Anda di halaman 1dari 6

‫ــــــــــــــــــم هللاِ ال َّر ْح َم ِن ال َّر ِح ْي ِم‬

ِ ‫س‬
ْ ِ‫ب‬

Nama : Nur Syamsiyah Harahap


NIM/Kelas : 1901060016 / 2A
Tugas : Perkembangan Peserta Didik

PERKEMBANGAN AGAMA ( Lanjutan)

A. PERASAAN BERAGAMA YANG DIALAMI PARA REMAJA


Perasaan remaja kepada Tuhan belum tetap dan stabil, akan tetapi adalah perasaan
yang yang tergantung pada perubahan- perubahan emosi yang sangat cepat, terutama pada
masa remaja pertama. Kebutuhan akan allah misalnya, kadang- kadang tidak terasa jika jiwa
mereka dalam keadaan aman, tentram dan tenang. Sebaliknya, Allah sangat dibutuhkan
apabila mereka dalam keadaan gelisah, karena menghadapi musibah atau bahaya yang
mengancam ketika ia takut gagal atau merasa berdosa. Daradjat (1970) menyatakan ada
empat sikap remaja dalam beragama, yaitu:

1. Percaya ikut- ikutan


Percaya ikut- ikutan ini biasanya dihasilkan oleh didikan agama secara sederhana
yang didapat dari keluarga dan lingkungannya. Namun demikian ini biasanya hanya
terjadi pada masa remaja awal (usia 13-16 tahun). Setelah itu biasanya berkembang
kepada cara yang lebih kritis dan sadar sesuai dengan perkembangan psikisnya.

2. Percaya dengan kesadaran


Semangat keagamaan dimulai dengan melihat kembali tentang masalah-masalah
keagamaan yang mereka miliki sejak kecil. Mereka ingin menjalankan agama sebagaio
suatu lapangan yang baru untuk membuktikan pribadinya, karena ia tidak mau lagi
beragama secara ikut- ikutan saja. Biasanya semangat agama tersebut terjadi pada usia
17 tahun atau 18 tahun. Semangat agama tersebut mempunyai dua bentuk:
a. Dalam bentuk positif
Semangat agama yang positif, yaitu berusaha melihat agama dengan pandangan
kritis, tidak mau lagi menerima hal-hal yang tidak masuk akal. Mereka ingin
memurnikan dan membebaskan agama dari bid’ah dan khurafat, dari kekakuan dan
kekolotan.
b. Dalam bentuk negatif
Semangat keagamaan dalam bentuk kedua ini akan menjadi bentuk kegiatan yang
berbentuk khurafi, yaitu kecenderungan remaja untuk mengambil pengaruh dari
luar kedalam masalahmasalah keagamaan, seperti bid’ah, khurafat, dan
kepercayaankepercayaan lainnya.

3. Percaya, tetapi agak ragu- ragu


Keraguan kepercayaan remaja terhadap agamanya dapat dibagi menjadi dua:
a. Keraguan disebabkan kegoncangan jiwa dan terjadinya proses perubahan dalam
pribadinya. Hal ini merupakan kewajaran.
b. Keraguan disebabkan adanya kontradiksi atas kenyataan yang dilihatnya dengan apa
yang diyakininya, atau dengan pengetahuan yang dimiliki.

4. Tidak percaya atau cenderung ateis


Perkembangan kearah tidak percaya pada tuhan sebenarnya mempunyai akar
atau sumber dari masa kecil. Apabila seorang anak merasa tertekan oleh kekuasaan
atau kezaliman orang tua, maka ia telah memendam sesuatu tantangan terhadap
kekuasaan orang tua, selanjutnya terhadap kekuasaan apa pun, termasuk kekuasaan
Tuhan.
Penelitian Masganti (2005) menunjukkan remaja yang tidak mendapatkan
pendidikan agama yang berkesinambungan dari orang tua cenderung memiliki sikap
beragama ikut-ikutan atau ragu-ragu. Sementara remaja yang mendapatkan pendidikan
agama secara terus-menerus dari orang tua memiliki sikap beragama dengan penuh
kesadaran. Remaja yang mendapatkan pendidikan agama secara terus-menerus dari
orang tua yang otoriter cenderung menjadi remaja yang memiliki sikap beragama yang
disertai khurafat.

B. MOTIVASI BERAGAMA YANG DIALAMI PARA REMAJA


Menurut Dister menyatakan motivasi beragama pada diri manusiadapat dibagi menjadi
empat jenis motivasi, yaitu:
1. Motivasi yang didorong oleh rasa keinginan untuk mengatasi frustrasi yang ada dalam
kehidupan, baik frustasi karena kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan alam,
frustrasi sosial, frustrasi moral, maupun frustrasi karena kematian.
2. Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk menjaga kesusilaan dan tata
tertib masyarakat.
3. Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk memuaskan rasa ingin tahu
manusia atau intelek ingin tahu manusia.
4. Motivasi beragama karena ingin menjadikan agama sebagai sarana untuk mengatasi
ketakutan.

Masganti (2011) menyatakan motivasi beragama dalam ajaran Islam antara lain:
1. Mengharapkan cinta Allah
2. Melepaskan diri dari rasa putus asa dengan pertolongan Allah
3. Mengharapkan kehidupan yang bahagia di Akhirat.
4. Membina hubungan baik dengan manusia

Masganti (2011) mengelompokkan keempat motivasi tersebut ke dalam dua kelompok yaitu:
1. Motivasi intrinsik yang terdiri dari rasa ketenangan dan kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat.
2. Motivasi ekstrinsik yang terdiri untuk mendapatkan dukungan masyarakat dan balasan
surga

C. FAKTOR-FAKTOR KEBERAGAMAAN YANG ADA


Thouless (1992) mengemukakan empat faktor keberagamaan yang dimasukkan dalam
kelompok utama, yaitu:
1. Pengaruh-pengaruh sosial
Faktor sosial mencakup semua pengaruh sosial dalam perkembangan sikap
keberagamaan, yaitu: pendidikan orang tua, tradisi-tradisi sosial dan tekanan-tekanan
lingkungan sosial untuk menyesuaikan diri dengan berbagai pendapat dan sikap yang
disepakati oleh lingkungan.
2. Berbagai pengalaman
Faktor pengalaman terdiri dari pengalaman hidup yang dialami seseorang ketika
dia menjalankan agama atau meninggalkan ajaran agama. Ada orang yang ketika
menghadapi kesulitan hidup dia Kembali ke ajaran agama, tetapi ada juga orang yang
mengalami cobaan hidup justru meninggalkan agama.
3. Kebutuhan
Faktor lain yang dianggap sebagai sumber keyakinan agama adalah kebutuhan-
kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi secara sempurna, sehingga mengakibatkan terasa
adanya kebutuhan akan kepuasan agama. Kebutuhan- kebutuhan tersebut dapat
dikelompokkan dalam empat bagian, antara lain kebutuhan akan keselamatan,
kebutuhan akan cinta, kebutuhan untuk memperoleh harga diri, dan kebutuhan yang
timbul karena adanya kematian.
4. Proses pemikiran
Faktor ini lebih relevan untuk masa remaja, karena disadari bahwa masa remaja
mulai kritis dalam menyikapi soal-soal keagamaan, terutama bagi mereka yang
mempunyai keyakinan secara sadar dan bersikap terbuka. Mereka akan mengkritik guru
agama mereka yang tidak rasional dalam menjelaskan ajaran-ajaran agama, khususnya
bagi remaja yang selalu ingin tahu dengan pertanyaan-pertanyaan kritisnya. Meski
demikian, sikap kritis remaja juga tidak mengesampingkan faktor- faktor lainnya,
seperti faktor berbagai pengalaman.

D. BERBAGAI METODE PENGEMBANGAN AGAMA


1. Pendidikan Agama dengan Metode Keteladanan
Keteladanan adalah metode tarbiyah yang selaras dengan fitrah manusia. Salah
satu dari sifat fitrah bahwa setiap manusia mendambakan hadirnya seorang tokoh atau
figur yang layak menjadi panutan dalam kehidupannya. Al-Abrasyi mengatakan, anak
berbahasa sesuai dengan bahasa ibu. Apabila bahasa yang digunakan orang tua baik,
maka anak-akan berbahasa dengan baik dan benar (Al-Abrasyi: 30).
Metode percontohan dapat dilakukan orangtua di rumah dan guru-guru di sekolah.
Sekolah memiliki pengaruh penting dalam perkembangan agama anak. Percontohan
lebih berkesan pada anak dibandingkan kata-kata. Selain contoh langsung yang
dilakukan orangtua dan guru, penggunaan gambar-gambar juga dapat menjadi contoh
bagi anak. Anak suka memperhatikan gambar-gambar yang ada di sekitarnya kemudian
mengcopy dalam pikirannya lalu menirunya. Anak-anak merupakan mesin fotocopy
tercanggih yang pernah tercipta di dunia. Anak-anak mampu merekam dan
memunculkan kembali perilaku yang baru sekali dilihatnya. Oleh sebab itu metode
keteladanan merupakan metode yang paling efektif dalam pengembangan keagamaan
pada anak usia dini.
2. Pendidikan Agama dengan Metode Pembiasaan
Pembiasaan adalah metode yang harus dilakukan di lingkungan keluarga.
Kebiasaan terbentuk dengan selalu melakukannya sehingga menjadi kebiasaan yang
permanen. Kebiasaan dapat terjadi melalui pengulangan-pengulangan tindakan secara
konsisten. Misalnya Ibadah salat, tadarus Alquran, infak, dan sedekah serta pengalaman
keagamaan lainnya harus dikokohkan dengan pembiasaan. Contoh kegiatan-kegiatan
pembiasaan yang dilakukan di Lembaga pendidikan, antara lain praktik wudu, salat,
membaca doa-doa untuk kegiatan sehari-hari, membaca ayat-ayat Alquran, puasa,
bersedekah, dan lainnya.
3. Pendidikan Agama dengan Metode Nasihat
Nasihat adalah sebuah keutamaan dalam beragama. Pemberian nasihat harus
dilakukan orang tua, guru, dan anggota masyarakat lainnya kepada anak didik secara
konsisten. Orang tua atau guru tidak boleh bosan memberikan nasihat, sebab pemberian
nasihat terhadap kebenaran bagian penting dari ajaran agama.
4. Pembinaan Akhlak
Akhlak akan menjaga seseorang terbebas dalam melakukan berbagai kejahatan
yang dapat merugikan kehidupan orang lain. Perbuatan perbuatan yang merugikan
orang lain, seperti pemukulan, pencurian, dan perkelahian sering terjadi pada remaja.
SUMBER :

Sit, Masganti. 2012. Perkembangan Peserta Didik. Medan:Perdana Publishing

https://media.neliti.com/media/publications/177834-ID-karakteristik-keberagamaan-
remaja-dalam.pdf]

Anda mungkin juga menyukai