Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun Tugas Bahasa Indonesia ini dengan baik dan tepat
waktu.
Seperti yang telah kita ketahui Pendidikan Karakter itu sangat penting bagi anak bangsa dari mulai
dini. Semua akan dibahas pada makalah ini kenapa Pendidikan Karakter itu sangat dibutuhkan dan
layak dijadikan sebagai materi pelajaran.
Tugas ini kami buat untuk memberikan penjelasan tentang keberadaan Pendidikan Karakter bagi
kemajuan bangsa. Semoga makalah yang kami buat ini dapat membantu menambah wawasan kita
menjadi lebih luas lagi.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam menyusun makalah ini. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan guna kesempurnaan makalah
ini.Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Pembina mata pelajaran Bahasa Indonesia Pak
widi, dan kepada pihak yang telah membantu ikut serta dalam penyelesaian makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .. i
Daftar Isi ii
Bab I PENDAHULUAN 1
Bab II PEMBAHASAN 3
3.1 Kesimpulan .. 11
3.2 Saran . 12
Daftar Pustaka . 13
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai
pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut,
pendidikan memiliki peran yang sangat penting.
Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang
menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang,
termasuk di sekolah harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut.
Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing,
beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Berdasarkan penelitian di
Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak
ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh
kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan
hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan
orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft
skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik
sangat penting untuk ditingkatkan. Melihat masyarakat Indonesia sendiri juga lemah sekali dalam
penguasaan soft skill. Untuk itu penulis menulis makalah ini, agar pembaca tahu betapa pentingnya
pendidikan karakter bagi semua orang, khususnya bangsa Indonesia sendiri.
Penulis telah menyusun beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai batasan
dalam pembahasan bab isi. Adapun beberapa masalah yang akan dibahas dalam karya tulis ini
antara lain:
Berdasarkan rumusan masalah yang disusun oleh penulis di atas, maka tujuan dalam penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:
Karakter adalah jawaban mutlak untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik didalam
masyarakat. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang
Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran,
sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata
krama,budaya,danadatistiadat.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang
meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-
nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun
kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua
komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri,
yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau
pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler,
pemberdayaansarana,prasarana,dan,pembiayaan,dan,ethoskerjaseluruhwargadanlingkungansekola
h.
Pendidikan karakter yang utuh dan menyeluruh tidak sekedar membentuk anak-anak muda
menjadi pribadi yang cerdas dan baik, melainkan juga membentuk mereka menjadi pelaku baik bagi
perubahan dalam hidupnya sendiri, yang pada gilirannya akan menyumbangkan perubahan dalam
tatanan sosial kemasyarakatan menjadi lebih adil, baik, dan manusiawi.(Doni Koesoema A.Ed)
Kepribadian adalah hadiah dari Tuhan Sang Pencipta saat manusia dilahirkan dan setiap orang yang
memiliki kepribadian pasti ada kelemahannya dan kelebihannya di aspek kehidupan sosial dan
masing-masing pribadi.Kepribadian manusia secara umum ada 4, yaitu :
1. Koleris : tipe ini bercirikan pribadi yang suka kemandirian, tegas, berapi-api, suka tantangan, bos
atas dirinya sendiri.
2. Sanguinis : tipe ini bercirikan suka dengan hal praktis, happy dan ceria selalu, suka kejutan, suka
sekali dengan kegiatan social dan bersenang-senang.
3. Phlegmatis : tipe ini bercirikan suka bekerjasama, menghindari konflik, tidak suka perubahan
mendadak, teman bicara yang enak, menyukai hal yang pasti.
4. Melankolis : tipe ini bercirikan suka dengan hal detil, menyimpan kemarahan, Perfection, suka
instruksi yang jelas, kegiatan rutin sangat disukai.
Saat setiap manusia belajar untuk mengatasi dan memperbaiki kelemahannya, serta memunculkan
kebiasaan positif yang baru, inilah yang disebut dengan Karakter. Misalnya, seorang
dengan kepribadian Sanguin yang sangat suka bercanda dan terkesan tidak serius, lalu sadar
dan belajar sehingga mampu membawa dirinya untuk bersikap serius dalam situasi yang
membutuhkan ketenangan dan perhatian fokus, itulah Karakter. Pendidikan Karakter adalah
pemberian pandangan mengenai berbagai jenis nilai hidup, seperti kejujuran, kecerdasan,
kepedulian dan lain-lainnya. Dan itu adalah pilihan dari masing-masing individu yang perlu
dikembangkan dan perlu di bina, sejak usia dini (idealnya).
Karakter tidak bisa diwariskan, karakter tidak bisa dibeli dan karakter tidak bisa
ditukar. Karakter harus dibangun dan dikembangkan secara sadar hari demi hari dengan melalui
suatu proses yang tidak instan. Karakter bukanlah sesuatu bawaan sejak lahir yang tidak dapat
diubah lagi seperti sidik jari.Banyak kami perhatikan bahwa orang-orang dengan karakter buruk
cenderung mempersalahkan keadaan mereka. Mereka sering menyatakan bahwa cara mereka
dibesarkan yang salah, kesulitan keuangan, perlakuan orang lain atau kondisi lainnya yang
menjadikan mereka seperti sekarang ini. Memang benar bahwa dalam kehidupan, kita harus
menghadapi banyak hal di luar kendali kita, namun karakter Anda tidaklah demikian. Karakter Anda
selalu merupakan hasil pilihan Anda.Ketahuilah bahwa Anda mempunyai potensi untuk menjadi
seorang pribadi yang berkarakter, upayakanlah itu. Karakter, lebih dari apapun dan akan menjadikan
Anda seorang pribadi yang memiliki nilai tambah. Karakter akan melindungi segala sesuatu yang
Anda hargai dalam kehidupan ini.Setiap orang bertanggung jawab atas karakternya. Anda
memiliki kontrol penuh atas karakter Anda, artinya Anda tidak dapat menyalahkan orang lain atas
karakter Anda yang buruk karena Anda yang bertanggung jawab penuh. Mengembangkan karakter
adalah tanggung jawab pribadi Anda.
A. Lingkungan Sekolah:
v Training Guru
Program ini membekali dan memberikan wawasan pada guru tentang psikologi anak, cara mendidik
anak dengan memahami mekanisme pikiran anak dan 3 faktor kunci untuk menciptakan anak
sukses, serta kiat praktis dalam memahami dan mengatasi anak yang bermasalah dengan
perilakunya.
Sesi Workshop Therapy, yang dirancang khusus untuk siswa usia 12 -18 tahun. Workshop ini
bertujuan mengubah serta membimbing mental anak usia remaja. Workshop ini bekerja
sebagai mesin perubahan instant maksudnya setelah mengikuti program ini anak didik akan
berubah seketika menjadi anak yang lebih positif.
Sesi Seminar Khusus Orangtua Siswa, membantu orangtua mengenali anaknya dan memperlakukan
anak dengan lebih baik, agar anak lebih sukses dalam kehidupannya. Dalam seminar ini orangtua
akan mempelajari pengetahuan dasar yang sangat bagus untuk mempelajari berbagai teori psikologi
anak dan keluarga. Memahami konsep menangani anak di rumah dandi sekolah, serta lebih mudah
mengerti dan memahami jalan pikiran anak, pasangan dan orang lain.
B. Lingkungan Keluarga:
Karakter akan terbentuk sebagai hasil pemahaman 3 hubungan yang pasti dialami setiap manusia
(triangle relationship), yaitu hubungan dengan diri sendiri (intrapersonal),
dengan lingkungan (hubungan sosial dan alam sekitar), dan hubungan dengan Tuhan YME (spiritual).
Setiap hasil hubungan tersebut akan memberikan pemaknaan/pemahaman yang pada akhirnya
menjadi nilai dan keyakinan anak. Cara anak memahami bentuk hubungan tersebut akan
menentukan cara anak memperlakukan dunianya. Pemahaman negatif akan berimbas pada
perlakuan yang negatif dan pemahaman yang positif akan memperlakukan dunianya dengan positif.
Untuk itu, Tumbuhkan pemahaman positif pada diri anak sejak usia dini, salah satunya dengan cara
memberikan kepercayaan pada anak untuk mengambil keputusan untuk dirinya sendiri, membantu
anak mengarahkan potensinya dengan begitu mereka lebih mampu untuk bereksplorasi dengan
sendirinya, tidak menekannya baik secara langsung atau secara halus, dan seterusnya.
Biasakan anak bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Ingat pilihan
terhadap lingkungan sangat menentukan pembentukan karakter anak. Seperti kata pepatah bergaul
dengan penjual minyak wangi akan ikut wangi, bergaul dengan penjual ikan akan ikut amis. Seperti
itulah, lingkungan baik dan sehat akan menumbuhkan karakter sehat dan baik, begitu pula
sebaliknya. Dan yang tidak bisa diabaikan adalah membangun hubungan spiritual dengan Tuhan
Yang Maha Esa. Hubungan spiritual dengan Tuhan YME terbangun melalui pelaksanaan dan
penghayatan ibadah ritual yang terimplementasi pada kehidupan sosial.
Dunia pendidikan diharapkan sebagai motor penggerak untuk memfasilitasi perkembangan karakter,
sehingga anggota masyarakat mempunyai kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara yang
harmonis dan demokratis dengan tetap memperhatikan sendi-sendi Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) dan norma-norma sosial di masyarakat yang telah menjadi kesepakatan bersama.
"Dari mana asalmu tidak penting, ukuran tubuhmu juga tidak penting, ukuran Otakmu cukup
penting, ukuran hatimu itulah yang sangat penting karena otak (pikiran) dan kalbu hati yang paling
kuat menggerak seseorang itu bertutur kata dan bertindak. Simak, telaah, dan renungkan dalam
hati apakah telah memadai wahana pembelajaran memberikan peluang bagi peserta didik untuk
multi kecerdasan yang mampu mengembangkan sikap-sikap: kejujuran, integritas,
komitmen,kedisipilinan,visioner,dankemandirian.Sejarah memberikan pelajaran yang amat
berharga, betapa perbedaan, pertentangan, dan pertukaran pikiran itulah sesungguhnya yang
mengantarkan kita ke gerbang kemerdekaan. Melalui perdebatan tersebut kita banyak belajar,
bagaimana toleransi dan keterbukaan para Pendiri Republik ini dalam menerima pendapat, dan
berbagai kritik saat itu. Melalui pertukaran pikiran itu kita juga bisa mencermati, betapa kuat
keinginan para Pemimpin Bangsa itu untuk bersatu di dalam satu identitas kebangsaan, sehingga
perbedaan-perbedaan tidak menjadi persoalan bagi mereka.
Karena itu pendidikan karakter harus digali dari landasan idiil Pancasila, dan landasan konstitusional
UUD 1945. Sejarah Indonesia memperlihatkan bahwa pada tahun 1928, ikrar Sumpah Pemuda
menegaskan tekad untuk membangun nasional Indonesia. Mereka bersumpah untuk berbangsa,
bertanah air, dan berbahasa satu yaitu Indonesia. Ketika merdeka dipilihnya bentuk negara
kesatuan. Kedua peristiwa sejarah ini menunjukan suatu kebutuhan yang secara sosio-politis
merefleksi keberadaan watak pluralisme tersebut. Kenyataan sejarah dan sosial budaya tersebut
lebih diperkuat lagi melalui arti simbol Bhineka Tunggal Ika pada lambang negara Indonesia.
Dari mana memulai dibelajarkannya nilai-nilai karakter bangsa, dari pendidikan informal, dan secara
pararel berlanjut pada pendidikan formal dan nonformal. Tantangan saat ini dan ke depan
bagaimana kita mampu menempatkan pendidikan karakter sebagai sesuatu kekuatan bangsa. Oleh
karena itu kebijakan dan implementasi pendidikan yang berbasis karakter menjadi sangat penting
dan strategis dalam rangka membangun bangsa ini. Hal ini tentunya juga menuntut adanya
dukungan yang kondusif dari pranata politik, sosial, dan,budayabangsa
Pendidikan Karakter Untuk Membangun Keberadaban Bangsa adalah kearifan dari keaneragaman
nilai dan budaya kehidupan bermasyarakat. Kearifan itu segera muncul, jika seseorang membuka diri
untuk menjalani kehidupan bersama dengan melihat realitas plural yang terjadi. Oleh karena itu
pendidikan harus diletakan pada posisi yang tepat, apalagi ketika menghadapi konflik yang berbasis
pada ras, suku dan keagamaan. Pendidikan karakter bukanlah sekedar wacana tetapi realitas
implementasinya, bukan hanya sekedar kata-kata tetapi tindakan dan bukan simbol atau slogan,
tetapi keberpihak yang cerdas untuk membangun keberadaban bangsa Indonesia. Pembiasaan
berperilaku santun dan damai adalah refreksi dari tekad kita sekali merdeka, tetap merdeka.
(MuktionoWaspodo)
Keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui melalui pencapaian indikator oleh
peserta didik sebagaimana tercantum dalam Standar Kompetensi Lulusan SMP, yang antara lain
meliputisebagaiberikut:
Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja.
Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas.
Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup
nasional.
Pada tataran sekolah, kriteria pencapaian pendidikan karakter adalah terbentuknya budaya sekolah,
yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga
sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah harus berlandaskan nilai-nilai tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di
sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik
secara utuh, terpadu, dan seimbang.
Bila pendidikan karakter telah mencapai keberhasilan, tidak diragukan lagi kalau masa depan bangsa
Indonesia ini akan mengalami perubahan menuju kejayaan. Dan bila pendidikan karakter ini
mengalami kegagalan sudah pasti dampaknya akan sangat besar bagi bangsa ini, negara kita akan
semakin ketinggalan dari negara-negara lain.
3.2 Saran
Pemerintah harus selalu memantau atau mengawasi dunia pendidikan, karena dari dari dunia
pendidikan Negara bisa maju dan karena dunia pendidikan juga Negara bisa hancur, bila pendidikan
sudah disalah gunakan.
Selain mengajar, seorang guru atau orang tua juga harus mendoakan anak atau muridnya supaya
menjadi lebih baik, bukan mendoakan keburukan bagi anak didiknya.
Guru harus memberikan rasa aman dan keselamatan kepada setiap peserta didik di dalam menjalani
masa-masa belajarnya, karena jika tidak semua pembelajaran yang di jalani anak didik akan sia-sia.
Semoga karya tulis dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi pembaca. Amiiin..
DAFTAR PUSTAKA
http://www.pendidikankarakter.com/peran-pendidikan-karakter-dalam-melengkapi-
kepribadian/
http://www.pendidikankarakter.com/kurikulum-pendidikan-karakter/
http://www.pendidikankarakter.com/peran-pola-asuh-dalam-membentuk-karakter-anak/
http://www.pendidikankarakter.com/membangun-karakter-sejak-pendidikan-anak-usia-dini/
Kata Pengantar
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya
kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan Karya Ilmiah ini yang Alhamdulillah tepat pada
waktunya yang berjudul
Karya Ilmiah ini berisikan tentang informasi PengertianPendidikan Karakter Di Sekitar Kita atau yang
lebih khususnya membahas penerapan Berkarakter di sekitar kita. Diharapkan Karya Ilmiah ini dapat
memberikan informasi kepada kita semua tentang pendidikan karakter di sekitar kita.
Saya menyadari bahwa Karya Ilmiah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan Karya Ilmiah
ini.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan Karya Ilmiah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala
usaha kita. Amin.
Penulis
Daftar Isi
Halaman Judul..............................................
Halaman Pengesahan..........................................
Kata Pengantar.............................................
Daftar Isi..................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pendidikan Berkarakter ....................
3.1 Kesimpulan............................................
3.2 Kritik................................................
3.3 Saran.................................................
Daftar Pustaka
BAB I
Pendahuluan
Persolan budaya dan karakter bangsa kini menjadi sorotan tajam masyarakat, baik itu melalui media
cetak, wawancara, dialog dan lain sebagainya. Persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi,
kekerasan, kejahatan seksual, perusakan yang terjadi dimana-mana, sirkulasi ekonomi yang
terhambat serta dunia politik yang menuai pro dan kontra menjadi salah satu topik yang hangat di
masyarakat. Berbagai alternatif penyelesaian masalah ini telah dilakukan seperti peraturan, undang-
undang.
Pendidikan karakter sebenarnya bukan hal yang baru. Sejak awal kemerdekaan, masa orde lama,
masa orde baru, dan masa reformasi sudah dilakukan dengan nama dan bentuk yang berbeda-beda.
Situasi sosial, kultural masyarakat kita akhir-akhir ini memang semakin mengkhawatirkan. Ada
berbagai macam peristiwa dalam pendidikan yang semakin merendahkan harkat dan martabat
manusia. Hancurnya nilai-nilai moral, merebaknya ketidakadilan, menjamurnya kasus korupsi,
terkikisnya rasa solidaritas telah terjadi dalam dunia pendidikan kita? Rupanya usaha perbaikan di
bidang pendidikan dirasa tidak hanya cukup dengan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan
saja, melainkan membutuhkan perencanaan kurikulum yang sangat matang yang sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan bangsa.
Namun hingga saat ini belum menunjukkan hasil yang optimal, terbukti dari fenomena sosial yang
menunjukkan perilaku yang tidak berkarakter sebagaimana disebut di atas.
Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Naional telah ditegaskan
bahwa
Namun tampaknya upaya pendidikan yang dilakukan oleh lembaga pendidikan dan institusi pembina
lain belum sepenuhnya mengarahkan dan mencurahkan perhatian secara komprehensif pada upaya
pencapaian tujuan pendidikan nasional.nerapan hukum yang lebih kuat.
Kepedulian masyarakat terhadap pendidikan budaya dan karakter bangsa juga telah menjadi
perhatian pemerintah. Pemerintah telah mengembangkan pendidikan budaya dan karakter bangsa
ini melalui Departemen Pendidikan Nasional. Karena itulah kami tertarik menjadikan topik ini
sebagai bahasan karya ilmiah sederhana yang akan kami tulis.
1.3.9 Bagaimana cara menumbuhkan pendidikan berkarakter pada jati diri siswa?
1.4 Tujuan Penulisan
1.4.13 Untuk mengetahui upaya mengurangi atau bahkan menghilangkan penyimpangan karakter.
1.4.14 Mengetahui cara menumbuhkan pendidikan berkarakter pada jati diri siswa.
Dari tujuan penulisan tersebut, dapat ditulis manfaat penulisan, sebagai berikut :
1.5.3 Agar mengetahui proses perencanaan pendidikan karakter di sekolah menengah pertama.
1.5.4 Agar mengetahui aktivitas pendidikan berkarakter di sekolah
1.5.7 Agar pembaca mengetahui upaya mengurangi atau bahkan menghilangkan penyimpangan
karakter
1.5.8 Agar pembaca mengerti cara menumbuhkan pendidikan berkarakter pada jati diri siswa
Bab II
Pembahasan
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada siswa sekolah yang
meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan. Untuk melaksanakan
nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, dan sesama.Untuk itu proses
pendidikan karakter di sekolah melibatkan semua komponen seperti isi kurikulum, proses
pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran,
pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ekstrakurikuler, pemberdayaan sarana
prasarana, pembiayaan, dan kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Pendidikan Karakter Menurut Lickona, yaitu suatu usaha yang disengaja untuk membantu
seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti.
Pendidikan Karakter Menurut Suyanto, yaitu cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas
tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa,
maupun negara.
Menurut Ratna Megawangi (2004:95), Sebuah usaha untuk mendidik anak anak agar dapat
mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktekkannya dalm kehidupan sehari hari, sehingga
mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya.
Definisi lainnya dikemukakan oleh Fakry Gaffar (2010:1), Sebuah proses transformasi nilai nilai
kehidupan untuk ditumbuh kembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satudalam
perilaku kehidupan orang itu
Dalam buku Pendidikan Karakter, Kajian Teori dan Praktik di Sekolah (2011:5), Pembelajaran
yang mengarah pada penguatan dan pengembangan perilaku anak secara utuh yang didasarkan
pada suatu nilai tertentu yang dirujuk oleh sekolah.
Pendidikan Karakter Menurut Kamus Psikologi, yaitu kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau
moral, misalnya kejujuran seseorang, dan biasanya berkaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap
(Dali Gulo, 1982: p.29).
1. Koleris : tipe ini bercirikan pribadi yang suka kemandirian, tegas, berapi-api, suka tantangan, bos
atas dirinya sendiri.
2. Sanguinis : tipe ini bercirikan suka dengan hal praktis, happy dan ceria selalu, suka kejutan, suka
sekali dengan kegiatan social dan bersenang-senang.
3. Phlegmatis : tipe ini bercirikan suka bekerjasama, menghindari konflik, tidak suka perubahan
mendadak, teman bicara yang enak, menyukai hal yang pasti.
4. Melankolis : tipe ini bercirikan suka dengan hal detil, menyimpan kemarahan, Perfection, suka
instruksi yang jelas, kegiatan rutin sangat disukai.
Saat setiap manusia belajar untuk mengatasi dan memperbaiki kelemahannya, serta memunculkan
kebiasaan positif yang baru, inilah yang disebut dengan Karakter. Misalnya, seorang
dengan kepribadian Sanguin yang sangat suka bercanda dan terkesan tidak serius, lalu sadar
dan belajar sehingga mampu membawa dirinya untuk bersikap serius dalam situasi yang
membutuhkan ketenangan dan perhatian fokus, itulah Karakter. Pendidikan Karakter adalah
pemberian pandangan mengenai berbagai jenis nilai hidup, seperti kejujuran, kecerdasan,
kepedulian dan lain-lainnya.
Dan itu adalah pilihan dari masing-masing individu yang perlu dikembangkan dan perlu di bina,
sejak usia dini(idealnya).
Karakter tidak bisa diwariskan, karakter tidak bisa dibeli dan karakter tidak bisa
ditukar. Karakter harus dibangun dan dikembangkan secara sadar hari demi hari dengan melalui
suatu proses yang tidak instan. Karakter bukanlah sesuatu bawaan sejak lahir yang tidak dapat
diubah lagi seperti sidik jari.Banyak kami perhatikan bahwa orang-orang dengan karakter buruk
cenderung mempersalahkan keadaan mereka. Mereka sering menyatakan bahwa cara mereka
dibesarkan yang salah, kesulitan keuangan, perlakuan orang lain atau kondisi lainnya yang
menjadikan mereka seperti sekarang ini. Memang benar bahwa dalam kehidupan, kita harus
menghadapi banyak hal di luar kendali kita, namun karakter Anda tidaklah demikian. Karakter Anda
selalu merupakan hasil pilihan Anda.
Ketahuilah bahwa Anda mempunyai potensi untuk menjadi seorang pribadi yang berkarakter,
upayakanlah itu. Karakter, lebih dari apapun dan akan menjadikan Anda seorang pribadi yang
memiliki nilai tambah. Karakter akan melindungi segala sesuatu yang Anda hargai dalam kehidupan
ini.
Setiap orang bertanggung jawab atas karakternya. Anda memiliki kontrol penuh atas karakter Anda,
artinya Anda tidak dapat menyalahkan orang lain atas karakter Anda yang buruk karena Anda yang
bertanggung jawab penuh.
Mengembangkan karakter adalah tanggung jawab pribadi Anda.
Pendidikan Karakter dipakai secara khusus dalam konteks pendidikan, dan baru muncul pada akhir
abd ke-18, dan untuk pertam kalinya dicetuskan oleh pedadog Jerman F.W Foerster. Terminologi ini
mengacu pada sebuah pendekatan idealis-spiritualis dalam pendidikan yang juga dikenal dengan
teori Pendidikan Normatif. Yang menjadi prioritas ialah nilai nilai teransenden yang dipercaya
sebagai motor penggerak sejarah, baik individu maupun bagi sebuah perubahan sosial.
Namun sebenarnya Pendidikan Karakter telah lama menjadi bagian inti sejarah pandidikan itu
sendiri.
Lahirnya Pendidikan Karakter bisa dikatakan sebagai sebuah usaha untuk menghidupkan kembali
pedagogi ideal-spiritual yang sempat hilang oleh Positivme yang dipelopori oleh filsuf Perancis
Auguste Comte. Foerster menolak gagasan yangmeredusir pengalaman manusia pada sekedar
bentuk murni hidup alamiah.
Ada 18 butir nilai-nilai pendidikan karakter yaitu , Religius, Jujur,Toleransi, Disiplin, Kerja Keras,
Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu,Semangat Kebangsaan,Cinta tanah
air,Menghargai prestasi,Bersahabat/komunikatif,Cinta Damai,Gemar membaca, Pedulilingkungan,
Peduli social, Tanggung jawab.
o Training Guru
Terkait dengan program pendidikan karakter disekolah, bagaimana menjalankan dan melaksanakan
pendidikan karakter disekolah, serta bagaimana cara menyusun program dan melaksanakannya, dari
gagasan ke tindakan.
Program ini membekali dan memberikan wawasan pada guru tentang psikologi anak, cara mendidik
anak dengan memahami mekanisme pikiran anak dan 3 faktor kunci untuk menciptakan anak
sukses, serta kiat praktis dalam memahami dan mengatasi anak yang bermasalah dengan
perilakunya.
Sesi Workshop Therapy, yang dirancang khusus untuk siswa usia 12 -18 tahun. Workshop ini
bertujuan mengubah serta membimbing mental anak usia remaja. Workshop ini bekerja sebagai
mesin perubahan instant maksudnya setelah mengikuti program ini anak didik akan berubah
seketika menjadi anak yang lebih positif.
Sesi Seminar Khusus Orangtua Siswa, membantu orangtua mengenali anaknya dan memperlakukan
anak dengan lebih baik, agar anak lebih sukses dalam kehidupannya. Dalam seminar ini orangtua
akan mempelajari pengetahuan dasar yang sangat bagus untuk mempelajari berbagai teori psikologi
anak dan keluarga. Memahami konsep menangani anak di rumah dan di sekolah, serta lebih mudah
mengerti dan memahami jalan pikiran anak, pasangan dan orang lain.
Karakter akan terbentuk sebagai hasil pemahaman 3 hubungan yang pasti dialami setiap manusia
(triangle relationship), yaitu hubungan dengan diri sendiri (intrapersonal), dengan lingkungan
(hubungan sosial dan alam sekitar), dan hubungan dengan Tuhan YME (spiritual). Setiap hasil
hubungan tersebut akan memberikan pemaknaan/pemahaman yang pada akhirnya menjadi nilai
dan keyakinan anak. Cara anak memahami bentuk hubungan tersebut akan menentukan cara anak
memperlakukan dunianya. Pemahaman negatif akan berimbas pada perlakuan yang negatif dan
pemahaman yang positif akan memperlakukan dunianya dengan positif. Untuk itu, Tumbuhkan
pemahaman positif pada diri anak sejak usia dini, salah satunya dengan cara memberikan
kepercayaan pada anak untuk mengambil keputusan untuk dirinya sendiri, membantu anak
mengarahkan potensinya dengan begitu mereka lebih mampu untuk bereksplorasi dengan
sendirinya, tidak menekannya baik secara langsung atau secara halus, dan seterusnya.
Biasakan anak bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Ingat pilihan terhadap
lingkungan sangat menentukan pembentukan karakter anak. Seperti kata pepatah bergaul dengan
penjual minyak wangi akan ikut wangi, bergaul dengan penjual ikan akan ikut amis. Seperti itulah,
lingkungan baik dan sehat akan menumbuhkan karakter sehat dan baik, begitu pula sebaliknya. Dan
yang tidak bisa diabaikan adalah membangun hubungan spiritual dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Hubungan spiritual dengan Tuhan YME terbangun melalui pelaksanaan dan penghayatan ibadah
ritual yang terimplementasi pada kehidupan sosial.
mengembangkan potensi dasar siswa agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik.
memperkuat dan membangun perilaku siswa yang multikultur.
Mengguanakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk membangun karakter.
Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua
siswa, membangun karakter mereka dan membantu mereka untuk sukses.
Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk
pendidikan karakter yang setia kepada nilai dasar yang sama.
Adanya pembagian kepimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan
karakter.
Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun
karakter.
Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter, dan manifestasi
karakter positif dalam kehidupan siswa.
a. Pembelajaran umum
Dilakukan secara bersama (semua jenjang atau perjenjang kelas), dengan aktivitas: seminar, talk
show, kesaksian, demonstrasi (seni, OR, ketrampilan, kreativitas, dan lain-lain yang sudah dimiliki
siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler maupun mandiri). Tujuan: Menambah wawasan,
mengembangkan adversity question, spiritual question. Pengenalan diri dan kemampuan
mengeksplorasi diri serta penghargaan terhadap kemampuan orang lain.
b. Pembelajaran klasikal
Dilakukan di dalam kelas dengan berbagai metode dan topik yang mengacu pada kompetensi dasar:
Tujuan: agar siswa mengenal dan mampu beradaptasi serta berinteraksi secara sehat dengan
masyarakat yang heterogen tanpa kehilangan identitas diri. Meningkatkan dan mewujudkan
kepedulian dan kepekaan sosial.
Mengenal dan mampu beradaptasi serta memanfaatkan lingkungan bagi kesejahteraan hidup.
Mengembangkan minat dan menumbuhkan motivasi instrinsik serta dapat mengembangkan dan
memperoleh pengalaman.
d. Pendampingan mentor
Penunjukan siswa senior untuk dapat memberikan pendampingan terhadap yuniornya dalam
menghadapi berbagi problematika pengembangan diri dan pergaulan. Tujuan: melatih kemandirian
dan memupuk rasa tanggung jawab. Mampu memahami perasaan dan masalah orang lain serta
mendengarkan ide-ide dan mengatasi masalah secara bertanggung jawab. Meningkatkan rasa
percaya diri dan hubungan yang mendalam serta penerimaan apa adanya terhadap orang lain.
Memperdalam pemahaman nilai-nilai moral dan kebenaran.
e. Belajar membelajarkan
Aktivitas dilakukan dalam kelompok kecil di kelas dengan membahas topik-topik permasalah/isu-isu
up to date dalam diri siswa dan di masyarakat. Guru bertindak sebagai pengamat. Tujuan: memupuk
dan mengembangkan cara berpikir kritis, kreatif, etis dan menghargai orang lain.
Selain guru mengajar dan mendidik siswanya, prilaku dan tingkah laku guru biasanya ditiru oleh
siswa. Perilaku ini akan membentuk karakter siswa. Contohnya :
Guru mengucapkan salam dengan ramah kepada siswa ketika memasuki ruang kelas (contoh nilai
yang ditanamkan: santun, peduli)
Mendoakan siswa yang tidak hadir karena sakit atau karena halangan lainnya (contoh nilai yang
ditanamkan: religius, peduli)
Memastikan bahwa setiap siswa datang tepat waktu (contoh nilai yang ditanamkan: disiplin)
Menegur siswa yang terlambat dengan sopan (contoh nilai yang ditanamkan: disiplin, santun,
peduli
2.10 Penyimpangan karakter pada siswa.
Meskipun guru telah mengajarkan nilai-nilai karakter yang baik kepada siswa, kadangkala siswa tidak
menuruti atau tidak mematuhi nilai karakter tersebut. Contohnya :
5. Dll.
Orangtua mengutamakan waktu bersama dengan keluarga walaupun jam kerja padat
Bagi para guru, sebaiknya mulai menerapkan proses pembelajaran yang aktif dan
menyenangkan serta membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam suatu mata pelajaran.
Guru yang menjadi contoh dan panutan di sekolah juga harus dapat memberi contoh yang baik
kepada murid-muridnya, seperti berpakaian rapi, berkata sopan, disiplin, perhatian kepada murid
dan menjaga kebersihan.
Melakukan kegiatan-kegiatan rutin di sekolah, seperti setiap hari senin melakukan upacara
bendera, berdoa sebelum dan sesudah pelajaran, mengucap salam bila bertemu guru atau teman.
Mengkoreksi perbuatan yang kurang baik secara spontan, misalnya menegur ketika siswa
berteriak-teriak ketika proses pembelajaran berlangsung.
Memuji perbuatan yang baik , misalnya memperoleh nilai tinggi, membantu teman atu bahkan
memperoleh prestasi dibidang seni atau olahraga.
Sekolah sebaiknya mendukung program pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam
perwujudan misalnya toilet sekolah yang bersih, bak sampah terletak di berbagai tempat dan kondisi
sekolah yang bersih.
Kita sendiri sebagai pelajar, hendaknya dapat menyaring hal-hal yang baik menurut kita dan hal-
hal yang buruk bagi kita.
Memberi ruang kepercayaaan pada diri bahwa karakter yang tidak baik bisa diubah menjadi
karakter yang baik.
Antara siswa dengan guru sering berinteraksi,di dalam kelas maupun di luar kelas.
Dll.
Ada beberapa peristiwa yang tergolong penyimpangan karakter di negeri ini. Contoh kecil saja, di
zaman yang sudah modern ini banyak orang yang lupa beretika, lupa menjaga sopan santun, tak mau
saling tolong menolong, tak bertanggung jawab, tidak tahu batas-batas pergaulan dan masih banyak
lagi. Hal sekecil itu saja sudah tak terkendali, apalagi hal yang besar.
Realitanya, banyak makelar kasus, penggelapan pajak, korupsi, kejahatan yang dilakukan oleh
oknum-oknum tak bertanggung jawab dan yang amat sangat memprihatinkan adalah perilaku
remaja Indonesia yang masih berada di usia sekolah. Menurut survey, pada tahun 2008 yang
dilakukan di 33 provinsi di Indonesia sekitar 18.000 penduduk Indonesia terjangkit penyakit HIV dan
AIDS, 63% remaja melakukan hubungan seksual di luar nikah, 21% diantaranya melakukan aborsi
dan sekitar 3,2 juta penduduk Indonesia adalah pemakai narkoba dan 1,1 juta diantaranya adalah
pelajar tingkat SMP hingga mahasiswa. Keadaan inilah yang membuat keadaan negeri ini semakin
buruk.
2.13 Sebab-sebab penurunan moral
Orang tua merupakan orang yang paling dekat dengan anak sekaligus orang pertama yang
memberikan kasih sayang, bahkan ketika anak itu masih ada dalam kandungan.
Contohnya saja seorang ayah mengumandangkan adzan dengan lirih di telinga sang anak ketika ia
baru saja dilahirkan, itulah bekal awal untuk mengawali hidup dengan kebaikan. Sedangkan, ketika
sang anak hendak tidur, ibulah yang menenangkan atau membacakan dongeng untuknya.
Tidak hanya itu, ayah dan ibu juga mengajari putra putrinya berjalan, berbicara dan mulai
berkomunikasi dengan orang lain. Dengan begitulah, orang tua memberi bekal utama dalam
megendalikan anaknya untuk menjadi anak yang baik.
Namun, kenyataannya ada orang tua yang belum mengerti bagaimana cara mengasuh anak dengan
penuh cinta dan kasih sayang. Buktinya, ada saja orang tua yang menitipkan anaknya kepada babby
sitter atau pembantu rumah tangga.
Sehingga, anak tersebut mendapatkan pendampingan tumbuh dan berkembang bukan dari orang
tua yang sudah berkeahlian mengurus anak dan tidak pula orang tua itu menjadi pendamping
terindah ketika anaknya tumbuh. Ada saja alasan yang dijadikan para orang tua untuk memutuskan
menitipkan anak kepada babby sitter.
Salah satu alasan andalannya adalah karena harus mencari nafkah untuk membiayai anak itu,
padatnya jam kerja dan lain sebagainya. Seharusnya tidak begitu. Boleh saja bekerja, tanpa
melupakan tugas utama sebagai orang tua.
Ada pepatah bilang, bahwa segala sesuatu yang ditangani oleh orang yang bukan ahlinya, tunggulah
saat kehancurannya. Berarti harusnya para orang tua harus memiliki kemampuan dalam hal
mengurus anak.
Tidak hanya itu, bentuk perlakuan yang diterima anak dari orang tua dan lingkungan, menentukan
kualitas kepribadian seorang individu. Seseorang yang memiliki kepribadian lemah karena ia kurang
mendapat perhatian penuh dari orang tua, kurang rasa aman, sering dimanjakan.
Sebaliknya, seseorang yang memiliki kepribadian yang kuat karena ia telah mendapat perhatian
penuh dari orang tua, kehangatan jiwa dan pemberian pengalaman hidup dari orang tuanya.
Peran kedua sebagai seseorang yang mengembangkan karakter anak adalah guru.
Sebagai seorang guru, hendaknya memiliki kemampuan dalam mendidik siswanya terutama sering-
sering mengecek siswanya. Tidak hanya sekedar menghabiskan bab-bab pada buku pelajaran,
sekedar menyampaikan informasi atau mengejar target kurikulum
Menurut pengakuan salah satu siswa, ada sajaPenyakit guru yang dapat mempengaruhi proses
belajar mengajar di kelas, diantaranya :
3. Kurang disiplin
6. Kurang terampil
Peran ketiga adalah masyarakat atau tempat anak itu tinggal atau bermain atau bergaul. Anak bisa
terkontaminasi kebiasaan yang buruk akibat pengaruh luar. Sehingga, sedini mungkin orang tua
harus bisa menjaga anak-anaknya dari pengaruh luar yang negatif.
2.14.2 Banyak anak tidak memiliki sikap yang santun terhadap orang lain
2.14.5 Banyak terjadi pemberontakan yang dilakukan anak terhadap orang tuanya
2.14.6 Perubahan gaya hidup, mulai dari nilai-nilai agama, social dan budaya
2.15.1 Bagi pra orang tua, sebaiknya mulai sekarang belajar bagaimana mengasuh anak yang baik
dan benar dengan cara mengikuti parenting education
2.15.2 Lebih memperhatikan anak dan mendampingi anak dalam situasi apapun
2.15.3 Mengutamakan waktu bersama dengan keluarga walaupun jam kerja padat
2.15.4 Bagi para guru, sebaiknya mulai menerapkan proses pembelajaran yang aktif dan
menyenangkan serta membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam suatu mata pelajaran.
2.15.5 Guru yang menjadi contoh dan panutan di sekolah juga harus dapat memberi contoh yang
baik kepada murid-muridnya, seperti berpakaian rapi, berkata sopan, disiplin, perhatian kepada
murid dan menjaga kebersihan.
2.15.6 Melakukan kegiatan-kegiatan rutin di sekolah, seperti setiap hari senin melakukan upacar
bendera, berdoa sebelum dan sesudah pelajaran, mengucap salam bila bertemu guru atau teman
2.15.7 Mengkoreksi perbuatan yang kurang baik secara spontan, misalnya menegur ketika siswa
berteriak-teriak ketika proses pembelajaran berlangsung
2.15.8 Memuji perbuatan tepuji, misalnya memperoleh nilai tinggi, membantu teman atu bahkan
memperoleh prestasi dibidang seni atau olahraga
2.15.9 Sekolah sebaiknya mendukung program pendidikan budaya ddan karakter bangsa dalam
perwujudan misalnya toilet sekolah yang bersih, bak sampah terletak di berbagai tempat dan kondisi
sekolah yang bersih
2.15.10 Kita sendiri sebagai pelajar, hendaknya dapat menyaring hal-hal yang baik menurut kita dan
hal-hal yang buruk bagi kita
Sebuah penelitian yang sangat mengejutkan yang menyangkut kecerdasan seseorang dalam meraih
kesuksesan pernah dikemukakan oleh pakar kelas dunia, Daniel Goleman yang menyatakan bahwa
80% kesuksesan seseorang ditentukan oleh kecerdasan emosinya (emotional quotient=eq),
sedangkan 20% ditentukan oleh IQnya. Disinilah pembentukan karakter itu sangat berperan untuk
meraih kesuksesan. Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter dapat dijadikan obat agar
terjadi peningkatan prestasi akademik pada siswa
Keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui melalui pencapaian indikator oleh
peserta didik sebagaimana tercantum dalam Standar Kompetensi Lulusan SMP, yang antara lain
meliputisebagai berikut:
Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja
Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup
nasional.
Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis,
kritis,dankreatif.
Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang dengan baik.
Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat;
Pada tataran sekolah, kriteria pencapaian pendidikan karakter adalah terbentuknya budaya sekolah,
yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga
sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah harus berlandaskan nilai-nilai tersebut.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di
sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik
secara utuh, terpadu, dan seimbang.
Bila pendidikan karakter telah mencapai keberhasilan, tidak diragukan lagi kalau masa depan bangsa
Indonesia ini akan mengalami perubahan menuju kejayaan. Dan bila pendidikan karakter ini
mengalami kegagalan sudah pasti dampaknya akan sangat besar bagi bangsa ini, negara kita akan
semakin ketinggalan dari negara-negara lain.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.google.com/#q=karya+ilmiah+karakter+pelajar
https://winniwidyaputri.wordpress.com/2013/02/26/contoh-karya-tulis-sederhana-pendidikan-
karakter/
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/08/20/pendidikan-karakter-di-smp/
http://belajarpsikologi.com/pengertian-pendidikan-karakter/
file:///C:/Users/Mr.%20Rudy%20W/Documents/aiu%20de%20cessa/data/contoh%20karya%20ilmia
h%20yang%20baik%20dan%20benar%20_%20ilmu%20pengetahuan.html
http://pipitmasihtk.blogspot.com/2012/11/mendidik-dan-menumbuhkan-manusia.html
http://dhisaro.blogspot.com/2014/03/karya-ilmiah-pendidikan-berkarakter.html
http://www.pendidikankarakter.com/peran-pendidikan-karakter-dalam-melengkapi-kepribadian/
http://www.pendidikankarakter.com/kurikulum-pendidikan-karakter/
Wurianto, Arif Budi. 2010. Pendidikan Karakter ( Character Building). Jakarta : Erlangga
Zuriah, Nurul. 2007. Pendidikan Moral & Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Kartu Lipat
Majalah
Mozaik
Bilah Sisi
Cuplikan
Kronologis
1.
SEP
27
Di susun oleh :
NIM : E1D112014
Kelas : 2A
Kata pengantar
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karna berkat limpahan rahamat dan
karuniaNya saya dapat menyelesaikan tugas akhir mata pelajaran PP ( Pengantar Pendidikan )
dengan judul PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH .
Di harapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita tentang masalah dalam
pendidikan karakter,pentingnya pendidikan karakter dan tujuan pendidikan karakter.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekuranagan sehingga di butuhkan kritik
dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan makalah ini.
A. Permaslahan
B.Pembahasan
Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu,
kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku
pendidikan. (Soekidjo Notoatmodjo. 2003 : 16)
Dan Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang
dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara,
perbuatan mendidik. (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2002 : 263)
Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti to mark atau menandai dan memfokuskan
bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang
yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek.
Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Dekdiknas adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi
pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak. Adapun berkarakter, adalah
berkepribadian, berperilaku, bersifat, dan berwatak.
Karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah asli
dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut, serta merupakan mesin yang
mendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap, berucap, dan merespon sesuatu (Kertajaya,
2010) Sedangkan menurut Suyanto Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri
khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa,
maupun negara.(Suyanto.2009) Karakter adalah keutuhan seluruh perilaku psikis hasil pengaruh
faktor endogen (genetik) dan faktor eksogen (lingkungan) yang terdapat dalam diri individu yang
membedakan individu yang satu dengan yang lainnya( Semiawan.2010).
Pendidikan karakter adalah usaha sadar dan terencana dalam menanamkan nila-nilai sehingga
terinternalisasi dalam diri peserta didik yang mendorong dan mewujud dalam perilaku dan sikap
yang baik, sedangkan menurut Lickona T adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu
seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang
inti.(Lickona.2009)
Pendidikan karakter, tanpa ataupun telah kita sadari mutlak diperlukan di segala bidang aspek
kehidupan. Mulai di keluarga, lingkungan social, sekolah bahkan hingga perguruan tinggi. Tidak
terkecuali di dalam sekolah bisnis. Pendidikan karakter tidak hanya diperlukan bagi anak usia dini
hingga remaja, tapi juga sangat diperlukan bagi usia dewasa. Terutama untuk kelangsungan hidup
bangsa ini.
Karakter yang juga identik dengan kemampuan soft skill merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang
berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan
kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan
norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat. Banyak sekali penelitian yang
mengatakan bahwa kesuksesan seseorang tidak hanya ditentukan oleh hard skill saja, tapi juga
ditentukan oleh soft skill. Dan ini memegang peranan yang sangat besar.
Banyaknya perilaku menyimpang yang dilakukan oleh siswa baik tingkat sekolah dasar maupun di
perguruan tinggi membuat pendidikan karakter menjadi hal yang sangat penting untuk
dilakukan.Pendidikan karakter merupakan sebuah proses yang panjang yang harus dilakukan sejak
anak usia dini terutama pada saat anak duduk di tingkat Playgroup atau TK.
sekolah adalah sebuah lembaga yang di rancang untuk pengajaran siswa atau murid dibawah
pengawasan Guru. Sekolah juga merupakan tempat menerima dan menberi pelajaran.
Pendidikan karakter di sekolah adalah sistem penanaman karakter kepada warga sekolah yang
meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-
nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai the deliberate use of all dimensions of
school life to foster optimal character development. Dalam pendidikan karakter sekolah, semua
komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu
sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata
pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan
sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu,
pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan
pendidikan harus berkarakter. Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan
kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut
didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam
masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-
kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena
itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat
meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan
intensitas dan kualitas pendidikan karakter
Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan
pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan
pendapat di antara mereka tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan
pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral
yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif,
pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan
penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri
peserta didik.
C. Kesimpulan
Pendidikan karakter di sekolah,merupakan pendidikan budi pekerti plus, yang melibatkan aspek
pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action)
D. Daftar pustaka
Pusat Bahasa dediknas. Membangun Karakter Bangsa Indonesia melalui Kursus dan Pelatihan..
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu system yang teratur dan mengemban misi yang cukup luas yaitu
segala sesuatu yang bertalian dg perkembangan fisik, kesehatan, keterampilan, pikiran, perasaan,
kemauan, sosial sampai kepada masalah kepercayaan atau keimanan. Hal ini menunjukkan bahwa
sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal mempunyai suatu muatan beban yang cukup
berat dalam melaksanakan misi pendidikan tersebut. Lebih-lebih kalau dikaitkan dengan pesatnya
perubahan zaman dewasa ini yang sangat berpengaruh terhadap anak-anak didik dalam berfikir,
bersikap dan berperilaku, khususnya terhadap mereka yang masih dalam tahap perkembangan
dalam transisi yang mencari identitas diri.[1]
Dalam kaitaannya dengan pendidikan karakter, bangsa Indonesia sangat memerlukan SDM (sumber
daya manusia) yang besar dan bermutu untuk mendukung terlaksananya program pembangunan
dengan baik. Disinilah dibutuhkan pendidikan yang berkualitas, yang dapat mendukung tercapainya
cita-cita bangsa dalam memiliki sumber daya yang bermutu, dan dalam membahas tentang
SDM yang berkualitas serta hubungannya dengan pendidikan, maka yang dinilai pertama kali adalah
seberapa tinggi nilai yang sering diperolehnya, dengan kata lain kualitas diukur dengan angka-angka,
sehingga tidak mengherankan apabila dalam rangka mengejar target yang ditetapkan sebuah
lembaga pendidikan terkadang melakukan kecurangan dan manipulasi.
Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang
menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang,
termasuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) harus diselenggarakan secara sistematis guna
mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik
sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat.
Ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan
teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill).
Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan
sisanya 80 persen olehsoft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan
lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu
pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan.
Pendidikan yang sangat dibutuhkan saat ini adalah pendidikan yang dapat mengintegrasikan
pendidikan karakter dengan pendidikan yang dapat mengoptimalkan perkembangan seluruh dimensi
anak (kognitif, fisik, sosial-emosi, kreativitas, dan spiritual). Pendidikan dengan model pendidikan
seperti ini berorientasi pada pembentukan anak sebagai manusia yang utuh. Kualitas anak didik
menjadi unggul tidak hanya dalam aspek kognitif, namun juga dalam karakternya. Anak yang unggul
dalam karakter akan mampu menghadapi segala persoalan dan tantangan dalam hidupnya. Ia juga
akan menjadi seseorang yang lifelong learner. Pada saat menentukan metode pembelajaran yang
utama adalah menetukan kemampuan apa yang akan diubah dari anak setelah menjalani
pembelajaran tersebut dari sisi karakterya. Apabila kita ingin mewujudkan karakter tersebut dalam
kehidupan sehari-hari, maka sudah menjadikan kewajiban bagi kita untuk membentuk pendidik
sukses dalam pendidikan dan pengajarannya.
B. Rumusan Masalah
Dengan latar belakang diatas penulis merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
PEMBAHASAN
Karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah, bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti,
perilaku, personalitas, sifat tabiat, temperamen dan watak, sementara itu, yang disebut dengan
berkarakter ialah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat dan berwatak sedangkan
pendidikan dalam arti sederhana sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina,
kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa,
diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap,
perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya,
dan adat istiadat. Dalam perkembangannya , istilah pendidikan atau paedagogie, berarti bimbingan
atau pertolongan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Selanjutnya
pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan seseorang atau kelompok lain agar menjadi
dewasa untuk mencapai tingkat hidup atau penghidupam lebih tinggi dalam arti mental.[2]
Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie, berarti bimbingan atau pertolongan
dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Selanjutnya pendidikan diartikan
sebagai usaha yang dijalankan seseorang atau kelompok lain agar menjadi dewasa untuk mencapai
tingkat hidup atau penghidupam lebih tinggi dalam arti mental.[3] Sedangkan karakter menurut
Pusat Bahasa Depdiknas, adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas,
sifat tabiat, temperamen dan watak, sementara itu, yang disebut dengan berkarakter ialah
berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat dan berwatak.
Pendidikan karakter menurut Thomas Lickona (1991)[4] adalah pendidikan untuk membentuk
kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata
seserorang yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain,
kerja keras, dan sebagainya.
Definisi pendidikan karakter selanjutnya dikemukakan oleh elkind dan sweet (2004).
Character education is the deliberate esffort to help people understand, care about, and act upon
caore ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear
that we want them to be able tu judge what is right, care deeply about what is right, and then do
what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from
within[5]
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang
mampu memperngaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik.
Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru bebicara atau menyampaikan
materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tenting pentingnya upaya peningkatan
pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan
pendapat diantara mereka tentang pendekatan dari modus pendidikannya. Berhubungan dengan
pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral
yang dikembangkan di Negara-negara barat, seperti : pendekatan perkembangan moral kognitif,
pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan
penggunaan pendekatan tradisional, yaitu melalui penanaman nilai-nilai social tertentu.
Berdasarkan grand desain yang dikembangkan kemendiknas, secara psikologis social cultural
pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia
(kognitif, afektif, konatif dan psikomotorik) dari konteks interaksi social cultural (dalam keluarga,
sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat.
Konfigurasi karakter dalam kontek totalitas proses psikologis dan social cultural tersebut dapat
dikelompokan dalam: olah hati, olah piker, olah raga dan kinestetik, serta olah rasa dan karsa,
keempat hal tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, bahkan saling melengkapi dan saling
keterkaitan.
Pengkategorikan nilai didasarkan pada pertimbangan bahwa pada hakikatnya perilaku seseorang
yang berkarakter merupakan perwujudan fungsi toalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi
individu manusia (kognitif, afekti dan psikomotorik) dan fungsi totalitas social-kultural dalam konteks
interaksi (dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat
Tugas pendidik di semua jenjang pendidikan tidak terbatas pada pemenuhan otak anak dengan
berbagai ilmu pengetahuan. Pendidik selayaknya mengajarkan pendidikan menyeluruh yang
memasukkan beberapa aspek akidah dan tata moral. Oleh karenanya, pendidik harus mampu
menjadikan perkataan dan tingkah laku anak didiknya di kelas menjadi baik yang pada akhirnya nanti
akan tertanam pendidikan karakter yang baik dikelak kemudian hari.
Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Usia dini merupakan masa kritis
bagi pembentukkan karakter seseorang. Banyak pakar mengatakan bahwa kegagalan penanaman
karakter pada seseorang sejak usia dini, akan membentuk pribadi yang bermasalah di masa
dewasanya kelak. Selain itu, menanamkan moral kepada anak adalah usaha yang strategis.
Permasalahan serius yang tengah dihadapi bangsa Indonesia adalah sistem pendidikan yang ada
sekarang ini terlalu berorientasi pada pengembangan otak kiri (kognitif) dan kurang memperhatikan
pengembangan otak kanan (afektif, empati, dan rasa). Proses belajar juga berlangsung secara pasif
dan kaku sehingga menjadi tidak menyenangkan bagi anak. Mata pelajaran yang berkaitan dengan
pendidikan karakter (seperti budi pekerti dan agama) ternyata pada prakteknya lebih menekankan
pada aspek otak kiri (hafalan, atau hanya sekedar tahu). Semuanya ini telah membunuh karakter
anak sehingga menjadi tidak kreatif. Padahal, pembentukan karakter harus dilakukan secara
sistematis dan berkesinambungan melibatkan aspek knowledge, feeling, loving, dan acting.
Pembentukan karakter dapat diibaratkan sebagai pembentukan seseorang menjadi body builder
(binaragawan) yang memerlukan latihan otot-otot akhlak secara terus-menerus agar menjadi kokoh
dan kuat. Selain itu keberhasilan pendidikan karakter ini juga harus ditunjang dengan usaha
memberikan lingkungan pendidikan dan sosialisasi yang baik dan menyenangkan bagi anak.
Dengan demikian, pendidikan yang sangat dibutuhkan saat ini adalah pendidikan yang dapat
mengintegrasikan pendidikan karakter dengan pendidikan yang dapat mengoptimalkan
perkembangan seluruh dimensi anak (kognitif, fisik, sosial-emosi, kreativitas, dan spiritual).
Pendidikan dengan model pendidikan seperti ini berorientasi pada pembentukan anak sebagai
manusia yang utuh. Kualitas anak didik menjadi unggul tidak hanya dalam aspek kognitif, namun
juga dalam karakternya. Anak yang unggul dalam karakter akan mampu menghadapi segala
persoalan dan tantangan dalam hidupnya. Ia juga akan menjadi seseorang yang lifelong learner.
Pada saat menentukan metode pembelajaran yang utama adalah menetukan kemampuan apa yang
akan diubah dari anak setelah menjalani pembelajaran tersebut dari sisi karakterya. Apabila kita
ingin mewujudkan karakter tersebut dalam kehidupan sehari-hari, maka sudah menjadikan
kewajiban bagi kita untuk membentuk pendidik sukses dalam pendidikan dan pengajarannya
Dalam TAP MPR No. II/MPR/1993, disebutkan bahwa pendidikan bertujuan meningkatkan kualitas
manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
berbudi pekerti luhur, berkepribadian mandiri, maju, tanggunh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin,
beretos kerja profesional, serta sehat jasmani rohani.
Berangkat dari hal tersebut diatas, secara formal upaya menyiapkan kondisi, sarana/prasarana,
kegiatan, pendidikan, dan kurikulum yang mengarah kepada pembentukan watak dan budi pekerti
generasi muda bangsa memiliki landasan yuridis yang kuat. Namun, sinyal tersebut baru disadari
ketika terjadi krisis akhlak yang menerpa semua lapisan masyarakat. Tidak terkecuali juga pada anak-
anak usia sekolah. Untuk mencegah lebih parahnya krisis akhlak, kini upaya tersebut mulai dirintis
melalui Pendidikan Karakter bangsa.
Dalam pemberian Pendidikan Karakter bangsa di sekolah, para pakar berbeda pendapat. Setidaknya
ada tiga pendapat yang berkembang. Pertama, bahwa Pendidikan Karakter bangsa diberikan berdiri
sendiri sebagai suatu mata pelajaran. Pendapat kedua, Pendidikan Karakter bangsa diberikan secara
terintegrasi dalam mata pelajaran PKN, pendidikan agama, dan mata pelajaran lain yang relevan.
Pendapat ketiga, Pendidikan Karakter bangsa terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran.
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di
sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik
secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter
diharapkan peserta didik SMP mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan
pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan
akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Pendidikan karakter pada tingkatan
institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku,
tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan
masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra
sekolah tersebut di mata masyarakat luas.
a. Versi Pemerintah
Pendidikan memiliki tujuan yang sangat mulia bagi kehidupan manusia. Dan berkaitan dengan
pentingnya diselenggarakan pendidikan karakter disemua lembaga formal. Menrut Presiden republic
Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, sedikitnya ada lima dasar yang menjadi tujuan dari perlunya
menyelenggarakan pendidikan karakter. Kelima tujuan tersebut adalah sebagai berikut:
Persoalan moral merupakan masalah serius yang menimpa bangsa Indonesia. Setiap saat,
masyarakat dihadapkan pada kenyataan merebaknya dekadensi moral yang menimpa kaum remaja,
pelajar, masyarakat pada umumnya , bahkan para pejabat pemerintah.
Ciri yang paling kentara tentang terjadinya dekadensi moral di tengah-tengah masyarakat antara
lain merebaknya aksi-aksi kekerasan, tawuran massa, pembunuhan, pemerkosaan, perilaku yang
menjurus pada pornografi dsb. Dalam dunia pemerintahan, fenomena dekadensi moral juga tidak
kalah santernya, misalnya perilaku ketidakjujuran, korupsi dan tindakan-tindakan manipulasi lainnya.
Problem moral seperti ini jelas meresahkan semua kalangan. Ironisnya, maraknya aksi-aksi tidak
bermoral tersebut justru banyak dilakukakan oleh kalangan terdidik. Dan, hal itu terjadi saat bangsa
Indonesia sudah memiliki ribuan lembaga pendidikan yang tersebar di berbagai tempat. Maka, tidak
heran bila banyak para pegawai yang mempertanyakan fungsi lembaga pendidikan jika sekedar
mengutamakan nilai, namun mengabaikan etika dan moral.
Dengan demikian bisa dipahami jika tuntutan diselenggarakannya pendidikan karakter semakin
santer dibicarakan dengan tujuan agar generasi masa depa menjadi sosok manusia yang berkarakter,
yang mampu berperilaku positif dalam segala hal.
Pendidikan karakter tidak hanya bertujuan membentuk manusia Indonesia yang bermoral, beretika
dan berakhlak, melainkan juga membentuk manusia yang cerds dan rasional, mengambil keputusan
yang tepat, serta cerdas dalam memanfaatkan potensi yang dimilikinya. Kecerdasan dalam
memanfaakan potensi diri dan bersikap rasional merupakan cirri orang yang berkepribadian dan
berkarakter. Inilah yang dibutuhkan bangsa Indonesia saat ini, yakni tatanan masyarakat yang
cerdas dan rasional.
Berbagai tindakan destruktif dan tidak moral dan sering kali dilakukan oleh masyarakat Indonesia
belakangan ini menunjukkan adanya kecenderungan bahwa masyarakat sudah tidak
memoerdulikan lagi rasional dan dan kecerdasan mereka dalam bertindak dan mengambil
keputusan. Akibatnya, mereka seringkali terjerumus ke dalam perilaku yang cenderung merusak,
baik merusak lingkungan maupun diri sendiri, terutama karakter dan kepribadian.
Upaya yang perlu dilakukan agar masyarakat mampu memanfaatkan kecerdasan dan rasionalitas
dalam bertindak adalah menanamkan nilai-nilai kepribadian tersebut pada generasi masa depan
sejak dini. Para peserta didik merupakan harapan kita. Oleh karena itu, mereka harus dibekali
pendidikan karakter sejak sekarang agar generasi masa depan indonesi tidak lagi menjadi generasi
yang irasional dan tak berkarakter.
Saat ini, sikap kurang bekerja keras dan tidak kreatif merupakan masalah yang
menyebabkan bangsa Indonesia jauh tertinggal dari Negara-negara lain. Padahal, setiap tahun,
lembaga pendidikan sudah meluluskan ribuan peserta didik dengan rata-rata nilai yang tinggi. Dari
sinilah timbul suatu pertanyaan, mengapa tidak ada korelasi yang jelas antara tingginya nilai yang
diperoleh peserta didik dengan sikap keatif, inovatif, dan kerja keras, sehingga bangsa Indonesia
tetap jauh tertinggal dalamkancah internasional?
Disisi lain, kita juga sering menemukan fakta bahwa tidak sedikit orang Indonesia yang cerdas
sekaligus memiliki potensi dan kreatif, namun mereka justru tidak dimanfaatkan oleh pemerintah.
Hidup mereka terpinggirkan dan tersisihkan. Potensi mereka terbuang percuma, sehingga nilai-nilai
pendidikan yang mereka peroleh seakan tidak berguna sama sekali. Tak hanya itu , pemerintah juga
seolah-olah lebih mementingkan partisipasi politik untuk ditetapkan pada pos-pos tertentu. Dengan
demikian, yang menjadi pertimbangan pemerintah adalah kader politk, bukan sosok yang benar
berkualitas dan berkompeten secara moral dan intelektual. Nah dengan adanya pendidikan
karakter, diharapkan para peserta didik dan generasi mudah kita memiliki semangat juang yang
besar, serta bersedia bekerja keras sekaligus inovatif dalam mengelolah potensi mereka. Sehingga
mereka dapat menjadi bibibibit manusia yang unggul pada masa depan.
Sikap optimis dan percaya diri merupakan sikap yang harus ditanamkan kepada peserta didik sejak
dini. Kurangnya sikap optimis dan percaya diri menjadi factor yang menjadikan bangsa Indonesia
kehilangan semangat utuk dapat bersaing menciptakan kemajuan disegala bidang. Pada masa
depan, tentu saja kita akan semakin membutuhkan sosok-sosok yang selalu optimis dan penuh
percaya diri dalam menghadapi berbagai situasi. Dan, hal itu terwujud apabila tidak ada upaya untuk
menanamkan kedua sikap tersebut kepada generasi penerus sejak dini.
Penyelenggaraan pendidikan karakter merupakan salah satu langkah yang sangat tepat untuk
membentuk kepribadian peserta didik menjadi pribadi yang optimis dan percaya diri. Sejak sekarang,
peserta didik tidak hanya diarahkan untuk sekedar mengejar nilai namun juga membekalinya dengan
wawasan mengenai cara berperilaku di tengah-tengah lingkungan, keluarga dan masyarakat
Salah satu prinsip yang dimiliki konsep pendidikan karakter adalah terbinanya sikap cinta tanah air.
Hal yang paling inti dari sikap ini adalah kerelaan untuk berjuang, berkorban serta kesiapan diri
dalam memberikan bantuan kepada pihak-pihak yang membutuhkan. Harus kita akui bahwa sikap
tolong-menolong dan semangat juang untuk saling meberikan bantuan sudah semakin luntur dari
kehidupan masyarakat. Sikap kepedulian yang semula merupakan hal yang paling kita banggakan
sepertinya sudah tergantikan dengan tumbuh sumburnya sikap-sikap individualis dan egois.
Kepekaan social pun sudah berada pada taraf yang meprihatinkan. Maka tidak heran bila setiap saat
kita menyaksikan masalah-masalah social yang terjadi di lingkungan kita , yang salah satu factor
penyebabnya adalah terkikisnya rasa kepedulian satu sama lain.
Maka, disinilah pentingnya pendidikan karakter supaya peserta didik benar-benar menyadari bahwa
ilmu yang diperoleh harus dimanfaatkan untuk kepentingan banyak orang
b. Versi Pengamat
Berikut ini ada pendapat beberapa ahli mengenai tujuan pendidikan Karakter;
Sahrudin dan Sri Iriani berpendapat bahwa pendidikan karakter bertujuan membentuk
masyarakat yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergorong royong,
berjiwa patriotic, berkembang dinamis, serta berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi, yang
semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa sekaligus berdasarkan
Pancasila
Fungsi dan tujuan pendidikan karakter itu sendiri itu dicapai apabila pendidikan karakter dilakukan
secara benar dan menggunakan media yang tepat.
Tugas pendidik di semua jenjang pendidikan tidak terbatas pada pemenuhan otak anak dengan
berbagai ilmu pengetahuan. Pendidik selayaknya mengajarkan pendidikan menyeluruh yang
memasukkan beberapa aspek akidah dan tata moral. Oleh karenanya, pendidik harus mampu
menjadikan perkataan dan tingkah laku anak didiknya di kelas menjadi baik yang pada akhirnya nanti
akan tertanam pendidikan karakter yang baik dikelak kemudian hari.
Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Usia dini merupakan masa kritis
bagi pembentukkan karakter seseorang. Banyak pakar mengatakan bahwa kegagalan penanaman
karakter pada seseorang sejak usia dini, akan membentuk pribadi yang bermasalah di masa
dewasanya kelak. Selain itu, menanamkan moral kepada anak adalah usaha yang strategis
Masalah serius yang tengah dihadapi bangsa Indonesia adalah sistem pendidikan yang ada sekarang
ini terlalu berorientasi pada pengembangan otak kiri (kognitif) dan kurang memperhatikan
pengembangan otak kanan (afektif, empati, dan rasa). Proses belajar juga berlangsung secara pasif
dan kaku sehingga menjadi tidak menyenangkan bagi anak. Mata pelajaran yang berkaitan dengan
pendidikan karakter (seperti budi pekerti dan agama) ternyata pada prakteknya lebih menekankan
pada aspek otak kiri (hafalan, atau hanya sekedar tahu). Semuanya ini telah membunuh karakter
anak sehingga menjadi tidak kreatif. Padahal, pembentukan karakter harus dilakukan secara
sistematis dan berkesinambungan melibatkan aspek knowledge, feeling, loving, dan acting.
Pada saat menentukan metode pembelajaran yang utama adalah menetukan kemampuan apa yang
akan diubah dari anak setelah menjalani pembelajaran tersebut dari sisi karakterya. Apabila kita
ingin mewujudkan karakter tersebut dalam kehidupan sehari-hari, maka sudah menjadikan
kewajiban bagi kita untuk membentuk pendidik sukses dalam pendidikan dan pengajarannya
Keteraturan interior dimana setiap tindakan diukur berdasarkan herarki nilai. Maka nilai
menjadi pedoman yang bersifat normative dalam setiap tindakan
Koherensi yang member keberanian membuat seseorang teguh ada prinsip, dan tidak mudah
terombang ambing pada situasi baru atau takut resiko. Koherensi merupakan dasar yang
membangun rasa percaya satu sama lain. Tidak adanya koherensi dapat meruntuhkan kredibilitas
seseorang.
Otonomi. Disana seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai
bagi pribadi. Ini dapat dilihat dari penilaian atas keputusan pribadi tanpa terpengaruh desakan pihak
lain.
Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna menginginkan
apapun yang di pandang baik. Dan kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan atas komitmen
yang dipilih.
Lebih lanjut Madjid[7] menyebutkan bahwa kematangan keempat karakter tersebut diatas,
memungkinkan seseorang melewati tahap individualitas menuju profesionalitas. Orang-orang
modern sering mencampur adukan antara individualitas menuju personalitas, antara aku alami dan
aku rohani, antara indepedensi eksterior dan interior. Karakter inilah yang menentukan performa
seseorang dalam segala tindakannya.
Kemudian Rosworth Kidder dalam how Good People Make Tough Choices (1995)[8]yang dikutip
oleh Majid (2010)[9] menyampaikan tujuan kualitas yang diperlukan dalam pendidikan karakter.
Embedded, integrasikan seluruh nilai ke dalam kurikulum dan seluruh rangkaian proses
pembelajaran.
Epistemological, harus ada koherensi antara cara berpikir makna etik dengan upaya yang
dilakukan untuk membantu peserta didik menerapkannya secara benar.
Evaluative, menurut Kidder[10] terdapat lima hal yang harus diwujudkan dengan menilai
manusia berkarakter, (a) diawali dengan kesadaran etik; (b) adanya kesadaran diri untk berpikir dan
membuat keputusan tentang etik; (c) mempunyai kapasitas untuk menampilkan kepercayaan diri
secara praktis dalam kehidupan; (d) mempunyai kapasitas dalam menggunakan pengalaman praktis
terhadap sebuah komunitas; (e) mempunyai kapasitas untuk menjadi agen perubahan (agent of
change) dalam merealisasikan ide-ide etik dan menciptakan suasana yang berbeda.
Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter
Pendidikan di sekolah akan berjalan lancar, jika dalam pelaksanaannya memperhatikan beberapa
prinsip pendidikan karakter. Kemendiknas memberikan beberapa rekomendasi prinsip untuk
mewujudkan pendidikan karakter yang efektif sebagai berikut;
Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk mebangun karakter.
Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukan perilaku yang baik;
Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai
semua peserta didik, membangun karakter mereka, dan membantu mereka untuk sukses.
Memfungsikan seluruh staf seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi
tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai dasar yang sama.
Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif
pendidikan karakter.
Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun
karakter.
Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter, dan manifestasi
karakter positif dalam kehidupan peserta didik.
Pendidikan karakter disekolah harus dilaksanakan secara berkelanjutan (kontinuitas). Hal ini
mengandung arti bahwa proses pengembangan nilai-nilai karakter merupakan proses yang panjang,
mulai sejak awal peserta didik masuk sekolah hingga mereka lulus sekolah pada suatu satuan
pendidikan.
Proses pendidikan dilakukan peserta didik dengan secara aktif (active learning) dan
menyenangkan (enjoy full learning). Proses ini menunjukkan bahwa proses pendidikan karakter
dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru. Sedangkan guru menerapkan tutwuri handayani
dalam setiap perilaku yang ditunjukan agama.
Sebagaimana halnya dunia pendidikan pada umumnya, pendidikan yang mensyaratkan keterlibatan
banyak pihak di dalamnya. Kita tidak bisa menyerahkan tugas pengajaran, terutama dalam rangka
mengembangkan karakter peserta didik, hanya semata-mata kepada guru. Sebab, setiap peserta
didik memiliki latar belakang yang berbeda, yang ikut menentukan kepribadian dan karakternya.
Oleh karena itu, guru, orang tua maupun masyarakat seharusnya memiliki keterlibatan, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Selain itu ada beberapa komponen yang perlu diperhatikan dalam rangka menjalankan pendidikan
karakter diantaranya sebagai berikut;
a. Partisipasi Masyarakat
Dalam hal ini, masyarakat meliputi tenaga pendidik, orangtua, anggota masyarakat, dan peserta
didik itu sendiri, semua komponen itu hendaknya dapat bekerja sama dan membantu memberikan
masukan, terutama mengenai langkah-langkah penanaman karakter bagi peserta didik.
Oleh sebab itu, setiap sekolah yang akan menerapkan pendidikan karakter bagi peserta didiknya
harus memiliki badan khusus yang dibentuk sebagai sarana komunikasi antara peserta didik, tenaga
pendidik, orangtua dan masyarakat. Badan ini bertugas membicarakan konsep dan nilai-nilai yang
diperlukan untuk mendidik karakter peserta didik.
b. Kebijakan Pendidikan
Meskipun pendidikan karakter lebih mengedepankan aspek moral dan tingkah laku, namun bukan
berarti sama sekali tidak menetapkan kebijakan-kebijakan. Sebagaimana dalam dunia formal pada
umunnya. Sekolah tetap menetapkan landasan filosofi yang tepat dalam membuat pendidikan
karakter, serta menentukkan dan menetapkan tujuan, visi dan misi, maupun beberapa kebijakan
lainnya, hal ini bisa dilakukan dengan mengadopsi kebijakan pendidikan formal atau kebijakan baru.
c. Kesepakatan
d. Kurikulum Terpadu
Agar tujuan penerapan karakter dapat berjalan secara maksimal, sekolah perlu membuat kurikulum
terpadu di semua tingkatan kelas. Sebab, setiap peserta didik memiliki hak yang sama untuk
mendapatkan materi mengenai pengembangan karakter. Oleh karena itu, meskipun pendidikan
karakter perlu diperkenalkan sejak dini, namun bukan berarti tidak berlaku bagi peserta didik yang
sudah dewasa. Dan, salah satu cara penerapannya adalah pemberlakuan kurikulum terpadu dengan
semua mata pelajaran.
e. Pengalaman Pembelajaran
Pendidikan karakter sebenarnya lebih menitik beratkan pada pengalaman daripada sekedar
pemahaman. Oleh karena itu, melibatkan peserta didik dalam berbagai aktivitas positif dapat
membantunya mengenal dan mempelajari kenyataan yang dihadapi
Pelayanan yang baik oleh seorang guru berupa kerja sama, pendampingan, dan pengarahan optimal,
yang merupakan komponen yang perlu diberlakukan secara nyata. Sebab, hal itu akan memberikan
kesan positif bagi peserta didik dan mempengaruhi cara berpikirnya sekaligus karakternya
f. Evaluasi
Guru perlu melakukan evaluasi sejauh mana keberhasilan pendidikan karakter yang sudah
diterapkan .evaluasi dilakukan tidak dalam ragka mendapatkan nilai, melainkan mengetahui sejauh
mana peserta didik mengalami perilaku di bandingkan sebelumnya.
Dalam hal ini, guru harus mengapresiasi setiap aktivitas kebaikan yang dilakukan peserta didik,
kemudian memberinya penjelasan mengenai akibat aktivitas tersebut dalam pengembangan
karakternya.
Untuk mendukung keberhasilan, pihak sekolah hendaknya meminta orangtua peserta didik untuk
ikut terlibat memberikan pengajaran karakter ketika peserta didik berada di rumah. Bahkan, sekolah
perlu memberikan gambaran umum tentang prinsip-prinsip yang diterapkan disekolah dan dirumah,
seperti aspek kejujuran, dan lain sebagainya.
Tanpa melibatkan peran orangtua di rumah, berarti sekolah akan tetap kesulitan menerapkan
pendidikan karakter terhadap peserta didik. Sebab, interaksinya justru lebih banyak di habiskan
dirumah bersama keluarga.
h. Pengembangan Staf
Perlu disediakan waktu pelatihan dan pengembangan bagi para staf di sekolah sehingga mereka
dapat membuat dan melaksanakan pendidikan karakter secara berkelanjutan. Hal itu termasuk
waktu untuk diskusi dan pemahaman dari proses dan program, serta demi menciptakan pelajaran
dan kurikulum selanjutnya. Perlu di ingat bahwa semua pihak disekolah merupakan sarana yng perlu
dimanfaatkan untuk membantu menjalankan pendidikan karakter
i. Program
Program kependidikan karakter harus dipertahankan dan diperbaharui melalui pelaksanaan dengan
perhatian khusus pada tingkat komitmen yang tinggi dari atas, dana yang memadai, dukungan untuk
koordinasi distrik staf yang berkualitas tinggi, pengembangan profesional berkelanjutan dan
jaringan, serta dukungan system bagi guru yang melaksanakan program tersebut
Pijakan utama yang harus dijadikan sebagai landasan dalam menerapkan pendidikan karakter ialah
nilai moral universal yang dapat digali dari agama. Meskipun demikian, ada beberapa nilai karakter
dasar yang disepakati oleh para pakar untuk diajarkan kepada peserta didik. Yakni rasa cinta kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan ciptaany-Nya, tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang,
peduli, mampu bekerjasama, percaya diri, kreatif,mau bekerja keras, pantang menyerah, adil, serta
memiliki sikap kepemimpinan, baik, rendah hati, toleransi, cinta damai dan cinta persatuan. Dengan
ungkapan lain dalam upaya menerapkan pendidikan karakter guru harus berusaha menumbuhkan
nilai-nilai tersebut melalui spirit keteladanan yang nyata, bukan sekedar pengajaran dan wacana.
Beberapa pendapat lain menyatakan bahwa nilai-nilai karakter dasar yang harus diajarkan kepada
peserta didik sejak dini adalah sifat dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur,
tanggung jawab, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil dan punya integritas.
Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah hendaknya berpijak pada
nilai-nilai karakter tersebut, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak
atau tinggi (yang bersifat tidak absolute atau relative), yang sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan
lingkungan sekolah itu sendiri.
Dimensi-dimensi yang termasuk dalam moral knowing yang akan mengisi ranah kognitif adalah
kesadaran moral ( moral awareness), pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral values),
penentuan sudut pandang (perspective taking), logika moral (moral reasoning), keberanian
mengambil sikap (decision making), dan pengenalan diri (self knowledge). Moral feeling merupakan
penguatan aspek emosi peserta didik untuk menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan
dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh peserta didik, yaitu kesadaran akan jati diri (
Conscience), percaya diri (self asteem), kepekaan terhadap derita orang lain (empathy), kerendahan
hati (humility), cinta kebenaran (Loving the good), pengendalian diri (self control). Moral action
merupakan perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil (outcome) dari dua komponen
karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik
(act Morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter yaitu kompetensi
(competence), keinginan (will), dan kebiasaan (habit).
Pengembangan karakter dalam suatu system pendidikan adalah keterkaitan antara komponen-
komponen karakter yang mengandung nilai-nilai perilaku, yang dapat dilakukan atau bertindakn
secara bertahap dan saling berhubungan antara pengetahuan nilai-nilai perilaku dengan sikap atau
emosi yang kuat untuk melaksanakannya, baik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan,
bangsa dan Negara serta dunia internasional.
Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai
pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut,
pendidikan memiliki peran yang sangat penting. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang,
Sekolah harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut
berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika,
bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Berdasarkan penelitian, ternyata
kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan
teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill).
Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan
sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan
lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu
pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan.
Pendidikan karakter saaat ini merupakan topic yang banyak di bicarakan di kalangan pendidik.
Pendidikan karakter diyakini sebagai aspek penting dalam peningkatan sumber daya manusia
(SDM), karena turut memajukan suatu bangasa . karakter masyarakat yang berkualitas
perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini, karena usia dini merupakan masa emas namun kritis
bagi pembentukan karakter seseorang. Implementasi pendidikan karakter dirasa sangat urgen
dilaksanakan dalam rangka membina generasi muda penerus bangsa.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang
meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-
nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai the deliberate use of all dimensions of
school life to foster optimal character development. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua
komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu
sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata
pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan
sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu,
pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan
pendidikan harus berkarakter.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang
mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik.
Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan
materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya. Menurut T. Ramli (2003),
pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan
akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga
masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat
yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah
nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh
karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan
nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam
rangka membina kepribadian generasi muda.
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal
(bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan
karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut.
Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan
ciptaan-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli,
dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan
kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain
mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian,
peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan
punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai
karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih
tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan
lingkungan sekolah itu sendiri.
Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan
karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang
berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal
dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut
telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal
sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam
pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan
karakter.
Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan
pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan
pendapat di antara mereka tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan
pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral
yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif,
pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan
penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri
peserta didik.
Pendidikan karakter adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan
budi pekeri, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik,
jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras dan sebagainya.
Terdapat empat jenis pendidikan karakter yang selama ini dilaksanakan dalam proses pendidikan:
Pendidikan karakter berbasis nilai religius, yang merupakan kebenaran wahyu Tuhan
(konservasi moral);
Pendidikan karakter berbasis nilai budaya , antara lain yang berupa budi pekerti, Pancasila,
apresiasi sastra, keteladanan tokoh-tokoh sejarah dan para pemimpin bangsa (konservasi
lingkungan);
Pendidikan karakter berbasis potensi diri, yaitu sikap pribadi, hasil proses kesadaran
pemberdayaan potensi diri yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan (konservasi
humanis).
Relevan dengan konsep diatas pendidikan merupakan suatu proses humanisasi, artinya dengan
pendidikan manusia akan lebih bermartabat, berkarakter, terampil, yang memiliki rasa tanggung
jawab terhadap tataran sistem sosial sehingga akan lebih baik, aman dan nyaman. Pendidikan juga
akan menjadikan manusia cerdas, pintar, kreatif, inovatif, mandiri dan bertanggung jawab.
Pendidikan nilai diharapkan merupakan suatu hal yang dapat mengimbangi tradisi pembelajaran
yang selama ini lebih menitikberatkan pada penguasaan kompetensi intelektual/kognitif
semata.Pendidikan nilai adalah upaya untuk membina, membiasakan, mengembangkan dan
membentuk sikap serta memperteguh watak untuk membentuk manusia yang berkarakter.
Munculnya gagasan program pendidikan karakter di Indonesia, bisa dimaklumi. Sebab, selama ini
dirasakan, proses pendidikan belum berhasil membangun manusia Indonesia yang berkarakter.
Bahkan, banyak yang menyebut pendidikan telah gagal, karena banyak lulusan lembaga pendidikan
(Indonesia) termasuk sarjana yang pandai dan mahir dalam menjawab soal ujian, berotak cerdas,
tetapi tidak memiliki mental yang kuat, bahkan mereka cenderung amoral.
Bahkan dewasa ini juga banyak pakar bidang moral dan agama yang sehari-hari mengajar tentang
kebaikan, tetapi perilakunya tidak sejalan dengan ilmu yang diajarkannya. Sejak kecil, anak-anak
diajarkan meghafal tentang bagusnya sifat jujur, berani, kerja keras, kebersihan dan jahatnya
kecurangan. Tapi, nilai-nilai kebaikan itu diajarkan dan diujikan sebatas pengetahuan di atas kertas
dan di hafal sebagai bahan ujian.
Pendidikan karakter bukanlah suatu proses menghafal materi soal ujian, dan teknik-teknik
menjawabnya. Pendidikan karakter memerlukan pembiasaan untuk berbuat baik; pembiasaan untuk
berlaku jujur, ksatria, malu berbuat curang, malu bersikap malas, malu membiarkan lingkungannya
kotor. Karakter tidak terbentuk secara instan, tapi harus dilatih secara serius dan proporsional agar
mencapai bentuk dan kekuatan yang ideal.
Disinilah bisa kita pahami, mengapa ada kesenjangan antara praktik pendidikan denga karakter
peserta didik. Bisa dikatakan, dunia pendidikan di Indonesia kini sedang memasuki masa-masa yang
sangat pelik. Kucuran anggaran pendidikan yang sangat besar disertai berbagai program terobosan
sepertinya belum mampu memecahkan soal mendasar dalam dunia pendidikan, yakni bagaimana
mencetak alumni pendidikan yang unggul,yang beriman, bertakwa, profesional, sebagaiman
disebutkan dalam tujuan pendidikan nasional.[12]
Maka tidaklah heran, jika banyak ilmuwan yang percaya, bahwa karakter suatu bangsa akan sangat
terkait dengan prestasi yang diraih oleh bangsa itu dalam berbagai kehidupan. Pendidikan karakter
pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral,
bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotic, berkembang dinamis, berorientasi pada ilmu
pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa berdasarkan pancasila.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang
meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-
nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai the deliberate use of all dimensions of
school life to foster optimal character development. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua
komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu
sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata
pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan
sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan.
Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam
menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter. Pendidikan karakter adalah sebuah system yang
menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik, yang mengandung komponen pengetahuan,
kesadaran individu, tekad, srta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nlai-nilai, baik
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, linkungan, maupun bangsa, sehingga
akan terwujud insane kamil.
Ciri-ciri dasr pendidikan dasar antara lain ; Keteraturan interior dimana setiap tindakan diukur
berdasarkan herarki nilai,Koherensi yang member keberanian membuat seseorang teguh ada
prinsip, dan tidak mudah terombang ambing pada situasi baru atau takut resiko, Otonomi, dan
Keteguhan dan kesetiaan.
Prinsip Pendidikan Karakter antara lain; Pendidikan karakter disekolah harus dilaksanakan secara
berkelanjutan (kontinuitas), Pendidikan karakter hendaknya dikembangkan melalui semua mata
pelajaran terintegrasi, melalui pengembangan diri, dan budaya suatu satuan pendidikan, Sejatinya
nilai-nilai karakter tidak diajarkan (dalam bentuk pengetahuan), jika hal tersebut diintegrasikan
dalam mata pelajaran, dan Proses pendidikan dilakukan peserta didik dengan secara aktif (active
learning) dan menyenangkan (enjoy full learning).
Pijakan utama yang harus dijadikan sebagai landasan dalam menerapkan pendidikan karakter ialah
nilai moral universal yang dapat digali dari agama. Meskipun demikian, ada beberapa nilai karakter
dasar yang disepakati oleh para pakar untuk diajarkan kepada peserta didik. Komponen pendukung
dalam pendidikan karakter meliputi; partispasi masyarakat, kebijakan pendidikan, kesepakatan,
kurikulum terpadu, pengalaman pembelajaran, evaluasi, bantuan orangtua, pengembangan staf dan
program.
B. Saran
Dengan berbagai uraian di atas, tentunya tidak lepas dari berbagai kekurangan baik dari segi isi
materi, teknik penulisan dan sebagainya, untuk itu sangat diharapkan saran maupun kritikan yang
membangun dalam perbaikan makalah selanjutnya. Baik dari dosen pembimbing maupun rekan-
rekan mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA
Gunanjar Ari Agustian, Rahasia Membangkitkan emosional Spiritual Quetiont Power, Jakarta :
Arga,2006.
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter, (Konsep dan Implementasi), Bandung : Alfabeta, 2012.
Joni, T. Raka, Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Dirjen Dikti Bagian Proyek PPGSD, . 1996.
Majid Abdul, Pendidikan karakter dalam perspektif Islam, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2010.
Tafsir Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004
Waridjan. Tes Hasil Belajar Gaya Objektif. Semarang: IKIP Semarang Press, 1991.
[1] Departemen Agama, Kendali Mutu,Pendidikan Agama Islam (Jakarta : Dirjen Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam,2001), h. 10
[5] Pendidikan karakter adalah upaya yang disengaja untuk membantu memahami manusia, peduli
dan inti atas nilai-nilai etis/susila. Dimana kita berpikir tentang macam-macam karakter yang kita
inginkam untuk anak kiat, ini jelas bahwa kita ingin mereka mampu untuk menilai apa itu kebenaran,
sangat peduli tentang apa itu kebenaran/hak-hak, dan kemudian melakukan apa yang mereka
percaya menjadi yang sebenarnya, bahkan dalam menghadapi tekanan dari tanpa dan dalam godaan
[9]Abdul Majid, Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010)
h.27
[11]Ari Gunanjar Agustian, Rahasia Membangkitkan emosional Spiritual Quetiont Power, (Jakarta :
Arga,2006) h.86
[12] Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan pada hakikatnya adalah upaya secara sadar dari manusia untuk meningkatkan kualitas
seutuhnya, seimbang antara jasmani dan rohani yang berbudi pekerti luhur, terampil, cerdas dan
bertanggung jawab kepada Islam, masyarakat dan bangsa.[1]
Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003, pada Bab II, pasal 3 juga dijelaskan bahwa
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan pernyataan di atas dapat kita ketahui bahwa pada dasarnya tujuan dari sebuah
pendidikan ada 2, yaitu membantu manusia untuk menjadi cerdas dan pintar (smart), dan
membantu mereka menjadi manusia yang baik (good).
Menjadikan manusia cerdas dan pintar, bisa jadi mudah melakukannya, tetapi menjadikan manusia
agar menjadi orang yang baik dan bijak, tampaknya jauh lebih sulit atau bahkan sangat sulit.Dengan
demikian, sangat wajar apabila dikatakan bahwa problem moral merupakan persoalan akut atau
penyakit kronis yang mengiringi kehidupan manusia kapan dan di mana pun.
Sebagaimana yang kita ketahui, akhir-akhir ini telah terjadi berbagai macam peristiwa negatif di
kalangan anak bangsa yang menunjukkan adanya dekadensi moral. Adanya kejadian-kejadian seperti
pembunuhan, kekerasan, pemerkosaan, penggunaan obat-obatan terlarang dan sejumlah kejahatan
lainnya menunjukkan bahwa bangsa kita sedang mengalami krisis moral.
Kenyataan tentang akutnya problem moral inilah yang kemudian menempatkan pentingnya
penyelengaraan pendidikan karakter. Untuk itulah kemudian mulai tahun 2001/2002 pendidikan
karakter yang pada waktu itu lebih dikenal dengan sebutan pendidikan budi pekerti secara formal
mulai dilaksanakan di seluruh jalur dan jenjang pendidikan dengan harapan bahwa proses
menjadikan manusia yang tidak hanya pintar (smart) melainkan juga baik (good) bisa dapat
terwujud. Secara informal pendidikan karakter sebenarnya sudah ditanamkan lebih awal/dini,
bahkan sejak seorang anak baru dilahirkan.Salah satu contoh mengumandangkan adzan ditelinga
kanan dan iqamah ditelinga kiri pada saat bayi baru lahir sudah menunjukkan adanya penanaman
pendidikan karakter. Idealnya penanaman pendidikan karakter yang dimulai sejak dini ini akan
mampu mencetak manusia-manusia yang berbudi pekerti luhur. Namun pada kenyataannya saat ini
kita masih banyak menyaksikan tindakan-tindakan amoral yang telah dilakukan oleh anak bangsa.
Untuk itulah kita perlu menyadari bahwa proses pembentukan manusia yang seutuhnya (smart and
good) merupakan hal yang tidak mudah dan tidak bisa didapat secara instan. Hal ini membutukan
partisipasi dan dukungan dari berbagai pihak (baik keluarga, sekolah dan masyarakat) agar
pendidikan karakter bisa terlaksana dengan baik dan membawa hasil sesuai harapan bersama.
Menurunnya kualitas moral dalam kehidupan manusia Indonesia dewasa ini, terutama di kalangan
siswa, menuntut sekolah dituntut memainkan peran dan tanggungjawabnya untuk menanamkan
dan mengembangkan nilai-nilai yang baik dan membantu para siswa membentuk dan membangun
karakter mereka dengan nilai-nilai yang baik.Pendidikan karakter diarahkan untuk memberikan
tekanan pada nilai-nilai tertentu seperti rasa hormat, tanggungjawab, jujur, peduli, dan adil serta
membantu siswa untuk memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan mereka sendiri.
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalah diatas, penulis memaparkan beberapa rumusan masalah
sebagai berikut :
B. Tujuan Pembahasan
PEMBAHASAN
A. Pengertian
1. Pendidikan
Dalam dunia pendidikan, terdapat dua istilah yang hampir sama bentuknya, yaitu paedagogie
danpaedagogiek. Paedagogie artinya pendidikan, sedangkan paedagogiek berarti ilmu
pendidikan.Pedagogik atau ilmu pendidikan ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki, merenungkan
tentang gejala-gejala perbuatan mendidik. Pedagogik berasal dari kata Yunani paedagogia yang
berarti pergaulan dengan anak-anak[2]
Dengan kata lain, pendidikan merupakan suatu aktivitas untuk mengembangkan seluruh aspek
kepribadian manusia yang berjalan seumur hidup. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ki Hajar
Dewantara, tokoh pendidikan Indonesia, beliau mengatakan bahwa Pendidikan adalah upaya untuk
memajukan budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan jasmani anak didik.
Lebih jelasnya, berikut akan dipaparkan mengenai pengertian pendidikan menurut para ahli:
- Menurut Sully, Pendidikan ialah menyucikan tenaga tabiat anak-anak, supaya dapat hidup
berbudi luhur, berbadan sehat serta berbahagia.
Dari beberapa definisi diatas, maka pendidikan dapat difahami sebagai bentuk aktivitas dan usaha
manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya,
baik pribadi rohani (pikir, rasa, karsa, cipta dan budi nurani) maupun jasmaninya (panca indera dan
keterampilan-keterampilan).
Artinya :bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar
(manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.[5]
Dari ayat ini jelas, bahwa agama Islam telah mendorong umatnya senantiasa belajar dan menjadi
umat yang pandai, dimulai dengan belajar baca tulis dan diteruskan dengan belajar berbagai macam
ilmu pengetahuan lainnya.
2. Karakter
Istilah karakter, kata karakter berasal dari bahasa latin kharakter, kharassein, kharax, dalam
bahasa Inggris: character dan Indonesia karakter, Yunani character, dari charassein yang berarti
membuat tajam, membuat dalam. Dalam kamus Poerwadaminta, karakter diartikan sebagai tabiat,
watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak dan budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain.
Sedangkan menurut Kamus Bahasa Indonesia karakter diartikan sebagai watak, tabiat, pembawaan,
kebiasaan.[6]
Sedangkan secara terminologi, istilah karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya
dimana manusia mempunyai banyak sifat yang tergantung dari faktor kehidupannya sendiri.Karakter
adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok
orang. Definisi dari The stamp of individually or group impressed by nature, education or habit.
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa,
diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap,
perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya,
dan adat istiadat.[7]
Sedangkan Imam Ghazali menganggap bahwa karakter lebih dekat dengan akhlak, yaitu spontanitas
manusia dalam bersikap, atau perbuatan yang telah menyatu dalam diri manusia sehingga ketika
muncul tidak perlu dipikirkan lagi. Hermawan Kertajaya, mendefinisikan karakter sebagai ciri khas
yang dimiliki oleh suatu benda atau individu.Ciri khas tersebut adalah asli, dalam artian tabiat atau
watak asli yang mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut, dan merupakan mesin
pendorong bagaimana seseorang bertindak, bersikap, berujar, serta merespon sesuatu.[8]
1. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, karakter memiliki arti watak, tabiat, pembawaan, kebiasaan.
2. Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Dekdiknas adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian,
budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak. Adapun berkarakter, adalah
berkepribadian, berperilaku, bersifat, dan berwatak.
4. W.B. Saunders, (1977: 126) menjelaskan bahwa karakter adalah sifat nyata dan berbeda yang
ditunjukkan oleh individu, sejumlah atribut yang dapat diamati pada individu.
5. Gulo W, (1982: 29) menjabarkan bahwa karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak
etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang, biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang
relatif tetap.
6. Kamisa, (1997: 281) mengungkapkan bahwa karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau
budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Berkarakter artinya
mempunyai watak, mempunyai kepribadian.
7. Wyne mengungkapkan bahwa kata karakter berasal dari bahasa Yunani karasso yang berarti
to mark yaitu menandai atau mengukir, yang memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai
kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Oleh sebab itu seseorang yang berperilaku tidak
jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek, sementara orang yang
berprilaku jujur, suka menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter
erat kaitannya dengan personality(kepribadian) seseorang.
Menurut Lickona, karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knowing), sikap moral (moral
feeling) dan perilaku moral (moral behavior).Karakter didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan,
keinginan untuk berbuat baik dan melakukan perbuatan kebaikan.[10]
Karakter didapatkan dan dapat dilihat dari refleksi sikap seseorang dalam kehidupannya, jika ia
banyak berbuat kebaikan maka ia dinilai berkarakter baik, dan sebaliknya orang yang berbuat jahat
dinilai berkarakter buruk. Semua penilaian tersebut tak lepas dari cara pandang orang lain terhadap
sikap-sikap yang ditunjukan oleh diri orang yang bersangkutan.
Dari beberapa penjelasan diatas dapat difahami, bahwasannya pendidikan karakter ialah upaya
sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para siswanya.
Dan individu yang berkarakter baik ialah individu yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik
terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada
umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan
kesadaran, emosi, dan motivasinya (perasaannya).
Dalam kaitannya dengan hal ini, maka sikap/karakter atau budi pekerti telah mengandung lima
rumusan atau jangkauan atau integritas sebagai berikut:
Konsep pendidikan karakter selain dipahami secara universal, ternyata juga telah ada konsep
pendidikan karakter yang asli Indonesia.Konsep pendidikan tersebut dapat digali dari berbagai adat
istiadat dan budaya di Indonesi, ajaran berbagai agama yang ada di Indonesia serta praktik
kepemimpinan yang telah lama diterapkan di Indonesi.
Mengingat masyarakat Indonesia yang bersifat multi-pluralis tentu sedikit kesulitan jika seluruh adat
dan budaya di Indonesia dibahas disini. Sebagai titik tolak pembahasan, maka dalam hal ini penulis
akan membahas empat bahasa (budaya), diantaranya Batak, Jawa, Madura dan Bugis.
Prinsip etika sosial Batak berlandaskan pada Dalihan na Tolu, artinya tungku berkaki tiga. Masayakat
Batak diumpamakan sebuah kuali dan Dalihan na Tolu adalah tungkunya. Di sini tergambar perlunya
keharmonisan dari ketiga kaki tungku tersebut yakni: hula-hula (para keturunan laki-laki dari satu
leluhur), boru (anak perempuan), dan dongan sabutuha (semua anggota laki-laki semarga). Dengan
adanya tungku itu maka kuali masayarakat Batak menjadi seimbang, harmonis, dan solidaritas. Akar
dari system nilai Dalihan na Tolu adalah kerendahan hati (humble). Orang Batak harus hormat
kepada hula-hulanya tanpa syarat, tidak peduli hula-hulanya itu miskin, tidak berpendidikan dan
sebagainya.
Dengan Dalihan na Tolu, muncullah demokrasi kekeluargaan dalam masyarakat Batak. Demokrasi
kekeluargaan ini dibina dengan cara musyawarah mufakat dengan esensi hasil sebagai berikut:
d) Putusan yang diharapkan, yaitu putusan yang dapat diterima semua orang.
e) Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab, sangat bergantung kepada kemasyarakatan. [12]
Pada esensi demokrasi di atas tergambar sifat spontanitas, terbuka, langsung, tenggang rasa dan
consensus (dos ni roha sibaen na saut, musyawarah untuk mufakat). Hal lain yang dominan terkait
karakter suku Batak adalah falsafah horja. Horja dimaknai oleh masyarakat Batak lebih dari sekedar
kerja, tetapi menjurus pada aktivitas yang melibatkan tanggung jawab secara lahir dan batin. Itulah
sebabnya dalam pekerjaan umumnya masyarakat Batak siap bekerja keras dan kerja tuntas.
Banyak sekali nilai karakter Jawa yang sepatutnya dianut dan dikembangkan oleh masyarakat Jawa.
Menurut Ki Tyasno Sudarto , Ketua Umum Majelis Hukum Taman Siswa (2007) seperti yang dikutip
oleh Prof Dr.Muchlas Samani, bahwa dasar filosofis karakter adalah Tri Rahayu (tiga kesejahteraan)
yang merupakan nilai-nilai luhur (supreme values) dan merupakan pedoman hidup, diantaranya:
Mamayu hayuning salira (bagaimana hidup untukmeningkatkan kualitas diri pribadi)
Sementara itu ajaran dari Ki Ageng Soerjomentaram mengatakan bahwa dalam menjalani hidup ini
sebaiknya manusia tidak melakukan tigal hal, yaitu: ngangsa-angsa (ambisius), ngaya-aya(terbutu-
buru, tidak teliti), dan golek benere dhewe (mau menang sendiri).
Disamping ajaran para leluhur, karakter yang diinginkan oleh manusia Jawa sering ditemukan dalam
tembang-tembang Jawa. Misalnya dalam tembang gundhul-gundhul paculyang liriknya sebagai
berikut:
Nyunggi-nyunggi wakul,gembelengan
Makna dari lagu tersebut merupakan peringatan agar jika menjadi pemimpin dalam menerima
amanah (Nyunggi wakul) tidak sembrono (gembelengan), tidak seenaknya sendiri.Akibatnya nanti
seluruh tatanan dan aturan masyarakat dapat menjadi rusak, kondisi Negara tidak terkendali.
Sementara dalam pergaulan sehari-hari, berbeda jelas dengan adat Batak yang terus terang, orang
jawa suka menggunakan perumpamaan atau simbol-simbol. Perumpamaan yang sering dijumpai
dalam masyarakat Jawa yaitu:
b) Ngono ya ngono, ning aja ngono (begitu ya begitu, tetapi jangan begitu). Suatu peringatan agar
dalam bersikap, berbicara, bertindak tidak berlebihan.
c) Aja dumeh (Jangan mentang-mentang). Maksudnya jangan sombong, jangan suka memamerkan
diri, jangan meremehkan atau menghina orang lain.
Konsep pendidikan karakter dalam adat Madura terkandung dalam lagu-lagu daerah berbahasa
Madura.Diantaranya lagu-lagu tersebut adalah Pa opa Iling yang syairnya sebagai berikut:
Kita mendapat banyak pengetahuan tentang adat Bugis karena petuah-petuah luhur yang
dinyatakan dalam tulisan. Sistem dan norma adat tertulis yang merupakan wujud kebudayaan
tersebut disebut dengan pangngaderreng. Sistem pangngadereng terdiri dari 5 unsur pokok, yaitu:
c) Rappang, aturan tak tertulis untuk mengokohkan Negara dengan segenap undang-undang dan
hukumnya
d) Wari, ketentuan dari bagian ade yang mengatur batas-batas hak dan kewajiban setiap orang
dalam hidup bermasyarakat
Pangngaderreng membangun martabat dan harkat insan karena diantara kandungan isinya
mengatur manusia agar apabila hendak berbuat sesuatu:
d) Jangan takut mendengar berita, justru dengarkanlah, berita itu jadilah pertimbangan
f) Janganlah memulai pekerjaan yang sulit, jangan pula berkata-kata kepada orang tentang hal
yang tidak menyenangkan
Sedangkan dalam pergaulan hidup harus dilandasi oleh empat macam, yaitu:
b) Saling memaafkan
b) Adee temmakke anak temmakke-epo (Adil dan tidak boleh pilih kasih)
Konsep dasar pendidikan karakter identik dengan pendidikan akhlak.Perkataan akhlaq bentuk jamak
dari khuluq yang menurut bahasa diartikan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.Rumusan
pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik
antara Khaliq dan makhluk serta antara makhluk dan makhluk.Perkataan ini bersumber dari kalimat
yang tercantum dalam Al-Quran surah al-Qalam ayat 4.
Dari penjelasan di atas dapat digarisbawahi bahwa pendidikan karakter dan pendidikan akhlak
memiliki kesamaan yaitu untuk menjadikan manusia lebih baik.Pendidikan karakter bersumber pada
nilai-nilai kebaikan universal (nilai-nilai kehidupan yang baik atau buruknya diakui oleh seluruh umat
manusia), dan pada dasarnya ajaran Islam adalah agama yang mengandung nilai-nilai universal yang
dapat diterima oleh seluruh umat manusia.
Dengan demikian maka pendidikan akhlak bisa dikatakan sebagai pendidikan karakter atau
pembentukan karakter sesuai dengan nilai-nilai Islam yang bersumber pada ajaran Islam yang
universal (al-Quran dan Hadist).
Konsep pendidikan karakter dalam agama Islam bersumber pada al-quran dan hadis. Berbagai
karakter yang harus dimiliki oleh kaum Muslimin baik menurut al-quran maupun hadis antara lain
adalah:[13]
Al-Hadis: Barang siapa ingin dilunaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah ia
bersilaturahmi (HR Bukhari Muslim dari Anas)
Al-quran: Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan
debatlah (berdiskusilah) kamu dengan mereka menurut cara yang lebih baik. (Q.S.An Nahl: 125)
Al-quran: Celakalah orang-orang yang curang dalam timbangan /takaran. (Q.S Tathfif: 1)
d. Berbuat adil, tolong menolong, saling mengasihi, dan saling menyayangi
Al-quran: Sesungguhnya Allah memerintahkan berbuat adil, baik dan member bantuan kepada
kerabat (Q.S An-Nahl: 90)
Al-quran: Dan bersabarlah, sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan orang yang berbuat kebaikan.
(Q.S Hud: 115)
Al-quran: Dan Kami wasiatkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada orang tuanya. (Q.S Al-
Ankabut: 8)
Al-quran: Sangat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu
kerjakan (Q.S Al-Shaff: 3)
h. Selalu bersyukur
Al-quran: Allah tidak akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman. Dan Allah Maha
Mensyukuri, Maha Mengetahui. (Q.S An-Nisa: 147)
Al-Hadis: Tidak termasuk bersyukur kepada Allah orang yang tidak bersyukur kepada manusia
(menghargai dan membalas kebaikannya) (HR Turmudzi)
Dan janganlah kamu memalingkan muka (karena sombong) dan janganlah berjalan di muka bumi
dengan angkuh.Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.
(Q.S luqman: 18)
Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang kafir (Q.S. Yusuf: 87)
Al-Hadis: Malu dan iman selalu berkumpul bersama, maka kalau yang satu lenyap, lenyap pulalah
yang lain (H.R Abu Naim dari Abu Umar)
Al-Hadis: Barang siapa benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaklah ia berkata yang
baik atau diam. (H.R. Bukhari dan Muslim)
m. Konsisten, istiqomah
Al-quran: Sesungguhnya orang-orang yang berkata Tuhan kami Allah dan beristiqamah (konsiten),
maka tiada ketakutan bagi mereka. (Q.S. Al-Ahqaf: 13)
n. Bertanggung jawab
Al-quran: Apakah manusia itu akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)?
Al-quran: Janganlah kamu makan harta sesamamu dengan cara yang tidak benar (Q.S. Al-Baqarah:
188)
Implementasi Pendidikan karakter dalam Islam tersimpul dalam karakter pribadi Rasulullah saw.
Dalam pribadi Rasul, bersemai nilai-nilai karakter yang mulia dan agung.Allah berfirman dalam Al-
Quran surah al-Ahzab ayat 21 :
.3
Artinya :Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut
Allah.
Konsep pendidikan karakter saat ini seakan-akan menjadi hal yang baru. Padahal jika kita memahami
isi dari Undang-undang Sisdiknas nomor 20 tahun 2003, di sana dijelaskan tentang definisi sebuah
pendidikan. Dalam rumusan definisi tersebut, secara jelas tersurat tentang adanya konsep
penanaman pendidikan karakter.
Dalam UU nomor 20 tahun 2003 disebutkan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara.
Jika dipahami lebih jauh, dalam UU ini sudah mencakup pendidikan karekter. Dalam kalimat terakhir
dari defenisi pendidikan dalam UU tentang Sisdiknas ini, yaitu memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Selain bagian dari defenisi pendidikan di Indonesia, bagian kalimat tersebut juga menggambarkan
tujuan pendidikan yang mencakup tiga dimensi.Yaitu dimensi ketuhanan, pribadi dan sosial.Artinya,
pendidikan bukan diarahkan pada pendidikan yang sekuler, bukan pada pendidikan individualistik,
dan bukan pula pada pendidikan sosialistik.Tapi dari defenisi pendidikan ini, pendidikan yang
diarahkan di Indonesia itu adalah pendidikan mencari keseimbangan antara ketuhanan, individu dan
sosial.
Selain tergambar jelas dalam Undang-undang Sisdiknas, konsep pendidikan karakter juga
dirumuskan dalam Sarasehan Nasional Pendidikan Budaya dan Karakter yang dilaksanakan di Jakarta
pada tanggal 14 Januari 2010. Hasil pertemuan tersebut merumuskan hal-hal sebagai berikut:[14]
a. Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dari
pendidikan nasional secara utuh
b. Pendidikan budaya dan karakter bangsa harus dikembangkan secara komprehensif sebagai
proses pembudayaan. Oleh karena itu, pendidikan dan kebudayaan secara kelembagaan perlu
diwadahi secara utuh.
c. Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan tanggung jawab bersama antara
pemerintah, masyarakat, sekolah, dan orang tua.
d. Dalam upaya merevitalisasi pendidikan budaya dan karakter bangsa diperlukan gerakan nasional
guna menggugah semangat kebersamaan dalam pelaksanaan di lapangan.
Kementrian pendidikan Nasional juga telah menyatakan ada Sembilan pilar pendidikan karakter.
Kesembilan pilar tersebut meliputi:
Untuk pelaksanaan pendidikan karakter, para ahli pendidikan Indonesia umumnya sudah bersepakat
bahwa pendidikan karakter sebaiknya dimulai sejak usia anak-anak (golden age), karena usia ini
terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya. Prof Muchlas
Samani mengatakan bahwa menurut hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% variabilitas
kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun. Peningkatan 30% berikutnya
terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Oleh
karena itu sudah sepatutnya pendidikan karakter dimulai dalam lingkungan keluarga yang
merupakan lingkungan awal bagi pertumbuhan anak.
C. Model-ModelPendidikan Karakter
Menurut Nurul Zuriah ada empat model pendidikan karakter yang bisa dikembangkan disebuah
lembaga pendidikan, diantaranya: [15]
1. Model Otonomi
Model otonomi yang memposisikan pendidikan karakter sebagai sebuah mata pelajaran tersendiri
menghendaki adanya rumusan yang jelas seputar standar isi, kompetensi dasar, silabus, rencana
pembelajaran, bahan ajar, metodologi dan evaluasi pembelajaran. Jadwal pelajaran dan alokasi
waktu merupakan konsekuensi lain dari model ini. Sebagai sebuah mata pelajaran tersendiri
pendidikan karakter akan lebih terstruktur dan terukur. Guru mempunyai otoritas yang luas dalam
perencanaan dan membuat variasi program karena ada alokasi waktu yang dikhususkan untuk itu.
Namun demikian model ini dengan pendekatan formal dan struktural kurikulum dikhawatirkan lebih
banyak menyentuh aspek kognitif siswa,tidak sampai pada aspek afektif dan perilaku. Model seperti
ini biasanya mengasumsikan tanggung jawab pembentukan karakter hanya ada pada guru bidang
studi sehingga keterlibatan guru lain sangat kecil. Pada akhirnya pendidikan karakter akal gagal
karena hanya mengisi intelektual siswa tentang konsep-konsep kebaikan, sementara emosional dan
spiritualnya tidak terisi.
2. Model Integrasi
Adapun model kedua yang mengintegrasikan pendidikan karakter dengan seluruh mata pelajaran
ditempuh dengan paradigma bahwa semua guru adalah pengajar karakter (character
educator).Semua mata pelajaran diasumsikan memiliki misi moral dalam membentuk karakter
positif siswa.Dengan model ini maka pendidikan karakter menjadi tanggung jawab kolektif seluruh
komponen sekolah.Model ini dipandang lebih efektif dibandingkan dengan model pertama, namun
memerlukan kesiapan, wawasan moral dan keteladanan dari seluruh guru.Satu hal yang lebih sulit
dari pada pembelajaran karakter itu sendiri. Pada sisi lain model ini juga menuntut kreatifitas dan
keberanian para guru dalam menyusun dan mengembangkan silabus dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP).
3. Model Ekstrakurikuler
Model ketiga yang menawarkan pelaksanaan pendidikan karakter melalui sebuah kegiatan di luar
jam sekolah dapat ditempuh melalui dua cara. Pertama melalui suatu kegiatan ekstrakurikuler yang
dikelola oleh pihak sekolah dengan seorang penanggung jawab.Kedua, melalui kemitraan dengan
lembaga lain yang memiliki kapabilitas dalam pembinaan karakter.
Model ini memiliki kelebihan berupa pengalaman kongkret yang dialami para siswa dalam
pembentukan karakter. Ranah afektif dan perilaku siswa akan banyak tersentuh melalui berbagai
kegiatan yang dirancang. Keterlibatan siswa dalam menggali nilai-nilai kehidupan melalui kegiatan
tersebut akan membuat pendidikan karakter memuaskan dan menyenangkan. Pada tahap ini
sekolah menjalin kemitraan dengan keluarga dan masyarakat sekitar sekolah.Masyarakat dimaksud
adalah keluarga, siswa, organisasi, tetangga, dan kelompok atau individu yang berpengaruh
terhadap kesuksesan siswa di sekolah.
4. Model Kolaborasi
Model terakhir berupa kolaborasi dari semua model merupakan upaya untuk mengoptimalkan
kelebihan setiap model dan menutupi kekurangan masing-masing pada sisi lain. Dengan kata lain
model ini merupakan sintesis dari model-model terdahulu. Pada model ini selain diposisikan sebagai
mata pelajaran secara otonom, pendidikan karakter dipahami sebagai tanggung jawab sekolah
bukan guru mata pelajaran semata.Karena merupakan tanggung jawab sekolah maka setiap aktifitas
sekolah memiliki misi pembentukan karakter.Setiap mata pelajaran harus berkontribusi dalam
pembentukan karakter dan penciptaan pola pikir moral yang progresif.Sekolah dipahami sebagai
sebuah miniatur masyarakat sehingga semua komponen sekolah dan semua kegiatannya merupakan
media-media pendidikan karakter.Berbagai kegiatan diselenggarakan untuk membawa siswa ke
dalam pengalaman nyata penerapan karakter, baik sebagai kegiatan ekstrakurikuler yang
terprogram maupun kegiatan insidentil sesuai dengan fenomena yang berkembangan di masyarakat.
Keempat model di atas dapat diumpamakan wadah yang memberikan ruang gerak pada pendidikan
karakter.Selanjutnya agar gerak tersebut efektif dan efisien diperlukan pemilihan metode
pembelajaran dalam upaya pembentukan karakter positif dalam diri siswa.Apa pun metode yang
dipilih, hal yang harus digarisbawahi adalah pelibatan aspek kognitif, afektif dan perilaku siswa
secara simultan.
Selanjutnya Ada dua model pembelajaran pendidikan karakter yang ditawarkan oleh Dharma
Kesuma, M.Pd. Kedua model pembelajaran tersebut yaitu: Model Reflektif dan Model Pembelajaran
Pembangunan Nasional. [16]
a. Model Reflektif
Model reflektif ini berdasarkan asumsi dasar bahwa setiap manusia memiliki sisi religi/keagamaan
yang tidak dapat dipungkiri kebenarannya. Setiap manusia akan mempertanyakan mengapa dia ada
dan untuk apa dia ada. Pertanyaan tersebut menunjukkan bahwa manusia akan selalu berfikir
mengenai kondisi spiritual/batiniah di balik materi/keduniaan.
Refleksi merupakan proses seseorang untukmemahami makna dibalik suatu fakta, fenomena,
informasi, atau benda. Model reflektif dalam bagian ini adalah model pembelajaran pendidikan
karakter yang diarahkan pada pemahaman terhadap makna dan nilai yang terkandung di balik teori,
fakta, fenomena, informasi, atau benda yang menjadi bahan ajar dalam suatu mata pelajaran.
Pemahaman seseorang terhadap makna dan nilai yang terkandung dalam suatu hal memiliki
tingkatan. Tingkatan paling rendah dicirikan oleh kemampuan untuk menjelaskan mengenai apa
kaitan materi dengan makna. Hirarki yang lebih tinggi adalah menyadari adanya kekuasaan di luar
manusia.Level pemahaman yang ketiga adalah seseorang/anak termotivasi untuk melakukan
sesuatu dari hasil pemahamannya terhadap makna/nilai yang dipelajari.Level keempat adalah
seorang anak mau mempraktekkan nilai/makna yang dia pahami dalam kehidupan
kesehariannya.Level kelima adalah anak menjadi teladan bagi orang-orang di lingkungan
terdekatnya.Level keenam adalah anak mau mengajak orang-orang terdekatnya untuk melakukan
makna/nilai yang dia pelajari.
2. Sikap dan perilaku guru harus mencerminkan nilai yang dianut atau diruuk oleh sekolah
(keteladan guru)
3. Pandangan guru terhadap peserta didik adalah subjek yang sedang tumbuh dan berkembang
yang pertumbuhan dan perkembangannya terkait dengan peran guru.
Model ini didasarkan pada asumsi bahwa pada hakikatnya manusia memiliki kelebihan dibandingkan
dengan makhluk Tuhan lainnya, salah satunya karena manusia diberikan akal pikiran. Akal pikiran
merupakan karunia yang patut disyukuri keberadaannya dengan cara digunakan sebaik-baikya untuk
menjalani kehidupan ini menjadi lebih baik, di dunia maupun di akhirat.
Dengan asumsi tersebut, maka akal pikiran memiliki tugas yang cukup berat untuk memberikan
pertimbangan dalam mengambil keputusan dari setiap keputusan yang harus dibuat oleh seseorang
dalam dalam menjalani proses kehidupannya. Kelogisan (dapat dipahami)dan kerasionalan (masuk
akal) menjadi ukuran penting untuk menghasilkan keputusan seseorang. Proses inilah yang
kemudian dijadikan kebiasaan dan kekuatan/kelemahan seseorang dalam ukuran kematangan
perilaku. Artinya manusia diberikan kesempatan untuk belajar memilih dan memilah yang terbaik
dari segala kondisi yang dihadapinya.
Fokus utama dalam model ini adalah kompetensi pembangunan rasional, argumentasi, atau alasan
atas pilihan nilai yang dibuat anak. Dalam hal ini, kita harus mengasumsikan bahwa anak didik adalah
anak yang sedang berkembang proses berpikirnya. Memiliki rasional yang kokoh dan selalu diuji
sepanjang penghidupan seseorang jelas penting untuk keberfungsian akal dan pikiran
manusia.Sistem karakter yang lengkap harus mengikutsertakan aspek rasional atau kognitif ini, di
samping aspek emosi atau perasaan dan perbuatan.
Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen sekolah.Manajemen yang
dimaksud di sini adalah bagaiman pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan
dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain
meliputi nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan
tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian manajemen sekolah
merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pendidikan karakter ialah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan
nilai-nilai kepada para siswanya. Dan individu yang berkarakter baik ialah individu yang berusaha
melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan
negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan)
dirinya
1. Model otonomi dengan menempatkan pendidikan karakter sebagai mata pelajaran tersendiri,
2. Model integrasi dengan menyatukan nilai-nilai dan karakter-karakter yang akan dibentuk
dalam setiap mata pelajaran,
4. Model kolaborasi dengan menggabungkan ketiga model tersebut dalam seluruh kegiatan
sekolah.
Daftar Pustaka
Purwanto, Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis.Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset,
2007.
Rajasa, Sutan. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Karya Utama,2002.
Zuriah, Nurul.Pendidikan Moral & Budi Pekerti dalam perspektif Perubahan. Jakarta: Bumi Aksara,
2007.
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Supervisi klinis berbeda dengan supervisi akademik. Salah satu perbedaannya adalah supervisi
akademik dilakukan dengan inisiatif awal dari supervisor, sedangkan supervisi klinis dilakukan
berdasarkan inisiatif guru. Pelaksanaan supervisi klinis bagi guru muncul ketika guru tidak harus
disupervisi atas keinginan kepala sekolah sebagai supervisor, tetapi atas kesadaran guru datang ke
supervisor untuk meminta bantuan mengatasi maslahnya. Konsep supervisi klinis ibarat seorang
pasien yang sedang sakit dan dia ingin sembuh dari sakitnya sehingga dia datang ke dokter untuk di
obati. Jika guru memilki kesadaran seperti pasien tersebut, jika dia mengalami kesulitan dalam
tugasnya, maka guru tersebut dapat dikatakan melakukan proses supervisi klinis[1]
Ada beberapa persoalan yang cukup urgen untuk dijadikan alasan, mengapa supervisi diperlukan
dalam proses pendidikan .Pertama, perkembangan kurikulum Pendidikan yang merupakan gejala
kemajuan pendidikan. Perkembangantersebut sering menimbulkan perubahan-perubahan struktur
maupunfungsi kurikulum. Pelaksanaan kurikulum tersebut memerlukanpenyesuaian terus-menerus
dengan keadaan nyata di lapangan.Hal initerkait dengan kondisi guru itu
sendiri.Kedua, pengembangan profesi guruyang senantiasa merupakan upaya terus-menerus dari
suatuorganisasi profesi keguruan.Guru memerlukan peningkatankarir, pengetahuan, dan
keterampilan. Ketiga, tuntutan pendidikan.Pendidikan merupakan kebutuhan mutlak bagi
kerberadaan manusia.Pendidikan pada hakekatnya adalah menjadikan manusia sebagai individuyang
beriman dan bertaqwa kepada al-Khliq, beretika, berakhlaklkarimah, berbudaya, berilmu
pengetahuan, dan mempunyai kecakapanserta keterampilan.Keempat, tuntutan
masyarkat.Pendidika pada dasarnyaharus dimiliki oleh setiap manusia yang dilahirkan ke alam
dunia.pendidikan dipandang sebagai fitrah dan kebutuhan manusia. Fitrah manusia yang berupa
pengetahuan,akan tetap melembaga pada pribadi manusia bahkan menjadi karakterhidup dan
kehidupannya, dan sangat tergantung pada lingkungannyadimana manusia itu
berada. Kelima, tuntutan sosiologis dan kultural.Padaaspek ini, manusia dipandang sebagai individu
yang mempunyaikecenderungan untuk hidup bermasyarakat.Sebagai makhlukbermasyarakat,
manusia harus memiliki rasa tanggung jawab sosial dantanggungjawab kebudayaan. Sebagai individu
berbudaya, manusia harusmelakukan transformasi dan transmisi kebudayaan kepada
generasipenerus yang akan memerankan fungsi dan tanggung jawabnya padakehidupan yang akan
datang.
Manusia sebagai individu sosial dan kultural, mempunyai peran dantanggungjawab untuk
melestarikan dan mengembangkan pendidikan sertamemindahkan kebudayaan pada generasi
berikutnya. Pendidikan dankebudayaan yang berlandaskan pada penegetahuan, hanya dapat
dikembangkan dandisalurkan melalui lembaga-lembaga pendidikan, baik formal, informal maupun
nonformal. Dari sinilah diperlukan adanya kegiatan supervise Pendidikan.
Dari paparan latar belakang masalah di atas tentu menarik rasanya bagi penulis untuk mengakaji dan
menganalisinya tentang supervisi klinis ini.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
a. Apa konsep Dasar, Tujuan dan Ciri Khas dari supervisi klinis ?
a. Untuk mengetahui konsep Dasar, Tujuan dan Ciri Khas dari supervisi klinis
B. PEMBAHASAN
Konsep dasar supervisi klinis adalah kolegial, kolaboratif, memilikiketerampilan layanan dan perilaku
etis.[4]Supervisi klinis merupakansalah satu teknik supervisi model demokratik.[5]Menurut Bolla,
superviseklinis merupakan suatu proses bimbingan kepada guru yang bertujuanuntuk membantu
pengembangan profesionalnya, khususnya dalampenampilan mengajar, berdasarkan observasi dan
analisis data secarateliti dan obyektif.[6]
Pada dasarnya, supervisi klinis merupakan pembinaan performanguru dalam mengelola proses
pembelajaran. Pelaksanaannya didesaindengan praktis dan rasional.Desain maupun pelaksanaannya
dilakukanatas dasar analisis data mengenai kegiatan-kegiatan di kelas.Data danhubungan antara
guru dengan supervisor merupakan dasar programprosedur dan strategi pembinaaan perilaku
mengajar guru dalammengembangkan belajar peserta didik. Menurut Cogan aspek superviseklinis
ditekankan pada lima hal, yaitu; proses supervisi klinis, interaksiantara guru dengan murid,
performan guru dalam mengajar,hubungan guru dengan supervisor, dan analisis data
berdasarkanperistiwa aktual di kelas.[7]
Dengan demikian, supervisi klinis memiliki pengertian; pertamasupervisi klinis berlangsung dalam
bentuk hubungan tatap muka antarasupervisor dengan guru.Kedua, tujuan supervisi klinis
untukmemperbaiki perilaku guru dalam proses pembelajaran secara intensif,sehingga ia dapat
menciptakan keefektifan pembelajaran. Ketiga,kegiatan supervisi klinis ditekankan pada beberapa
aspek yang menjadiperhatian guru serta pengamatan kegiatan pembelajaran di kelas.
Supervisi klinis memiliki ciri khas tersendiri yang membedakannyadengan teknik supervisi yang lain,
Menurut Pidarta, ciri-ciri superviseklinis adalah sebagai berikut:
1). Ada kesepakatan antara supervisor dengan guru yang akandisupervisi tentangaspek perilaku
yang akan diperbaiki.
2). Yang disupervisi atau diperbaiki adalah aspek-aspek perilaku gurudalam proses belajar mengajar
yang spesifik, misalnya caramenertibkan kelas, teknik bertanya, teknik mengendalikan kelasdalam
metode keterampilan proses, teknik menangani anak yang nakal dan sebagainya.
3). Memperbaiki aspek perilaku diawali dengan pembuatan hipotesisbersama tentang bentuk
perbaikan perilaku atau cara mengajar yangbaik. Hipotesis ini bisa diambil dari teori-teori dalam
proses belajarmengajar.
4). Hipotesis di atas diuji dengan data hasil pengamatan supervisor tentang aspek perilaku guru
yang akan diperbaiki ketika sedangmengajar. Hipotesis ini mungkin diterima, ditolak atau direvisi
5). Ada unsur pemberian penguatan terhadap perilaku guru terutamayang sudah berhasil
diperbaiki.Agar muncul kesadaran betapapentingnya bekerja dengan baik serta dilakukan
secaraberkelanjutan.
6). Ada prinsip kerja sama antara supervisor dengan guru melalui dasarsaling mempercayai dan
sama-sama bertanggung jawab.
7). Supervisi dilakukan secara kontinyu, artinya aspek-aspek perilakuitu satu persatu diperbaiki
sampai guru itu bisa bekerja denganbaik, atau kebaikan bekerja guru itu dipelihara agar tidak
menjadi jelek.[9]
Menurut Cogan, ada delapan kegiatan dalam supervisi klinis yangdinamainya dengan siklus atau
proses supervisi klinis.[10]
Sedangkan menurut Oliva, ada tiga aktivitasesensial dalam proses supervisi klinis, yaitu kontak dan
komunikasidengan guru untuk merencanakan observasi kelas, observasi kelas, dantindak lanjut
observasi kelas.[13]Senada dengan pendapat di atas, Pidarta mengemukakan bahwa adatiga langkah
supervisi klinis, yaitu melakukan perencanaan secaramendetail termasuk membuat hipotesis,
melaksanakan pengamatsecara cermat, dan menganalisis hasil pengamatan serta
memberikanumpan balik.[14]Dengan demikian, walaupun deskripsi pandangan para ahli di
atastentang langkah-langkah proses supervisi klinis berbeda, namunsebenarnya langkah-langkah itu
bisa disarikan pada tiga tahap esensialyang berbentuk proses, yaitu proses pertemuan awal atau
perencanaan,proses pelaksanakan pengamatan/observasi pembelajaran secaracermat, serta proses
menganalisis hasil pengamatan dan memberikanumpan balik.Berikut akan dikemukakan secara lebih
rinci dari ketiga tahaptersebut:
Menurut Pidarta, langkah dalam pertemuan awal atauperencanaan ini meliputi kegiatan:
1).Menciptakan hubungan yangbaik dengan cara menjelaskan makna supervisi klinis
sehinggapartisipasi guru meningkat, 2).Menemukan aspek-aspek perilakuapa dalam proses belajar
mengajar yang perlu diperbaiki, 3).Membuat prioritas aspek-aspek perilaku yang akan
diperbaiki,4).Membuat hipotesis sebagai cara atau bentuk perbaikan pada subtopik bahan pelajaran
tertentu.[15]Pertemuan awaldimaksudkan untuk mengembangkanbersama antara supervisor
dengan guru tentang kerangka kerjapengamatan kelas yang akan dilakukan. Hasil akhir pertemuan
iniadalah kesepakatan (contract) kerja antara supervisor dengan guru.Tujuan ini bisa dicapai apabila
dalam pertemuan awal ini terciptakerja sama, hubungan kemanusiaan dan komunikasi yang
baikantara supervisor dengan guru. Selanjutnya kualitas hubungan yangbaik antara supervisor
dengan guru memiliki pengaruh signifikan terhadap kesuksesan proses berikutnya dalam kegiatan
modelsupervisi klinis.
Oleh sebab itu, para ahli banyak menyarankan agar pertemuanawal ini dilaksanakan secara rileks
dan terbuka. Perlu sekalidiciptakan kepercayaan guru terhadap supervisor, sebabkepercayaan guru
akanmempengaruhi keefektifan pelaksanaanpertemuan awal ini. Kepercayaan berkenaan dengan
keyakinanguru bahwa supervisor memperhatikan potensi, keinginan,kebutuhan, dan kemauan
guru.Pertemuan awal tidak membutuhkan waktu yang lama,supervisor bisa menggunakan waktu 20
sampai 30 menit, kecuali jika guru mempunyai permasalahan khusus yang membutuhkandiskusi
panjang.
Pertemuan ini sebaiknya dilaksanakan di saturuang yang netral, misalnya kafetaria, atau bisa juga di
kelas.Pertemuan di ruang supervisor atau kepala sekolah kemungkinanakan membuat guru menjadi
tidak bebas.Secara teknis, ada beberapa kegiatan yang harus dilaksanakandalam pertemuan awal ini,
yaitu; menciptakan suasana yang akrabdan terbuka, mengidentifikasi aspek-aspek yang
akandikembangkan guru dalam kegiatan pembelajaran, menerjemahkanperhatian guru ke dalam
tingkah laku yang bisa diamati,mengidentifikasi prosedur untuk memperbaiki pembelajaran
guru,membantu guru memperbaiki tujuannya sendiri, menetapkan waktupengamatan pembelajaran
di kelas, menyeleksi instrumenpengamatan pembelajaran di kelas, dan memperjelas
kontekspembelajaran dengan melihat data yang akan direkam.
Goldhammer, mendeskripsikan satu agenda yang harusdihasilkan pada akhir pertemuan awal ini,
yaitu:
1). Menetapkan kontrak atau perjanjian antara supervisor denganguru tentang hal yang akan
diobservasi, meliputi: a). Tujuaninstruksional umum dan khusus pengajaran; b). Hubungantujuan
pengajaran dengan keseluruhan program pengajaranyang diimplementasikan; c). Aktivitas yang akan
diobservasi;d). Kemungkinan perubahan format aktivitas, sistem, dan unsurunsurlain berdasarkan
persetujuan interaktif antara supervisordengan guru; e). Deskripsi spesifik butir-butir atau masalah-
masalahyang sebalikannya diinginkan guru.
3). Menetapkan rencana spesifik untuk melaksanakan observasi,meliputi: (a). Di mana supervisor
akan duduk selamaobservasi?;(b). Akankah supervisor menjelaskan kepada muridmuridmengenai
tujuan observasinya?. Jika demikian, kapan?Sebelum ataukah setelah pelajaran?; (c). Akankah
supervisormencari satu tindakan khusus?; (d). Akankah supervisorberinteraksi dengan murid-
murid?; (e).Perlukah adanya materialatau persiapan khusus?; (f). Bagaimanakah supervisor
akanmengakhiri observasi?.[16]
Menurut Pidarta, proses melaksanakan pengamatan ada duakegiatan yaitu gurumengajar dengan
tekanan khusus pada aspekperilaku yang diperbaiki, dan supervisor mengobservasi.
Prosesmelaksanakan pengamatan secara cermat, sistematis, dan obyektifmerupakan proses kedua
dalam proses supervisi klinis.Perhatianobservasi ini ditujukan pada guru dalam bertindak dan
kegiatankegiatankelas sebagai hasil tindakan guru.Waktu dan tempatpengamatan pembelajaran ini
sesuai dengan kesepakatan bersamaantara supervisor dengan guru pada waktu mengadakan
pertemuanawal.[17]
Melaksanakan pengamatan pembelajaran secara cermat,mungkin akan terasa sangat kompleks dan
sulit, dan tidak jarangadanya supervisor yang mengalami kesulitan. Dengan demikian,menuntut
supervisor untuk menggunakan berbagai macamketerampilan. Ada dua aspek yang harus diputuskan
dandilaksanakan oleh supervisor sebelum dan sesudah melaksanakanpengamatan pembelajaran,
yaitu menentukan aspek yang akandiamati dan cara mengamatinya. Mengenai aspek yang
akandiamati harus sesuai dengan hasil diskusi bersama antara supervisordengan guru pada waktu
pertemuan awal.
Acheson dan Gall, mereview beberapa teknik danmenganjurkan supervisor untuk menggunakannya
dalam prosessupervisi klinis sebagai berikut :[18]
1) Selective Verbatim. Pada teknik ini, supervisor membuatsemacam rekaman tertulis.Tentunya tidak
semua kejadianverbal harus direkam, tetapi sesuai dengan kesepakatan bersamaantara supervisor
dengan guru pada pertemuan awal.Hanyakejadian tertentu yang harus direkam secara selektif.
Transkipini bisa ditulis langsung berdasarkan pengamatan dan bisa jugamenyalin dari apa yang
direkam terlebih dahulu melalui taperecorder.
4).Checklists and time line coding. Supervisor mengamati danmengumpulkan data perilaku
pembelajaran yang sebelumnyatelah diklasifikasi atau dikatagorisasikan.Contoh yang palingbaik
dalam kegiatan pengamatan dengan model supervisi klinisadalah skala analisis interaksi.Flanders
berpendapat bahwadalam analisis ini, aktivitas kelas diklasifikasikan menjadi tigakategori besar,
yaitu; pembicaraan guru, pembicaraan murid,dan tidak ada pembicaraan (silence).
Menurut Pidarta, pada tahap menganalisis hasil pengamatandan memberikan umpan balik
diarahkan pada menganalisis hasilmengajar secara terpisah dan pertemuan akhir seperti: a).
Gurumemberi tanggapan/penjelasan/pengakuan,b). Supervisor memberitanggapan/ulasan, c).
Menyimpulkan bersama hasil yang telahdicapai;hipotesis diterima, ditolak, atau direvisi, d).
menentukanrencana berikutnya: mengulangi memperbaiki aspek tadi, dan ataumeneruskan untuk
memperbaiki aspek aspek yang lain.[19]Pertemuan balikan ini dilakukan segera setelah
melaksanakanpengamatan pembelajaran, dengan terlebih dahulu dilakukananalisis terhadap hasil
pengamatan.
Proses ini merupakan proses yang penting untukmengembangkan perilaku guru dengan cara
memberikan balikantertentu. Balikan ini harus deskriptif, spesifik, konkrit, bersifatmemotivasi,
aktual, dan akurat, sehingga benar-benar bermanfaatbagi guru. Paling tidak ada lima manfaat
pertemuan balikan bagiguru, yaitu: (1) Guru bisa diberi penguatan dan kepuasan sehinggabisa
termotivasi dalam kerjanya, (2) isu-isu dalam pengajaran biasdidefinisikan bersama supervisor dan
guru dengan tepat, (3)supervisor bila mungkin dan perlu bisa berupaya mengintervensisecara
langsung guru untuk memberikan bantuan didaktis danbimbingan, (4) guru bisa dilatih dengan
teknik ini untuk melakukansupervisi terhadap dirinya sendiri, dan (5) guru bisa diberipengetahuan
tambahan untuk meningkatkan tingkat analisisprofesional diri pada masa yang akan
datang.22Sebelum mengadakan pertemuan balikan ini, supervisor terlebihdahulu diharuskan
menganalisis hasil pengamatan danmerencanakan apa yang akan dibicarakan dengan guru. Begitu
pulaguru diharapkan menilai dirinya sendiri.Dalam pertemuan balikanini sangat diperlukan adanya
keterbukaan antara supervisor denganguru.Maka dari itu, supervisor sebaiknya menanamkan
kepercayaanpada diri guru bahwa pertemuan balikan ini bukan untukmenyalahkan guru, melainkan
untuk memberikan masukan balikan.Pertama kali yang harus dilakukan oleh supervisor dalam
setiappertemuan balikan adalah memberikan penguatan(reinforcment)terhadap guru.Kemudian
dilanjutkan dengan analisis bersamaterhadap setiap aspek pembelajaran yang menjadi perhatian
dalamkegiatan supervisi klinis.
Ada beberapa langkah penting yang harusdilakukan selama pertemuan balikan ini, yaitu:
1). Menanyakan perasaan guru secara umum atau kesannyaterhadap pengajaran yang dilakukan,
kemudian supervisorberusaha memberikan penguatan (reinforcement).
3). Menganalisis target keterampilan dan perhatian utama guru.Supervisor bersama guru
mengidentifikasi target keterampilandan perhatian utama yang telah dicapai dan yang belum
dicapai.
5). Menyimpulkan hasil dari apa yang telah diperolehnya selamaproses supervisi klinis. Supervisor
memberikan kesempatankepada guru untuk menyimpulkan target keterampilan danperhatian
utamanya yang telah dicapai selama proses superviseklinis.
6). Mendorong guru untuk merencanakan latihan-latihan sekaligus
Dalam pelaksanaan supervisi klinis sangat diperlukan iklim kerjayang baik dalam pertemuan awal
atau perencanaan, melaksanakanpengamatan pembelajaran secara cermat, maupun dalam
menganalisishasil pengamatan dan memberikan umpan balik.Faktor yang sangatmenentukan
keberhasilan supervisi klinis adalah kepercayaan padaguru bahwa tugas supervisor semata-mata
untuk membantumengembangkan pembelajaran guru.Upaya memperoleh kepercayaanguru ini
memerlukan satu iklim kerja yang kolegial.
a. Orientasi Langsung
b. Orientasi Kolaboratif
Supervisi klinis yang berorientasi kolaboratif akan mencakupperilaku pokok, berupa mendengarkan,
mempresentasikan,pemecahan masalah, dan negosiasi. Hasil akhir dari perilakusupervisi ini adalah
kontrak kerja antara supervisor dengan guru.Asumsi yang mendasari orientasi supervisi ini adalah
sama halnyadengan asumsi yang mendasari psikologi kognitif, bahwa belajar itumerupakan hasil
perpaduan antara perilaku individu denganlingkungan luarnya.Apabila supervisor akan
menggunakan orientasi kolaboratif ini,maka bentuk aplikasinya dalam proses supervisi klinis
meliputikegiatan:
Setelah pertemuan awal, dilanjutkan dengan observasi kelas.Pada waktu observasi ini, supervisor
dengan menggunakaninstrumen tertentu mengamati pembelajaran guru dan aktivitaspeserta
didik.Kemudian hasil pengamatan tersebut dianalisis,dengan menyiapkan beberapa pertanyaaan
untuk mengarahkanpemahaman guru terhadap masalah yang dihadapinya.
Pada tahap ini supervisor mengajukan beberapa pertanyaanyang telah dibuat sebelumnya. Guru
menjawab pertanyaanpertanyaanyang diajukan oleh supervisor. Kemudian supervisorbersama guru
mulai memecahkan masalah.Dalam pemecahanmasalah ini, sebaiknya antara supervisor dengan
guru berpisah,sehingga masing-masing pihak bisa mengidentifikasi alternativepemecahan masalah
menurut pikiran masing-masing pihak.Kemudian pada hari berikutnya, kedua belah pihak
berkumpulkembali untuk saling membahas alternatif pemecahan yangtelah dibuatnya.Artinya,
supervisor bersama guru menentukanalternatif pemecahan terbaik dan membagi tugas
untukmengimplementasikannya.
Asumsi yang mendasari orientasi ini adalah sama halnyadengan asumsi yang mendasari psikologi
humanistik yangmenyatakan bahwa belajar merupakan hasil keinginan individuuntuk menemukan
rasionalitas dan dasar-dasar dalam dunia ini.Premis mayor yang mendasari orientasi ini adalah
bahwa gurumampu menganalisis dan memecahkan masalahnya sendiri dalamproses pembelajaran.
Peran supervisor hanya sebagai seorangfasilitator dengan sedikit memberikan pengarahan kepada
guru.Perilaku supervisi yang berorientasi tidak langsung akanmencakup berupa kegiatan
mendengarkan, mengklarifikasi,mendorong, mempresentasikan, dan bernegosiasi. Hasil akhir
darisupervisi ini adalah rencana guru sendiri (teacher self-plan).
Apabila supervisor akan menggunakan orientasi tidak langsungdalam melaksanakan supervisi, maka
bentuk aplikasinya dalamproses supervisi klinis meliputi kegiatan:
(c). Menganalisis hasil pengamatan dan memberikan umpan balikSetelah selesai menganalisis dan
menginterpretasikan,supervisor bersama guru mengadakan pertemuan akhir.Padasaat inilah
diidentifikasi kembali tindakan-tindakan yangdilakukan guru di kelas, serta membantu guru
memahamikekurangannya sendiri.Kemudian supervisor bertanya kepadaguru tentang banyak hal
yang menurut guru bisa dilakukanuntuk memecahkan beberapa kekurangannya.
C. PENUTUP
Pelaksanaan supervisi klinis dalam dunia pendidikan diharapkan dapat memperbaiki kualitas
pendidikan itusendiri, sehingga segala bentuk tujuan yang hendak dicapai dapatterwujud secara
efektif dan efisien, terutama bagi guru baik itu untuk mata pelajaran umum maupun guru
pendidikan agama Islam. Karena kedua kelompokguru tersebut dalam melaksanakan tugasnya tidak
bisa terlepasdari segala bentuk masalah yang dihadapi. Disinilah supervisi klinissangat dibutuhkan
oleh guru agar dapat membantumenyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.Wa Allh Alam bi
al-Shawb.*
DAFTAR RUJUKAN
Aedi, Nur. Pengawasan Pendidikan Tinjauan Teori dan Praktik,Jakarta: Rajawali Pers, 2014.
Harahap, Baharudin.Supervisi Pendidikan yang Dilaksanakan Oleh Guru, KepalaSekolah, Penilik dan
Pengawas Sekolah, Jakarta: Ciawi Jaya, 2014.
Prasojo, Lantip Diat. & Sudiyono,Supervisi Pendidikan,2011 Yogyakarta: Gava Media, 2001
Pidarta, Made. Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan,Jakarta: Bumi Aksara, 1999
Sahertian, Piet. A. dan Frans Mataheru, Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan,Surabaya: Usaha
Nasional, 2012.