Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita menemukan istilah jiwa, nyawa dan ruh.
Peruntukam istilah tersebut merujuk pada bentuk halus dalam diri manusia yang tidak dapat
dilihat dan hanya dapat dirasakan. Secara etimologis, psikologi diambil dari bahasa inggris
psychology yang berasal dari bahasa yunani Psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti
ilmu pengetahuan. Dengan demikian psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang
jiwa. Dalam bahasa arab, kata jiwa sepadan dengan kata nafs. Khazanah keilmuwan Islam,
psikologi atau ilmu nafs tidak tumbuh sebagai ilmu yang membahas perilaku sebagai
fenomena kejiwaan belaka, melainkan dibahas dalam konteks sistem kerohanian yang
memiliki vertikal dengan Allah.

Ditinjau dari perspektif teori kognitif Piaget, maka pemikiran masa remaja telah mencapai
tahap pemikiran operasional formal (operasi= kegiatan-kegiatan mental tentang berbagai
gagasan) yakni suatu tahap perkembangan kognitif yang dimulai pada usia kira-kira 11 atau
12 tahun dan terus berlamjut sampai remaja mencapai masa tenang atau dewasa. Remaja
secara mental telah dapat berfikir logis tentang berbagai gagasan yang abstrak. Dengan kata
lain, berfikir operasi formal lebih bersifat hipotetis dan abstrak, secara sistematis dan ilmiyah
dalam memecahkan masalah daripada berfikir kongkret.1

Sedangkan psikologi agama sendiri merupakan bagaimana cara agama dalam mempengaruhi
tingkah laku seseorang. Psikologi agama hanya terbatas pada hubungan sikap dan tingkah
laku manusia yang timbul sebagai masalah yang berhubungan dengan pendirian dan
perbuatannya yang disebut agama. Jadi, manusia dipandang dari gejala-gejala jiwa yang
mendalam sebagai suatu keyakinan yang disebut agama.

Untuk itu mengingat agama sangat berperan penting dalam bidang kebatinan dan tingkah
laku seseorang, maka pendidikan agama membahas pula perkembangan jiwa pada tingkat
perkembangan anak-anak, remaja, dewasa dan usia lanjut.

Dalam bahasan ini, akan membahas “Perkembangan Agama Pada Anak Usia Remaja”. Masa
remaja merupakan suatu masa yang sangat menentukan karena pada masa ini seseorang
banyak mengalami perubahan, baik secara fisik maupun psikis. Mereka bingung karena
pikiran dan emosinya berjuang untuk menemukan diri, memahami dan menyeleksi serta
melaksanakan nilai-nilai yang ditemui di masyarakat. Perasaan remaja kepada Tuhan bukan
tetap dan stabil, akan tetapi perasaan yang tergantung pada perubahan-perubahan emosi yang
sangat cepat, terutama pada masa remaja pertama. Kebutuhan terhadap Allah misalnya,
kadang-kadang tidak terasa jika jiwa mereka dalam keadaan aman, tentram dan tenang.
Sebaliknya, Allah sangat dibutuhkan apabila mereka dalam keadaan gelisah, karena
menghadapi musibah atau bahaya yang mengancam ketika ia takut gagal atau merasa

1
Yusuf Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2004, hal 195

1
berdosa. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang Perkembangan Agama Pada Anak Usia
Remaja, akan dipaparkan pada bahasan selanjutnya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Perkembangan Jiwa Agama Pada Remaja?

2. Bagaimana Sikap Remaja Terhadap Agama?

3. Bagaimana Kenakalan Pada Remaja?

4. Bagaimana Pembianaan Agama Pada Remaja?

C. Tujuan

1. Mengetahui Perkembangan Jiwa Agama Pada Remaja?

2 Mengetahui Sikap Remaja Terhadap Agama?

3 Mengetahui Kenakalan Pada Remaja?

4 Mengetahui Pembianaan Agama Pada Remaja?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PERKEMBANGAN JIWA AGAMA PADA REMAJA

Dalam pembagian tahapan perkembangan manusia, maka masa remaja menduduki tahap
progresif. Dalam pembagian yang agak terurai masa remaja mencakup masa juvenilitas
(adolescantium), pubertas, dan nubilitas.

Masa remaja disebut juga sebagai masa penghubung atau masa peralihan antara masa anak-
anak dengan masa dewasa. Pada masa ini terjadi perubahan perubahan besar dan esensial
mengenai kematangan fungsi-fungsi rokhaniyah dan jasmaniyah. Sejalan dengan
perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama para remaja turut dipengaruhi
perkembangan itu. Maksudnya penghayatan para remaja terhadap ajaran agama dan tindak
keagamaan yang tampak pada remaja banyak berkaitan dengna faktor perkembangan
tersebut.

Perkembangan agama pada para remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangan rohani
dan jasmaninya. Perkembangan itu antara lain2

a) Pertumbuhan Pikiran dan Mental

Ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa kanak-kanaknya sudah
tidak begitu menarik bagi mereka. Sifat kritis terhadap ajran agama mulai timbul. Selain
masalah agama merekapun sudah tertarik pada masalah kebudayaan, sosial, ekonomi, dan
norma-norma kehidupan lainnya.

b) Perkembangna perasaan

Perekembangan telah berkembangna pada masa remaja. Perasaan sosial, etis, dan estetis
mendorong remaja untuk menghayati perikehidupan yang terbiasa dalam lingkungannya.

Kehidupan religius akan cenderung mendorong dirinya lebih dekat ke arah hidup yang
religius pula. Sebaliknya, bagi remaja yang kurang mendapat pendidikan dan siraman ajaran
agama akan lebih mudah didominasi dorongan seksual. Masa remaja merupan masa
kematangan seksual. Didorong oleh perasaan ingin tahu dan perasaan super, remaja lebih
mudah terperosok kearah tindakan seksual yang negatif.

c) Pertimbangan sosial

Corak keagamaan para remaja juga ditandai oleh adanya pertimbangan sosial. Dalam
kehidupan keagamaan mereka timbul konflik antara pertimbangna moral dan material.
Remaja sangat bingung menentukan pilihan itu. Karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi
kepentingan akan materi, maka para remaja lebih cenderung jiwanya untuk bersikap
materialis.

2
Prof.Dr.H. Jalaluddin, Psikologo Agama., 2011, (PT.Rajagrafindo Persada: Jakarta), hal.74

3
d) Perkembangan moral

Perkembangna moral para remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencapai
proteksi. Tipe moral yanh juga terlihat pada para remaja juga mencakupi:

1. Self-directive, taat terhadap agama atau moral berdasarkan pertimbangna pribadi.

2. Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik.

3. Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama.

4. Unadjusted, belum meyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral.

5. Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan serta tatanan moral masyarakat.

e) Sikap dan minat

Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan sangat kecil dan hal ini
tergantung dari kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama yang mempengaruhi mereka
(besar kecil minatnya).

f) Ibadah

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh Ross dan Oskar Kupky menunjukkan bahwa
hanya 17 % remaja mengatakan sembahyang bermanfaat untuk berkomunikasi dengan tuhan,
sedangkan 26% diantaranya menganggap bahwa sembahyang hanyalah merupan media untuk
bermeditasi

 Masa Remaja Pertama (13 – 16 tahun)

Setelah si anak melalui usia 12 tahun, mereka memasuki masa goncang, karena pertumbuhan
cepat di segala bidang. Pertumbuhan jasmani yang pada usia sekolah tampak serasi, seimbang
dan tidak terlalu cepat, berubah menjadi goncang.

Semua perubahan jasmani yang nampak pada usia ini menyebabkan kecemasan pada remaja.
Bahkan kepercayaan kepada agama yang telah tumbuh mungkin juaga mengalami
kegoncangan, karena ia kecewa terhadap dirinya. Maka kepercayaan remaja terhdap tuhan
kadang-kadang sangat kuat, akan tetapi kadang pula menjadi ragu dan berkurang. Hal ini
nampak pada cara ibadahnya yang kadang rajin dan kadang-kadang malas. Perasaannya
kepada tergantung pada perubahan emosi yang sedang dialaminya.

Dalam kondisi yang demikian hendaknya guru agama memahami keadaan anak yang sedang
mengalami kegoncangan perasaan akibat pertumbuhan yang berjalan sangat cepat itu dan
semua keinginan, dorongan dan ketidak stabilan kepercayaan itu. Dengan pengertian itu, guru
agama dapat memilihkan penyajian agama yang tepat bagi mereka, kegoncangna perasaan
dapat diatasi.

4
 Masa Remaja Akhir (17 – 21 tahun)

Disamping perkembangan, pertumbuhan dan kecerdasan semakin berkembang, berbagai ilmu


pengetahuan yang bermacam-macam juga diterima oleh anak usia remaja sesuai dengna
keahlian dibidang masing-masing telah memenuhi otak remaja. Di samping itu semua remaja
sedang berusaha untuk mencapai peningkatan dan kesempurnaan pribadinya, maka mereka
juga imgim mengembangkan agama, mengikuti perkembangan dan alun jiwanya yang sedang
tumbuh pesat saat itu. Cara menerima dan menanggapi pendidikan agama jauh berbeda
dengna masa sebelumnya, mereka ingin agar agama menyelesaikan kegoncangan dan
kepincangan-kepincangan yang terjadi di masyarakat.

Banyak faktor lain yang menyebabkan kegoncangan jiwa remaja, oleh karenya sebagai
seorang pendidik kita harus dapat memahaminya, agara dapat menyelami jiwa remaja
tersebut, lalu membawa mereka kepada ajaran agama, sehingga ajaran agama yang mereka
dapat betul-betul dapat meredakan kogoncangan jiwa mereka.3

B. SIKAP REMAJA TERHADAP AGAMA

Setelah mengetahui faktor-faktor dan unsur-unsur yang memepengaruhi sikap remaja


terhadap agama, maka dapatlah kita bagi sikap remaja tersebut sebagai berikut4

a. Peracaya turut-turutan

Sesungguhnya kebanyakan remaja percaya kepada tuhan dan menjalankan ajaran agama,
karena mereka terdidik dalam lingkungan yang beragama, karena bapak ibunya orang
beragama, teman dan masyarakat disekelilingnya rajin beribadah, maka mereka ikut percaya
dan melaksanakan ibadah dan ajaran-ajaran agama, sekedar mengikuti suasana lingkungan di
mana ia hidup. Percaya yang seperti inilah yang dinamakan percaya turut-turutan. Mereka
seolah olah apatis, tidak ada perhatian untuk meningkatkan agama, dan tidak mau aktif dalam
kegiatan kegiatan agama.

Kenyataan seperti ini, dapat kita lihat lihat dimana-mana sehingga banyak sekali remaja yang
beragama hanya karena orang tuanya beragama. Cara beragama seperti ini merupakan
lanjutan dari cara beragama dimasa kanak-kanak seolah tidaak terjadi perubahan apa-apa
dalam pikiran mereka terhadap agama.

Kepercayaan ini biasanya terjadi apabila orang tua memberikan didikan agama

dengna cara menyenangkan jauh dari pengalaman pahit di waktu kecil, dan setelah menjadi
remaja tidak mengalami pula peristiwa atau hal-hal yang menggoncangkan jiwanya, sehingga
cara kekanak-kanakan dalam beragama terus berjalan, tidak perlu ditinjaunya kembali. Akan
tetapi apabila dalam usia remaja, menghadi peristiwa yang mendorongnya untuk meneliti

3
Prof.DR.Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama , 1996. (PT.Bulan Bintang: Jakarta)hal. 119
4
Ibid, hal 91

5
kembali peristiwa waktu kecilnya maka ketika itu kesadarannya kaan timbul dan sehingga ia
menjadi bersemangat sekali, ragu-ragu atau anti agama.

Percaya turut-turutan seperti ini biasanya tidak lama, dan bnyak terjadi hanya pada masa-
masa remaja pertama (13-16 tahun). Sesudah itu biasanya berkembang kepada cara yang
lebih kritis dan lebih sadar.

b. Percaya dengan kesadaran

Setelah kegoncangan remaja pertama agak reda, yaitu usia sekitar 16 tahun, dimana
pertumbuhan jasmani hampir selesai,kecerdasan juga sudah dapat berfikir lebih matang dan
pengetahuan bertambah. Kesadaran dan semangat agama pada masa remaja itu mulai dengna
cenderungnya remaja dari meninjau dan meneliti kembali caranya beragama dimasa kecil
dulu.

Biasanya semangat agama itu tidak terjadi sebelum usia 17 atau 18 tahun, dan semangat
agama ini memiliki dua bentuk, yaitu semngat positif dan khurafi.

c. Kebimbangan beragama

Kebimbangan remaja terhadap agama itu berbeda antara individu satu dengna individu
lainnya sesuai dengna kepribadian masing-masing. Ada yang mengalami kebimbangan ringan
yang dengan cepat dapat diatasi dan ada yang sangat berat sampai pada berubah agama. Dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr. Al-Malighy terbukti bahwa sebelum usia 17 tahun
kebimbangan beragama tidak terjadi. Puncak kebimbangan itu terjadi antara 17 – 20 tahun.

Sesungguhnya kebimbangan beragama itu bersangkut paut dengan semangat agama.


Kebimbangan beragama menimbulkan rasa dosa pada remaja. Biasanya setelah keraguan itu
selesai timbullah semangat agama yang berlebihan baik dalam beribadah maupun dalam
mempelajari bermacam-macam ilmu pengetahuan yang dapat memperkuat keyakinannya.

d. Tidak percaya Tuhan (atheis)

Salah satu perkembangan yang mungkin terjadi pada akhir masa remaja adalah mengingkari
wujud tuhan dan menggatinya dengan keyakinan lain. Atau mungkin pula hanya tidak
mempercyai adanya Tuhan secara mutlak.

Ketidak percayaan yang sungguh-sungguh itu, tidak terjadi sebelum usia 20 tahun. Mungkin
sekali seorang remaja mengalami bahwa ia tidak percaya kepada Tuhan mengaku bahwa
dirinya atheis. Namun jika dianalisis akan diketahui bahwa dibalik keingkaran yang sungguh-
sungguh itu tersembunyi kepercayaan kepada tuhan.

6
C. KENAKALAN PADA REMAJA

Secara psikologis maupun sosiologis, remaja umumnya memang rentan terhadap pengaruh
pengaruh eksternal. Karena proses pencarian jati diri yang belum kunjung berakhir, mereka
mudah sekali terombang ambing dan masih merasa sulit menentukan tokoh panutannya.
Mereka juga mudah terpengaruh oleh gaya hidup masyarakat sekitarnya.

Diberbagai komunitas dan di kota besar metropolitan, jangan heran jika hura hura, seks
bebas, menhhisap ganja dan zat adiktif lainnya cenderung mudah menggoda para remaja.
Siapakah yang harus dipersalahkan tatkala kita menjumpai remaja yang terperosok pada
perilaku yang menyimpang dan melanggar hukum atau paling tidak melanggar tata tertib
yang berlaku di masyarakat ? dalam hal ini, sejumlah pandangan dan teori yang dapat
digunakan untuk memahami kehidupan kenakalan remaja.5

1. Toeri differential association

Teori dikembangkan oleh E. Sithedad yang didasarkan pada arti penting proses belajar.
Menurutnya perilaku menympang yang dilakukan remaja sesungguhnya merupakan sesuatu
yang dapat dipelajari. Asumsi yang melandasinya adalah a criminal act accurs when
situasion appropriate for it, as defined by the person, is present (rose gialombardo; 1972).

2. Teori anomie

Teori ini dikemukakan oleh Robert K. Merton dan berorientasi pada kelas. Konsep anomie
sendiri diperkenalkan oleh seorang sosiolog perancis yaitu emile durkheim (1983), yang
mendefinisikan sebagai keadaan tanpa normal di dalam masyarakat. Dan keadaan tersebut
menimbulakan perilaku deviasi. Oleh marton konsep ini selanjutnya diformulasikan untuk
menjelaskan keterkaitan antara kelas sosial dengan kecenderungan adaptasi sikap dan
perilaku kelompok.

3. Teori Albert K. Cohen

Fokus teori ini terarah pada sutu pemahaman bahwa perilaku delinkuaen banyak terjadi di
kalangan laki-laki kelas bawah yang kemudian membentuk geng. Perilaku delinkuen
merupakan cermin ketidak puasan terhadap norma dan nilai kelompok kelas menengah yang
cenderung mendominasi. Karena kondisi sosial ekonomi yang ada dipandang sebagai kendala
dalam upaya mereka untuk mencapai tujuan sesuai dengan keinginan mereka sehingga
menyebabkan kelompok usia muda kelas bawah ini mengalami status frustrasion. Menurut
cohen para remaja umumnyamencari status. Tetapi tidak semua remaja dapat melakukannya
karena adanya perbedaan struktur sosial.

4. Teori Perbedaan Kesempatan dari Cloward dan Ohlin

Menurut mereka terdapat lebih dari satu cara bagi remaja untuk mencapai aspirasinya. Pada
masyarakat irban yang merupakan wilayah kelas bawah terdapat berbagai kesempatan yang

5
Dr. H. Baharuddin, M.Pd.I & Mulyono, MA. Psikologi Agama dalam Perspektid Islam. 2008, (UIN-Malang Press:
Malang). Hal. 128

7
sah, yang dapat menimbulkan berbagai kesempatan. Denga demikian kedudukan dalam
masyarakat menentukan kemampuan untuk beraspirasi dalam mencapai sukses baik melalui
kesempatan maupun kesempatan kriminal.

5. Teori Netralisasi yang dikembangkan oleh Matza dan Sykes

Menurut teori ini orang yang nelakukan perilaku menympang disebabkan adanya
kecenderungan untuk merasionalkan norma-norma dan nilai-nilai menurut persepsi dan
kepentingan mereka sendiri. Penyimpangan yang dilakukan dengan cara mengikuti arus
pelaku lainnya melalui sebuah proses pembenaran (netralisasi).

6. Teori Kontrol

Teori ini beranggapan bahwa individu dalam masyarakat mempunyai kecenderungan yang
sama kemungkinannya yakni tidak melakukan penyimpangan perilaku (baik) dan berperilaku
menyimpang (tidak baik). Baik tidaknya perilaku individu sangat bergantung pada kondisi
masyarakatnya. Artinya perilaku baik dan tidak baik diciptakan oleh masyarakat sendiri
(Hagan, 1987).

D. PEMBINAAN AGAMA PADA REMAJA

Semua perubahan jasmani yang begitu cepat pada remaja menimbulkan kecemasan pada
dirinya sehingga menyebabakan terjadinya kegoncangan emosi, kecemasan dan
kekhawatiran. Bahkan kepercayaan kepada agama yang telah bertumbuh pada usia
sebelumnya, mungkin pula mengalami kegoncangan, karena ia kecewa terhadap dirinya.
Maka kepercayaan remaja kepada tuhan kadang-kadang sangat kuat, akan tetapi kadang-
kadang menjadi ragu dan berkurang, yang terlihat pada cara ibadahnya yang kadang-kadang
rajin kadang-kadang malas, perasaan kepada tuhan tergantung pada perubahan emosi yang
sedang dialaminya, kadang-kadang ia merasa sangat membutuhkan tuhan, terutama ketika
mereka menghadapi bahaya, takut akan gagal atau merasa dosa. Tetapi ia kadang-kadang
tidak membutuhkan tuhan, ketika mereka mereka sedang senang, riang dan gembira.

Peran seorang guru agama hendaknya memiliki metode yang cocok dalam melaksanakan
pendidikan agama. Pendidikan agama dapat dilaksanakan dengan berhasil dan berguna
apabila guru agama mengetahui perkembangan jiwa yang dilalui oleh anak remaja,
pertumbuhan anak dari lahir sampai pada masa remaja akhir melalui berbagai tahap dan
masing-masing mempunyai ciri dan keistimewaan sendiri-sendiri. Setiap tahap merupakan
lanjutan dari tahap sebelumnya, dan akan dilanjutkan apada tahap berikutnya, yang akhirnya
mencapai kematangan. Pendidikan agama harus memperhatikan ciri dari masing-masing
tahap itu dan dapat mengisi serta mengembangkan kepribadian masing-masing peserta didik.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Masa remaja merupakan masa dimana manusia mengalami kematangan kehidupan seksual,
sosial, maupun dalam berfikir. Perkembangan tersebut tidak lepas dari faktor-faktor yang
melatarbelakanginya. Diantara lain faktor lingkungan yang merupakan faktor eksternal terdiri
dari keluarga, sekolah dan masyarakat. Kemudian faktor internal terdiri dari dalam diri
remaja itu sendiri.

Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama para remaja turut
dipengaruhi perkembangan itu. Perkembangan agama pada para remaja ditandai oleh
beberapa faktor perkembangan rohani dan jasmaninya. Perkembangan itu antara lain :

1. Pertumbuhan pikiran dan mental

2. Perkembangan perasaan

3. Pertimbangan sosial

4. Perkembangan moral

5. Sikap dan minat, dan

6. Ibadah.

Semua perubahan jasmani yang begitu cepat pada remaja menimbulkan kecemasan pada
dirinya sehingga menyebabakan terjadinya kegoncangan emosi, kecemasan dan
kekhawatiran. Bahkan kepercayaan kepada agama yang telah bertumbuh pada usia
sebelumnya, mungkin pula mengalami kegoncangan, karena ia kecewa terhadap dirinya.
Maka kepercayaan remaja kepada tuhan kadang-kadang sangat kuat, akan tetapi kadang-
kadang menjadi ragu dan berkurang.

Peran seorang guru agama hendaknya memiliki metode yang cocok dalam melaksanakan
pendidikan agama. Pendidikan agama dapat dilaksanakan dengan berhasil dan berguna
apabila guru agama mengetahui perkembangan jiwa yang dilalui oleh anak remaja.

9
DAFTAR PUSTAKA

Syamsul, Yusuf Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, 2004. (PT Remaja Rosdakarya:
Bandung)

Jalaluddin, Psikologo Agama., 2011, (PT.Rajagrafindo Persada: Jakarta)

Daradjat, Zakiah. Ilmu Jiwa Agama , 1996. (PT.Bulan Bintang: Jakarta)

Baharuddin & Mulyono. Psikologi Agama dalam Perspektid Islam. 2008, (UIN-Malang
Press: Malang).

10

Anda mungkin juga menyukai