Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“KONSEP EMPATY”

KELOMPOK 7 :

 YENNI PAKIDING
 LIDIAWATI KOMBONG
 MERI PARERUNGAN

INSTITUT KESEHATAN DAN BISNIS KURNIA JAYA PERSADA

JURUSAN SI KEBIDANAN

2023/2024
DAFTAR ISI

SAMPUL………………………………………………………………………….i

KATA PENGANTAR.............................................................................................................

DAFTAR ISI..........................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG................................................................................................
B. RUMUSAN MASALAH..............................................................................................
C. TUJUAN PENULISAN................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN EMPATY.............................................................................................
2. ASPEK DAN NILAI-NILAI PENERAPAN EMPATY...............................................
3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EMPATY.....................................

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN...........................................................................................................
B. SARAN.......................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karna
perkenaan-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Dalam klesempatan ini tidak lupa kami ucapkan terima kasih yang
sebesar besarnya kepada teman-teman, kerabat dan semua pihak yang telah
memberikan bimbingan, arahan dan bantuannya seingga tugas makalah ini dapat
terselasaikan. Apapun tujuan utama atas penyusunan makalh ini guna memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Humaniora. Kami menyadari dalam makalah ini
masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik
dan saran dari semua pihak yang membangun demi terciptanya makalh yang lebih
baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Toraja Utara, 14 Desember 2023

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

empaty merupakan respon efektif yang berasal dari pemahaman kondisi


emosional orang lain, perasaan yang sama dengan apa yang dirasakan orang
lain. Empaty adalah alat integral untuk mengetahui dan berhubungan dengan
orang lain dan menambah kualitas hidup dan kekayaan interaksi sosial empaty
memiliki peran penting pada perkembangan pemahaman sosial dan perilakun
sosial positif dan berfungsi sebagai pondasi hubungan dan menjadi dasar
koping dengan stress dan penyelesaian konflik.

Kepekaan sosial atau empaty pada setiap orang bisa berbeda-beda, empaty
biasanya tumbuh dari masa anak-anak, mengikuti orang tua. Empaty
merupakan kemampuan untuk menghargai konsekuensi dari perilaku manusia
terhadap perasaan orang lain dan berbagai serta berempati dengan porasaan
orang lain. Orang yang enggan berbagi akan tumbuh menjadi pribadi yang
individualistis dan egosentris sementara mereka yang sejak kecil sering
dilibatkan untuk memahami kesulitan orang lain, biasanya akan lebih peka dan
mudah tergerak hatinya untuk menolong sesame Pendidikan empaty sebagai
inti Pendidikan moral atau budipekerti akan mampu menyentuh
perkembangan perilaku remaja secara mendasar, apabila Pendidikan empaty
tersebut ditanamkan pada anak sejak usia dini. Jika Pendidikan empaty
tersebut diberikan pada anak setelah menginjak dewasa, maka tidak akan
begitu terpengaruh secara mendasar.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat disimpulkan beberapa
pertanyaan yaitu:
1. Apa pengertian empaty?
2. Apa sajakah aspek dan nilai-nilai penerapan empaty?
3. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi empaty?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian empaty
2. Untuk mengetahui aspek dan nilai-nilai peranan empaty
3. Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi empaty
BAB II
PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN EMPATY

Empati merupakan arti dari kata “Einfulung” yang dipakai oleh para
psikolog Jerman. Secara harfiah berarti “merasakan ke dalam”. Empati
berasal dari kata Yunani “Pathos”, yang berarti perasaan yang mendalam dan
kuat yang mendekati penderitaan, dan kemudian diberi awalan “In”. Kata ini
paralel dengan kata “simpati”.1 Menurut Pink, empati merupakan
kemampuan individu untuk membayangkan diri pada posisi orang lain dan
memahami dengan intuisi apa yang dirasakan oleh orang lain. Ia juga
menambahkan bahwa empati merupakan suatu tindakan imajinatif yang
berani serta realitas virtual paling tinggi yang dilakukan secara spontan.
Empaty adalah kemampuan untuk menghargai konsekuensi dari perilaku
manusia terhadap perasaan orang lain serta berempati terhadap perasaan
orang lain lalu berempati dengan perasaan orang lain. Empati adalah suatu
tanggapan efektif dari pemahaman kondisi perasaan yang sama dengan apa
yang dirasakan oleh orang lain.

Menurut Stein & Book (1997) empati adalah kemampuan untuk


menyadari, memahami, dan menghargai perasaan dan pikiran orang lain.
Empati adalah “menyelaraskan diri” (peka) terhadap apa, bagaimana, dan latar
belakang perasaan dan pikiran orang lain sebagaimana orang tersebut
merasakan dan memikirkannya. Bersikap empatik artinya mampu “membaca
orang lain dari sudut pandang emosi”. Orang yang empatik peduli pada orang
lain dan memperlihatkan minat dan perhatiannya pada mereka.

Shapiro (1997) menegaskan bahwa sesungguhnya ada dua komponen


empati : reaksi emosi kepada orang lain, yang normalnya berkembang dalam
enam tahun pertama kehidupan anak dan reaksi kognitif yang menentukan
sampai sejauh mana anak- anak ketika sudah lebih besar mampu memandang
sesuatu dari sudut pandang atau perspektif orang lain. Goleman (2004)
menyebutkan, hasil-hasil studi menemukan bahwa akar empati dapat dilacak
hingga masa bayi. Bayi akan terganggu bila mendengar bayi lain menangis,
respon yang oleh beberapa orang dianggap sebagai tanda- tanda awal empati.
Pada akhir masa kanak- kanak, tingkat empati lebih lanjut muncul ketika
anak- anak sudah sanggup memahami kesulitan yang ada di balik situasi yang
tampak, dan menyadari bahwa situasi atau status seseorang dalam kehidupan
dapat menjadi sumber beban stress kronis. Pemahaman remaja akan
kesengsaraan suatu golongan, misalnya kaum miskin, tertindas dan yang
terkucil dari masyarakat dapat mendorong keyakinan moral yang berpusat
pada kemauan untuk meringankan ketidakberuntungan dan ketidakadilan.
Masa remaja merupakan periode yang singkat, sebab masa remaja diawali dari
usia tiga belas tahun dan kira- kira berakhir pada usia enam belas sampai
delapan belas tahun secara hukum. Masa remaja disebut juga masa yang sulit
karena masyarakat belum melihat adanya perubahan perilaku yang
menunjukkan kematangan, namun para remaja tidak ingin disebut sebagai
anak kecil lagi.

Hurlock (1980) menyebutkan bahwa remaja dalam tugas perkembangan


dituntut melakukan perubahan besar dalam sikap dan pola perilaku, yang
dipusatkan pada penanggulangan sikap dan pola perilaku yang kekanak-
kanakkan dan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa. Salah
satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah penyesuaian sosial.
Hal ini dikarenakan teman- teman sebaya dalam kelompok memberikan
pengaruh yang besar dalam pengambilan keputusan, sikap, pola perilaku
bahkan minat- minat sosial. Satu dari minat- minat sosial yang umum pada
remaja adalah menolong orang lain yang diperlakukan kurang baik, merasa
tertekan atau merasa tidak dimengerti. Minat positif ini merupakan bentuk
perwujudan empati yang dimiliki oleh remaja. Shapiro (1997) menyebutkan
bahwa menjelang berakhirnya masa kanak- kanak, antara usia sepuluh dan dua
belas tahun, anak – anak mengembangkan empati dengan mengungkapkan
kepedulian terhadap orang-orang yang kurang beruntung, yang dalam tahap
ini disebut sebagai empati abstrak.

Pada mulanya para teoretikus memandang empati merupakan being yang


diturunkan oleh Sang Maha Pencipta atau dibawa oleh individu sejak lahir
atau merupakan faktor keturunan, artinya orangtua yang empatik akan
melahirkan anak- anak yang empatik juga. Pendapat tersebut mematahkan
upaya- Upaya pembelajaran dari para guru dan orangtua dalam memberikan
pendidikan empati kepada anak- anak. Para peneliti yang datang belakangan
telah menemukan bahwtreatmen- treatmen yang diarahkan kepada
pembelajaran empati dapat meningkatkan kemampuan empati. Empati selain
being juga merupakan becoming. Dapat disimpulkan bahwa potensi- potensi
empatik yang diturunkan dari orangtua bersifat being, selanjutnya diasah
melalui interaksi dengan orangtua dan lingkungan sekitar yang bersifat
becoming (Taufik, 2012). Beberapa hal yang dapat mempengaruhi proses
perkembangan empati pada diri seseorang yaitu : pola asuh, kepribadian, jenis
kelamin, usia, derajat kematangan, sosialisasi, variasi situasi, pengalaman dan
obyek respon (dalam Ginting, 2009). Pola asuh sebagai salah satu faktor yang
mempengaruhi proses perkembangan empati memiliki peran yang sangat
penting karena pola asuh dalam lingkungan keluarga merupakan lingkungan
pendidikan yang utama dan yang pertama bagi anak termasuk di dalamnya
pendidikan agama, maka dapat dikatakan bahwa keberagamaan atau
religiusitas pada masa kanak- kanak berasal dari pembelajaran yang diberikan
oleh orangtua kepada anak. Memasuki masa remaja, anak- anak tidak lagi
begitu saja menerima kode moral dari orang tua, guru, bahkan teman- teman
sebaya. Fowler (dalam Ghufron & Risnawita, 2011) menyatakan bahwa
peluang terjadinya konflik dan keraguan itu muncul karena pada masa ini
remaja mengandalkan kekuatan akal pemikiran kritis dan rasionalitas dalam
mengetahui dan memahami sesuatu. Streng (dalam Ghufron & Risnawita,
2011) juga mengemukakan bahwa remaja membutuhkan agama sebagai
sesuatu yang bersifat personal dan penuh makna tidak hanya Ketika remaja
mendapatkan kesulitan. Menurut Powel (dalam Ghufron & Risnawita, 2011)
agama dapat memberikan kemantapan pada waktu remaja mengalami
kebimbangan. Beberapa remaja melengkapi kode moral mereka dengan
pengetahuan yang diperoleh dari pelajaran agama (Hurlock, 1980). Pelajaran
agama yang diterima oleh para remaja baik di sekolah maupun di tempat
ibadah, didalamnya terkandung nilai- nilai seperti kepedulian dan rasa cinta
kasih terhadap sesama, yang kesemuanya itu mengandung unsur menjaga
keselarasan hubungan dengan sesama. Hal- hal inilah yang menjadi bagian
dari empati dan bila nilai- nilai tersebut dihayati serta diterapkan dalam
kehidupan sehari- hari, membuat para remaja memiliki empati terhadap
sesame.

2. ASPEK DAN NILAI PENERAPAN EMPATY

Davis berpendapat mengenai komponen empati yang dibagi menjadi dua,


yaitu komponen kognitif dan aspek efektif. Komponen kognitif tersusun dari
perspektif teking dan fantasy, sedangkan komponen efektif tersusun dari aspek
empatic concern dan personal distress.

a. Perspective taking (pengambilan perspektif)


Perspective taking ( pengambilan perspektif) merupakan kecenderungan
individu untuk secara otomatis menempatkan sudut pandang psikologis
orang lain. Kemampuan dalam perspective taking yang dianggap penting
dalam perilaku non egosentrik yaitu kemampuan yang berpusat pada
kepentingan orang lain. perspective taking memiliki hubungan dengan
tanggapan emosional dan saling membantu pada orang dewasa.
b. Empathic concern (perhatian empati)
Perasaan simpati yang menjadikan orang lain sebagai pusat dan
menunjukkan kepedulian pada kemalangan orang lain. Aspek ini juga
merupakan representasi dari perasaan hangat yang erat berkaitan dengan
peka dan rasa peduli terhadap sesama.
c. Personal distress (distres pribadi)
Peninjauan penentuan sikap seseorang terhadap dirinya sendiri yang
menimbul sebagai perasaan cemas dan gelisah Ketika berhadapan dengan
orang lain. Tingginya personal distress menimbulkan turunnya
kemampuan sosialisasi seseorang. Individu harus mengamati dan
menginterpretasikan perilaku orang lain untuk mampu berempaty.

d. Fantasy (imajinasi)
Kecakapan seseorang menempatkan diri secara imajinatif menjadi
perasaan dan tindakan tokoh yang ditemui dalam cerita yang berada di
buku, film, maupun drama.

3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EMPATY

Menurut Goleman, terdapat factor yang mempengaruhi empaty secara


psikologis maupun sosiologis. Berikut factor yang mempengaruhi empaty :

a. Sosialisasi
Factor utama yang berperan memberikan pengaruh pada empati adalah
sosialisasi. Terciptanya berbagai teknologi canggih seperti smartpone
dapat mengubah pola hidup dan pola interksi sosial individu. Candu
smartpone dapat mengakibatkan penggunanya sering kali tidak acuh pada
lingkungan sosial.
b. Perkembangan kognitif
Perkembangan empati beriringan dengan perkembangan kognitif yang
mengarah pada matangnya kognitif seseorang. Kognitif yang berkembang
menjadikan individu mampu melihat dua sisi dari suatu hal, yaitu dengan
sudut pandangnya sendiri dan sudut pandang orang lain.
c. Komunikasi
Kecakapan komunikasi yang baik merupakann pengaruh empati
seseorang. Perbedaan Bahasa dan ketidakmampuan memahami
komunikasi akan menjadikan suatu hambatan dalam berempati.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Empaty adalah suatu perasaan dalam diri seseorang yang sesuai
dengan apa yang dirasakan oleh orang lain secara psikologis. Empaty
memiliki beberapa fungsi yang dapat membantu seseorang dalam
bersosial, berinteraksi, berkomunikasi, dan bersikap dilingkungan
Masyarakat.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa empaty adalah suatu kemampuan sikap
seseorang dari kesadaran diri dalam memahami orang lain ataupun suatu
kelompok, baik yang berbentuk respon kognitif maupun efektif dengan
ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain.
B. SARAN
Dari hasil pembahasan di atas maka dengan ini diajukan saran-saran yang
dapat menjadi bahan pertimbangan dalam berkomunikasi dapat lebih
banyak dilakukan mengingat kurangnya pembahasan ini dalam ilmu
komunikasi. Maka dari itu disarankan kepada kalangan Masyarakat untuk
menanamkan sikap empaty didalam diri karena setiap manusia memiliki
hati yang lembut sehingga mengasihi sesame dan menempatkan posisi
dirinya di alam posisi orang lain akan semakin mudah.

DAFTAR PUSTAKA

 http://dosenpsikologi.com/pengertian-empaty-menurut-
para-ahli
 Taufik, Empati perdekatan psikologis sosial,(Jakarta:PT.
Rajawali Pers, 2012),80.
 Daniel Goleman, kecerdasan emosional, 88.

Anda mungkin juga menyukai