Anda di halaman 1dari 16

RANGKUMAN PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK MODUL 4

Mata Kuliah Perkembangan Peserta didik


Dosen : Narto Sugiarto, M.Pd

Kelas B
Kelompok 1
Aat Yulianti (857504203)
Della karomatus Sa’diyah ( 857505212 )
Diki Furqon hanafi (857505663 )
Egie Ginanjar ( 857508454 )
Ela Sulawati Rahayu ( 857491945 )
Evi Dwi Sapitri ( 857505441)
Iis Islahul Palah (857491192)
Ima Siti Fatimah ( 857501215)
Juju Juharman ( 857506214 )

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS TERBUKA
UPBJJ BANDUNG
2023
PENGENALAN TEORI DAN TAHAPAN PERKEMBANGAN SOSIAL DAN EMOSIONAL

KEGIATAN BELAJAR 1

Perkembangan Emosi, Temperamen, dan Keterikatan (Attachment)

A, Definisi Emosi

Jika kita berbicara tentang emosi, berarti kita berbicara tentang perasaan, bukan? Emosi
merupakan perasaan atau efek yang terjadi ketika seseorang berada dalam interaksi yang penting
baginya dengan ditandai oleh perilaku yang mencerminkan (mengekspresikan) rasa senang atau
tidak senang dari seseorang yang sedang berada dalam suatu kondisi atau transaksi.

Yang dimaksud dengan mengekspresikan rasa tentunya dapat menggambarkan banyak hal,
seperti rasa senang, sedih, takut, marah, dan lain – lain. Beberapa orang tuan mengungkapkan
bahwa seorang bayi mulai dapat mengekspresikan rasa tertarik, terkejut, senang, marah, dan takut
pada usia satu bulan keatas.

B. Tahap Perkembangan Emosi

Kita dapat melihat tahap perkembangan dari lahir sampai dewasa. Basic emotion sampai
complex emotion. Mari kita bahas tahap perkembangan emosi satu persatu.

1. Usia 0 bulan/ lahir


Pada tahap ini, beberapa ahli percaya bahwa seorang bayi terlahir memiliki emosi. Hal ini
disebabkan mereka sudah terprogram secara biologis. Pada usia ini, mereka sudah dapat
mengungkapkan rasa kepuasan, keterikatan, dan kesusahan.
2. Usia 2 – 7 bulan
Pada usia ini, bayi sudah mulai dapat menggambarkan berbagai macam ekspresi, seperti
marah, takut, gembira, sedih, dan terkejut.
3. 1 – 2 tahun
Tingkat emosi pada usia 1 – 2 tahun sudah lebih kompleks, mereka mulai merasa memiliki
rasa malu, iri, menyesal, dan bangga. Persaan ini dapat disebut self – conscious karena pada
tahap ini kemampuan kognitif anak sudah berkembang dan juga menerima stimulus dari luar
sehingga terciptalah peningkatan kompleksitas ekspresi emosi.
4. 3 tahun
Pada tahap ini, anak sudah mulai memiliki kemampuan diri sendiri untuk dapat menilai baik
dan buruk atau dengan kata lain sudah memiliki self – evaluation.
5. 4 – 5 tahun
Pada usia ini, anak dapat mengekspresikan perasaan malu, iri, menyesal, bangga, baik, dan
buruk. Ini semua disebabkan anak sudah memiliki sself – conscious dan self evaluation.
6. 6 – 12 tahun
Tingkat emosi pada usia 6 – 12 tahun sudah complex emotion. Anak sudah memiliki rasa
malu, gugup, self – touching, engga sombong, merasa bersalah dan lain – lain.
7. Remaja – dewasa
Pada tahap ini, seseorang memiliki kompleksitas emosi yang tinggi. Hal terseburt
disebabkan tinkat kematangan emosi yangsudah baik. Pengalaman dan stimulus dari
lingkungan serta timgkat evaluation diri pun tinggi.

C. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi, yaitu diantaranya sebagai
berikut:

1. Faktor Kematangan dimana dalam faktor ini perilaku emosional yang matang dapat terjadi
jika perkembangan kelenjar endokrin sudah matang. Itulah sebabnya bayi belum matang
secara emosional, karena mereka masih kekurangan produksi kelenjar endokrin.yang
penting sebagai penunjang reaksi fisiologi terhadap stress.
2. Faktor Belajar dari Lingkungan sekitar yaitu meliputi trial dan error, meniru,
mengidentifikasi, mengkondisikan, dan berlatih.
1. Definisi Temperamen
Temperamen adalah kecenderungan seseorang untuk merespon dengan cara yang
dapat diprediksi terhadap peristiwa lingkungan, termasuk merespons tingkat aktivitas, lekas
marah, ketakutan dan kemampuan bersosialisasi ( Shaffer & Kipps , 2014). Dalam sebuah
penelitian, temperamen pada anak diklasifikasikan menjadi tiga sebagai berikut ( Shaffer &
Kipp, 2014).
1. Temperamen anak yang mudah (easy child)
Anak dengan mudah sekali bersosialisasi dengan orang lain, mudah diatur dalam
aktivitasnya, dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan.
2. Temperamen anak yang susah diatur (difficult child)
Anak dengan temperamen ini sulit dalam melakukan aktivitasnya. Dalam bersosialisasi
dengan orang baru, mereka takut dan mereka sering menangis bahkan ketika mereka tidur
mereka gelisah.
3. Temperamen anak yang berada ditengah – tengah (slow to warm up to child)
Anak dengan temepramen ini memiliki respon yang lambat. Dalam mencoba sesuatu yang
baru mereka cenderung bersikap pasif, tetapi hal baru diulangi mereka menjadi tidak
tertekan.
2. Faktor Yang Mempengaruhi Temperamen
1. Faktor Lingkungan, sangat berperan penting karena faktor inilah yang menstimulus atau
mempengaruhi anak. Faktor lingkungan sekitar yang kurang baik dapat menyebabkan
anak memiliki temperamen difficult child. Oleh karena itu, bagi orang tua dan pendidik,
penting sekali untuk membuat lingkungan pembelajaran yang ramah anak.
2. Faktor Biologis, atau sering disebut faktor keturunan. Faktor keturunan ini tentunya
menjadikan temperamen tersebut telah dibawa sejak lahir.

D. DEFINISI KETERIKATAN (ATTACHMENT)

Keterikatan (attachment) merupakan kuat, abadi, dan kasih saying yang dibagikan oleh
seorang ibu anak terhadap orang yang signifikan dekat dengannya, biasanya seorang ibu atau orang
yang mengerti dan dapat memenuhi kebutuhan sang anak. Menurut Santrock (2007), keterikatan
adalah ikatan emosional yang erat antara dua orang. Keterikatan ini mengacu pada suatu relasi
antara dua orang yang memiliki perasaan yang kuat satu sama lain dan melakukan banyak hal
bersama untuk melanjutkan relasi ini.

Berdasarkan paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa keterikatan merupakan bentuk


keterikatan emosi antara satu orang dengan orang lain. Keterikatan berawal dari kedekatan fisik
secara konsisten yang berdampak pada kedekatan emosional.

E. TEORI – TEORI TERKAIT KETERIKATAN (ATTCHMENT)

1. Teori Psikoanalisis
Teori psikoanalisis merupakan teori yang berusaha untuk menjelaskan hakikat dan
perkembangan kepribadian manusia. Unsur – unsur yang diutamakan dalam teori ini adalah
motivasi, emosi, dan aspek – aspek internal lainnya. Menurut Freud (dalam Shaffer & Kipp,2014)
pada tahap oral, seorang bayi akan menciptakan ikatan dengan orang yang dapat memenuhi
kebutuhannya. Dalam hal ini tentunya ibunya yang menjadi orang yang dapat membuat seorang
bayi merasa aman, karena pada tahap ini ibu selalu memberikan pada seorang bayi ketika
dibutuhkan.
2. Teori Belajar
Beberapa teori belajar mengasumsikan bahwa seorang bayi akan memiliki keterikatan
terhadap orang yang memberikan makan dan juga memenuhi kebutuhan mereka. Oleh karena itu,
pemberian makan pada seorang bayi sangat penting disebabkan dua alasan. Pertama, karena melalui
proses tersebut terjadi kontak antara ibu atau siapapun dengan bayi yang menyebabkan
meningkatnya ikatan antara mereka berdua. Kedua, proses ketika sang ibu memberikan berbagai
macam kenyamanan, seperti memberi makan, menghangatkan, sentuhan, dan lain – lain. (Shaffer &
Kipps, 2014).

3. Teori Kognitif
Teori perkembangan kognitif mengingatkan kepada kita semua bahwa terjadinya sebuah
keterikatan juga bergantung pada tingkat kemampuan perkembangan kognitif yang dimiliki oleh
seorang anak. Menurut Piaget, pada usia 7 – 9 bulan, seorang bayi sedang memasuki Piaget’s fourth
sensorimotor substage. Pada tahap ini, seorang anak sudah mulai pada fase dapat mencari dan
menemukan objek ataupun seseorang yang bersembunyi darinya. Piaget berpendapat bahwa untuk
membangun keterikatan, yang penting adalah apa yang dilakukan oleh pengasuh pertama yang
menjadi contoh seorang anak dalam perkembangan emosional. Keterikatan dalam teori ini adalah
dengan adanya hubungan yang kuat yang membuat nyaman dan anak tahu bahwa ada ibu atau
pengasuh pertamanya yang akan selalu ada untuknya.

4. Teori Etologikal
Istilah etologi diturunkan dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang artinya kebiasaan. Etologi
juga dikenal dengan istilah sosiobiologi, yaitu bidang studi ilmiah yang didasrkan pada asumsi
bahwa perilaku social telah dihasilkan dari evolusi dan upaya menjelaskan dan memeriksa perilaku
social dalam konteks tersebut.

Dalam teori ini dipercaya bahwa perilaku awal sudah deprogram secara biologis. Reaksi
bayi berupa tangisan, senyuaman, dan isapan akan mendatangkan reaksi dari ibu serta perlindungan
atas kebutuhan bayi. Teori ekologikal merupakan teori yang berpendapat bahwa manusia memiliki
karakteristik yang telah beradaptasi yang membuat mereka memiliki ketrikatan dan telah menjadi
sangat berpengaruh dalam bebrapa tahun terakhir (Shaffer & Kipps, 2014).

F. Fase Perkembangan Keterikatan (Attachment)

Menurut Bowlby dalam Gilibrand dkk (2016), fase perkembangan keterikatan adalah
sebagai berikut:
1. Preeattachment pada usia 0 – 2 bulan, dalam fase ini bayi belum dapat membedakan anatar
ibu dan orang lain. Merasa senang atau menerima dengan senang orang yang dikenal dan
yang tidak dikenal.
2. Early attachment pada usia 2 – 7 bulan, pada fase ini bayi mulai mengenal ibu, bayi mulai
menyukai orang yang dikenal, tersenyum pada orang yang lebih dikenal.
3. Separation protest pada usia 7 – 9 bulan. Pada fase ini perkembangan ketrikatan bayi dengan
ibu atau pengasuh pertama lainnya terus berkembang, bayi akan berusaha untuk senantiasa
dekat dengan sang ibu atau pengasuh pertama lainnya.
4. Goal corrected pada usia 2 – 3 tahun, pada fase ini banyak memilki keterikatan, anak merasa
lebih aman dalam berhubungan dengan ibu atau pengasuh pertamanya. Anak mulai tidak
merasa sedih selama berpisah dari ibu atau pengasuh pertamamya.

G. Faktor yang mempengaruhi keterikatan (Attachment)

Setiap proses membangun keterikatan tentunys membutuhkan faktor – faktor pemdukung


lainnya. Menurut Erikson, faktor yang dapat mempengaruhi keterikatan adalah sebagai berikut:

1. Perpisahan yang tiba – tiba antara anak dan sosok yang dekat dengannya.
2. Penyiksaan emosional atau penyiksaan fisik.
3. Pengasuh yang tidak stabil.
4. Sering berpindah domisili.
5. Pola asuh yang tidak konsisten
6. Figure lekat yang mengalami masalah psiologis,
Keterikatan yang aman dapat memberikan manfaat seperti dibawah ini:
1. Menumbuhkan rasa percaya diri.
2. Mampu membina hubungan yang baik dengan orang lain.
3. Menumbuhkan kedisiplinan.
4. Mempengaruhi pertumbuhan inteltualitas dan psikologis
5. Menumbuhkan harga diri dan kesejahteraan yang lebih baik pada remaja.
6. Membantu remaja menghasilkan hubungan yang positif dengan teman sebaya.
H. Keterikatan pada usia dini, kanak – kanak dan remaja.

Hubungan keterikatan pada masa dewasa mmepunyai kemiripan dengan hubungan yang
terjadi pada masa kanak – kanak. Ada beberapa hal yang membedakannya. Pertama figure
keterikatan pada masa dewasa berubah. Orang tua bukanlah satu –satunya tempat berlindung dan
berbagi mencurahkan kasih saying. Figure keterikatan orang dewasa biasanya lebih ditujukan
kepada sahabat, teman sebaya, atau pasangannya, sedangkan pada masa usia dini hingga kanak –
kanak tentunya figure utama adalah ibu atau pengasuh utama lainnya. Kedua, orang dewasa lebih
bisa menolerensi perpisahan dengan figure dibandingkan masa kanak – kanak. Kemudian lebih
ditekankan, lagi bahwa hubungan orang dewasa dengan figure keterikatan lebih luas.

Kegiatan Belajar II

Konsep Diri Vs Hasil Belajar

A. Konsep Diri

Komponen-kompinen konsep diri.

a. Citra tubuh, citra tubuh adalah sikap individu terhadap dirinya (fisik) baik secara sadar
maupun tidak disadari.

b. Ideal diri, ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia seharusnya berperilaku
berdasarkan standar peribadi dan terkait dengan cita-cita.

c. Harga diri, harga diri adalah persepsi terhadap hasil dengan menganalisis seberapa banyak
kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya.

d. Peran diri, peran diri merupakan serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang
diharapkan kelompoknya.

e. Identitas diri, identitas diri merupakan kesadaran tentang diri sendiri yang dimiliki berbeda
seseorang dari dari hasil observasu dan penilaian diringa, menyadari bahwa dirinya berbeda
dengan orang lain.
B. Harga Diri ( selfn- Esteem)

Aspek - aspek dalam harga diri.

1. Kekuatan ( power)

2 keberanian ( sihnificant )

3. Kebijakan (virtue)

4. Kemampuan ( competence)

C. Perkembangan Konsep Diri

Perkembangan konsep diri yang termasuk juga harga diri ( self-esteem) adalah salah satu
bagian yang sangat penting dalam perkembangan sosio emosional. Konsep diri terbentuk melalui
proses belajar yang berlangsung sejak masa pertumbuhan. Lingkungan, pengalaman, dan pola asuh
orang tua merupakan faktor yang signifikan mempengaruhi terbentuknya konsep diri seseorang.
Menurut Santrock (2012), perkembangan konsep diri anak selama tahun-tahun sekolah dasar dapat
dilihat tiga karakteristik konsep diri sebagai berikut.

1. Karakteristik internal

2. Karakteristik aspek sosial

3. Karakteristik Perbandingan Sosial

Selanjutnya, menurut Santrock (2012), karakteristik perkembangan konsep diri remaja


sebagai berikut.

a. Abstrak and idealistic

b. Differentiated

c. Contraditions witin the self

d. The fluctuating

e. Real and ideal, live and false selves

f. Socil comparison

g. Self-conscious
h. Self-protective

i. Un Consciousness

j. Self-integration

D. Faktor Yang Memengaruhi Konsep Diri dan Harga Diri

Faktor-faktor yang memengaruhi konsep diri dan harga diri sebagai berikut.

1.Orang lain

2. Kelompok sosial

3. Pengaruh Kelas Sosial

4. Pengaruh Usia

E. Konsep Diri dan Motivasi Belajar

Motivasi sendiri terbagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
Motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam diri sendiri untuk melakukan sesuatu.
Sementara kalau motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berasal dari luar individu itu sendiri.

F. Motivasi Belajar Untuk Siswa Dijenjang Sekolah Yang Berbeda

1. Cara Meningkatkan Motivasi Belajar Anak Usia Sekolah Dasar

a. Berikan pujian dengan bijak

b. Membentuk kebiasaan belajar yang baik

c. ciptakan persaingan atau kompetensi yang sehat

d. Menulis nama siswa dipapan tulis dengan rewadn-nya


2. Cara Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa SMP dan SMA

a. Memiliki impian

b. Menguasai skill belajar

3. Cara Meningkatkan Motivasi Belajar Mahasiswa

a. Bertemanlah dengan orang yang memiliki semangat belajar tinggi

b. Buatlah target pencapaian

c. Buktikan bahwa anda cerdas

d. Belajarlah dalam suasana yang baik

e. Membentuk kelompok belajar

f. Jangan lupa bersenang-senang

G. Pengaruh Teman Sebaya dan Budaya Terhadap Konsep Diri dan Capaian Akademik

Dalam beberapa penelitian, diungkapkan bahwa teman sebaya dan budaya berpengaruh
terhadap bentuknya konsep diri seseorang. Misalnya, disuatu sekolah ada seorang anak dengan
hambatan pendengaran ringan yaitu teman-temannya sering kali mengucapkan bahwa anak dengan
hambatan pendengaran ringan tersebut pasti tidak akan mampu mengikuti pembelanar di kelas. Hal
tersebut dapat menyebabkan terbentuknya konsep diri yang rendah. Maka dari itu, kita sebagai
pendidik, Berhati-hati dalam mengungkapkan sesuatu dihadapan siswa dan juga perlu membangun
budaya yang nyaman untuk semua anak agar mendukung terbentuknya konsep diri positif pada diri
siswa.
KEGIATAN BELAJAR 3

Perkembangan Identitas Diri, Moral, dan Prososial

A. PEMBENTUKAN DAN TEMPAAN IDENTITAS SOSIAL

Identitas diri adalah mendefinisikan diri dengan matang: perasaan tentang siapa
seseorang, ke mana orang yang akan pergi dalam kehidupannya, dan bagaimana sesesorang
tersebut cocok dengan masyarakat (Shaffer & Kipp, 2014). Menurut Erikson (dalam Berk,
2007), identitas diri berarti perasaan dapat berfungsi sebagai seseorang yang berdiri sendiri,
tetapi yang berhubungan erat dengan orang lain. Itu artinya menjadi seseorang dari kelompok
tetapi seklaigus memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan orang lain atau dengan kkata lain
memiliki ciri-ciri khusus sebagai individu.
Berdasarkan paparan di atas, maka dapat disimpilkan bahwa identitas diri merupakan
kesadaran seorang individu untuk menempatkan diri dan memberikan arti pada dirinya sendiri
sebagai seorang pribadi yang memiliki ciri-ciri tertentu berbeda dengan individu lain di dalam
kelompoknya, memiliki keyakinan yang relative stabil, serta memiliki peran dalam kehidupan
bermasyarakat. Selain itu juga identitas diri dapat diartikan tentang fisik, keyakinan, tujuan
hidup, harapan hidup, prinsip moral, atau gaya sosial.
1. Bagaimana Identitas Diri Terbentuk?
Identitas diri dapat terbentuk melalui penilaian seorang individu terhadap dirinya yang
berlandaskan pada pertimbangan budaya, ideologi, dan harapan masyarakat serta adanya
penilaian diri yang didasarkan pada persepsi orang lain. Menurut Marcia pembentukan identitas
diri memerlukan dua elemen penting yaitu eksplorasi (krisis) dan komitmen.
Eksplorasi merujuk pada suatu masa Ketika seseorang berusaha untuk menjelajah
berbagai pilihan yang ada. Sementara itu, Komitmen merupakan usaha untuk membuat
keputusan. Untuk menentukan identitas diri, seseorang perlu menentukan kedudukan status
identitasnya.
Tabel 4.5
Status Identitas
Status Identitas
Diffusion Forelocure Moratorium Achievement
Eksplorasi (krisis) Tidak ada Tidak ada Ada Ada
Komitmen Tidak ada Ada Tidak ada Ada
Periode terjadinya pada Awal Pertengahan Pertengahan Akhir
masa remaja ….

a. Identity diffusion
Identity diffusion merupakan suatu kemunduran dalam perspektif waktu, insiatif, dan
kemampuan untuk mengoordinasikan perilaku pada masa kini dengan tujuan pada masa
depan. Untuk remaja dengan status ini, yaitu remaja yang mengalami kebingungan tentang
siapa dirinya dan mau apa dalam hidupnya.
b. Identity forelocure
Identity folerocure adalah remaja yang telah membuat komitmen,tetapi belum pernh
mengalami krisis atau mengekplorasi alternatif-alternatif yang berarti. Remaja dengan status
ini cenderung menerima pilihan orang tua tanpa mempertimbangkan lagi.
c. Identity moratorium
Identity moratorium adalah fase Ketika remaja sedang mengekplorasi alternatif-alternatif
yang ada,tetapi tidak memiliki komitmen atau memiliki komitmen,remaja dengn status ini
sering dianggap berada pada tahap mengekplorasi pemikiran,kesadaran,intelektual yang
ditandai dengan banyaknya berhubungan dengan orang lain.
d. Identity achievement
Identity achievement adalah status identitas remaja setelah melewati masa krisis atau masa
mengekplorasi dan membuat komitmen. Remaja pada status ini memiliki perasaan stabil
karena telah mengekplorasi dan menemukan identitas dirinya.
Menurut Santrock mengungkapkan bahwa identitas diri merupakan identitas yang terbentuk
pada masa kanak-kanak yang kemudian berkembang pada usia remaja yang ditandai dengan
pertanyaan yang sering muncul,yaitu siapakah saya.

Identitas diri pada masa remaja banyak ditandai dengan upaya mencari keseimbangan antara
kebutuhan untuk mandiri dan juga kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain atau dengan
kata lain berada pada fase krisis identitas. Erikson mengungkapkan bahwa krisis identitas ini
merupakan fase ketidakpastian dan ketidaknyamanan yang dialami remaja Ketika mereka menjadi
bingung tentang peran mereka sekarang dan masa depan dalam kehidupan.

Krisis identitas ini muncul pada awal remaja. Identitas ini pada masa awal remaja adalah
masa perubahan Ketika pemikiran-pemikiran,kondisi psikoseksual,dan pemenuhan fisiologis
berubah menjadi lebih dewasa. Kemudian,pada masa remaja tengah mulai terjadi pembentukan
Kembali,yaitu mulai ada pengaturan baru pada keahlian-keahlian yang lama dan baru dimiliki.
Terakhir, pada masa remaja akhir, terjdi penggabungan yaitu usia ketikka susunan identitas diri
dapat dibedakan dan terjadi pengujian identitas diri pada lingkungan. pada masa remaja akhir ini,
kebanyakan individu berhasil mengungkapkan identitas dirinya atau dengan kata lain identitas diri
sudah benar-benar terbentuk.

C. Faktor yang mempengaruhi perkembangan identitas


1. Keluarga
Keluarga merupakan salah satu factor terpenting dalam pembentukan identitas diri
seseorang. Terdapat hubungan yang terjalin antara anak dan orang tua dengan baik akan
menyebabkan terbentuknya jati diri dan identitas diri yang baik.
2. Interaksi dengan teman sebaya
Melalui interkasi dengan sebaya yang beragam, seorang individu akan lebih mudah
mendapatkan nilai-nilai kehidupan dan ide-ide.
3. Sekolah dan komunitas
Merupakan tempat yang luas untuk seorang individu melakukan eksplorasi yang
dapat mendukung perkembangan identitas.
4. Kebudayaan
Budaya dapat membentuk self-kontinuity disamping perubahan diri yang terjadi.
dengan adanya perbedaan kebudayaan yang ada akan mempengaruhi cara seorang individu
dalam memandang peran-peran yang mereka miliki dalam lingkungan masyarakat.
5. Kognitif
Faktor kognitif atau cara berpikir seorang individu akan menetukan jati diri juga.
Maka dari itu factor kognitif menjadi salah satu factor yang penting dalam pembentukan
identitas diri.
D. Persepsi Tentang Orang Atau Kelompok Orang Lain
Persepsi adalah tangggapan langsung dari serapan atau proses seseorang mengetahui
beberapa hal melalui pengindraan sehingga ia menjadi sadar akan segala sesuatu yang ada
dilingkungannya.
Menutut Asrori (2009) persepsi adalah proses individu dalam menginterpretasikan,
mengorganisasikan, dan memberi makna terhadap stimulus yang berasal dari lingkungan tempat
individu itu berada yang merupakan hasil proses belajar dan pengalaman.
Proses persepsi yang berkembang dari masa kanak-kanak hingga remaja menurut Shaffer
& Kipp (2014) sebagai berikut :
1. Anak-anak dibawah 7 atau 8 tahun umumnya menggambarkan teman dan kenalan dalam
istilah nyata yang sama yang mereka gunakan untuk menggambarkan diri.
2. Anak-anak sekolah dasar, menjadi lebih terbiasa dengan keteraturan dalam perilaku mereka
sendiri dan orang lain.
3. Kesan remaja muda, terhadap orang lain menjadi abstrak.
4. Pada usia 14 hingga 16 tahun, remaja tahu bahwa pengaruh situasional dapat menyebabkan
seseorang bertindak keluar dari karakter.

E. Teori Perkembangan Kognisi sosial


Kognisi sosial adalah cara yang terjadi pada diri seseorang individu untuk menganalisis,
mengingat, serta menggunakan informasi yang didapatkan dari kejadian-kejadian sosial.
1. Teori perkembangan kognitif (Piaget)
a. Periode sensori motor (0-2 tahun)
Tingkah laku anak bersifat motoric dan anak menggunakan sistemm pengindraan untuk
mengenal lingkungannya untuk mengenal objek.
b. Periode Praoperasional (2-7 tahun)
anak bisa melakukan sesuatu sebagai hasil meniru atau mengamati dan mampu
melakukan simbolisasi.
c. Periode konkret (7-11 tahun)
anak mampu menggunakan operasi.
d. Periode operasi formal (11-dewasa)
merupakan tingkat puncak perkembangan struktur kognitif, anak remaja mampu berfikir
logis untuk semua jenis masalah hipotesis, maslaah verbal, dan dapat mengggunakan
penalaran ilmiah dan dapat menerima pandangan orang lain.
2. Roberts Sekman’s Role-Taking Analysis
a. Egocentric or undifferentiated perspective (3-6 tahun)
Anak belum memiliki kepedulian terhadap pendapat orang lain.
b. Social information role taking (6-8 tahun)
Anak mulai memahami bahwa setiap orang akan memiliki pendapat yang berbeda.
c. Self-effective role taking (8-10 tahun)
Anak mulai memahami bahwa meski dia dan individu lainnya mendapatkan informasi
yang sama.
d. Matual role taking (10-12 tahun)
Anak mulai memahami sudut pandan individu sendiri dengan sudut pandang orang lain.
e. Societal role taking (12-15 tahun)
seseorang sudah dapat memahami berbagai macam persepektif dan dapat
membandingkannya.

F. Altruisme
Altruisme berasal dari kata “alter” yang artinya orang lain. Secara Bahasa, altruisme
adalah perbuatan yang berorientasi pada kebaikan orang lain.
Altruisme merupakan kepedulian tanpa pamrih untuk kesejahteraan orang lain yang
diekspresikan melalui Tindakan prososial, seperti berbagi, bekerja sama, dan juga membantu.
Komponen-komponen altruisme yaitu:
1. Prososial Moral Reasoning
Merupakan pemikiran yang ditampilkan orang ketika memutuskan apakah akan membantu,
berbagi, atau menghibur orang lain ketika tindakan ini bisa terbukti mahal untuk diri mereka
sendiri.
2. Simpati Empatik Gairah
Merupakan perasaan atau simpati atau kasih sayang yang dapat ditimbulkan Ketika kita
mengalami emosi orang lain yang tertekan: dianggap menjadi mediator penting altruisme.

G. Komponen Perkembangan Moral: Afektif, Kognitif, dan perilaku


Moral berasal dari kata mores: artinya tata cara, adat istiadat, dan kebiasaan. Moral
merupakan separangkat prinsip atau cita-cita yang membantu individu untuk membedakan
yang benar dan yang salah, untuk bertindak atas perbedaan ini, serta untuk merasa bangga
dalam perilaku berbudi luhur dan rasa bersalah atas perilaku yang melanggar standar seseorang.
Perkembangan moral memiliki dua dimensi yaitu:
1. Dimensi Interpersonal
Mencakup aturan atau nilai dasar dari penilaian diri individu sendiri. Dimensi ini
mengatur atau mengarahkan aktivitas orang tersebut saat dia tidak terlibat dalam interaksi
sosial.
2. Dimensi Intrapersonal
Yaitu titik perhatiannya ada pada apa yang seharusnya dilakukan individu saat
berinteraksi dengan orang lain. Dimensi ini untuk mengatur interaksi sosial individu dengan
orang lain dan akan menengahi sebuah konflik yang muncul.
Komponen-komponen perkembangan moral dibagi menjadi 3 komponen yaitu:
1. Komponen afektif
Komponen perkembangan moral yang terdiri atas perasaan yang mengelilingi
Tindakan benar atau salah dan yang memotivasi pikiran dan Tindakan moral.
2. Komponen Kognitif
Komponen perkembangan moral yang berpusat pada cara kita mengonsep benar dan salah
dan membuat keputusan tentang bagaimana berperilaku.
a. Teori Piaget
Memandang penalaran moral sebagai kemajuan melalui urutan tiga tingkat Yng tidak
berubah: periode premoral, moralitas heteronom, dan periode otonom.
b. Teori Kohlberg
1) Moralitas prakonvensioal
2) Moralitas konvensional
3) Moralitas poskonvensional
3. Komponen Perilaku
Komponen perkembangan moral yang mencerminkan cangkul yang secara actual
kita lakukan Ketika kita mengalami godaan untuk berbohong, menipu, atau melanggar
aturan moral lainnya.

Anda mungkin juga menyukai