PENDAHULUAN
B. Perumusan Masalah
Agar tidak terjadi kesimpang siuran dalam penyusunan makalah ini, maka saya merumuskan
masalah sebagai berikut:
1). Mengidentifikasi Hadits tentang amar ma’ruf nahi mungkar
2). Mengidentifikasi Hadits tentang Bekerja keras
D. Metode Penulisan
Metode yang digunakan adalah metode kepustakaan yaitu memberikan gambaran tentang
materi-materi yang berhubungan dengan permasalahan melalui literatur buku-buku yang
tersedia, tidak lupa juga penulis ambil dari media massa/internet.
1
BAB II
PEMBAHASAN
َ {يَ>>ا أَيُّهَ>>ا الَّ ِذين:َ>رءُونَ هَ> ِذ ِه اآليَ>ة َ إِنَّ ُك ْم تَ ْق، ُ أَيُّهَ>>ا النَّاس:>ال
َ >َِّيق أَنَّهُ ق ِّ ع َْن أَبِي بَ ْك ٍر
>ِ الص>د
ص >لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي> ِه َ ِ ول هَّللا َ > ْت َر ُس ُ ض َّل إِ َذا ا ْهتَ َد ْيتُ ْم} َوإِنِّي َس > ِمع َ آ َمنُوا َعلَ ْي ُك ْم أَ ْنفُ َس ُك ْم اَل يَضُرُّ ُك ْم َم ْن
ُب ِم ْن>ه ٍ الظَّالِ َم فَلَ ْم يَأْ ُخ> ُذوا َعلَى يَ َد ْي> ِه أَوْ َش>كَ أَ ْن يَ ُع َّمهُ ُم هَّللا ُ بِ ِعقَ>>ا اس إِ َذا َرأَ ُوا
َ َّ إِ َّن الن:َُو َس>لَّ َم يَقُ>>ول
)( أخرجه الترمذي في كتاب الفتن
Artinya : Dari Thariq bin Syihab berkata: orang yang pertama melakukan
khutbah ied setelah sholat, Marwan berkata: seorang lelaki berdiri kemudian
berkata sholat sebelum khutbah, kemudian berkata: perkara itu sudah
ditinggalkan, kemudian Abu Sa’id berkata: adapun ini, apa yang telah
diwajibkan padanya telah gugur. Saya mendengar langsung dari Rasulullah
SAW: “Barang siapa yang melihat kemungkaran maka rubahlah
kemungkaran itu dengan tangannya, ketika tidak mampu maka dengan lisan,
kemudian apabila masih tidak mampu maka dengan hatinya, maka hal ini
adalah paling lemahnya iman.”
2
3. Hadits Abi Bakar al-Shiddiq tentang penurunan azab menimpa semua
masyarakat
3
Apabila suatu masyarakat mengabaikan amar ma’ruf dan nahi
munkar serta tidak mencegah orang yang berbuat zalim dari kezalimannya,
maka Allah akan menimpakan siksa kepada mereka dengan tidak
mengabulkan do’a mereka.
d. Timbulnya perpecahan
Sudah merupakan aksiomatis bahwa kemungkaran yang paling
berat dan dan paling keji dapat menjauhkan syari’at Allah dari realitas
kehidupan dan ditinggalkannya hukum-hukumNya dalam kehidupan
manusia. Apabila hal ini terjadi dan orang-orang diam, tidak mengingkari
dan tidak mencegahnya, maka Allah akan menanamkan perpecahan dan
permusuhan di kalangan mereka sehingga mereka saling melakukan
pembunuhan dan menumpahkan darah.
4
e. Pemusnahan mental
Sebagai kehormatan kepada Nabi Muhammad SAW, Allah tidak
memusnahkan umat beliau secara fisik sebagaimana yang telah menimpa
umat-umat terdahulu seperti kaum Nabi Hud, Shalih, Nuh, Luth dan
Syu’aib yang telah mendustakan para Nabi dan mendurhakai perintah
Allah. Tetapi bisa saja Allah membinasakan umat Muhammad secara
mental. Maksudnya umat ini tidak dimusnahkan fisiknya, tetap dalam
keadaan hidup, sekalipun melakukan dosa dan maksiat yang
menyebabkan. kehancuran dan kebinasaan, namun walaupun jumlahnya
banyak, kekayaannya melimpah ruah, di sisi Allah tidak ada nilainya sama
sekali, musuh-musuhnya tidak merasa takut, serta kawan-kawannya tidak
merasa hormat. Inilah yang diberitakan Rasulullah SAW. ketika umat ini
takut mengatakan yang hak dan tidak mencegah orang yang berbuat
zalim.2
2 Imam Ghazali. Mukasyafatul Qulub, Terj. Fatihuddin Abul Yasin. (Surabaya: Terbit Terang. 1990).
Hlm. 86
3 Abu Bakr Al-jazairi. Minhajjul Muslim. ( Beirut: Darul Fikr, t.th). hlm. 88
5
menegaskan bahwa pahala orang yang memerintahkan kepada kejahatan juga
sepadan dengan orang yang melakukannya.4
Muslim meriwayatkan dari Thariq bin Shihab, dia berkata, orang yang
pertama mengawalkan khutbah pada sholat Ied adalah marwan kemudian laki-laki
berdiri dan berkata,” Sholat khotbah .” dia berkata, “ yang demikian itu telah
ditinggalkan. “ Maka Abu Said berkata , “Adapun ini, apa yang telah diwajibkan
kepadanya telah gugur.” Yaitu telah menunaikan kewajiban dengan menginkari
perbuatan yang menyalahi sunnah Rosulullah SAW- kemudian dia berkata, “ saya
mendegar .......”(al-hadist)
Hadits ini adalah hadits yang jami’ (mencakup banyak persoalan) dan
sangat penting untuk menjadi separuh dari agama (syari’at), karena amalan –
amalan syari’at terbagi menjadi dua: ma’ruf (kebaikan) yang wajib diperintahkan
dan dilaksanakan atau mungkar (kemungkaran) yang wajib diingkari, maka dari
sisi ini, hadits tersebut adalah separuh dari syari’at. Hadits ini juga menjelaskan
bahwa amar ma’ruf nahi munkar merupakan karakter seorang yang beriman.
Dalam mengingkari kemunkaran tersebut ada tiga tingkatan :
6
barang- barang hasil curian, dan barang-barang haram lainnya. Seorang atasan
memecat secara tidak hormat bawahannya yang melakukan pelanggaran
etika/moral keagamaan. Langkah perubahan dengan tangan atau kekuasaan
merupakan tingkatan upaya paling tertinggi.
Agama Islam adalah agama yang sangat menegakkan amar ma’ruf nahi
munkar. Amar ma’ruf akhlak yang mulia. Kewajiban menegakkan kedua hal itu
adalah merupakan hal yang sangat penting dan tidak bisa ditawar bagi siapa saja yang
mempunyai kekuatan dan kemampuan melakukannya. Bahkan Allah SWT dan
Rasul-Nya mengancam dengan sangat keras bagi siapa yang tidak melaksanakannnya,
sementara ia mempunyai kemampuan dan kewenangan dalam hal tersebut.6
6 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqey, Al-Islam, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra. 2001). Hlm.
348
7
Dengan demikian, amar ma’ruf dan nahi munkar yang dibebankan kepada
setiap muslim, jika ia telah menjalankannya, sedangkan orang yang diperingatkan
tidak melaksanakannya, maka pemberi peringatan telah terlepas dari celaan, sebab ia
hanya diperintah untuk menjalankan amar ma’ruf nahi munkar, tidak harus sampai
bisa diterima oleh Allah SWT.
ك>>ان رس>>ول هّللا ص>>لّى هّللا علي>>ه وس>>لّم: عن سالم بن عبدهّللا بن عمرعن ابيه عبد هّللا بن عمرعن عمررض>>ى هّللا عنهم ق>>ال
اذاج>>اءك من ه>>ذاالمال ش>>يءوانت غيرمش>>رف والس>>اءل، خ>>ذه: فق>>ال، اعطه من هوافقراليه منّى: يعطينى العطاءفاقول
7 Ahmad Abdurraziq al-Bakri. Ringkasan Ihya ‘ulumuddin Imam Ghazali cetakan ke VI. (Jakarta: Sahara
Publishers. 2010). Hlm 246
8
فك>>ان عبدهّللا اليس>>أل: س>>الم: ق>>ال، وماالفالتنبع>>ه> نفس>>ك، وان ش>>ءت تص > ّدق ب>>ه، ف>>إن ش>>ءت كل>>ه، فخ>>ذه فتموّل>>ه
احداشيءاوالير ّدشيءااعطيه
Dari Salim bin Abdullah bin Umar, dari ayahnya (Abdullah bin Umar), dari Umar ra., ia
berkata : "Rasulullah saw. memberi bagian dari sedekah kepada saya, tetapi saya
menolaknya dan saya katakan : "Wahai Rasulullah, berikanlah kepada orang-orang yang
lebih membutuhkan." Beliau bersabda : "Terimalah, apabila harta itu mendatangimu,
sedangkan kamu tidak mengharap-harapkan dan meminta, kemudian terserah kamu, boleh
kamu makan atau kamu sedekahkan. Dan yang tidak datang kepadamu, janganlah kamu
menuruti hawa nafsumu untuk mendapatkannya !" Salim berkata : "Setelah itu, Abdullah
tidak pernah meminta sesuatu pun kepada orang lain dan tidak pernah menolak
pemberian." (HR. Bukhari dan Muslim) 8
Dalam Islam bekerja dinilai sebagai kebaikan, dan kemalasan dinilai sebagai
keburukan. Bekerja mendapat tempat yang terhormat di dalam Islam. Serta dalam pandangan
Islam bekerja dipandang sebagai ibadah. Sebuah hadits menyebutkan bahwa bekerja
adalah jihad fi sabilillah.Sabda Nabi Saw “Siapa yang bekerja keras untuk mencari nafkah
keluarganya, maka ia adalah mujahid fi Sabillah”(Ahmad)
Islam sangat mencela orang yang mampu untuk berusaha dan memiliki badan yang
sehat, akan tetapi orang teresebut tidak mau berusaha, melainkan hanya menggantungkan
hidupnya pada orang lain.Misalnya dengan cara meminta-minta. Orang yang suka meminta-
minta selain telah merendahkan dirinya, mereka pun secara tidak langsung telah
merendahkan ajaran agamanya yang melarang keras perbuatan tersebut.
Nabi selalu berusaha mendorong dan mengajak kepada orang yang memiliki kekuatan
untuk mencari rizki, berusaha untuk bekerja apa saja yang penting halal. Walaupun pekerjaan
itu mungkin hina dalam pandangan manusia. Seperti dicontohkan dalam hadist, yaitu: pencari
kayu. Tentu saja hasilnya tidak begitu besar, namun pekerjaan itu lebih mulia dibandingkan
dengan para pengemis atau orang yang biasa menggantungkan hidupnya pada orang lain,
yang mungkin mendapatkan hasil yang lebih banyak.
Kewajiban berusaha bagi manusia dimaksudkan agar manusia bisa menghargai
dirinya,sehingga mereka dapat memperoleh kemuliaan yang pada akhirnya mengantarkannya
kepada kebahagiaan hidup. Hal ini berbeda dengan para benalu atau orang yang
menggantungkan dirinya kepada orang lain.selain dicemooh, mereka juga akan menerima
akibatnya di akhirat nanti.
Bekerja adalah ibadah, karena mereka menjalankan perintah Allah swt. Sedangkan
rizki adalah urusan Allah swt. Oleh karena itu berapapun rizki yang telah diperoleh
seseorang, harus diterima dengan hati yang ikhlas dan bersyukur.
Adapun mengenai keutamaan bekerja dan keutamaan orang yang giat bekerja keras
dijelaskan juga dalam beberapa hadits, yakni sebagai berikut:
”Siapa saja pada malam hari bersusah payah dalam mencari rejeki yang halal, malam itu ia
diampuni”. (HR. Ibnu Asakir dari Anas)
”Siapa saja pada sore hari bersusah payah dalam bekerja, maka sore itu ia diampuni”. (HR.
Thabrani dan lbnu Abbas)
9
”Tidak ada yang lebih baik bagi seseorang yang makan sesuatu makanan, selain makanan
dari hasil usahanya. Dan sesungguhnya Nabiyullah Daud as, selalu
makan dan hasil usahanya”. (HR. Bukhari)
”Sesungguhnya di antara dosa-dosa itu, ada yang tidak dapat terhapus dengan puasa dan
shalat”. Maka para sahabat pun bertanya: “Apakah yang dapat menghapusnya, wahai
Rasulullah?” Beliau menjawab: ”Bersusah payah dalam mencari nafkah.” (HR. Bukhari)
”Apabila kamu selesai shalat fajar (shubuh), maka janganlah kamu tidur meninggalkan
rejekimu”. (HR. Thabrani)
”Berpagi-pagilah dalam mencari rejeki dan kebutuhan, karena pagi hari itu penuh dengan
berkah dan keherhasilan.” (HR. Thabrani dan Barra’)
“Sesungguhnya Allah Ta‘ala suka melihat hamba-Nya bersusah payah dalam
mencari rejeki yang halal”. (HR. Dailami)
“Sebaik-baik nafkah adalah nafkah pekerja yang halal.” (HR. Ahmad)
“Sesungguhnya Allah SWT sangat menyukai hamba-Nya yang Mukmin dan
berusaha”. (HR. Thabrani dan Baihaqi dari lbnu ‘Umar)
”Barangsiapa yang bekerja keras mencari nafkah untuk keluarganya, maka sama
dengan pejuang dijaIan Allah ‘Azza Wa Jalla”. (HR. Ahmad)
Ada satu hadits yang sangat menarik, yang meriwayatkan bahwa, pada suatu ketika
Rasulullah SAW mengangkat dan mencium tangan seorang lelaki yang sedang bekerja keras.
Lantas beliau bersabda: “Bekerja keras dalam usaha mencari nafkah yang halal adalah
wajib bagi setiap musalim dan muslimah”.
Semua hadist yang disebutkan di atas bermakna memotivasi, memberi dorongan dan
semangat kepada kaum Muslimin untuk giat bekerja dalam memenuhi kebutuhan hidup diri
dan keluarganya, agar tidak menjadi hina lantaran membebani orang lain dengan menjadi
parasit.
Orang mukmin yang kuat, baik dalam keimanan, badan sehat,kekayaan, dan lain -lain,
lebih baik dan lebih dicintai Allah swt dari pada mukmin yang lemah. Untuk menjadi
mukmin yang kuat, maka orang mukmin harus berusaha mengenali sebab – sebab kelemahan,
kebodohan, dan keterbelakangan yang melanda umat islam sekarang ini. Adanya kesenjangan
antara ajaran agama yang mulia ini dengan realita umat sekarng ini tidak terlepas dari
kemungkinan-kemungkinan berikut ini:
1. Kurang serius dalam menjalankan ajaran – ajaran agama;tidak ada kesamaan ucapan
danperbuatan.misalnya: di waktu sholat mengucapkan Allahu akbar, di luar sholat Allah
nomor sekian. Di waktu sholat mengucapkan iyyaka na’budu, di luar sholat menjadi budak
nafsu dan setan.
2. Adanya kesalahan- kesalahan dalam memahami istilah – istilah dalam ajaran
agama.seperti: makna sabar, qana’ah, zuhud, takdir, dan tawkkal. Sehingga pada berikutnya
membawa umat untuk bersikap pasif terhadap kehidupan di dunia ini, dan menjadi umat
terbelakang.
Di dalam hadist nabi di atas, mendorong setiap umat mukmin untuk berusaha menjadi
kaya dengan rajin bekerja dan ikhtiar serta tidak mudah putus asa. Juga tidak kalah
10
pentingnya, penguasaan sains dan teknologi, sebagaimana semangat dari wahyu nabi yang
pertama. Setelah berusaha dengan baik, seoran mukmin harus bertawkkal dan berdoa kepda
Allah swt. Karena Dia-lah yang berperan dalam menentukan sesuatu. Sedangkan manusia
hanyalah berikhtiar.
Jika mendapat musibah, orang mukmin tidak boleh berkata “kalau aku berbuat
begini, pasti begini dan begitu”, akan tetapi hendaknya berkata “Allah telah
menetukan dan meghendaki hal ini”. Karena pernyataan “kalau” berarti mendahului
kehendak Allah dan termasuk salah satu perbuatan yang tercela
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kemungkaran jika dibiarkan saja maka akan menjadi hal yang wajar, dan jika itu
terjadi maka semuanya akan mendapat siksa atau adzab dari Allah apapun bentuk
kemungkaran harus kita cegah, semampu kita. Baik dengan perbuatan atau kekuasaan
(tangan), dengan lisan (ucapan), ataupun hanya sekedar dengan hati yaitu
mengingkari perbuatan munkar tersebut. Amar Ma’ruf Nahi Munkar adalah
menyuruh apa yang diperintahkan oleh syara’ dan dinilai baik oleh akal, dan
mencegah apa yang dilarang syara’ dan dinilai buruk oleh akal. Namun apabila
perbuatan itu dianggap baik oleh akal sedangkan dianggap buruk oleh syara’ maka
kita harus meningalkannya.
Dalam menyampaikan Amar Ma’ruf Nahi Munkar harus dengan ilmu,
kesabaran dan kelembutan. Kesesatan akan tersingkir jika setiap umat dapat menjaga
diri dengan petunjuk dari Allah.
DAFTAR PUSTAKA
11
Al-Bakri, Ahmad Abdurraziq. 2010. Ringkasan Ihya ‘ulumuddin Imam Ghazali cetakan ke
VI.
Jakarta: Sahara Publishers.
Al-Bugha, Mustafa Dieb dan Muhyidin. Al wafi fi Syarah Arba’in Nawawi. Beirut:
Muassasah
Ulumil Qur’an, t.th
Al-jazairi, Abu Bakr. Minhajjul Muslim. Beirut: Darul Fikr, t.th
Ash Shiddiqey, Teungku Muhammad Hasbi. 2001. Al-Islam. Semarang: PT. Pustaka Rizki
Putra
Dahlan, Ali Usman. Hadits Qudsy Pola Pembinaan Akhlak Muslim. Bandung: CV.
Diponegoro.
Ghazali, Imam. 1990. Mukasyafatul Qulub, Terj. Fatihuddin Abul Yasin.Surabaya: Terbit
Terang.
Juwariyah. 2010. Hadis Tarbawi. Yogyakarta: Sukses Offset.
12