Anda di halaman 1dari 20

Mata Kuliah : School Well – beng and Spiritual

Dosen Pengampu : Eva Meizara Puspita Dewi, S.Psi., M.Si., Psikolog

Nurfajriyanti Rasyid, S.Psi., M.Psi., Psikolog

EMPATI , PERILAKU PROSOSIAL, DAN

PERILAKU POSITIF DI SEKOLAH

Oleh Kelompok IV

Farhan 19712116

Asrina 1971041049

Adinda Tri Ayu W 1971042053

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2022
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya dan
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun
judul materi dari makalah ini adalah “Empat, Perilaku Prososial dan Perilaku Positif
di Sekolah”.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dosen mata kuliah School Well-Being and Spiritual Teachingyang telah
memberikan tugas terhadap kami.
Kami jauh dari kata sempurna. Dan ini merupakan langkah yang baik dari
studi yang sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan kami,
maka kritik dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan semoga makalah
ini dapat berguna bagi saya pada khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada
umumnya.

Makassar, 14 Februari 2022,

Kelompok 4
BAB 1
Pendahuluan

A. Latar
Belakang
Empati merupakan respon aktif yang berasal dari pemahaman kondisi
emosional orang lain, perasaan yang sama dengan apa yang dirasakan
orang lain. Empati adalah alat integral untuk mengetahui dan
berhubungan dengan orang lain dan menambah kualitas hidup dan
kekayaan interaksi sosial. Empati memiliki peran penting pada
perkembangan pemahaman sosial dan perilaku social positif dan
berfungsi sebagai fondasi hubungan yang menjadi dasar coping dengan
stress dan penyelesaian konflik (Barr dan Higgins, 2009). Kepekaan
sosial atau empati pada setiap orang bisa berbeda-beda. Empati biasanya
tumbuh dari masa anak-anak, mengikuti orang tua. Menurut Arsenio dan
Lemerise (dalam Constantinos, 2011). Empati merupakan kemampuan
untuk menghargai konsekuensi dari perilaku manusia terhadap perasaan
orang lain dan berbagi serta berempati dengan perasaan orang lain.
Manusia dilahirkan sebagai makhluk individu dan sosial, namun
perilaku manusia yang mementingkan diri sendiri sering kali terlihat
ketika ada orang yang mengalami kesulitan tidak mendapatkan bantuan
orang lain. Sebagian orang ketika menyaksikan orang lain dalam
kesulitan langsung membantunya sedangkan yang lain diam saja
walaupun mereka sebenarnya mampu membantu. Ada sebagian orang
lain cenderung menimbang-nimbang terleboh dahulu sebelum bertindak
untuk menolong dan ada yang ingin membantu tetapi dengan motif yang
bermacam-macam. Mengingat banyak orang-orang yang masih hidup di
dalam kesusahan dan membutuhkan pertolongan orang lian, maka
menjadi sebuah kewajiban bagi semua orang untuk memberikan bantuan
bagi orang-orang yang membutuhkan. (Sears, 2005) memberikan
pemahaman mendasar bahwa masing-masing individu bukanlah semata-
mata makhluk tunggal yang mampu hidup sendiri, melainkan sebagai
makhluk sosial yang sangat bergantung pada individu lain, individu tidak
dapat menikmati hidup yang wajar dan bahagia tanpa lingkungan sosial.
Seseorang dikatakan berperilaku prososial jika individu tersebut
menolong individu lain tanpa memperdulikan motif-motif si penolong.
Perilaku prososial merupakan suatu tindakan menolong yang
menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan
langsung pada orang yag melakukan tindakan tersebut, dan mungkin
bahkan melibatkan suatu risiko bagi orang yang menolong (Baron &
Byrne, 2005).
Perilaku prososial merupakan salah satu bentuk perilaku yang muncul
dalam interaksi sosial, yaitu tindakan yang dilakukan atau direncanakan
untuk menolong orang lain tanpa mempedulikan maksud dasar penolong
tersebut (Sears, Taylor, et all., 2012).
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu snediri yang
mempunyai bentang yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,
menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya.
Perilaku juga dapat diartikan sebagai semua kegiatan atau aktivitas
manusia, baik diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh
pihak luar.
Perilaku dapat dibatasi sebagai keadaan jiwa untuk berpendapat,
berfikir, bersikap dan lain sebagainya yang merupakan refleksi dan
berbagai macam aspek, baik fisik maupun non fisik. Perilaku juga dapat
diartikan sebagai suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya,
reaksi yang dimaksud dapat digolongkan menjadi 2, yakni dalam bentuk
pasif (tanpa tindakan nyata atau konkrit) dan dalam bentuk aktif (dengan
tindakan konkrit). Perilaku adalah tindakan aperilaku baik dan buruk
seseorang atau organisme yang dapat diamati bahkan dipelajari.
Siswa adalah murid atau pelajar yang masih duduk di bangku sekolah,
yang memiliki kepribadian yang unik, memiliki potensi dan mengalami
proses berkembang, dimana dalam proses perkembangannya ia
membutuhkan corak dalam dirinya yang dilakukan oleh dirinya sendiri.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang Makalah ini, maka rumusan masalah yang
akan dijawab yaitu :
1. Apa pengertian Empati?
2. Bagaimana proses teori empati dalam psikologi?
3. Hal apa saja yang mempengaruhi teori empati dalam psikologi?
4. Apa pengertian dari perilaku prososial?
5. Apa yang melatar belakangi perilaku prososial?
6. Apa pengertian dari perilaku positif di sekolah?
7. Apa saja ciri-ciri perilaku positif?
8. Apa pengertian dan tujuan dari dukungan perilaku positif?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalahdiatas, maka adapun tujuan dari
penelitina ini yaitu :
1. Mengetahui pengertian empati
2. Memahami bagaimana proses teori empati dalam psikologi
3. Mengetahui apa saja yang mempengaruhi teori empati dalam
psikologi
4. Mengetahui pengertian perilaku prososial
5. Mengetahui apa saja yang melatar belakangi perilaku prososial
6. Mengetahui pengertian perilaku positif di sekolah
7. Mengetahui apa saja ciri-ciri dari perilaku positif di sekolah
8. Mengetahui apa pengertian dan tujuan dari dukungan perilaku
positif

D. Manfaat
Secara teoritis, makalah ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih
mengenai gambaran tentang empati, perilaku prososial dan perilaku
positif di sekolah. secara praktis, makalah ini diharapkan dapat menjadi
bahan pemelajaan dalam membangun empati, perilaku prososial dna juga
perilaku positif di sekolah.
BAB II
Pembahasan

1. Empati
a. Definisi
Empati termasuk kemampuan untuk merasakan keadaan emosional
orang lain, merasa simpatik dan mencoba menyelesaikan masalah, dan
mengambil perspektif orang lain. Orang yang berempati mampu
merasakan apa yang dirasakan orang lain dan memahami alasan mengapa
orang tersebut merasa seperti itu (Azar, Darley, & Duan dalam Baron,
Branscombe & Byrne, 2012). Empati tersusun dari dua dimensi, kognitif
dan afektif (Liezt, et.al., 2011; Walter, 2012; Zaki & Ochsner, 2012).
Davis dkk. (dalam Hodgson & Wertheimer, 2007) mengajukan model
konseptual tentang empati sebagai suatu konstruk yang menjabarkan
kedua komponen menjadi empat dimensi, yakni:
a. pengambilan sudut pandang (perspective taking)
b. fantasi (fantasy)
c. kepedulian empatik (empatic concern)
d. tekanan personal (personal distress).

Setyawan (2011) mengemukakan bahwa empati mampu meningkatkan


kendali terhadap respon. Kendali terhadap respon membuat individu bisa
membatasi jangkauan pengaruh kesulitan yang dihadapi, terhadap bagian-
bagian lain kehidupannya. Kemampuan-kemampuan tersebut membuat
individu mampu melihat kesulitan-kesulitan yang dihadapinya sebagai
suatu hal yang positif dan mereduksi efekefek negatif yang mungkin
muncul. Hasil penelitian Setyawan dan Dewi (2015) menunjukkan bahwa
terdapat hubungan positif yang signifikan antara empati dan orientasi
belajar mencari makna dengan school well-being. Hasil tersebut
menunjukan adanya bukti empirik peran empati pada peningkatan school
well-being siswa.

b. Proses Teori Empati dalam Psikologi


Berdasarkan pandangan Schultz (1991) proses teori empati dalam
psikologi bertahap antara lain:
- Membayangkan diri dalam kedudukan individu lain.
Individu yang tidak pernah membayangkan betapa susahnya
menjadi petani, maka dirinya tidak akan dapat menghargai hasil
kerja dari petani itu. Membayangkan diri seolah olah menjadi
individu lain yang sedang melakukan pekerjaan berat atau
merasakan seolah oah sedang mendapat bencana akan mampu
menumbuhkan teori empati dalam psikologi dalam diri terhadap
suatu peristiwa yang disaksikannya
- Membandingkan sebuah sikap diri sendiri dengan sebuah sikap
yang dialami oleh individu lain.
Memahami kondisi yang dialami individu lain sangatlah sulit,
maka dibutuhkan suatu pembelajaran bagaimana seandainya diri
sendiri menjadi atau dalam posisi itu, apakah juga akan berbuat
seperti yang dilakukan individu itu atau mempunyai tindakan lain.
- Mengambil kesimpulan kesimpulan dari sebuah sikap individu lain
dan membandingkannya dengan reaksi khayal apabila berada
dalam keadaan yang di alami individu lain. Apabila individu dapat
membayangkan suatu peristiwa atau keadaan dan dirinya berada
dalam situasi itu, maka individu itu akan mempunyai sebuah sikap
yang lebih nyata untuk mengambil tindakan terhadap situasi dan
kondisi yang dirasakan secara langsung.

c. Hal yang Mempengaruhi Teori Empati dalam Psikologi


Shapiro (1997) menjelaskan beberapa hal hal yang mempengaruhi
teori empati dalam psikologi yakni:
- Hal hal kognitif
Bertambah matangnya wawasan dan ketrampilan kognitif, anak
anak secara bertahap belajar mengenali gejala gejala kesedihan
individu lain dan mampu menyesuaikan kepeduliannya dengan
sebuah perbuatan yang tepat.
- Hal hal bawaan
Anak laki laki sama sosialnya dengan anak perempuan tetapi anak
cenderung lebih suka memberikan bantuan fisik atau bertindak
sebagai pelindung. Sedangkan anak perempuan lebih suka
memberikan dukungan psikologis misalnya menghibur anak lain
yang sedang sedih.
- Hal hal pendidikan
Pendidikan khususnya pendidikan agama mengambil peranan
penting dalam pelaksanaan teori empati dalam psikologi itu.
Penerapan akan pendidikan agama dalam kehidupan sehari hari
justru efektif dalam mempengaruhi anak.
- Keluarga
Penerapan peraturan keluarga yang jelas, konsisten dan tidak
mudah memberikan memberikan keringanan kepada anak serta
tuntutan akan tanggung jawab kepada anak tanpa adanya imbalan
apapun akan mempengaruhi serta menghasilkan anak yang peduli,
tanggung jawab, peka dan lebih penyayang
- Pelajaran masa lalu akan sebuah perbuatan teori empati dalam
psikologi
Praktek akan sebuah perbuatan simpatik dapat mempengaruhi
hidup individu. Pelaksanaan kebaikan secara acak dan melibatkan
diri dalam kegiatan bermasyarakat akan mengajari anak akan
pelajaran masa lalu untuk melakukan sebuah perbuatan teori
empati dalam psikologi serta lebih peduli pada individu lain.

d. Kemampuan dalam Melakukan Empati dalam Psikologi


Egan (1986) menjelaskan bahwa ada dua kemampuan dasar dalam
melakukan empati. Kemampuan dasar tersebut merupakan suatu
proses yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya dan
selalu berjalan bersama sama. Kemampuan dasar dalam berempati
tersebut ialah antara lain:
- Attending
Sebelum individu memberikan respon kepada individu lain dan
segala hal yang berhubungan dengannya, maka individu tersebut
pertama kali harus memperhatikan individu lain dan mendengarkan
secara hati hati pada apa yang akan dikatakan. Apa yang ingin
dicapai ini bukanlah kemampuan individu untuk mengulangi kata
kata individu lain
- Active listening
Attending yang baik akan memudahkan individu untuk
mendengarkan secara hati hati pada apa yang dikatakan oleh
individu lain baik secara verbal maupun non verbal (Egan,1986).

2. Perilaku Prososial
a. Definisi
Perilaku Prososial didefinisikan sebagai bentuk perilaku sukarela yang
dalam artian menguntungkan orang lain. Perilaku prososial hanya
berorientasi pada orang lain, namun tindakan yang mungkin dapat
membantu orang lain.
Perilaku prososial dilatarbelakangi motif kepedulian pada diri sendiri
dan altruisme. Altruisme yaitu keinginan untuk menolong orang lain tanpa
harapan mendapatkan keuntungan. Perilaku prososial memiliki peran
penting dalam keberhasilan anak di sekolah, anak-anak yang bersikap
prososial atau empati cenderung bekerja sama di kelas dan menunjukkan
perilaku yang sesuai dan/atau disukai oleh guru. Siswa yang menunjukkan
perilaku prososial juga menerima lebih banyak bantuan dari guru maupun
teman sabaya dan juga lebih terlibat dalam kegiatan sekolah. Beberapa
penelitian juga mengungkapkan korelasi positif antara empati atau
perilaku prososial dan ukuran kecerdasan, kosakata atau keterampilan
membaca, perkembangan Bahasa, tingkat perkembangan mental (Van
Der Mark, dkk 2002)
Studi intervensi yang dirancang untuk mempromosikan keterampilan
sosial pada anak-anak efektif menunjukkan bahwa lingkungan sekolah
dapat menjadi faktor penting untuk mempelajari keterampilan sosial
seperti empati, perilaku prososial, dan perilaku positif pada anak di
sekolah
Perilaku prososial dipandang sebagai motivator dapat dilihat perilaku
prososial arahnya pada perkembangan positif anak dengan kompotensi
sosialnya.
b. Aspek-Aspek Perilaku Prososial
Eingsberg & Mussen megemukakan aspek dari perilaku prososial meliputi :
1. Sharing/berbagi, yaitu kesediaan berbagi perasaan dengan orang lain
baik dalam suasana suka maupun duka
2. Cooperating/Kerjasama, yaitu kesediaan untuk bekerjasama dengan
oranglain demi tercapainya suatu tujuan
3. Helping/membantu, yaitu kesediaan untuk menolong orang lain yang
sedang dalam kesusahan. Menolong meliputi membantu orang lain,
menawarkan bantuan,
4. Doanting/memberi, yaitu kesediaan memberi secara suka rela sebagai
barang miliknya untuk yang membutuhkan
5. Honesty/Kejujuran, yaitu kesediaan untuk tidak berbuat curang kepada
orang lain
c. Penelitian Yang Berkaitan Dengan Perilaku Prososial
Penelitain dari Oliner dan Oliner (1998) menunjukkan perilaku
prososial pada masa dewasa juga ditunjukkan dalam studi retrospektif
eropa dimana keterlibatan dalam memberi makan orang tua yang sakit
atau mengunjungai orang sakit, mengumpulkan uang untuk tujuan positif.
Penelitian dari Alrefi (2019) menunjukkan peserta didik kelas VII
SMP boarding school memiliki perilaku prososial pada kategori tinggi
yang artinya telah menunjukkan perilaku prososial antar sebaya, siswa
perempuan memiliki skor rata-rata lebih tinggi perilaku prososial
dibandingkan siswa laki-laki
Hasil penelitian dari Novi (2019) yang meneliti subjective well-being
dengan perilaku prososial saling berhubungan satu dengan yang lainnya.
Petama SWB dengan perilaku prososial memiliki hubungan yang positif
dan signifikan. Apabila SWB pada remaja tinggi, maka perilaku prososial
pada remaja juga tinggi. Sebaliknya, jika tingkat SWB pada remaja
rendah, maka perilaku prososial pada remaja juga rendah.
Gunadi (2010) juga meneliti perilaku prososial mempunyai hubungan
yang positif dengan SWB. Perilaku menolong yang dilakukan oleh remaja
mempengaruhi tingkat SWB atau membuat remaja menjadi lebih Bahagia
dan sejahtera
d. Pentingnya Perilaku Prososial di Sekolah
Perilaku Pro Sosial sangat penting di sekolah, karena dampak dari
perilaku pro social menimbulkan efek positif satu sama lain, siswa, guru,
orang tua, tenaga pendidik lainnya. Bergin & Prewett (2020) menjelaskan
manfaat perilaku prososial anak :
1. Membentuk emosi positif siswa
Siswa yang memiliki perilaku prososial terhadap orang lain maka
mereka merasa emosi yang positif. Siswa yang memiliki perilaku
prososial akan cenderung menjadi individu yang Bahagia, ceria,
dalam membantu orang lain menjadi positif. Emosi positif juga
menjadi motivasi siswa dalam belajar, berpartisipasi aktif dalam
kelas, dan sikap terbuka.
2. Penerimaan social
Siswa yang memiliki perilaku prososial akan lebih diterima oleh
teman sebayanya. Siswa yang selalu membantu dan menolong
akan disenangi oleh teman-temannya. Mereka cenderung lebih
diterima pada lingkungannya
3. Keterlibatan dalam belajar
Perilaku prososial juga menunjang dalam hal keterlibatan dalam
belajar. Siswa akan menunjukka minat belajar yang tinggi,
menunjukkan sikap-sikap positif sehingga mereka akan cenderung
memunculkan minat pada tugas-tugas di sekolah.
e. Peran Guru Dalam Perilaku Prososial Siswa
Guru merupakan salah satu tenaga pendidik anak di sekolah, itulah
sebabnya guru mempunyai peranan penting dalam pembentukan perilaku
prososial anak di sekolah. Beachboard (2019) menjelaskan beberapa
Teknik guru dalam mempromosikan perilaku prososial di sekolah, yaitu :
1. Mempraktikkan rasa syukur di kelas
Penelitian menunjukkan bahwa dari waktu ke waktu dapat
meningkatkan suasana hati secara menyeluruh. Guru menjadi
harapan agar mampu membimbing siswa untuk membuat catatan
harian mengenai apa yang mereka syukuri
2. Mendorong tindakan kebaikan dengan acak
Guru menjadi peran penting dalam mendorong siswa agar
berperilaku baik. Penelitian menunjukkan bahwa perilaku prososial
sifatnya menualr dan ketika dilihat oleh orang lain maka secara
tidak langsung akan menyebabkan tiruan dari orang yang
melihatnya. Guru seharusnya menjadi contoh atau bahkan
memperlihatkan perilaku positif yang bisa ditiru oleh siswanya.
3. Membangun sikap empati melalui papan kebahagiaan
Pengajar bisa menyediakan tempat atau meida untuk siswa dalam
menuliskan apa yang bisa membantu orang lain. Dengan begitu
siswa akan terbantu untuk membangun rasa iba dan ingin
menolong orang disekitarnya
3. Perilaku Positif di Sekolah
a. Definisi
Perilaku bukan sebuah ilmu pengetahuan mengenai perilaku
manusia akan tetapi merupakan filosofi dari ilmu pengetahuan
tersebut. Perilaku manusia merupakan hal yang paling istimewa di
dunia tempat dimana tiap individu tinggal dan melakukan aktivitas
lainnya. Prinsip-prinsip perilaku dapat membantu dalam mengatasi
masalah perilaku yang sulit. Ada tiga pendekatan yang saling terkait
secara khusus untuk perilaku-perilaku yang menantang yaitu,
penerapan analisis perilaku terapan, analisis fungsional, dan dukungan
perilaku positif (Ormrod, 2008).

b. Ciri-ciri Perilaku Positif


Setiap individu memiliki ciri-ciri kepribadian tersendiri, mulai
dari yang menunjukkan kepribadian yang positif dan yang tidak
positif. Dalam hal ini, Elizabeth (Syamsu Yusuf, 2003)
mengemukakan ciri-ciri perilaku yang positif, sebagai berikut:
1) Menilai diri sendiri secara realisitik; mampu menilai diri apa
adanya tentang kelebihan dan kekurangannya, secara fisik,
pengetahuan, keterampilan dan sebagainya.
2) Menilai situasi secara realistik; dapat menghadapi situasi atau
kondisi kehidupan yang dialaminya secara realistik dan mau
menerima secara wajar, tidak mengharapkan kondisi kehidupan itu
sebagai sesuatu yang sempurna
3) Menilai prestasi yang diperoleh secara realistik; dapat menilai
keberhasilan yang diperolehnya dan meraksinya secara rasional,
tidak menjadi sombong, angkuh atau mengalami superiority
complex, apabila memperoleh prestasi yang tinggi atau kesuksesan
hidup. Jika mengalami kegagalan, dia tidak mereaksinya dengan
frustrasi, tetapi dengan sikap optimistik.
4) Menerima tanggung jawab; dia mempunyai keyakinan terhadap
kemampuannya untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan yang
dihadapinya.
5) Kemandirian; memiliki sifat mandiri dalam cara berfikir, dan
bertindak, mampu mengambil keputusan, mengarahkan dan
mengembangkan diri serta menyesuaikan diri dengan norma yang
berlaku di lingkungannya.
6) Dapat mengontrol emosi; merasa nyaman dengan emosinya, dapat
menghadapi situasi frustrasi, depresi, atau stress secara positif atau
konstruktif, tidak destruktif.
7) Berorientasi tujuan; dapat merumuskan tujuan-tujuan dalam setiap
aktivitas dan kehidupannya berdasarkan pertimbangan secara
matang (rasional), tidak atas dasar paksaan dari luar, dan berupaya
mencapai tujuan dengan cara mengembangkan kepribadian
(wawasan), pengetahuan dan keterampilan.
8) Berorientasi keluar (ekstrovert); bersifat respek, empati terhadap
orang lain, memiliki kepedulian terhadap situasi atau masalah-
masalah lingkungannya dan bersifat fleksibel dalam berfikir,
menghargai dan menilai orang lain seperti dirinya, merasa nyaman
dan terbuka terhadap orang lain, tidak membiarkan dirinya
dimanfaatkan untuk menjadi korban orang lain dan mengorbankan
orang lain, karena kekecewaan dirinya.
9) Penerimaan sosial; mau berpartsipasi aktif dalam kegiatan sosial
dan memiliki sikap bersahabat dalam berhubungan dengan orang
lain.
10) Memiliki filsafat hidup; mengarahkan hidupnya berdasarkan
filsafat hidup yang berakar dari keyakinan agama yang dianutnya.
k. Berbahagia; situasi kehidupannya diwarnai kebahagiaan, yang
didukung oleh faktor-faktor achievement (prestasi), acceptance
(penerimaan), dan affection (kasih sayang).

c. Dukungan Perilaku Positif


Dukungan perilaku positif merupakan berbagai strategi yang
secara sistemik dan individual untuk mencapai perilaku sosial yang
penting dan sebagai hasil sementara dari pembelajaran untuk
mencegah munculnya masalah perilaku. Menurut Horner yang
didukung juga oleh Lewis, Sugai, dkk menyatakan bahwa kunci
penting dalam dukungan perilaku positif adalah meliputi proaktif, cara
pengambilan keputusan, sampai dengan orientasi pemecahan masalah.
Dukungan perilaku positif tidak hanya fokus terhadap permasalahan
perilaku dalam ranah klinis akan tetapi menekankan gaya hidup yang
fokus dan berkesinambungan yang dilakukan oleh guru, keluarga, dan
juga orang lain yang terlibat dalam dukungan tersebut (Edmonson,
2005).
Dukungan perilaku positif diberikan bertujuan memberikan
pengaruh yang bersifat positif pada lingkungan khususnya terhadap
siswa-siswa yang memiliki perilaku yang bermasalah, seperti perilaku
mengabaikan tugas (Agustina, 2013). Setelah mengidentifikasi
maksud yang mungkin dituju oleh perilaku yang tidak sesuai, seorang
guru mengembangkan dan melaksanakan suatu rencana untuk
mendorong perilaku yang sesuai dan positif. Secara khusus, menurut
Ormrod (2008) dukungan perilaku positif melibatkan beberapa strategi
berikut ini:
1) Ajarkan perilaku yang dapat melayani maksud yang sama seperti
dan karenanya dapat menggantikan, perilaku yang tidak sesuai
2) Modifikasi lingkungan kelas untuk meminimalisasi kondisi-
kondisi yang bisa memicu perilaku yang tidak sesuai
3) Bangun kebiasaan aehari-hari yang dapat diramalkan sebagai cara
menimalisasi kecemasan dan membuat siswa merasa lebih nyaman
dan aman
4) Berikan siswa kesempatan membuat pilihan: dengan car aini siswa
dapat sering mendapaatkan hasil-hasil yang diinginkan tanpa
terjerumus dalam perilaku yang tidak sesuai
5) Buat penyesuaian-penyesuaian dalam kurikulum, proses belajar-
mengajar atau keduanya untuk memaksimalkan kemungkinan
kesuksesan akademis (misalnya, membangun minat siswa,
memberikan materi dengan tenang dan perlahan, atau menyelingi
tugas-tugas yang mudah dan menyenangkan dengan tugas-tugas
yang menantang)
6) Monitor frekuensi munculnya berbagai perilaku untuk menentukan
apakah intervensi yang dilakukan berjalan dengan baik atau
sebaliknya memerlukan modifikasi.
Proses dukungan perilaku positif ditandai sebagai suatu
pemecahan masalah dan proses merencanakan sebuah aksi dimana
sekolah (Horner, 2007):

a. Meninjau data mengenai permasalahan yang ada di sekolah;


b. Mengembangkan suatu tujuan yang bisa diukur dan memberikan
hasil yang realistik dalam jangka panjang;
c. Memilih praktek secara dapat sehingga dapat menunjukkan suatu
keberhasilan dalam mencapai hasil yang diinginkan; dan
d. Membangun suatu sistem yang mungkin dapat diadaptasi sehingga
bisa digunakan secara efektif, efisien, dan relevan dengan kondisi
yang ada.
BAB III
Penutup

A. Kesimpulan
Empati merupakan kemampuan memahami dan turut merasakan
perasaan orang lain. Empati itu adalah perwujudan kasih sayang sesama
manusia. Mempunyai rasa empati adalah keharusan seorang manusia, karena
disanalah terletak nilai kemanusiaan seseorang, rasa empati pada seseorang
harus diasah, bila dibiarkan rasa empati tersebut sedikit demi sedikit akan
terkikis walau tidak sepenuhnya hilang, tergantung dari lingkungan yang
membentuknya.
Perilaku prososial merupakan aspek yang penting dalam tumbuh
kembang anak atau remaja di era sekarang. Apabila seseorang anak mempunyai
perilaku prososial yang tinggi maka akan memberikan efek baik pada
kehidupannya sehari-hari.
dukungan perilaku positif adalah meliputi proaktif, cara pengambilan
keputusan, sampai dengan orientasi pemecahan masalah. Dukungan perilaku
positif tidak hanya fokus terhadap permasalahan perilaku dalam ranah klinis
akan tetapi menekankan gaya hidup yang fokus dan berkesinambungan yang
dilakukan oleh guru, keluarga, dan juga orang lain yang terlibat dalam
dukungan tersebut
B. Saran
Makalah ini dapat menjadi acuan guru ataupun orang tua untuk meningkatkan
perilaku prososial, empati dan juga perilaku positif di sekolah. penelitian ini
masih jauh dari kata sempurna, sehingga diperlukan masukan-masukan dan
saran untuk memperoleh hasil yang lebih maksimal. Berdasarkan saran-saran
yang dapat diajukan adalah sebagai berikut :
1. Orangtua dan guru agar bisa meningkatkan perilaku prososial anak atau
siswa melalui atau dengan cara meningkatkan kematangan emosi dan
dukungan sosial teman sebaya.
2. Para pembaca, guru dan orang tua hendaknya memberikan contoh nyata
apabila individu dapat berempati terhadap orang lain melakukannya secara
tulus dan ikhlas.
3. Hendaknya bagi seorang guru dapat menjadi suri tauladan yang baik bagi
para siswanya. Sebab sikap dan tingkah laku guru menjadi perhatian
khusus bagi para siswanya di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA

Setyawan, I., & Dewi, E. K. (2019). EFEKTIVITAS PELATIHAN


“PEDE”(PEMAAFAN, EFIKASI DIRI, DAN EMPATI) UNTUK
MENINGKATKAN SCHOOL WELL-BEING SISWA. Jurnal
Psikologi, 18(2), 218.
Suharyanto, A. (2018). Teori Empati dalam Psikologi. Akses 12 Februari 2022
https://dosenpsikologi.com/teori-empati-dalam-psikologi
Alrefi. (2019). Perilaku Prososial Peserta Didik Pada Sekolah Menengah Pertama
Boarding School Berdasarkan Jenis Kelamin
Bornstein, M. H., Davidson, L., Keyes, C. L., & Moore, K. A. (2003). Well-being:
Positive development across the life course. Psychology Press.
Beachboard, C. (2019). Promoting Prosocial Behaviors in the Classroom. EDUTOPIA.
https://www.edutopia.org/article/promoting-prosocial-behaviors-classroom. Diakses
pada 2 Maret 2022
Bergin, C., & Prewett, S. (2020). The Pros Of Prosocial. NAESP (National Association of
Elementary School Principals). https://www.naesp.org/resource/the-pros-
ofprosocial/#:~:text=Research%20finds%20that%20students%20who,%2C%20and
%20emot ional%20well%2Dbeing. Diakses pada 2 Maret 2022
Furlong, M. J., Gilman, R., & Huebner, E. S. (Eds.). (2014). Handbook of positive
psychology in schools. New York, NY: Routledge.
Gunadi, N, L. (2010) Hubungan Perilaku Prososial Dengan Subjective Well-Being
Pada Remaja. Skripsi
Novi, D. (2019). Hubungan Antara Subjective Well-Being Dengan Perilaku
Prososial Pada Remaja. Skripsi
Agustina, H. (2013). Dukungan Perilaku Positif oleh Guru untuk Mengurangi
Perilaku Mengabaikan Tugas pada Siswa SMA Negeri 3 Banjarmasin. Studi
Insania. Vol. 1, No.1, Hal. 75-87.
Barr, J. J., & Higgins-D’Alessandro, A. (2007). Adolescent empathy and prosocial
behavior in the multidimensional context of school culture. Journal of
Genetic Psychology, 168(3), 231–250.
https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.3200/GNTP.168.3.231-250
Baron, R.A. & Branscombe, N.R. (2012). Social Psychology (13th Edition). Boston:
Pearson Education, Inc
Bashori, K. (2017). Menyemai Prilaku Prososial Di Sekolah. Sukma: Jurnal
Pendidikan. 1(1), 57-92.
Beachboard, C. (2019). Promoting Prosocial Behaviors in the Classroom.
EDUTOPIA. https://www.edutopia.org/article/promoting-prosocial-
behaviors-classroom. Diakses pada 12 februasi 2022
Bergin, C., & Prewett, S. (2020). The Pros Of Prosocial. NAESP (National
Association of Elementary School Principals).
https://www.naesp.org/resource/the-pros-of-
prosocial/#:~:text=Research%20finds%20that%20students%20who,%2C%20
and%20emotional%20well%2Dbeing. Diakses pada 12 Februari 2022

Anda mungkin juga menyukai