Anda di halaman 1dari 13

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Memahami perkembangan aspek afektif peserta didik merupakan salah

satu faktor untuk mencapai hasil yang baik dalam proses pendidikan, tidak

hanya dalam hasil akademik tapi juga dalam hal pembentukan moral.

Afektif mencakup emosi atau perasaan yang dimiliki oleh setiap

peserta didik, yang juga perlu mendapatkan perhatian dalam pembelajaran.

Pemahaman guru tentang perkembangan afektif siswa sangat penting untuk

keberhasilan belajarnya. Setiap peserta didik memiliki emosi yang berbeda,

sehingga rangsangan yang diberikan juga harus berbeda.

Reaksi emosional dapat berkembang menjadi kebiasaan, sehingga

mempengaruhi perkembangan sikap, nilai, dan karakter individu ataupun

peserta didik. Maka dalam makalah ini akan membahas mengenai

perkembangan afeksi anak, sikap, nilai dan karekter peserta didik, dan

pendidikan karakter di sekolah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat disusun rumusan sebagai berikut.

1. Apakah pengertian afeksi anak?

2. Bagaimana tahapan perkembangan afeksi anak?


2

3. Apakah pengertian sikap, nilai, dan karakter sebagai akibat

perkembangan afeksi anak?

4. Bagaimana pembentukan sikap anak?

5. Bagaimana pendidikan karakter di sekolah?

C. Tujuan Pembahasan

Berdasarkan rumusan masalah dapat ditentukan tujuan pembahasan pada

makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Mampu memahami pengertian afeksi anak.

2. Mengetahui tahap perkembangan afeksi anak.

3. Mampu memahami pengertian sikap, nilai, dan karakter sebagai akibat

perkembangan afeksi anak.

4. Mengetahui pembentukan sikap pada anak.

5. Mampu mengaplikasikan pendidikan karakter di sekolah.


3

II. PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN AFEKSI

Bloom (dalam Anderson, 1981: 3) mendefinisikan Affective Domain


(Ranah Efektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan
dan emosi seperti minat, sikap, apresiasi dan cara penyesuaian diri. Kelakuan
seseorang yang baik atau buruk. Aspek afeksi menekankan pada aspek emosi
atau perasaan. Crow & Crow (dalam Ali, 2010: 5) pengertian emosi itu
dikatakan sebagai berikut.

An emotion, is an affective experience that accompanies generalized


inner adjustment and mental and physiological stirred-up states in the
individual, and that shows itself in hisovert behavior.

Jadi emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian


dalamdiri tentang keadaan mental dan fisik individu yang diwujudkan dalam
tingkah laku yang tampak. Emosi adalah warna afektif yang kuat dan ditandai
oleh perubahan-perubahan tubuh. Pada saat terjadi emosi seringkali terjadi
perubahan-perubahan pada fisik, antara lain:
a. Reaksi elektris pada kulit: menngkat bila terpesona.
b. Peredaran darah: bertamabah cepat bila marah.
c. Denyut jantung: bertambah cepat bila terkejut.
d. Pernafasan; bernafas panjang bila kecewa.
e. Pupil mata membesar bila marah.
f. Liur; mengering bila takut atau tegang.
g. Bulu roma berdiri bila takut.

Emosi adalah setiap keadaan pada diri seseorang dan berhubungan


dengan kondisi afektifnya dengan tingkatan yang lemah maupun yang kuat.
Keadaan afektif yang dimaksud adalah perasaan-perasaan tertentu yang
4

dialami pada saat menghadapi suatu situasi tertentu, seperti rasa senang,
bahagia, benci, kangen, terkejut, tidak puas, tidak senang dan sebagainya
(Syamsu, 2006: 7). Keadaan emosi pada setiap anak berbeda, kadang ada
anak yang dapat mengontrol sehingga emosinya tidak tercetus keluar dengan
perubahan atau tanda-tanda fisiknya. Kaitannya dengan mengontrol emosi,
Ekman dan Friesen (dalam Hurlock, 1990: 12) menyebutkan hal itu dengan
istilah display rules, yang dibagi menjadi 3 yaitu:

1. Masking, keadaan dimana seorang anak dapat menyembunyikan atau


menutupi emosi yang dialaminya. Emosi yang ada pada dirinya tidak
tercetus melalui ekspresi fisiknya. Misalnya, rasa rindu seorang anak
yang ditinggal ibunya pergi beberapa hari, namun ia hanya diam saja dan
berusaha tidak cengeng meskipun emosi dalam dirinya sangat
bertentangan.
2. Modulation, seorang anak tidak mampu meredam emosinya secara tuntas
dengan gejala fisiknya, tetapi hanya dapat menguranginya. Misalnya
seorang anak terjatuh didepan banyak orang, maka ia akan menangis
namun tidak terlalu keras.
3. Simulation, seorang anak yang tidak mengalami emosi, tetapi ia seolah-
olah mengalami emosi dengan menampakkan gejala-gejala fisik.
Misalnya, seorang anak bertingkah laku meronta-ronta, marah, atau
menendang-nendang hanya karena meniru apa yang dia lihat di televisi.

Perkembangan aspek afektif atau perasaan emosional konstan, kecuali


pada masa remaja awal (13-14 tahun) dan remaja tengah (15-16 tahun). Pada
masa remaja awal ditandai oleh rasa optimisme dan keceriaan dalam
hidupnya, diselingi rasa bingung menghadapi perubahan-perubahan yang
terjadi dalam dirinya. Pada masa remaja tengah, rasa senang datang silih
berganti dengan rasa duka, kegembiraan berganti dengan kesedihan, rasa
akrab bertukar dengan kerenggangan dan permusuhan. Gejolak ini berakhir
pada masa remaja akhir yaitu pada usia 18 – 21 tahun.
5

B. TAHAP PERKEMBANGAN EMOSI ANAK

Tahapan perkembangan emosional sama halnya dengan


perkembangan fisik dan sosial. Selalu mengikuti perkembangan yang bisa
diramalkan mengenai pertumbuhan. Bayi akan bereaksi dengan segala emosi
apapun dengan cara mengeluarkan suara tangisan yang mungkin tidak dapat
dibedakan. Namun disaat bayi tumbuh, tangisan yang dikeluarkannya mulai
dapat dibedakan dan dapat dijadikan sebagai cerminan dari berbagai emosi.
Erikson (dalam Hurlock, 1990: 25) yang merupakan ahli psikoanalisis
mengidentifikasi perkembangan emosional anak dibagi ke dalam beberapa
tahapan, antara lain:

1. Tahapan Basic Trust vs Mistrust


Tahapan ini terjadi pada usia 0-2 tahu, dimana di dalam tahapan
ini ketika anak merespon rangsangan maka anak akan mendapatkan
pengalama menyenangkan yang bisa membuatnya tumbuh percaya diri.
Namun jika pengalaman tersebut dirasa kurang menyenangkan maka
akan muncul rasa curiga.

2. Tahapan Autonomy vs Shame & Doubt


Tahapan ini terjadi pada usia 2-3 tahun. Dalam tahapan ini, anak
sudah menguasai kegiatan yang berkaitan dengan meregangkan dan
melemaskan otot-toto tubuhnya. Dalam masa-masa ini, anak sudah
mampu menguasai anggota tubuhnya sehingga dapat memunculkan rasa
otonomi. Namun jika lingkungan tidak dapat memberikan kepercayaan
ataupun terlalu banyak dalam bertindak maka akan menyebabkan anak
merasa malu serta ragu-ragu.

3. Tahap Initiative vs Guilt


Tahapan ini terjadi pada rentang usia 4-5 tahun. Dalam tahapan
ini biasanya anak akan menunjukkan sikapnya yang mulai lepas dari
orang tua. Anak mulai bergerak bebas serta berinteraksi dengan
lingkungannya. Kondisi seperti ini lah yang menimbulkan rasa inisiatif
namun sebaliknya juga dapat menimbulkan perasan bersalah.
6

4. Tahap Industry vs Inferiority


Tahapan ini berlangsung pada usia 6 tahun hingga masa puber.
Anak sudah mampu melaksanakan tugas-tugas perkembangan yang
mana digunakan untuk menyiapkan diri untuk memasuki masa dewasa
yang akan datang. Untuk menyiapkan masa dewasa yang datang,
tentunya dibutuhkan ketrampilan tertentu.

C. PENGERTIAN SIKAP

Sikap diartikan sebagai syarat untuk munculnya suatu tindakan. Allfort


(dalam Elmubarok, 2007: 45) mendefinisikan sikap adalah keadaan siap
(predisposisi) yang dipelajari untuk merespon objek tertentu yang secara
konsisten mengarah pada arah yang mendukung (favourable) atau menolak
(infavourable). Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu
objek dengan cara-cara tertentu.

Menurut Robin, sikap adalah pernyataan evaluatif terhadap objek,


orang atau peristiwa. Hal ini mencerminkan perasaan seseorang terhadap
sesuatu (2007: 92). Sikap merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif,
dan konatif yang saling berinteraksi di dalam memahami, merasakan, dan
berperilaku terhadap suatu objek (Elmubarok, 2007: 46). Scord dan Bacman
(dalam Elmubarok, 2007: 46) membagi sikap menjadi tiga komponen yang
dijelaskan sebagai berikut.
a. Komponen kognitif (kesadaran) adalah komponen yang terdiri dari
pengetahuan. Pengetahuan inilah yang akan membentuk keyakinan dan
pendapat tertentu tentang objek sikap.
b. Komponen afektif (perasaan) adalah komponen yang berhubungannya
dengan perasaan senang atau tidak senang, sehingga bersifat evaluatif.
Komponen ini erat hubungannya dengan sistem nilai yang dianut pemilik
sikap.
c. Komponen konatif (perilaku) adalah komponen sikap yang berupa
kesiapan seseorang untuk berperilaku yang berhubungan dengan objek
sikap.
7

D. PEMBENTUKAN SIKAP

Pembentukan sikap terjadi sepanjang seorang individu berkembang


dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu
terhadap berbagai objek psikologi yang dihadapinya. Azwar (dalam
Elmubarok, 2007: 48-49) menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan sikap adalah sebagai berikut.

1. Pengalaman pribadi
Tidak adanya pengalaman yang dimiliki seseorang dengan suatu objek
psikologis, cenderung akan membentuk suatu sikap negative terhadap
objek tersebut. Sikap akan lebih mudah terbentuk jika yang dialami
sesorang terjadi dalam situasi yang melibatkan emosi, karena
penghayatan akan pengalaman lebih mendalam dan lebih lama
membekas.
2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Individu pada umumnya cenderung memiliki sifat yang komformis atau
satu arah dengan sikap orang yang dianggap penting yang didorong
oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari suatu
konflik.
3. Pengaruh kebudayaan
Lingkungan (termasuk kebudayaan) sangat mempengaruhi
pembentukan pribadi seseorang. Kebudayaan memberikan corak
pengalaman bagi individu dalam suatu masyarakat. Kebudayaanlah
yang menanamkan garis pengaruh sikap individu terhadap berbagai
masalah.
4. Media massa
Berbagai bentuk media massa seperti televise, radio, surat kabar,
majalah, media social, dan lainnya sangat mempengaruhi pembentukan
opini dan kepercayaan seseorang. Media massa memberikan pesan-
pesan yang sugestif yang mengarahkan opini seseorang. Adanya
informasi baru mengenai sesuatu memberikan landasan kognitif baru
bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.
8

5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama


Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem
mempunyai pengaruh dalam pembentukkan sikap dikarenakan
keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri
individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara
sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari
pendidikan dan keagamaan beserta ajaran-ajarannya.
6. Faktor emosional
Sikap juga dipengaruhi oleh emosi, yang berfungsi sebagai semacam
penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk berbeda dari waktu ke
awaktu dan dari situasi ke situasi lainnya.

E. SIKAP MELAHIRKAN NILAI DAN KARAKTER

Sikap jika sudah diterjemahkan ke dalam tindakan, dapat melahirkan


nilai. Teori empirik Dewey menjelaskan bahwa tindakan manusia mendahului
maksud, dan tindakan kebiasaan mendahului kemampuan manusia untuk
memberi patokan standar yang termuat dalam tujuan. Menurut Juarsih (2014:
7) menjelaskan secara garis besar nilai dibagi menjadi dua kelompok yaiu
nilai-nilai nurani (velue ofbeing) dan nilai-nilai memberi (velue of giving).
Nilai-nilai murni adalah nilai yang ada dalam diri manusia kemudian
berkembangg menjadi perilaku serta cara kita memperlakukan orang lain.
Yang temasuk dalam nilai-nilai nurani adalah kejujuran, keberanian, cinta
damai, kendali diri, potensi, disiplin, tahu batas, kemurnian, dan kesesuaian.
Nilai-nilai memberi adalah nilai yang perlu dipraktikan atau diberikan yang
kemudian akan diterima sebnayak yang diberikan. Yang termasuk dalam
kelompok nilai-nilai memberi adalah setia, dapat dipercaya, hormat, cinta,
kasih sayang, peka, tidak egois, dan baik hati.

Sikap yang melahirkan nilai setelah ditunjukkan dengan tindakan,


kemudian dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi ciri khas individu yang
disebut karakter. Wikipedia mendefinisakan Karakter atau watak sebagai sifat
9

batin yang memengaruhi segenap pikiran, perilaku, budi pekerti, dan tabiat
yang dimiliki manusia atau makhluk hidup lainnya (Wikipedia, diakses pada
20 Oktober 2017 melalui id.wikipedia.org).

F. PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH

Pendidikan karakter diartikan sebagai the deliberate us of all


dimensions of school life to foster optional character development (usaha
secara sengaja dari seluruh dimensi kehidupan sekolah untuk membantu
pengembangan karakter dengan optimal. Hal ini berarti bahwa untuk
mendukung pengembangan karakter peserta didik harus melibatkan seluruh
kompinen di sekolah baik dari segi isi kurikulum (the content of curriculum),
proses pembelajaran (the process of instruction), kualitas hubungan (the
quality of relationship), penanganan mata pelajaran (the handling of
discipline), pelaksanaan aktivitas ko-kuliuler, serta etos seluruh lingkungan
sekolah (Zubaedi, 2011: 14).

Pendidikan karakter dapat diusahakan dengan penguatan proses


pengembangan ranah afektif secara tuntas, bertahap, dan kontinu baik pada
lembaga pendidikan formal, informal, maupun nonformal. Menurut
Karthwohl (dalam Zubaedi, 2011: 26) proses afektif itu terdiri dari lima
tahapan yaitu:

1. Penerimaan (receiving)
Pelaksanaan penerimaan diperinci dalam tiga tahap, yaitu:
a. Kesiapan untuk menerima (awareness), yaitu adanya kesiapan
untuk berinteraksi dengan stimulus (fenomena atau objek yang akan
dipelajari) yang ditandai dengan kehadiran dan usaha untuk
memberikan perhatian pada stimulus yang bersangkutan.
b. Kemauan untuk menerima (willingness to receive)
c. Mengususkan perhatian (controlled or select attention), misalnya
hanya pada warna, suara, atau kata-kata tertentu saja.
2. Sambutan (responding)
10

Mengadakan aksi terhadap stimulus yang meliputi proses sebagai


berikut.
a. Kesiapan menanggapi, contoh: mengajukan pertanyaan, menempel
gambar, atau menaati peraturan lalu lintas.
b. Kemauan menanggapi, yaitu usaha untuk melihat hal-hal khusus
pada bagian yang diperhatikan.
c. Kepuasan menanggapi, yaitu adanya aksi atau tanggapan yang
berhubungan dengan usaha untuk memuaskan keinginan
mengetahui. Contoh: bertanya, membuat coretan gambar, memotret
objek yang menjadi pusat perhatiannya.
3. Penilaian (valuing)
Pada tahap ini, mulai timbul proses internalisasi untuk memiliki dan
menghayati nilai dari stimulus yang dihadapi. Penilaian terbagi menjadi
tiga tahap sebagai berikut.
a. Menerima nilai (acceptance of value), yaitu kelanjutan dari usaha
memuaskan diri untuk menggapi secara lebih intensif.
b. Menyeleksi nilai yang lebih disenangi (preference for a value),
yang dinyatakan dalam usaha mencari contoh yang dapat
memuaskan perilaku.
c. Komitmen yaitu kesetujuan terhadap suatu nilai dengan alasan-
alasan tertentu yang muncul dari rangkaian pengalaman.
4. Pengorganisasian (organization)
Pada tahap ini, tidak hanya menginternalisai suatu nilai tertentu tetapi
mulai melihat dari beberapa nilai yang relevan untuk disusun menjadi
sistem nilai. Proses ini terjadi dalam dua tahap, yaitu:
a. Konseptualisai nilai, yaitu keinginan untuk menilai orang lain, atau
menemukan asumsi-asumsi yang mendasari moral atau perilaku.
b. Pengorganisasian sistem nilai, yaitu menyusun perangkat nilai
berdasarkan tingkat preferansinya.
5. Karakterisasi (characterization)
Karakterisasi yaitu kemampuan untuk menghayati atau mempribadikan
sistem nilai secara konsisten. Proses ini terdiri dari dua tahap, yaitu:
11

a. Generalisasi, yaitu kemampuan untuk melihat suatu masalah dari


sudut pandang tertentu.
b. Karakterisasi, yaitu mengembangkan pandangan hidup tertentu
yang memberi corak tersndiri pada kepribadian diri yang
bersangkutan.

Pendidikan karakter mengusahakan perubahan perilaku. Menurut


Prochaska (dalam Zubaedi, 2011: 28) bahwa dalam perubahan perilaku
terdapat lima tahap hingga perilaku itu benar-benar terjadi. Kelima tahap
tersebut adalah (1) precontemplation, kondisi awal seseorang yang pada
dasarnya manusia tidak ingin mengubah perilaku, (2) contemplation, yaitu
tahapan mempertimbangkan untuk berubah, (3) preparation, yaitu tahapan
membuat sedikit perubahan, (4) action, tahapan di mana seseorang mulai
terikat dengan prilaku baru, dan (5) maintenance, yaitu tahapan
mempertahankan perilaku baru.
12

III. PENUTUP

A. Kesimpulan
Afektif merupakan perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan
dan emosi seperti minat, sikap, apresiasi dan cara penyesuaian diri. Kelakuan
seseorang yang baik atau buruk. Emosi adalah warna afektif yang kuat dan
ditandai oleh perubahan- perubahan tubuh. Jenis emosi yang secara normal
dialami antara laliln: cinta, gembira, marah, takut, cemas dan sedih. Tahap
perkembangan emosi anak terdiri dari empat tahapan yaitu tahapan Basic
Trust vs Mistrust, tahapan Autonomy vs Shame & Doubt, tahap Initiative vs
Guilt, tahap Industry vs Inferiority.
Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan
cara-cara tertentu. Sikap terdiri dari tiga komponen yaitu kognitif, afektif, dan
konatif. Sikap dipengaruhi beberapa factor antara lain pengalaman pribadi,
pengaruh orang yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa,
dan factor emosional. Sikap jika sudah diterjemahkan ke dalam tindakan,
dapat melahirkan nilai. Sedangkan sikap yang melahirkan nilai setelah
ditunjukkan dengan tindakan, kemudian dilakukan berulang-ulang sehingga
menjadi ciri khas individu yang disebut karakter. Pendidikan karakter
mengusahakan perubahan perilaku.

B. Saran

Afektif mencakup emosi atau perasaan yang dimiliki oleh setiap


peserta didik, yang juga perlu mendapatkan perhatian dalam pembelajaran.
Pemahaman guru tentang perkembangan afektif siswa sangat penting untuk
keberhasilan belajarnya. Setiap peserta didik memiliki karakter yang berbeda
maka tugas guru adalah menyikapinya dengan adil dan bijaksana.
13

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad dan asrori. 2010. Psikologi remaja. Bumi aksara. Jakarta.

Andersen, Lorin. W. 1981. Assessing affective ch aracteristic in the schools.


Allyn and Bacon. Boston.

Elmubarok, Zaim. 2008. Membumikan Pendidikan Nilai. Alfabeta. Bandung.

Hurlock, B. C. 1990. Measuring social attitudes. Teachers College, Columbia


University. New York.

Juarsih, Cicih. 2014. Karaketristik Peserta Didik: dalam rangka implementasi


standar proses. Rineka Cipta. Jakarta.

Robbins, Stephen P. 2007. Perilaku Organisasi Buku 1. Salemba Empat. Jakarta.

Syamsu, Ali. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Rineka Cipta. Jakarta.

Wikipedia. 2017. Definisi karakter. Diakses melalui id.wikipedia.org pada 20


Oktober 2017 Pukul 10.00 WIB.

Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter. Kencana. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai