ilmiahnya sendiri, dan menggunakannya sebagai model untuk membuat

pengalaman manusia menjadi cocok dengannya, tetapi membarkan pengalman

berdiri sendiri, dan mengambil arti apa adanya sebagaimana yang diunkapkan

orang sebagai luapan hidup batinnya.


9

2. Abraham Maslow

Konsep utama yang sering kali dibawa Abraham Maslow adalah

aktualisasi diri (self actualization) dan pengalaman puncak (peak experience).

Orang yang telah tumbuh dewasa dan matang secara penuh adalah orang yang

telah mencapai aktualisasi diri, yaitu yang mengalami secara penuh gairah tanpa

pamrih, dengan konsentrasi penuh dan mencapai apa yang disebut sebagai

manusia yang sempurna (insane kamil).

Orang yang tidak lagi tertekan pada perasaan cemas, perasaan risau, tidak

aman, tidak terlindungi, sendirian, tidak dicintai adalah orang yang telah

terbebaskan dari metamotivasi. Yaitu orang yang dapat tergolong untuk mencapai

nilai yang lebih tinggi dan bernilai bagi dirinya, yang tidak dapat diturunkan

dengan hanya sekedar alat yang mencakup keberadaan, keindahan, kesempurnaan

dan keadilan.

Abraham Maslow mendasarkan teorinya tentang aktualisasi diri pada

sebuah asumsi dasar, bahwa manusia pada hakikatnya memiliki peluang untuk

dapat mengembangkan dirinya. Perkembangan yang sangat baik ditentukan oleh

kemampuan manusia untuk tingkat aktualisasi diri.

3. Ken Wilber

Ken Wilber dikenal sebagai seorang yang berusaha menyusun teori

“Integral Psychology.” Seringkali ia diidentikkan dengan penggagas psikologi

angkatan ke lima yaitu integral psikologi, setelah psychoanalytical psychology,

behavioral psychology, humanistic psychology dan transpersonal psychology.


10

Salah satu gagasannya adalah mengembalikan ilmu psikologi kepada

kajian tentang psyche. Menurut Ken Wilber, psyche mengacu kepada mind dan

soul, jadi ilmu psikologi adalah sebuah ilmu tentang kejiwaan.

Psiche manusia dalam pandangan Wilber merujuk kepada konsep diri

dalam agama-agama timur adalah berlapis-lapis (multi layered, pluridimesional),

dan lapisan ini tetap berada dalam sebuah integrasi (kesatuan). Dalam

perkembangan psikologi manusia, ia bergerak dari level paling dasar, ke lapisan

selanjutnya yang lebih tinggi, begitu seterusnya sampai ke level paling tinggi,

yang kemudian dikenal sebagai puncak kesadaran spiritual.

Level paling bawah dari psyche, sangat bersifat insting, libido, impulsive,

animal (sifat binatang), dan cenderung bersifat id. Level menengah dari psyche

ditandai dengan sifat-sifat adaptasi sosial, penyesuaian mental, egoically

integrated, dan tahap lanjut konsepsi. Sedangkan tahap yang paling tinggi yang

dicapai psyche adalah tahap yang sama keadaannya dalam pencapaian puncak

spiritual dari agama-agama. Thap puncak ini ditandai dengan penyatuan

kesadaran diri dengan kesadaran semesta, kebahagiaan, ketenangan, dan hal-hal

yang bersifat holistic.

4. Charles T. Tart

Ia dikenal sebagai seorang parapsikologist, yang berusaha memadukan apa

yang disebut sebagai pengalaman-pengalaman spiritual (ia menggunakan istilah d-

ASC) dengan sains. Seperti ungkapannya: “I have a deep conviction that science,

as a method of sharpening and refining knowledge, can be applied to the human

experiences we call transpersonal or spiritual, and that both science and our
11

spiritual, and that both science and our spiritual traditions will be enriched as a

result”. Lantas ia meletakan dasar-dasar teori untuk pengintegrasian kedua hal

tersebut, sembari memaparkan karakteristik keduanya, syarat, kapan dan

bagaimana antara spiritual dan sains bisa menyatu.

Manusia, menurut Charles T. Tart, berusaha mendapatkan apa yang

disebut d-ASC, sebuah perubahan kesadaran, dimana dirinya merasa terbuka,

menyatu dengan alam semesta, ada aliran energi di seluruh tubuhnya, merasakan

bahwa dunia adalah satu, penuh cinta, dan waktu seakan berhenti. Hanya saja,

beberapa mendapatkannya melalui drugs (LSD, heroin ganja), yang mempunyai

dampak kerusakan fisik. Padahal, lagi-lagi menurutnya, ada beberapa teknik non-

drugs yang bisa digunakan (semisal meditasi dan ritual-ritual keagamaan lainnya)

yang lebih.

C. Konsep-konsep Dasar Psikologi Transpersonal

Menurut jhon davis Ph.d (dosen psikologi transpersonal di

departemen metropolitan state college denver ada 6 konsep dasar psikologi

transpersonal:

1. Pengalaman puncak, yakni istilah yang mula-mula dipakai oleh maslow. Ia

bermaksud meneliti pengalaman mistikal serta pengalaman-pengalaman

lain pada keadaan kesehatan psikologis yang optimal, tetapi ia merasa

bahwa konotasi-konotasi keagamaan dan spiritual akan terlalu membatasi.

Oleh karena itu mulai menggunakan pengalaman puncak sebagai istilah

yang netral. Penelitian tentang pengalaman puncak telah mengidentifikasi


12

frekuensi, factor-faktor pemicu, factor-faktor psikososial, yang berkaitan

dengannya, dan konsekuensi dari pengalaman puncak.

2. Transendensi diri, yakni keadaan yang disitu rasa tentang diri meluas

melalui defenisi-defenisi sehari-hari dan citra-citra diri kepribadian

individual bersangkutan. Transendensi diri mengacu langsung akan suatu

koneksi, harmoni atau kesatuan yang mendasar dengan orang lain dan

dengan alam semesta.

3. Kesehatan optimal, yang melampaui apa yang dimungkinkan dalam

pendekatan-pendekatan lain dalam psikologi. Kesehatan jiwa biasanya

dilihat sebagai penanganan yang memadai dari tuntutan-tuntutan

lingkungan dan pemecahan konflik-konflik pribadi, namun pandangan

psikologi transpersonal juga memasukan kesadaran, pemhaman diri, dan

pemenuhan diri.

4. Kedaruratan spiritual, yakni suatu pengalaman yang mengganggu yang

disebabkan oleh suatu pengalaman (atau „kebangkitan”) spiritual. Pada

umumnya, psikologi transpersonal berpendapat bahwa krisis-krisis

psikologis dapat menjadi bagian dari suatu kebangkitan yang sehat dan

bahwa kejadian-kejadian itu tidak selalu merupakan tanda-tanda

psikopatologi.

5. Spektrum perkembangan, yakni suatu pengertian yang memasukkan

banyak konsep psikologi dan filsafat kedalam kerangka transpersonal.

Secara filosofis, model ini adalah contoh dari filsafat perennial. Pandangan

ini mengisyaratkan adanya tingkatan-tingkatan realitas dari tingkat


13

material melalui tingkat yang berturutan mencakup sifat-sifat dari tingkat-

tingkat sebelumnya bersama-sama sifat-sifat yang muncul.

6. Meditasi, yakni berbagai praktek untuk memusatkan atau menenangkan

proses-proses mental dan memupuk keadaan transpersonal. Sama seperti

conditioning merupakan metode kunci dalam behaviorisme, interprestasi

serta katarsis merupakan metode kunci dalam psikoanalisa, maka meditasi

adalah metode kunci bagi metode psikologi transpersonal.


BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

1. Psikologi Transpersonal dikembangkan oleh tokoh dari psikologi

humanistik antara lain : Abraham Maslow, Antony Sutich, dan Charles

Tart. Sehingga boleh dikatakan bahwa aliran ini merupakan perkembangan

dari aliran humanistik.

2. Sebuah definisi yang dikemukakan oleh Shapiro yang merupakan

gaubungan dari berbagai pendapat tentang psikologi transpersonal :

psikologi transpersonal mengkaji tentang potensi tertinggi yang dimiliki

manusia, dan melakukan penggalian, pemahaman, perwujudan dari

kesatuan, spiritualitas, serta kesadaran transendensi. Rumusan di atas

menunjukkan dua unsur penting yang menjadi telaah psikologi

transpersonal yaitu potensi-potensi yang luhur (potensi tertinggi) dan

fenomena kesadaran manusia. The altered states of consciousness adalah

pengalaman seorang melewati kesadaran biasa misalnya pengalaman

memasuki dimensi kebatinan, keatuan mistik, komunikasi batiniah,

pengalaman meditasi.

3. Psikologi transpersonal seperti halnya psikologi humanistik menaruh

perhatian pada dimensi spiritual manusia yang ternyata mengandung

potensi dan kemampuan luar biasa yang sejauh ini terabaikan dari telaah

psikologi kontemporer. Perbedaannya dengan psikologi humanistik adalah

bila psikologi humanistik menggali potensi manusia untuk peningkatan

14
15

hubungan antar manusia, sedangkan transpersonal lebih tertarik untuk

meneliti pengalaman subjektif-ransendental, serta pengalaman luar biasa

dari potensi spiritual ini. Kajian transpersonal ini menunjukkan bahwa

aliran ini mencoba mengkaji secara ilmiah terhadap dimensi yang selama

ini dianggap sebagai bidang mistis, kebatinan, yang dialami oleh kaum

agamawan (kyai, pastur, bikhu) atau orang yang mengolah dunia batinnya.

B. Saran

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis hususnya dan bagi

pemerhati psikologi pada umumnya . Kritik dan saran atas segala kekurangan

dari tulisan ini penulis akan terima dengan lapang dada.


DAFTAR PUSTAKA

A..Faruq Nasution, Thibburruhany atau Faith-Hetling Psikology Imam dalam


Kesehatan Jiwa dan Badan, Jakarta Publik Komunikasi Ilmiah Ulum
Eldine, Cet. I, 1976,
Abraham H. Maslow dalam Djamaluddin Ancok dan Fuat Nashori Suroso,
Psikologi Islami Solusi Islam atas Problema-Problema Psikologi,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. I, 1994
Ahmad Mubarak, Jiwa dan al-Qur’an, Solusi Krisis Kerohanian Manusia
Modern, Jakarta : Paramadina, Cet. I, 2000
Djamaluddin Ancok dan Fuat Suroso Nashori, Psikologi Islami Solusi Islam
atas Problema-Problema Psikologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. I,
1994,
Hendro puspito, Sosiologi Agama, Jakarta :BPK. Gunung Mulia, Cet. VI,
1988,
Jalaluddin, Psikologi Agama, Yogyakarta : PT. Raja Grafindo Persada , Cet. I,
1996, hal. 170
Kartini Kartono, Mental Hygiene ( Kesehatan Mental ) Bandung : Penerbit
Alumni, Cet. V, 1983
Mahmud Yusuf, Perkembangan Jiwa Agama serta Peranan Psikoterapi Agama
dalam Kesaehatan Mental,Bandar Lampung, Gunung Pesagi, tat,
Nico Syukur Dister, Pengalaman dan Motivasi Beragama, Pengantar Psikologi
Agama, Jakarta : Leppenas, Cet. I, 1982,
Ramayulis, Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia, Cet. VI, 2003
Thomas F. O‟Dea, Sosiologi Agama Suatu Pengenalan awal, Terj. Tim
Penerjemah YASOGAMA, Jakarta : Penerbit CV. Rajawali, Cet. I,
1985

16

Anda mungkin juga menyukai