Anda di halaman 1dari 24

PERKEMBANGAN

EMOSI
Nama : Nurfadila
Nim : 200701501132
Kelas : F
Apa itu emosi?

Campos mendefinisikan emosi sebagai perasaan atau afeksi yang timbul ketika
seseorang berada dalam suatu keadaan yang dianggap penting oleh individu tersebut.
Emosi diwakilkan oleh perilaku yang mengekspresikan kenyamanan atau
ketidaknyamanan terhadap keadaan atau interaksi yang sedang dialami. Emosi dapat
berbentuk rasa senang, takut, marah dan sebagainya.
Pandangan aliran fungsionalis tentang
emosi
■ Dalam pandangan fungsionalis, emosi adalah sesuatu yang bersifat rasional, alih-
alih sekedar fenomena internal atau intrapsikis.
■ Dalam pandangan para tokoh fungsionalis, emosi terkait dengan berbagai tujuan
yang ingin dicapai oleh individu. Seorang anak yang dapat mengatasi berbagai
halangan dalam mencapai sebuah tujuan akan merasakan kebahagiaan. Seorang
anak yang terpaksa menyerah dan gagal mencapai suatu tujuan akan merasakan
kesedihan. Dan seorang anak yang harus menghadapi halangan yang sulit dalam
proses mencapai suatu tujuan seringkali akan merasakan kemarahan. Tetapi
pengalaman emosional yang dialami juga akan tergantung dari sifat tujuan yang
ingin dicapai.
Perkembangan kemampuan anak
dalam mengatur/mengendalikan emosi

■ Kemampuan untuk mengontrol emosi adalah dimensi penting dari perkembangan


emosi (Denham dkk, 2003; Rothbart & Bates, 2006; Thompson, 2006). Pengaturan
emosi (emotional regulation) terdiri dari kemampuan untuk mengatur rangsangan
dalam rangka beradaptasi dan meraih suatu tujuan secara efektif. Rangsangan
terdiri dari keadaan siaga (state of alertness) atau aktivasi, yang dapat saja
mencapai level yang terlalu tinggi, -contohnya adalah kemarahan- sehingga tidak
dapat berfungsi dengan efektif. Emosi ini harus kita atur.
■ Beberapa trend yang berhubungan dengan pengaturan emosi selama masa kanak-kanak adalah
(Eisenberg, 1998-2001):
1. Berasal dari sumber daya eksternal ke internal. Bayi sepenuhnya tergantung dari sumber daya
eksternal (orang tua) untuk pengaturan emosinya. Ketika anak bertambah usia, mereka mulai
melakukan pengaturan mandiri (self regulation) terhadap emosi mereka.
2. Strategi kognitif. Strategi kognitif untuk pengaturan emosi, "seperti berpikir positif tentang suatu
situasi, penghindaran kognitif (cognitive avoidance), dan pengalihan atau pemfokusan atensi, yang
berkembang seiring dengan pertambahan usia.
3. Rangsangan emosi. Seiring dengan kedewasaan, seorang anak akan dapat mengontrol rangsangan
emosinya (misalnya mengontrol rasa marah)
4. Memilih dan mengatur konteks dan hubungan. Seiring dengan bertambahnya usia, anak akan dapat
memilih dan mengatur situasi dan hubungan sosial sehingga mengurangi emosi negatif.
5. Coping terhadap stres. Dengan bertambahnya usia, anak-anak akan lebih mampu untuk
mengembangkan strategi coping stress yang lebih baik.
Apa itu kompetensi emosi?
■ Carolyn Saarni (1999; Saarni dkk, 2006) menyatakan bahwa untuk bisa dikatakan kompetensi
secara emosional seseorang harus mengembangkan beberapa keterampilan yang
berhubungan dengan kontak sosial, yaitu:
1. Pemahaman tentang keadaan emosi yang dialami.
2. Mendeteksi emosi orang lain.
3. Menggunakan kosakata yang berhubungan dengan emosi dengan tepat pada konteks
sosial dan budaya tertentu.
4. Memahami bahwa keadaan emosional didalam tidak harus selalu berhubungan dengan
ekspresi yang tampak diluar.
5. Coping adaptif terhadap emosi negatif dengan menggunakan strategi self regulatory yang
dapat mengurangi durasi dan intensitas dari emosi tersebut
6. Memandanggbahwa keadaan emosi diri adalah cara seseorang mengatur emosinya.
■ Contoh
1. Dapat membedakan apakah dia sedang sedih atau gelisah.
2. Paham bahwa orang lain sedang sedih atau alih-alih takut.
3. Dapat menggambarkan situasi sosial dengan tepat dalam budaya tertentu
ketika mengalami kesusahan.
4. Dapat bersikap sensitif kepada orang lain yang merasakan emosi negatif.
5. Menyadari bahwa seseorang yang merasa marah bisa mengatur ekspresi
emosinya sehingga kelihatan lebih netral.
6. Mengurangi kemarahan dengan menghindari situasi yang mengganggu dan
melibatkan diri pada aktivitas yang dapat membuat diri bisa melepaskan
pikiran terhadap situasi mengganggu tersebut.
7. Mengetahuii bahwa terlalu sering mengekspresikan kemarahan kepada
seorang teman dapat mengganggu hubungan pertemanan tersebut.I
8. Individu ingin merasa bahwa dia bisa dan mampu melakukan koping secara
efektif terhadap stres.
Pola Emosional yang Lazim Pada Masa
Bayi
■ Ketakutan, perangsang yang paling mungkin membangkitkan ketakutan bayi adalah suara
keras dan situasi asing. Tanggapan rasa takut yang lazim pada masa bayi terdiri dari upaya
menjauhkan diri dari perangsang yang menakutkan dengan merengek, menangis, dan
menahan nafas.
■ Kemarahan, perangsang yang lazim membangkitkan kemarahan baik adalah campur tangan
terhadap gerakan-gerakan mencoba-cobanya, menghalangi keinginannya, dan tidak
memperkenalkannya melakukan apa yang dia inginkan. Lazimnya,b tanggapan marah
mengambil bentuk menjerit meronta-ronta, menendang kaki, memukul atau menendang apa
saja yang ada di dekatnya.
■ Kegembiraan, kegembiraan dirangsang oleh kesenangan fisik. Mereka akan mengungkapkan
rasa senang atau kegembiraannya dengan tersenyum, tertawa, dan menggerakkan lengan
serta kakinya.
■ Afeksi, setiap orang yang mengajak bayi bermain, mengurus kebutuhan jasmani nya, atau
memperlihatkan afeksi akan merupakan perangsang untuk afeksi mereka.
Perkembangan Emosi pada Anak

■ Ada dua pembagian emosi menurut Lewis (2002, dalam Santrock, 2008), antara lain:
1. Emosi Primer, yaitu emosi yang muncul pada manusia maupun binatang. Emosi ini
muncul pada usia 6 bulan pertama. Yang termasuk emosi primer, antara lain:
terkejut (surprise), tertarik (interest), senang (joy), marah (anger), sedih (sadness),
takut (fear), dan jijik (disgust).
2. Emosi yang Disadari (self-conscious emotions), yaitu emosi yang memerlukan
kognisi, terutama kesadaran diri. Yang termasuk emosi yang disadari, antara lain:
empati, cemburu (jealousy), dan kebingungan (embarassment), yang muncul pada
1 1/2 tahun pertama (setelah timbulnya kesadaran diri). Ada juga emosi yang
mulai muncul pada 2 1/2 tahun pertama, antara lain: bangga (pride), malu
(shame), dan rasa bersalah (guilt). Anak - anak menggunakan standar dan aturan
sosial untuk mengevaluasi perilaku mereka, agar emosi ini dapat berkembang.
Perkembangan Emosi pada Anak
Masa Bayi
■ Tangisan, menangis merupakan salah satu cara bayi untuk
Bayi menggunakan ekspresi emosi untuk membantu berkomunikasi dengan dunia luar. Ada tiga jenis tangisan bayi,
yaitu tangisan biasa, tangisan marah, dan tangisan kesakitan.
hubungan interpersonal dengan orang tuanya. Bayi
mengubah ekspresi emosi mereka untuk merespons ■ Senyuman, senyum refleksif (muncul pada 1 bulan awal sesudah
ekspresi emosional dari orang tua, dan orang tua kelahiran, biasanya pada saat tidur), dan senyuman sosial (muncul
mereka juga mengubah ekspresi emosi mereka karena stimulus eksternal)
ketika merespons ekspresi emosi bayi. Karena sifat ■ Ketakutan, ekspresi ketakutan yang paling sering muncul biasanya
timbal-balik ini, interaksi tersebut dapat berkaitan dengan kecemasan terhadap orang asing (stranger
digambarkan bersifat resiprok atau sinkron ketika anxiety).
berlangsung dengan baik. Tangisan dan senyuman
merupakan ekspresi emosi yang ditampilkan oleh ■ Referensi sosial, cara bayi "membaca" petunjuk emosional dari
orang lain sebagai referensi bagaimana berperilaku dalam situasi
bayi ketika mereka berinteraksi dengan orang
tertentu.
tuanya, dan itu merupakan bentuk komunikasi
emosional awal dari bayi (Santrock, 2008). ■ Coping, pengaturan emosi (1 tahun pertama)
Masa kanak-kanak awal

■ Emosi yang disadari ■ Pemahaman emosi


Ekspresi dari emosi-emosi ini menunjukkan bahwa Pada rentang usia 2-4 tahun, anak-
anak sudah mulai memahami dan menggunakan anak mulai belajar mengenai penyebab
peraturan dan norma sosial untuk menilai perilaku dan konsekuensi dari perasaan –
mereka. Rasa bangga muncul saat anak sukses perasaan yang dialami (Denham, 1998
melakukan perilaku tertentu. Rasa malu muncul (dalam Santrock, 2008)). Ketika
ketika anak merasa tidak mampu memenuhi target menginjak usia 4-5 tahun, anak – anak
tertentu. Rasa malu biasanya berhubungan dengan mulai memahami bahwa mereka harus
serangan terhadap self dan dapat mengakibatkan mengatur emosi mereka untuk
kebingungan dan membuat anak – anak tidak memenuhi standar sosial
mampu berkata – kata. Rasa bersalah muncul
ketika anak merasa bahwa dirinya gagal.
Masa Kanak-Kanak
Madya dan Kanak-Kanak
Akhir
■ Peningkatan kemampuan untuk ■ Peningkatan kecenderungan untuk
memahami emosi kompleks, lebih mempertimbangkan kejadian-
misalnya kebanggaan dan rasa kejadian yang menyebabkan reaksi
malu. emosi tertentu.
■ Peningkatan pemahaman bahwa ■ Peningkatan kemampuan untuk
mungkin saja seseorang mengalami menekan atau menutupi reaksi
lebih dari satu emosi dalam situasi emosional yang negatif.
tertentu.
Masalah Emosi
Stress dan Coping
Stress adalah respon individu terhadap 1. Faktor kognitif, apa yang dianggap sebagai sumber
situasi atau peristiwa (disebut stressor) stress bagi anak tergantung dari bagaimana kognitif
yang mengancam atau melebihi mereka menilai dan menginterpretasikan suatu
kejadian (Sanders & Wolls, 2005)
kemampuan coping mereka. faktor
kognitif, kejadian sehari-hari, dan juga 2. Kejadian dan masalah sehari-hari, kejadian sehari-
faktor sosiokultural merupakan hal-hal hari ataupun kejadian luar biasa yang dialami bisa
yang berhubungan dengan stres pada merupakan sumber stress (D’Angelo & Wierbicki,
anak-anak. 2003)
3. Faktor sosiokultural, salah satu faktor sosiokultural
yang berhubungan dengan stress adalah stress yang
diakibatkan akulturasi dan juga kemiskinan.
Coping terhadap emosi

■ Para peneliti percaya akan lebih ■ Anak yang menguasai beberapa


menguntungkan bagi anak jika teknik koping akan lebih
mereka melakukan pendekatan mungkin untuk beradaptasi dan
pemecahan masalah (problem berfungsi dengan kompetensi
solving) terhadap stress ketika dihadapkan dengan stres.
dibandingkan dengan lari atau Dengan mempelajari teknik
menghindari stress tersebut koping, anak dapat mencegah
(Bridges, 2003; Folkman & dirinya merasa inkompeten dan
Moskowitz, 2004; Lazarus & juga dapat meningkatkan
Folkman, 1984). kepercayaan diri mereka.
Regulasi emosi dan coping

■ Secara neurobiologis, tindakan pengasuh akan mempengaruhi


regulasi emosi bayi (Thompson, Meyers, & Jochem, 2008).
Dengan menenangkan bayi, pengasuh dapat membantu
mereka mengatur emosi dan mengurangi tingkat hormon stres
(De Haan & Gunnar, 2000).
■ Konteks dapat mempengaruhi regulasi emosi (Thompson,
2010; Thompson & Virmani, 2010). Bayi seringkali dipengaruhi
oleh kelelahan, rasa lapar, waktu, orang-orang disekitarnya,
dan tempat. Bayi harus beradaptasi di berbagai konteks yang
menuntut regulasi emosi.
Depresi ■ John Bowlby (1969, 1989) menyatakan bahwa
attachment yang insecure. Kurangnya cinta
kasih dan afeksi dalam pengasuhan anak atau
kehilangan orang tua pada masa kanak-kanak
Apa yang menyebabkan mengakibatkan anak mengembangkan skema
kognitif yang negatif.
timbulnya depresi pada ■ Dalam pandangan kognitif Aaron Neck (1973),
masa kanak-kanak? individu akan depresi jika pada masa awal
perkembangannya mereka membentuk skema
■ Ada beberapa sebab yang dianggap kognitif yang ditandai dengan devaluasi diri
menimbulkan hal ini: biologis, kognitif dan tidak percaya diri mengenai masa depan.
dan lingkungan. dari berbagai
pandangan mengenai hal ini ada tiga ■ Teori Martin Seligman mengenai depresi
pandangan yang mendapat adalah learned helplessness yaitu ketika
perhatian, yaitu teori perkembangan seorang individu mengalami pengalaman
Bowlby, teori kognitif Beck, dan teori negatif dan mereka tidak memiliki kontrol
learned helplesness dari Seligman mengenai hal tersebut. -seperti ketika
dihadapkan dengan stres dan rasa kesakitan
yang panjang- mereka akan lebih mungkin
untuk mengalami depresi (Seligman, 1975)
Mengapa anak dan
remaja mengalami
kecenderungan bunuh?

■ Perilaku bunuh diri sangat jarang terjadi pada masa anak-anak


tetapi meningkat sangat tajam pada masa remaja awal.

■ Remaja dengan kecenderungan bunuh diri biasanya memiliki


simtom depresi (American Academy of Pediatrics, 2000; Gadpaille,
1996). Meskipun tidak semua remaja yang depresi melakukan
percobaan bunuh diri, depresi dapat menjadi faktor yang dianggap
sebagai pencetus bunuh diri pada remaja. Perasaan tidak adanya
harapan, self-esteem yang rendah, serta yang tinggi juga dianggap
berhubungan dengan perilaku bunuh diri pada remaja (Harter &
Marold, 1992; Harter & Whitesell, 2001; Werth, 2004).
Temperamen
Temperamen mendeskripsikan perbedaan individual mengenai
cepat atau lambatnya kemunculan emosi, seberapa kuatnya,
seberapa lamanya, dan seberapa cepat menghilangnya
(Campos, 2009)
Klasifikasi
Klasifikasi menurut Chess Klasifikasi menurut
dan Thomas Rothbart dan Bates
■ Anak bertemperamen mudah (easy child) ■ Ekstraversi/surgensi (extraversion/surgency)
adalah anak yang pada umumnya memiliki meliputi "antisipasi positif, impulsivitas,
suasana hati yang positif, cepat membangun tingkat aktivitas, dan pencarian sensasi“
rutinitas pada masa bayi, dan mudah
beradaptasi dengan pengalaman- ■ Afektivitas negatif meliputi "takut, frustasi,
pengalaman baru. sedih, dan tidak nyaman. Anak-anakk ini
mudah tertekan: mereka mungkin sering
■ Anak bertemperamen sulit (difficult child) cemas dan menangis.
bereaksi secara negatif dan sering
menangis, melibatkan diri dalam hal-hal ■ Kendali yang diupayakan (Regulasi-Diri)
rutin sehari-hari secara tidak teratur dan meliputi "memfokuskan dan mengalihkan
lambat menerima pengalaman-pengalaman perhatian, kontrol iahibisi, kepekaan
baru. perspektual, kepekaan perspektual, dan
kesenangan berintensitas rendah"
■ Anak bertemperamen lambat (slow-tp-warm-
up child) memiliki tingkat aktivitas rendah,
adat negatif, dan memperlihatkan suasana
hati yang intensitasnya rendah.
Bagaimana faktor biologis dan pengalaman
mempengaruhi temperamen anak?
Pengaruh biologis Gender, budaya, dan
■ Studi mengenai anak kembar dan anak temperamen
adopsi menyatakan bahwa faktor ■ Gender dapat menjadi sebuah faktor penting
keturunan cukup berpengaruh terhadap yang membentuk konteks dan mempengaruhi
perbedaan temperamen dalam hasil akhir temperamen (Blakemore, Berenbaum,
sekelompok orang (Buss & Goldsmith, & Libem, 2009).
2007; Goldsmith, 2010). Pandangan ■ Demikian p pola reaksi terhadap temperamen
kontemporer menyatakan bahwa seorang bayi dapat dipengaruhi oleh budaya
temperamen memiliki basis biologis (Garistein dkk, 2009; Kagan, 2010).
namun merupakan salah satu aspek
perilaku yang berevolusi: temperamen ■ Singkatnya, terdapat banyak aspek dari
dapat berevolusi apabila pengalaman lingkungan anak yang dapat mendorong atau
anak digabungkan ke dalam jaringan mengurangi bertahannya karakteristik
persepsi diri dan preferensi perilaku yang temperamen (Bates & Petit, 2007)
menandai kepribadian anak tersebut.
Strategi Pengasuhan Anak Terbaik
Berkaitan dengan Temperamen
■ Perhatikan dan menghargai individualitas. Implikasinya adalah tidak mungkin kita menyebutkan
satu cara pola asuh terbaik. Sebuah tujuan dapat dicapai dengan cara tertentu pada anak tertentu
tetapi baru dapat dicapai dengan cara yang lain pada anak yang lain, tergantung dari temperamen
anak tersebut. Orang tua harus sensitif dan fleksibel terhadap sinyal dan kebutuhan dari bayi.
■ Pengaturan lingkungan disekitar bayi. lingkungan yang terlalu ramai dan bising dapat
menyebabkan masalah yang lebih besar bagi beberapa orang anak (seperti pada anak yang
dificult) dibandingkan bagi sebagian anak yang lebih (easy going). kita juga menduga bahwa anak
yang penakut dan mengalami inhibisi akan lebih nyaman ketika diperkenalkan secara pelan-pelan
pada konteks yang baru.
■ Anak yang termasuk kategori "difficult" dan paket program pola asuh. Program pelatihan pola asuh
untuk orangtua seringkali berfokus kepada Bagaimana menghadapi anak dengan temperamen
difficult. Tetapi, yang perlu diingat adalah bagaimana sebuah karakteristik dinilai sebagai
tergantung dengan kesesuaian dengan lingkungan. Ketika kita memberi label bahwa seorang anak
adalah anak yang sulit, hal ini bisa mengakibatkan bahaya timbulnya self-fullfilling prophecy.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Perkembangan Emosi Anak
■ Keadaan Anak, keadaan individu pada anak, misalnya cacat tubuh maupun kekurangan pada diri
anak akan sangat mempengaruhi perkembangan emosional, bahkan akan berdampak lebih jauh
pada kepribadian anak. Misalnya, rendah diri, mudah tersinggung, atau menarik diri dari
lingkungannya.
■ Faktor Belajar, pengalaman belajar anak akan menentukan reaksi potensial mana yang mereka
gunakan untuk marah. Pengalaman belajar yang menunjang perkembangan emosi antara lain:
belajar dengan coba-coba, meniru mempersamakan diri, pengondisian, bimbingan dan
pengawasan.
■ Konflik-konflik dalam Proses Perkembangan, setiap anak melalui berbagai konflik dalam menjalani
fase-fase perkembangan yang pada umumnya dapat dilalui dengan sukses. Namun jika anak tidak
dapat mengamati konflik-konflik tersebut biasanya mengalami gangguan gangguan emosi.
■ Lingkungan Keluarga, salah satu fungsi keluarga adalah sosialisasi nilai keluarga mengenai
bagaimana anak bersikap dan berperilaku.
(Sunarto & Hartono, 2002)
Referensi

■ Daud, M. dkk. (2021). Buku Ajar Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Kencana
■ Hurlock, Elizabeth B. (1980). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. (ed. 5 Jakarta: Erlangga
■ Santrock, J. W. (2007). Perkembangan Anak. (ed. 11 jilid 2). Jakarta: Erlangga.
THANK YOU 

Anda mungkin juga menyukai