Hoffman
Pengertian Empati- Martin L. Hoffman
Empati diartikan sebagai kemampuan untuk menempatkan diri dalam perasaan atau fikiran
orang lain, tanpa secara nyata harus terlibat dalam perasaan atau tanggapan orang itu. (Powell :
1983, Feshbach dan Roe : 1968, Hoffman : 1977)
Dalam perkembangannya, empati sudah ada sejak usia awal, yang ditunjukkan melalui reaksi
fasial, kemudian mengalami perkembangan sejalan dengan pertambahan usia (Levine dan Hoffman,
1975), elaborasi kognisi (Hoffman, 1976). Jika dalam perjalanannya ternyata antara satu orang
dengan yang lainnya memiliki perbedaan dalam memberikan atau menerima reaksi empati, hal itu
dikarenakan oleh (a) perbedaan jenis kelamin, (b) perbedaan self esteem dan (c) tuntutan keluarga.
Penelitian yang dilakukan oleh Maccoby dan Jacklin (1974) menunjukkan bahwa pada usia
awal perkembangan anak laki- laki lebih banyak menunjukkan sikap empati dari pada anak
perempuan. Namun demikian, seiring dengan perkembangannya perempuan lebih banyak
menunjukkan empati dari pada laki-laki.
“Empathy is the ability to take another’s emotional perspective and to ‘feel with’ that person,
or respond emotionally in a similar way”(Berk, 2009).
Selain itu, empati juga diartikan sebagai kemampuan untuk mendalami emosi individu lain,
merasai apa yang dirasainya dan kemampuan untuk respon dalam keadaan diri mempunyai
perasaan/emosi yang sama seperti individu berkenaan.
Menurut Hoffman (1991), perkembangan moral ditandai juga dengan adanya perkembangan
perilaku prososial dan empati dalam diri seorang anak. Hoffman mengemukankan bahwa dalam
perkembangannya, empati memiliki dua dimensi yaitu dimensi kognitif dan dimensi afektif, selain itu
dalam perkembangan empati memiliki korelasi dengan perkembangan kemampuan kognitif. Empati
banyak disebut sebagai motif dasar bagi seseorang untuk bertindak prososial, namun demikian
banyak penelitian hanya mendapatkan hubungan antara empati dengan prekembangan perilaku
prososial.
Empati ini biasanya akan dirasakan oleh semua orang ketika diletakkan dalam sebuah situasi
yang sama ketika ia baru saja dilahirkan. Empati ini juga tidak dapat dibedakan antara perspektif diri
dan orang lain. Kondisi empati ini biasanya terjadi pada bayi yang baru saja lahir. Contohnya ketika
dalam suatu situasi di ruang bersalin di rumah sakit, dan terdapat bayi-bayi yang memiliki perasaan
yang sama.
2. Egosentric Empathy
Empati ini terdapat pada anak yang berusia 6 bulan hingga 1 tahun. Anak biasanya belum
merasakan adanya ketakutan terhadap orang lain dan masih memiliki perspektif yang sama dengan
orang lain. Anak masih belum mampu membedakan emosi diri dan emosi orang lain tetapi tidak lagi
dipengaruhi oleh emosi orang lain. Anak ketika melihat emosi dari orang lain maka akan
mengambilnya sebagai emosi miliknya, kemudian berkelakuan seolah-olah dirinya sendiri yang
mengalami situasi tersebut. Contohnya : apabila seorang anak A menangis, maka anak lain akan
berlari ke arah ibunya dan memegang tangan ibunya.
3. Empathy for another’s feelings
Anak ketika berusia 2 atau 3 tahun sudah mulai mengambil peran yang telah ada, seperti
merespon isyarat dari orang lain dengan berbagai respon emosi. Anak akan mulai mengenal adanya
perbedaan antara setiap individu termasuk emosi yang ia miliki dengan emosi yang orang lain miliki.
Seorang anak biasanya akan mencoba untuk membantu temannya, walaupun demikian
bantuan yang diberikan seolah-olah dapat mengurangi kesedihan yang dialami oleh dirinya sendiri.
Contoh: ketika seorangnya teman yang bersedih, diajak untuk bermain permainan yang dia sukai.
4. Empathy for another’s life condition
Setelah melewati tahap anak-anak, seorang anak akan memasuki usia preadolescense.
Biasanya anak akan memiliki kesadaran tentang kehidupannya yang terjadi dalam sehari-hari. Mula-
mula anak akan memahami bahwa adanya perbedaan antara dirinya dengan orang lain ketika
dihadapkan oleh situasi yang berbeda akan menghasilakn emosi dan respon yang berbeda.
Selain itu, kesadaran akan hal tersebut juga menumbuhkan bahwa setiap respon dalam
situasi yang berbeda akan memberikan emosi yang berbeda pula. Kemudian menilai perasaan orang
lain dengan menganalisis situasi yang terlibat atas seseorang secara konteks maupun latar
belakangnya.
5. Broader empathy
Pada tahap ini, seseorang telah mampu mengambil perspektif dalam waktu jangka panjang. Mampu
memahami antar perspektif dirinya dengan perspektif orang lain. Bukan hanay dalam hal mengenal
pasti perasaan dalam yang dialami serta situasi yang mengakibatkannya tetapi juga melihat kepada
aspek lainnya. Seperti aspek sejarah masa lalu (past)dan kesannya terhadap masa depan (future).
Contohnya dalam hal masalah keluarga miskin, peperangan, dan lainnya.
Kaitan antara Perilaku Empati dengan Perilaku Prososial
Keterlibatan proses psikologis yang membuat seseorang memiliki perasaan yang lebih tepat
dalam situasi yang ada. Prosesempati ini sering menghasilkan perasaan yang
sama dalam suatu situasi antara pengamat dengan korbannya.
Kebiasaannya manusia menunjukkan tingkah laku prososial terhadap sesuatu keadaan
disebabkan oleh pengaruh psikologi yang pernah dialami. Pengaruh psikologi banyak mempengaruhi
cara manusia bertindak terhadap sesuatu keadaan dan suasana yang melibatkan aktiviti sosial.
Pengaruh psikologi boleh dilihat menerusi faktor emosi iaitu kesan emosi yang mendorong manusia
melakukan sesuatu dalam keadaan di luar dugaan . Ini dapat dilihat dalam aspek empati
Empati adalah merupakan syarat utama bagi tingkah laku prososial. Empati juga merupakan
kebolehan individu meletakkan diri dalam keadaan orang lain atau dalam erti kata lain individu yang
mempunyai tahap empati yang tinggi adalah seseorang yang merasai apa yang dirasai oleh orang
lain dan memahami perasaan tersebut serta punca-puncanya. Apabila seseorang melihat orang lain
dalam kesusahan empati bertindak sebagai pendorong seseorang itu untuk menolong orang lain yang
ditimpa kesusahan. (Ma’rof Redzuan, 2001). Tingkah laku menolong ini adalah disebabkan
perkongsian emosi dengan individu lain iaitu cuba merasai atau memahami apa yang telah dialami
oleh individu lain. Empati biasanya pertolongan yang diberi untuk mengurangkan tekanan diri dan
emosi orang lain dalam bentuk ganjaran dan perkhidmatan.
Dari contoh tersebut, ditemukan hubungan antara empati dengan perilaku prososial. Berikut
ini terdapat empathic distress yang berkaitan langsung dengan perilaku prososial yang biasanya
digunakan ketika menolong seseorang dalam masalah, bahaya, kesakitan, ketidaknyamanan dan
tipe-tipe kesusahan lainnya.
a. Empathic distress berasosiasi dengan perilaku menolong.
Banyak studi yang menunjukkan ketika adanya masalah orang akan menunjukkan
empatinya, bahkan beberapa ada yang menunjukkan perilaku menolongnya secara langsung.
Penelitian menunjukkan adanya empati yang tinggi serta perilaku menolong yang ditunjukkan oleh
observer pada korban yang banyak menunjukkan ketidakmampuan (sakit dan penderitaan)
b. Empathic distress mendahului perilaku prososial.
Penelitian yang dibuat oleh hoffman menunjukkan bahwa keinginan untuk berempati akan
memotivasi adanya perilaku menolong. Selain itu, intensitas empati yang ada pada observer akan
menunjukkan frekuensi dan kecepatan dalam memberikan bantuan kepada korban.
c. Observer akan merasa lebih baik setelah menolong.
Perilaku menolong (prosocial behavior) yang dilakukan oleh seseorang akan menyebabkan
seseorang menjadi lebih baik dan meresa menjadi lebih nyaman. Hal ini dibuktikan oleh penelitian
yang dilakukan oleh Murphy (1937). Selain itu, perasaan yang menjadi lebih baik ketika observer
mampu mengurangi stress dan perasaan tidak nyaman yang dirasakan oleh korban.
d. Role Taking
Tahap keempat dari perilaku prososial empati adalah role taking. Role taking ini melibatkan
proses kognitif. Dimana seseorang meletakkan dirinya berada pada posisi orang yang mengalami
peristiwa tersebut, sehingga ia mampu merasaka perasaan orang tersebut
Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang memiliki pengaruh juga dalam perkembangan
moralnya. Salah satunya konsep sesuatu dianggap baik dan buruk oleh seseorang melalu
penilainnya. Hal ini di sebut dengan “the good heart” yaitu melihat bagaimana moral
feeling danaffective sources individu berperanan dalam pendorong perilaku menjadi seseorang yang
baik. moral feeling dan affective sources berupa empati.
Berbicara tentang moral tentunya memiliki kaitan dengan bagaimana seseorang berhadapan
dengna orang lain, barupa bagaimana ia membantu orang lain serta bagaimana merespon situasi dan
emosi yang mereka keluarkan.
Sumber :
- http://www.psych.nyu.edu/internal/
- http://syahril-psi.blogspot.com/2010/05/perkembangan-kecerdasan-moral.html
- Hoffman, Martin L. Empathy and Moral Development “implications for caring and justice”. 2000. USA :
Cambridge University Press.
- Carlo, Gustavo, dkk. Early adolescense and prosocial behavior 1: the role of individual
processes. 1999. Lincoln: University of Nebraska.