Anda di halaman 1dari 4

1.

Perkembangan Pada Anak 

Perkembangan agama pada masa anak, terjadi melalui pengalaman hidupnya sejak kecil, dalam
keluarga, di sekolah dan dalam masyarakat lingkungan. Semakin banyak pengalaman yang
bersifat agama (sesuai dengan ajaran agama) dan semakin banyak unsur agama maka sikap,
tindakan, kelakuan dan caranya menghadapi hidup akan sesuai dengan ajaran agama.

Teori mengenai pertumbuhan agama pada anak itu antara lain: 

A. Rasa ketergantungan (Sense of Depende) Teori ini dikemukakan oleh Thomas melalui
teori Four Wishes. Menurutnya manusia dilahirkan ke dunia ini memiliki empat
keinginan yaitu : keinginan untuk perlindungan (security), keinginan akan pengalaman
baru (new experience), keinginan untuk mendapat tanggapan (response) dan keinginan
untuk dikenal (recognition). Berdasarkan kenyataan dan kerjasama dari keempat
keinginan itu, maka bayi sejak dilahirkan hidup dalam ketergantungan. Melalui
pengalaman-pengalaman yang diterimanya dari lingkungan itu kemudian terbentuklah
rasa keagamaan pada diri anak. 

B. Instink Keagamaan Menurut Woodworth, bayi yang dilahirkan sudah memiliki beberapa
instink di antaranya instink keagamaan. Belum terlihat tindak keagamaan pada diri anak
karena beberapa fungsi kejiwaan yang menopang kematangan berfungsinya instink itu
belum sempurna. Misalnya instink social pada anak sebagai potensi bawaannya sebagai
makhluk homo socius, baru berfungsi setelah mereka dapat bergaul dan berkembang
untuk berkomunikasi.

Adapun perkembangan agama pada anak sebagaimana dikemukakan Ernes Harms dalam
bukunya The Development of Religious Children, bahwa perkembangan anak melalui tiga
tingkatan: 

A. The Fairy Tale Stage (Tingkat Dongeng) Konsep mengenai tuhan pada tingkat ini lebih
banyak dipengaruhi oleh emosi dan fantasi. Seorang anak menghayati konsep ketuhanan
sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya. Pada fase ini, seorang anak banyak
dipengaruhi oleh konsep fantasi yang diliputi oleh dongeng-dongeng yang kurang masuk
akal. Fase ini biasanya ketika seorang anak baru berumur 3-6 tahun. 

B. The Realistic Stage (Tingkatan Kenyataan) Tingkat ini dimulai sejak anak masuk
Sekolah Dasar hingga sampai ke usia (masa usia) adolesense. Pada masa ini die ke
Tuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan kepada kenyataan
(realis).
C. The Individual Stage (Tingkat Individu) Pada tingkat ini akan telah memiliki kepekaan
emosi yang paling tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka.
2. Timbulnya Keagamaan pada Anak 

Anak-anak adalah manusia yang berumur antara 0-12 tahun. Sesuai dengan yang diungkapkan
oleh Elizabeth B. Hurlock, yaitu masa anakanak terdiri dari tiga tahapan: 1) 0 – 2 tahun (masa
vital); 2) 2 – 6 tahun (masa kanak- kanak); 3) 6 – 12 tahun (masa sekolah). Tahap perkembangan
kehidupan manusia dibagi menjadi lima periode, yaitu: 1) umur 0–3 tahun, periode vital atau
menyusui; 2) umur 3–6 tahun, periode estetis atau masa mencoba dan masa bermain; 3) umur 6–
12 tahun, periode intelektual (masa sekolah); 4) umur 12–21 tahun, periode sosial atau masa
pemuda; 5) umur 21 tahun ke atas, periode dewasa atau masa kematangan fisik dan psikis
seseorang.

Anak mengenal Tuhan pertama kali melalui bahasa dari kata-kata orang yang ada dalam
lingkungannya, yang pada awalnya diterima secara acuh. Tuhan bagi anak pada permulaan tidak
adanya perhatian terhadap Tuhan, ini dikarenakan ia belum mempunyai pengalaman yang akan
membawanya ke sana, baik pengalaman yang menyenangkan maupun yang menyusahkan.
Namun, setelah ia menyaksikan reaksi orang-orang di sekelilingnya yang disertai oleh emosi
atau perasaan tertentu yang makin lama makin meluas, maka mulailah perhatiannya terhadap
kata Tuhan itu tumbuh. 

Sesuai dengan fase perkembangannya maka sifat atau ciri-ciri keagamaan pada anak dan remaja
akan memiliki ciri yang berbeda, baik itu dipengaruhi oleh faktor intern maupun faktor ekstren.
Pada usia anak anak sikap keberagamaan mereka lebih bersifat authority atau pengaruh dari luar.
Sebagaimana dipaparkan oleh Jalaluddin, bahwa ”Ide keagamaan anak hampir sepenuhnya
authoritarius, konsep keagamaan pada diri anak dipengaruhi oleh faktor dari luar diri mereka. Ini
dapat dimengerti bahwa anak-anak telah melihat dan mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan
nilai-nilai keagamaan dari luar diri mereka. Mereka melihat dan mengikuti apa yang dikerjakan
dan diajarkan orang dewasa dan orang tua mereka tentang sesuatu yang berhubungan dengan
kemaslahatan agama.

3. Sifat-sifat agama pada anak

Apabila ketika membahas mengenai pemahaman konsep keagamaan pada anak, artinya kita juga
harus memahami mengenai sifat-sifat agama pada anak. Sifat agama pada anak itu mengikuti
pola ideas concept on authority, sesusai dengan ciri yang mereka miliki.

Ide keagamaan pada anak hamper sepenuhnya autoritarius, artinya konsep keagamaan pada diri
mereka dipengaruhi oleh faktor dari luar diri mereka. Hal tersebut dapat dimengerti karena anak
sejak usia muda telah melihat, mempelajari hal-hal yang berada di luar diri mereka.
Bagi mereka sangat mudah untuk menerima ajaran dari orang dewasa walaupun belum mereka
sadari sepenuhnya manfaat dari ajaran-ajaran tersebut. Maka, berdasarkan hal itu, bentuk dan
sifat agama pada diri anak dapat terbagi atas:

A. Tidak mendalam (unrevlective)

Mengenai konsep ke-Tuhanan pada diri anak dalam penelitian Machion, beberapa persen anak-
anak menganggap Tuhan itu bersifat seperti manusia. Dengan demikian, anggapan mereka
terhadap ajaran sebuah agama diterima tanpa kritik. Mereka belum mengerti kebenaran-
kebenaran asli, kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam sehingga yang diterima
hanya sekadarnya saja, dan anak-anak pun sudah merasa puas dengan penjelasan-penjelasan
meskipun kurang masuk akal.

B. Egosentris

Anak memiliki kesadaran akan diri sendiri sejak tahun pertama usia perkembangan, dan akan
berkembang sejalan dengan pertambahan pengalaman. Apabila kesadaran akan diri itu mulai
subur pada diri anak, maka akan tumbuh keraguan pada rasa egonya. Semakin bertumbuh
semakin meningkat pula egoisnya.

C. Anthromorphis 

Melalui konsep yang terbentuk dalam pikiran, anak-anak menganggap bahwa perikeadaan Tuhan
itu sama dengan manusia. Seperti pekerjaan Tuhan yang mencari dan menghukum orang yang
berbuat jahat.

Surga terletak dilangit hanya untuk orang yang baik. Seorang anak menganggap bahwa Tuhan
dapat melihat segala perbuatannya langsung seperti orang yang mengintai.

D. Verbalis dan Ritualis

Kehidupan agama pada anak sebagian besar tumbuh mula-mula secara verbal (ucapan). Mereka
menghapal secara verbal kalimat-kalimat keagamaan dan dari perbuatan yang telah mereka
laksanakan berdasarkan pengalaman menurut tuntutan yang teah diajarkan kepada mereka.
Kedua hal ini memiliki pengaruh bagi kehidupan dewasa mereka kedepannya.

E. Imittatif 

Segala tindakan yang dilakukan oleh anak-anak biasanya hasil dari apa yang ia peroleh dari
meniru, termasuk tindak keagamaan. Sebagai contoh beribadah, seorang anak berdoa atau sholat
sebagai hasil dari apa yang mereka lihat, juga hasil dari pengaajaran-pengajaran di
lingkungannya. 

F. Rasa heran

Rasa heran dan kagum pada anak berbeda dengan rasa kagumnya orang dewasa. Anak-anak
belum bisa kritis dan kreatif terhadap sesuatu, sehingga mereka haya mengagumi terhadap
keindahan lahiriyah saja. Hal ini bisa mejadi langkah pertama dalam kebutuhan anak untuk
mengenal sesuatu yang baru.

Anda mungkin juga menyukai