Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PERKEMBANGAN PERSERTA DIDIK ILMU

PERKEMBANGAN SOSIOEMOSIONAL

Di susun oleh:
1. Alan pope
2. Mareza arisandi

Dosen Pembimbing: Desy aprima M.Pd


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
STKIP MUHAMADIYAH OKU TIMUR
2019/2020

1
Kata pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Perumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
PENGERTIAN PERKEMBANGAN SOSIOEMOSIONAL
TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN SOSIOEMOSIONAL
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Daftar Pustaka

2
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


Perkembangan Sosial adalah proses kemampuan belajar dan tingkah laku
yang berhubungan dengan individu untuk hidup sebagai bagian dari
kelompoknya.Di dalam perkembangan sosial, anak dituntut untuk memiliki
kemampuan yang sesuai dengan tuntutan sosial di mana mereka berada. Tuntutan
sosial yang dimaksud adalah anak dapat bersosialisasi dengan baik sesuai dengan
tahap perkembangan dan usahanya , dan cenderung menjadi anak yang mudah
bergaul.
Perilaku sosial merupakan aktivitas yang berhubungan dengan orang lain ,
baik dengan teman sebaya , guru , orang tua maupun saudara – saudaranya. Saat
berhubungan dengan orang lain terjadi peristiwa yang sangat bermakna pada
kehidupan anak yang dapat membentuk kepribadiannya dan membantu
perkembangannya menjadi manusia yang sempurna.
Perilaku yang ditunjukan oleh seorang anak dalam lingkungan sosialnya
sangat dipengaruhi oleh kondisi emosinya. Perkembangan emosi seorang anak
sangat dipengaruhioleh kondisi lingkungannya. Emosi merupakan suatu gejolak
penyesuaian diri yang berasal dari dalam dan melibatkan hampir keseluruhan diri
individu.emosi juga berfungsi sebagai pemuasan atau perlindungan atau
kesejahteraan pribadi pada saat berhadapan dengan objek dan lingkungan sekitar.
Tidak setiap anak berhasil melewati perkembangan sosioemosional dengan
baik. Sebagai pendidikan sepatutnya untuk memahami perkembangan
sosioemosional anak sebagai bekal dalam memberikan bimbingan terhadap anak
agar mereka dapat mengembangkan kemampuan sosial dan emosinya dengan baik.
Untuk maksud tersebut diatas , dalam makalah ini akan dibahas tentang:
pengertian dari perkembangan sosio-emosional ,tahap tahap perkembangan sosio-
emosional ,faktor yang mempengaruhi perkembangan sosio-emosional,
perkembangan moral yang terjadi pada masa remaja cara yang dilakukan untuk
mendorong perkembangan sosio-emosional.

3
B. Rumusan Masalah
1.Apa pengertian dari perkembangan sosio-emosional ?
2.Bagaimana tahap-tahap perkembangan sosio-emosional ?
3.Faktor apa sajakah yang mempengaruhi perkembangan sosio-emosional?
4.Bagaimana perkembangan moral yang terjadi pada masa remaja ?
5.Apa saja cara yang dilakukan untuk mendorong perkembangan sosio-emosional?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari sosio- emosional .
2. Untuk mengetahui tahapan perkembangan sosio-emosional.
3. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi perkembangan sosio- emosional.
4. Untuk mengetahui perkembangan moral yang terjadi pada usia remaja.
5. Untuk mengetahui cara mendorong perkembangan sosio-emosional.

4
BAB II
PEMBAHASAN

1.Pengertian Perkembangan Sosioemosional


Sosio-emosional berasal dari kata sosial dan emosi. Perkembangan
sosial adalah pencapaian kematangan dalam hubungan atau interaksi sosial. 
Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan
norma-norma kelompok, tradisi dan moral agama. Sedangkan emosi
merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu,
dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Emosi dibedakan menjadi dua,
yakni emosi positif dan emosi negatif. Emosi positif seperti perasaan senang,
bergairah, bersemangat, atau rasa ingin tahu yang tinggi akan mempengaruhi
individu untuk mengonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas belajar.
Emosi negatif seperti perasaan tidak senang, kecewa, tidak bergairah,
individu tidak dapat memusatkan perhatiannya untuk belajar, sehingga
kemungkinan besar dia akan mengalami kegagalan dalam belajarnya. Selain
itu, dari segi etimologi, emosi berasal dari akar kata bahasa Latin ‘movere’
yang berarti ‘menggerakkan, bergerak’. Kemudian ditambah dengan awalan
‘e-‘ untuk memberi arti ‘bergerak menjauh’. Makna ini menyiratkan kesan
bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi.

2.Tahap Tahap Perkembangan Sosioemosional

a. Perkembangan Sosioemosional Masa Kanak-Kanak

Selama masa ini anak-anak dalam proses sosioemosional yang anak-

anak semakin belajar mandiri dan menjaga diri mereka sendiri,

mengembangkan ketrampilan kesiapan bersekolah, dan meluangkan

waktu bermain dengan teman-teman sebayanya. Perubahan yang pertama

dalam proses sosiemosional adalah perubahan pada relasi anak dengan

orang lain.

1)    Relasi dengan keluarga

Kasih sayang merupakan suatu aspek penting dari relasi keluarga selama

masa anak-anak. Kasih sayang keluarga selama ini merupakan ramuan

kunci dalam perkembangan sosial anak, dan meningkatkan kemungkinan

anak akan berkompeten secara sosial dan menyesuaikan diri dengan baik

pada tahun-tahun prasekolah dan sesudahnya.

5
2). Relasi saudara sekandung dan urutan kelahiran

Menunjukkan bahwa anak-anak berinteraksi lebih positif dan lebih

bervariasi dengan orang tuanya dari pada dengan saudara kandungnya.

Anak-anak juga lebih mematuhi perintah orang tuanya dari pada saudara

kandungnya. Dalam banyak hal pengaruh saudara kandung dalam

proses sosialisasi dapat lebih kuat dibandingkan orang tua. Tuntutan

orang tua dan standar tinggi yang ditetapkan bagi anak-anak yang lahir

duluan mengakibatkan anak-anak memilki karir akademik dan

professional yang memuaskan.

3). Relasi teman sebaya

Teman sabaya adalah anak-anak yang tingkat usia dan kematangannya

kurang lebih sama. Salah satu fungsi kelompok teman sebaya yang plaing

penting yaitu menyediakan sumber informasi dan perbandingan tentang

dunia diluar keluarga. Pada masa awal anak-anak, anak-anak biasanya

keluar dan memasuki dunia ini, mereka bertemu dengan teman-teman

baru, menghabiskan waktu dalam berbagai macam lingkungan dan

belajar banyak hal baru yang menarik. Dalam menjalin relasi anak-anak

semakin tertarik pada anak lain. Mereka berkomunkasi dengan jelas,

belajar berbagi dan memahami perasaan, keinginan atau kemauan orang

lain. Oleh Karena itu, persahabatan merupakan landasan yang subur

untuk perkembangan relasi anak pada masa ini. Selain itu, anak-anak

juga mulai mengembangkan ketertarikan pada permainan simbolik dan

permainan berpura-pura. Permainan berpura-pura dapat memfasilitasi

perkembangan emosi anak karena ketika bermain pura-pura, mereka

dapat mengekspresikan atau memunculkan emosi yang berkaitan dengan

permasalahan yang sensitive yang mereka pendiam.

Perubahan dalam proses sosioemosional yang kedua adalah

perubahan pada emosi anak. Dunia anak-anak dipenuhi dengan emosi

dan pengalaman emosional. Emosi adalah bahasa pertama yang

6
digunakan oleh anak untuk berkomunikasi dengan orang tuanya sebelum

anak dapat berbicara dengan baik. Berkaitan dengan emosi, anak-anak

yagn ada dalam masa awal anak-anak mulai memiliki bermacam-macam

ketakutan atau kecemasan. Ketakutan atau kecemasan yang dimiliki

anak-anak ini juga cenderung memuncak. Contohnya adalah rasa takut

ditinggalkan, rasa tahu terhadap mimpi buruk, atau rasa takut pada gelap

dsb.

Perubahan yang ketiga dalam proses sosioemosional adalah


perubahan pada kepribadian anak. Menurut Erikson, tahap ini disebut
tahap inisiatif versus rasa bersalah. Perkembangan anak pada tahap ini
adalah belajar memiliki inisiatif atau ide tanpa terlalu banyak melakukan
kesalahan. Inisiatif atau ide berarti tanggapan positif terhadpa
tangtantangan dunia luar, tanggung jawab, pelajaran tentang
kemampuan-kemampuan baru, dan awal anak memiliki tujuan. Pada
tahap ini, anak juga mulai memiliki kemampuan untuk membayangkan.
Hal ini berarti anak perlu didorong untuk berimajinasi, memunculkan
rasa ingin tahu dan ide-ide, serta mewujudkan ide-ide tersebut. Anak-
anak yang mampu membayangkan apa yang akan terjadi, mampu
membuat rencana, juga harus memiliki rasa tanggung jawab dan rasa
sesal jika melakukan kesalahan.
b. Perkembangan Sosioemosional Masa Remaja

Remaja awal berumur mulai 12/13-17 tahun, dan remaja akhir berumur

17-21 tahun. Umumnya para remaja terjadi ‘sturm und drang’. Artinya

suatu masa dimana terdapat ketegangan emosi yang dipertinggi yang

disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam keadaan fisik dan

bekerjanya kelenjar-kelenjar yang terjadi pada waktu ini. Sebab lain

adalah hubungan sosial, hubungan anak dengan orang lain atau

masyarakat pada masa ini tentunya mengharapkan reaksi yang lain

daripada dia masih kanak-kanak. Bertambahnya ketegangan-ketegangan

emosional itu disebabkan karena anak-anak remaja harus membuat

penyesuaian-penyesuaian terhadap harapan-harapan masyarakat yang

baru dan berlainan dari dirinya. Akan tetapi perlu kita ingat bahwa tidak

7
semua remaja mengalami strum und drang. Namun pada umumnya

demikianlah yang terjadi pada remaja.

Selama masa remaja, seperti halnya sepanjang kehidupan kita kondisi-

kondisi yang membangkitkan emosi sangat berbeda-beda. Emosi terlibat

di dalam segala hal, di mana remaja terlibat di dalamnya. Di antara

lingkungan-lingkungan yang sangat penting dalam membangkitkan

emosi para remaja adalah semua hal yang bertentangan dengan diri

remaja, atau hal-hal yang membangkitkan perasaan was-was mengenai

dirinya. Sehingga pengalaman emosional remaja biasanya mengandung:

a. Perasaan, misalnya rasa cinta, sedih, khawatir.

b. Impulse atau dorongan, misalnya dorongan untuk melakukan sesuatu.

c. Persepsi, atau pengamatan tentang apa yang membangkitkan emosi.

Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan

emosi yang tinggi. Pertumbuhan fisik, terutama organ-organ seksual

mempengaruhi perkembangan emosi atau perasaan-perasaan dan

dorongan-dorongan baru yang dialami ssebelumnya, seperti perasaan

cinta, rindu, dan keinginan untuk berkenalan lebih intim dengan lawan

jenis. Pada usia remaja awal, perkembangan emosinya menunjukkan sifat

yang sensitive dan reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai situasi atau

sosial, emosinya bersifat negative dan temperamental. Sedangkan pada

remaja akhir sudah mampu mengendalikan emosinya.

Meskipun begitu, remaja tidak lagi mengungkapkan amarahnya

dengan cara gerakan amarah yang meledak-ledak, melainkan dengan

menggerutu, tidak mau berbicara, atau dengan suara keras mengkritik

orang-orang yang menyebabkan amarah. Untuk itu, mencapai

kematangan emosional merupakan tugas perkembangan yang sangat sulit

8
bagi remaja. Proses pencapaian sangat dipengaruhi oleh kondisi

sosioemosinal lingkungannya, terutama lingkungan keluarga dan

kelompok sebaya. Jika lingkungan itu cukup kondusif, maka remaja

cenderung dapat mencapai kematangan emosionalnya. Sebaliknya, jika

remaja kurang dipersiapkan untuk memahami peran-perannya dan

kurang mendapat perhatian dan kasih sayang orang tua atau pengakuan

dari teman sebaya, mereka cenderung akan mengalami kecemasan,

perasaan tertekan atau ketidaknyamanan emosional.

Remaja laki-laki dan perempuan dikatakan sudah mencapai

kematangan emosi, bila pada akhir remaj tidak meledakkan emosinya

dihadapan orang lain, melainkan menunggu saat dan tempat yang tepat

untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang dapat diterima.

Petunjuk kematangan emosi yang lain adalah bahwa individu menilai

situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi secara emosional,

tidak lagi bereaksi tanpa berfikir sebelumnya seperti anak-anak atau

seperti orang yang tidak matang.

Untuk encapai kematangan emosi, remaja harus belajar memperoleh

gambaran tentang situasi-situasi yang dapat menimbulkan reaksi

emosional. Adapun caranya adalah dengan membicarakan berbagai

masalah pribadinya dengan orang lain. Hal ini dipengaruhi oleh pola

hubungan sosial antara remaja dengan lingkungan sosialnya tersebut

3.Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosioemosional


Hurlock (1993) mengungkapkan hal-hal yang dapat mempengaruhi
perkembangan sosio anak antara lain :
1)      Kondisi Fisik

Apabila keseimbangan tubuh terganggu karena kelelahan  atau


kesehatan yang buruk atau perubahan yang berasal dari perkembangan

9
maka mereka akan mengalami emosi yang meninggi. Kondisi-kondisi fisik
yang mengganggu antara lain :

a.        Kesehatan yang buruk, di sebabkan karena gizi yang buruk, gangguan


pencernaan atau penyakit. Masih menurut hurlock kondisi kesehatan yang
buruk pada seseorang akan membuat dirinya menjadi terbatas di banding
dengan orang yang sehat, taapalagi jika kondisi tersebut berlangsung lama.

b.         Kondisi yang merangsang, seperti pengakit kulit termasuk rasa gatal


apabila ada pada bagian tubuh yang terbuka bisa mengakibatkan seorang
merasa minder dan menutup diri. Gatal yang tak henti akan mengakibatkan
kejengkelan pada individu dan dapat menimbulkan emosi yang tak
terkontrol, terutama pada saat ingin mengahiri rasa sakitnya.

c.  Gangguan kronis, seperti asma atau penyakit kencing manis. Penyakit
kronis kerap membuat seorang putus asa.

e.  Perubahan kelenjar, terutama pada saat masa puber.

b.      Kondisi Psikologi

Kondisi psikologis yang dapat mempengaruhi emosi antara lain :


1.    Perlengkapan intelektual yang buruk, anak yang memiliki tingkat
intelektual rendah rata-rata mempunyai pengendalian emosi yang kurang di
bandingkan dengan anak yang pandai pada tingkat umur yang sama.

2. Kegagalan dalam mencapai tingkatan aspirasi. Kegagalan berulang-ulang


dapat mengakibatkan timbulnya keadaan cemas, sedikit atau banyak.

3.   Kecemasan setelah pengamalan emosi tertentu yang sangat kuat. Sebagai


contoh akibat lanjutan dari pengalaman menakutkan akan mengakibatkan
anak merasa takut kepada setiap situasi yang mengancam.

c.   Kondisi lingkungan

Ketegangan yang terus menerus, jadwal yang ketat dan terlalu banyak
pengalaman yang menggelisahkan yang merangsang anak secara berlebihan
akan berpengaruh pada emosi anak. Berikut penjelasanya.

10
a)    Ketegangan yang disebabkan oleh pertengkaran dan penyelisihan yang
terus menerus. Pertengkaran atau perselisihan dalam konteks hubungan sosial
sebenarnya wajar akan tetapi jika konflik tersebut berlangsung secara terus
menerus akan menimbulkan emosi dan akibatnya rusaknya hubungan sosial
yang wajar.

b)   Ketegangan yang disebabkan serta disiplin yang otoriter. Disiplin itu baik
tetapi jika dipaksakan akan menimbulkan dampak buruk bagi pihak yang
dikenalnya. Lama-kelamaan bisa menimbulkan pemberontakan serta
keinginan untuk keluar dari tata norma yang ada tersebut.

c)    Sikap orang tua yang selalu mencemaskan atau terlalu melindungi, over
protective bisa mengakibatkan penolakan dari orang yang disayanginya.
Seolah-olah rasa sayang dibalas dengan rasa benci. Karena sesungguhnya
sudah menjadi sifat alamiah manusia tidak mau terlalu dilindungi dan diatur

oleh pihak luar.

d)   Suasana otoriter di sekolah. Guru yang terlalu menuntut atau pekerjaan


sekolah yang tidak sesuai dengan kemampuan anak akan menimbulkan
kemarahan sehingga pulang ke rumah dalam keadaan kesal.

4.Perkembangan Moral yang Terjadi pada Masa Kanak Kanak sampai Remaja

a. Perkembangan Moral menurut Kohlberg

Kohlberg mengklasifikasi perkembangan moral atas tiga tingkatan (level),

yang kemudian dibagi lagi menjadi menjadi enam tahap (stage).Semakin

tinggi tahap perkembangan moral seseorang , akan semakin terlihat moralitas

yang lebih mantap dan bertanggung jawab dari perbuatan-perbuatannya.

Adapun urutan perkembangan moral menurut Kohlberg tersebut adalah

sebagai berikut :

Pada Tingkat (level) 1 : Moralitas Prakonvensional

11
Pada tingkat ini anak mengenal moralitas berdasarkan dampak yang

ditimbulkan oleh suatu perbuatan , yaitu menyenangkan (hadiah) atau

menyakitkan (hukuman). Anak tidak melanggar aturan karena takut akan

ancaman hukuman dari otoritas.Dalam Tingkat pertama ini dibagi menjadi

dua tahap :

1. Tahap pertama : Tahap ganjaran dan hukuman.

Baik atau buruk bergantung pada konsekuensi-kosekuensi fisik. Tahap

ini didasarkan semata pada sakit atau kesenangan seseorang, dan tidak

mempertimbangkan orang lain.

2. Tahap kedua : Tahap pertukaran.

Dalam tahap ini, ada pengakuan yang meningkat bahwa orang lain

punya kepentingannya sendiri dan harus dipertimbangkan. kepentingan-

kepentingan itu lyang lain dalam kaitannya dengan pertukaran dan

resiprositas : “aku akan mengores punggungmu jika kau menggores

punggungku.” Anak-anak dalam tahap ini sangat menaruh perhatian dengan

apa yang adil, tetapi tidak menaruh perhatian pada keadilan sesungguhnya.

Pada tingkat (level) 2 : Moralitas Konvensional

Suatu perbuatan dinilai baik oleh anak apabila mematuhi harapan otoritas

atau kelompok sebaya.

3. Tahap ketiga : Tahap anak baik

Anak menyesuaian diri terhadap peraturan dengan tujuan untuk

menyenangkan orang baik. Misalnya : kalau ayah tahu saya telah berbohong,

lain kali ayah tidak akan percaya lagi padaku, karena itu saya tidak akan

berbohong.

4. Tahap keempat : Tahap Mepertahankan sistem

Anak menyesuaikan diri karena turut memperhatikan kepentingan orang lain

dan bukan sekedar karena kepentingan kelompok sendiri. Misalnya, saya

12
harus taat kepada hukum karena hal itu adalah kewajiban saya sebagai warga

negara yang baik. Hal itu akan membuat kehidupan yang lancar dan mudah

bagi semua pihak.

Pada Tingkat (level) 3 : Moralitas Pascakonvensional

Pada tingkat ini aturan dan institusi dari masyarakat tidak dipandang sebagai

tujuan akhir, tetapi diperlukan sebagai subjek. Anak menaati aturan untuk

menghindari hukuman . dalam tingkat (level) ini juga dibagi menjadi dua

tahap :

5. Tahap kelima : Tahap kontrak sosial

Ada semacam perjanjian antara dirinya dan lingkungan social. Perbuatan

dinilai baik apabila sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

6. Tahap keenam : Tahap prinsip-prinsip universal

Kebenaran ditentukan sesuai dengan prinsip-prinsip etika universal yang

bersifat abstrak dan penghormatan terhadap martabat manusia.

b. Teori Bronfenbrenner

Bronfenbrenner terkenal lantaran kajiannya tentang anak-anak dan

sekolah-sekolah di berbagai budaya yang berbeda,dan mengelompokan 5

orientasi moral.

1. Moralitas berorientasi diri. Pada dasarnya anak hanya tertarik pada

kesenangan diri dan hanya mempertimbangkan orang lain sebatas mereka

bisa membantunya mendapatkan apa yang di inginkannya atau

menghalanginya

2. Moralitas berorientasi. Disini,anak atau orang dewasa pada dasarnya

menerima keputusan figur-figur dari orang tua yakni saat mendefinisikan

baik dan buruk

3. Moralitas berorientasi kelompok sebaya. Pada dasarnya moralitas ini adalah

sebuah moralitas konfermitas,di mana benar dan salah ditentukan tidak oleh

otoritas melainkan oleh kelompok sebaya seorang.

13
4. Moralitas beroriantasi kolektif. Tujuan utama moralitas ini adalah

mengesampingkan kepentingan individual.

5. Moralitas berorientasi objektif. Pada moralitas ini prinsip-prinsip universal

yang bersifat objektif dalam pengertian bahwa prinsip-prinsip itu tidak

bergantung pada tingkah polah individu-individu atau kelompok-kelompok

sosial melainkan memiliki realitasnya sendiri.

5.Upaya untuk mendorong perkembangan sosioemosional pada Anak


a.       Sikap sosial

Bermain mendorong anak untuk meninggalkan pola berfikir


egosentrisnya. Dalam situasi bermain anak bisa mempertimbangkan sudut
pandang teman bermainya sehingga egosentrisnya bisa sedikit demi sedikit
berkurang. Dalam permainan, anak belajar bekerjasama untuk tujuan
bersama. Iapun terdorong untuk belajar berbagi, bersaing dengan jujur,
menang atau kalah dengan sportif, mempertahankan haknya dan peduli
terhadap hak-hak orang lain. Lebih lanjut ia pun akan belajar makna kerja tim
dan semangat tim.
b.      Belajar berkomunikasi

Untuk dapat bermain dengan baik bersama orang lain, anak harus bisa
mengerti dan dimengerti oleh teman-temanya. Hal ini mendorong anak
untuk belajar bagaimana berkomunikasi dengan baik, bagaimana membentuk
hubungan sosial, bagaimana menghadapi dan memcahkan masalah-masalah
yang timbul dalam hubungan tersebut.
c.       Belajar mengorganisasi

Saat bermain bersama orang lain, anak juga berkesempatan belajar


berorganisasi. Bagaimana ia harus melakukan pembagian peran diantara
mereka yang turut serta dalam permainan tersebut, misalnya siapa yang
menjadi guru dan siapa yang menjadi muridnya.

14
d.      Lebih menghargai perbedaan/perbedaan orang lain

Bermain memungkinkan bagi anak untuk mengembangkan


kemampuan empatinya. Hal tersebut membantu anak membangun
pemahaman yang lebih baik atas orang lain, lebih toleran, serta mampu
berlapang dada terhadap perbedaan-perbedaan yang dijumpai.
e.       Menghargai harmoni dan kompromi

Saat dunianya semakin luas dan kesempatan berinteraksi semakin


sering dan bervariasi maka akan tumbuh kesadaranya akan makna peran
sosial, persahabatan, perlunya menjalin hubungan serta perlunya strategi dan
diplomasi dalam berhubungan dengan orang lain.

15
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pada masa remaja dan kanak kanak , tingkat karakteristik emosional
akan menjadi drastis tingkat kecepatannya. Gejala-gejala emosional para
remaja seperti perasaan sayang, cinta dan benci, harapan-harapan dan putus
asa, perlu dicermati dan dipahami dengan baik. Sebagai calon pendidik dan
pendidik kita harus mengetahui setiap aspek  yang berhubungan dengan
perubahan tingkah laku dalam perkembangan anak, serta memahami aspek
atau gejala tersebut sehingga kita bisa melakukan komunikasi yang baik
dengan remaja. Perkembangan emosi remaja merupakan suatu titik yang
mengarah pada proses dalam mencapai kedewasaan. Meskipun sikap kanak-
kanak akan sulit dilepaskan pada diri remaja karena pengaruh didikan orang
tua.
Faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan peserta didik pada
usia remaja dan kanak kanak yaitu diantaranya: didikan orang tua,
lingkungan sekitar tempat tinggal dan perlakuan guru di sekolah.
Pengaruh sosio-emosional yang baik pada remaja terhadap diri sendiri yaitu
untuk mengendalikan diri, memutuskan segala sesuatu dengan baik, serta
bisa lebih matang merencanakan segala hal yang akan diputuskannya,
sedangkan terhadap orang lain, yaitu mampu menjalin kerjasama yang baik,
saling menghargai dan mampu memposisikan diri di lingkungan dengan
baik. 
Agar seorang peserta didik dapat memiliki kecerdasan emosi dengan
baik haruslah dibentuk sejak usia dini, karena pada saat itu amat sangat
menentukan pertumbuhan dan perkembangan manusia selanjutnya. Sebab
pada usia ini dasar-dasar kepribadian anak telah terbentuk.

16
DAFTAR PUSTAKA

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung : Rosda

Yusuf, Syamsu L.N. dan Nani M. Sugandhi. 2011. Perkembangan Peserta Didik.
Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.

17

Anda mungkin juga menyukai