Anda di halaman 1dari 10

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Emosi

Hattersal ( 1985 ) dalam Mudjiran.dkk ( 2007 ) menyatakan bahwa emosi adalah psikologis yang
merupakan pengalaman subjektif yang dapat dilihat dari reaksi wajah dan tubuh. Menurut James &
Lange , bahwa emosi itu timbul karena pengaruh perubahan jasmaniah atau kegiatan individu.
Misalnya menangis itu karena sedih, tertawa itu karena gembira. Sedangkan menurut Lindsley
bahwa emosi disebabkan oleh pekerjaan yang terlampau keras dari susunan syaraf terutama otak,
misalnya apabila individu mengalami frustasi, susunan syaraf bekerja sangat keras yang
menimbulkan sekresi kelenjar-kelenjar tertentu yang dapat mempertinggi pekerjaan otak, maka hal
itu menimbulkan emosi. Jadi emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam
diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak. Jadi
emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan
mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak

2. Ciri –Ciri Emosi Remaja

Pola emosi masa remaja hampir sama dengan pola emosi masa kanak-kanak. Jenis yang secara
normal dialami adalah : cinta atau kasih sayang, gembira, amarah, takut, sedih dan lainnya lagi.
Perbedaannya terletak pada macam dan derajat rangsangan yang membangkitkan emosinya dan
khususnya pola pengendalian yang dilakukan individu terhadap ungkapan emosi mereka.

Menurut Biehler (1972) membagi ciri-ciri emosional remaja menjadi dua rentang usia, yaitu usia 12-
15 tahun dan usia 15-18 tahun.

Ciri-ciri emosional usia 12-15 tahun

· Cenderung banyak murung dan tidak dapat diterka

· Bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa percaya diri

· Kemarahan biasa terjadi

· Cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan ingin selalu menang sendiri

· Mulai mengamati orang tua dan guru-guru mereka secara objektif

Ciri-ciri emosional remaja usia 15-18 tahun

· “Pemberontakan” remaja merupakan ekspresi dari perubahan yang universal dari masa kanak-
kanak menuju dewasa

· Banyak remaja mengalami konflik dengan orang tua mereka

· Sering kali melamun, memikirkan masa depan mereka


Luella Cole mengemukakan tiga jenis emosi yaitu :

v Emosi marah

Emosi marah lebih mudah timbul apabila dibandingkan dengan emosi lainnya dalam kehidupan
remaja . penyebab timbulnya emosi marah pada diri remaja ialah apabila mereka Direndahkan,
dipermalukan, dihina dan lainnya. Remaja yang sudah cukup matang menunjukkan rasa marahnya
tidak lagi dengan berkelahi tapi lebih memilih mengerutu, mencaci atau dalam bentuk ungkapan
verbal lainnya.

v Emosi takut

Jenis emosi lain yang sering muncul pada diri remaja adalah emosi takut. Menjelang seorang anak
mencapai remaja, dia telah mengalami serangkaian perkembangan yang mempengaruhi pasang
surut berkenaan dengan rasa ketakutannya. Remaja seperti halnya anak-anak dan orang dewasa,
seringkali berusaha untuk mengatasi ketakutan yang timbul dari persoalan kehidupan. Ketakutan
tersebut banyak menyangkut dengan ujian yang akan diikuti seperti rendahnya prestasi, sakit,
kesepian dan lain-lain. Satu-satunya cara untuk menghindarkan diri dari rasa takut adalah
keberanian menghadapi rasa takut tersebut.

v Emosi cinta / kasih sayang

Jenis emosi ketiga yang sering muncul pada diri remaja adalah emosi cinta / kasih sayang, emosi ini
telah ada sejak bayi dan terus berkembang sampai dewasa. Faktor ini penting dalam kehidupan
remaja adalah untuk mencintai orang lain dan kebutuhannya untuk mendapatkan cinta dari orang
lain. Kemampuan untuk menerima cinta sama pentingnya dengan kemampuan untuk memberinya.
Walaupun remaja bergerak ke dunia pergaulan yang lebih luas, dalam dirinya masih terdapat sifat
kekanak-kanakanya. Remaja membutuhkan kasih sayang di rumah yang sama banyaknya dengan apa
yang mereka alami pada tahun-tahun sebelumnya. Karena alasan inilah sikap menentang mereka,
menyalahkan mereka secara langsung, mengolok-olok mereka pada waktu pertama kali karena
mencukur kumisnya, adanya perhatian terhadap lawan jenisnya, merupakan tindakan yang kurang
bijaksana.

Pada masa remaja rasa cinta mulai diarahkan kepada lawan jenis . menurut cole kecenderungan
remaja wanita tertarik terhadap sesama jenis berlangsung lebih lama. Keadaan ini terlihat pada sikap
kasih sayang terhadap sesama wanita seperti kepada kakak, adik.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi Remaja

Hurlock ( 2002 ) dalam rahmat ( http://r4hmatdocuments.blogspot.com ) menyatakan sejumlah


penelitian tentang emosi anak menunjukkan bahwa perkembangan emosi mereka bergantung
kepada faktor kematangan dan faktor belajar.

Para remaja seringkali tidak menunjukkan perasaan-perasaannya, entah perasaan takut ataupun
sedih. walaupun mereka terkadang merasa takut dan ingin menangis tetapi tidak berani
menunjukkan perasaan tersebut secara terang-terangan. Kondisi-kondisi kehidupan dan
lingkunganlah yang menyebabkan mereka merasa perlu menyembunyikan perasaan-perasaannya.
Dengan bertambahnya umur, menyebabkan terjadinya perubahan dalam ekspresi emosional.
Bertambahnya pengetahuan dari lingkungan serta sekolah dan pemanfaatan media massa
berpengaruh terhadap perubahan-perubahan emosional ini.

Ada dua faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja yaitu :

1. Faktor eksternal

Umumnya emosi seseorang muncul berkaitan erat dengan apa yang dirasakan seseorang secara
individu. Adapun gangguan emosi yang mereka alami antara lain :

ü Merasa tidak terpenuhi kebutuhan fisik mereka secara layak sehingga timbul ketidakpuasan,
kecemasan dan kebencian yang mereka alami

ü Merasa di benci di sia-siakan , tidak mengerti dan tidak diterima oleh lingkungan

ü Merasa lebih banyak dirintangi, dibantah, dipatahkan daripada diberi sokongan , dorongan,
semangat

ü Merasa tidak mampu

2. Faktor eksternal

Menurut Hulrlock dan Cole faktor yang mempengaruhi emosi positif adalah sebagai berikut;

ü Orang tua dan guru memperlakukan mereka seperti anak kecil sehingga harga diri mereka terasa
dilecehkan

ü Apabila dirintangi anak membina keakraban dengan lawan jenis

ü Disikapi tidak adil oleh orang tua

ü Merasa kebutuhannya tidak terpenuhi oleh orang tua

Sejumlah penelitian tentang emosi remaja menunjukkan bahwa perkembangan emosi mereka
bergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar. Kematangan dan belajar terjalin erat satu
sama lain dalam mempengaruhi perkembangan emosi. Perkembangan intelektual menghasilkan
kemampuan untuk memahami makna yang sebelumnya tidak dimengerti di mana itu menimbulkan
emosi terarah pada satu objek. Kemampuan mengingat juga mempengaruhi reaksi emosional. Dan
itu menyebabkan anak-anak menjadi reaktif terhadap rangsangan yang tadinya tidak mempengaruhi
mereka pada usia yang lebih muda.

Kegiatan belajar juga turut menunjang perkembangan emosi. Metode belajar yang menunjang
perkembangan emosi, antara lain yaitu :

1. Belajar dengan coba-coba

Anak belajar secara coba-coba untuk mengekspresikan emosi dalam bentuk perilaku yang
memberikan pemuasan terbesar kepadanya dan menolak perilaku yang memberikan pemuasan
sedikit atau sama sekali tidak memberikan kepuasan

2. Belajar dengan cara meniru

Dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain. Anak-anak bereaksi dengan
emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamatinya.
3. Belajar dengan mempersamakan diri

Anak menyamakan dirinya dengan orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat
dengannya. Yaitu menirukan reaksi emosional orang lain yang tergugah oleh rangsangan yang sama.

4. Belajar melalui pengkondisian

Dengan metode ini objek situasi yang pada mulanya gagal memancing reaksi emosional, kemudian
dapat berhasil dengan cara asosiasi. penggunaan metode pengkondisian semakin terbatas pada
perkembangan rasa suka dan tidak suka, setelah melewati masa kanak-kanak.

5. Pelatihan atau belajar di bawah bimbingan dan pengawasan

Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang biasa
membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi secara emosional yang
tidak menyenangkan.

Anak memperhalus ekspresi-ekspresi kemarahannya atau emosi lain ketika ia beranjak dari masa
kanak-kanak menuju masa remaja. Mendekati berakhirnya remaja, seorang anak telah melewati
banyak badai emosional, ia mulai mengalami keadaan emosional yang lebih tenang dan telah belajar
dalam seni menyembunyikan perasaan-perasaannya. Jadi, emosi yang ditunjukkan mungkin
merupakan selubung yang disembunyikan. Contohnya, seorang yang merasa ketakutan tetapi
menunjukkan kemarahan, dan seseorang yang sebenarnya hatinya terluka tetapi ia malah tertawa,
sepertinya ia merasa senang.

4. Usaha Guru Dan Orang Tua Dalam Mengembangkan Emosi Positif Remaja

Emosi yang ada dalam diri remaja ada emosi positif dan emosi negatif. Kedua emosi itu berkembang
dalam diri remaja . Emosi negatif pada dasarnya dapat diredam sehingga tidak menimbulkan efek
negatif dan emosi positif perlu dikembangkan. Beberapa cara untuk meredam emosi negatif itu
adalah :

a. Berpikir positif dalam arti mencoba melihat sesuatu peristiwa atau kejadian dari sisi positifnya.

b. Mencoba belajar memahami karakteristik orang lain. Memahami bahwa orang lain memang
berbeda dan tidak dapat memaksakan orang lain berbuat sesuai dengan keinginan diri sendiri.

c. Mencoba menghargai pendapat dan kelebihan orang lain. Mereka mendengarkan apa yang
dikemukakan orang lain dan mengakui kelebihan orang lain.

d. Introspeksi dan mencoba melihat apabila kejadian yang sama terjadi pada diri sendiri, mereka
dapat merasakannya.

Agar emosi positif pada diri remaja dapat berkembang dengan baik, dapat dirangsang dan disikap
oleh orang tua maupun guru. Usaha untuk mengembangkannya adalah :

a) Orang tua dan guru serta orang dewasa lainnya dalam lingkungan anak (significant person) dapat
menjadi model dalam mengekspresikan emosi-emosi negatif, sehingga tampilannya tidak meledak-
ledak.
b) Adanya programlatihan beremosi nbaik disekolah maupun didalam keluarga. Misalnya dalam
merespon dan menyikapi sesuatu yang tidak berjalan sebagaimana mestinya.

c) Mempelajari dan mendiskusikan secara mendalam kondisi-kondisi yang cenderung menimbulkan


emosi negatif dan upaya-upaya menggapainya secara lebih baik.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sudah tidak dapat dipungkiri, bahwa perkembangan emosi remaja dalam tumbuh kembangnya
memberikan pengaruh yang besar dalam kehidupannya. Dengan adanya ciri-ciri serta usaha untuk
mengembangkan emosi remaja secara tepat, secara bertahap diharapkan seorang remaja mampu
mengaktualisasikan dirinya sebagai generasi harapan bangsa. Untuk itu hendaknya orang tua, guru
dan lingkungan masyarakat harus benar-benar dapat memahami bagaimana tumbuh kembang
remaja termasuk emosinya. Pembentukan emosi remaja yang sehat yang bertolak pada
pembangunan karakter remaja hendaklah dilaksanakan selain jalur pendidikan, keluarga dan sekolah
juga dilaksanakan pada lingkungan.

B. Saran

Dengan mengetahui keadaan emosi remaja dan perkembangannya di harapkan kita mampu
memahami serta menemukan cara-cara yang terbaik dalam menghadapi remaja yang baru beranjak
dewasa.

DAFTAR PUSTAKA

Mudjiran dkk. 2007. Perkembangan peserta didik “bahan pembelajaran untuk tenaga kependidikan
sekolah menengah. Padang. UNP press

http://www.duniasosiologi.co.cc diakses pada tanggal 20 November 2010

http://r4hmatdocuments.blogspot.com diakses pada tanggal 20 November 2010

http://www.anakciremai.com diakses pada tanggal 20 November 2010

http://www.kompas.com diakses pada tanggal 20 November 2010


https://ghiovanidebrian.wordpress.com/tugas-kuliah/semester-2/perkembangan-peserta-didik/bab-
xii-perkembangan-emosi-remaja/

Pengertian Intelektual dan Moral Remaja

Masyarakat umum mengenal intelektual sebagai istilah yang menggambarkan kecerdasan,


kepintaran, ataupun untuk memecahkan problem yang dihadapi (Azwar, 1996). Gambaran tentang
mahasiswa yang berintelektual tinggi adalah lukisan mengenai mahasiswa pintar, selalu naik tingkat,
meperoleh nilai baik, atau mahasiswa yang jempolan di kelasnya atau bintang kelas. Bahkan
gambaran ini meluas pada citra fisik, yaitu sosok mahasiswa yang wajahnya bersih/berseri,
berpakaian rapi, matanya bersinar atau berkacamata. Sebaliknya, mahasiswa yang berintelektual
rendah memiliki sosok seseorang yang lambat berfikir, sulit memahami pelajaran prestasi belajar
rendah, dan mulutnya lebih banyak menganga disertai tatapan mata kebingungan. Pendapat orang
awam, seperti dipaparkan ini meskipun tidak memberikan arti yang jelas tentang intelektual, namun
secara umum tidak jauh berbeda dari makna intelektual yang dikemukakan oleh para ahli.

Banyak rumusan yang dikemukakan ahli tentang definisi intelektual. Masing-masing ahli member
tekanan yang berbeda-beda sesuai dengan titik pandang untuk lebih memahami intelektual yang
sesungguhnya. Berikut dikemukakan defenisi dari beberapa ahli tersebut sebagai berikut.

1.    Intelektual merupakan suatu kumpulan kemampuan sesorang untuk meperoleh ilmu


pengetahuan dan mengamalkannya dalam hubungannya dengan lingkungan dan maslah-masalah
yang timbul (Gunarsa, 1991).

2.    Adrew Crider (dalam azwar, 1996) mengatakan bahwa intelektual itu bagaikan listrik, mudah
diukur tapi mustahil untuk didefenisikan. Kalimat ini banyak benarnya. Tes intelegensi sudah dibuat
sejak sekitar delapan decade yang lalu, akan tetapi sejauh ini belum ada defenisi intelektua yang
dapat diterima secara universal.

3.    Alfred Binet (dalam irfan, 1986) mengemukakan bahwa intelegensi adalah suatu kapasitas
intelektual umum yang antara lain mencakup kemampuan-kemampuan:

a.    Menalar dan menilai

b.    Menyeluruh

c.    Mencipta dan merumuskan arah berfikir spesifik

d.    Menyesuaikan fikiran pada pencapaian hasil akhir


e.    Memiliki kemampuan mengeritik diri sendiri

4.    Menurut spearman (dalam irfan, 1986; mangkunegara, 1993) aktifitas mental atau tingkah laku
individu dipengaruhi oleh dua factor, yaitu factor umum dan factor khusus dengan kemampuan
menalar secara abstrak.

5.    David Wechsler (dalam Azwar, 1996) mendefenisikan intelektual sebagai kumpulan atau
totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berfikir secara rasional,
serta menghadapi lingkungan secara efektif.

Istilah moral berasal dari bahasa Latin mores yang berarti tata cara dalamkehidupan, adat istiadat,
atau kebiasaan (Gunarsa, 1986 dalam Hartono, Agungdan Sunarto 2008). Sedangkan pengertian
moralitas berhubungan dengan keadaan nilai-nilai moral yang berlaku dalam suatu kelompok sosial
atau masyarakat. Jadi,suatu tingkah laku di katakan bermoral jika tingkah laku itu sesusai dengan
nilai-nilai moral yang berlaku dalam kelompok sosial di mana seseorang itu berada. Nilai moral ini
tidak sama dalam setiap masyarakat. Karena pada umumnya nilai moral ini di pengaruhi oleh
kebudayaan dari kelompok atau masyarakat itusendiri. Apa yang di anggap baik oleh suatu
kelompok atau masyarakat belumtentu baik untuk kelompok atau masyarakat yang lain. Tetapi apa
yang di anggaptidak baik oleh suatu kelompok  di lakukan oleh seseorang dalam kelompok tersebut,
maka tingkah laku orang tersebut di katakan tidak bermoral. Jadi, moral merupakan ajaran tentang
baik, buruk, perbuatan dan kelakuan, akhlak dansebagainya.

Pendapat lain dalam bukunya Aliah B Purwakania hasan yang mengatakan bahwa moral adalah
sebagai kapasitas untuk membedakan yang benar dan yang salah atau baik dan buruk, bertindak
atas perbedaan tersebut dan mendapat penghargaan diri ketika melakukan yang benar dan merasa
bersalah atau malu ketika melanggar standar tersebut.

Dari definisi-definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa moral adalah perubahan tingkah laku
yang dapat membedakan mana yang baik dan buruk. Dengan demikian, bahwa apabila anak
mempunyai moral yang baik maka anak tersebut akan menjadi bahan pembicaraan orang-orang
yang ada sekitarnya.

Perilaku yang baik sangat menentukan perilaku anak itu sendiri, begitu pula juga sebaliknya. Dalam
arti bahwa orang yang melakukan perbuatan yang baik akan mendapatkan kebaikan, begitu juga
orang yang melakukan perbuatan-perbuatan yang jelek akan mendapatkan kejelekan pula. Seperti
contoh orang yang memberikan pertolongan pada orang lain dan sewaktu-waktu orang tersebut
membutuhkan pertolongan, maka orang-orang yang ada di sekitarnya akan menolongnya.
B.     Hubungan antara Perkembangan Intelektual dengan Moral Remaja

Kemampuan berfikir abstrak menunukkan perhatian seseorang pada kejadian dan peristiwa yang
tidak konkrit, seperti pilihan pekerjaan, corak hidup bermasyarakat, pilihan pasangan hidup yang
sebenarnya masih jauh di depannya dan lain-lain. Bagi remaja, corak perilaku pribadinya dihari
depan dan corak tingkah lakunya sekarang akan berbeda. Kemampuan abstraksi akan berperan
dalam perkembangan kepribadiannya. Mereka dapat memikirkan prihal itu sendiri. Pemikiran itu
terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengalah ke penilaian tentang dirinya tidak selalu diketahui
orang lain, bahkan sering usaha seseorang untuk menyembunyikan atau merahasiakannya. Pikiran
remaja sering dipengaruhi ole ide-ide dan teori-teori yang menyebabkan sikap kritis terhadap situasi
dan orang tua. Setiap pendapat orang tua dibandingkan dengan teori yang diikuti atau diharapkan.
Sikap kritis ini juga ditunjukkan dalam hal-hal yang sudah umum baginya pada masa sebelumnya,
sehingga tata cara, adat istiadat yang berlaku dilingkungan keluarga sering terjadi adanya
pertentangan dengan sikap kritis yang tampak pada perilakunya.

Egosentrisme menyebabkan kekakuan para remaja dalam berfikir dan bertingkah laku. Persoalan
yang timbul pada masa remaja adalah banyak berhubungan dengan pertumbuhan fisik yang
dirasakan mencekam dirinya, karena menyangka orang lain berfikiran sama dan ikut tidak puas
dengan penampilannya. Hal ini menimbulkan perasaan seolah-olah selalu diamati orang lain,
perasaan malu dan membatasi gerak-geriknya. Akibat dari hal ini akan terlihat pada tingkah laku
yang kaku.

Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi pendapat orang
lain, maka egosentrisme makinberkurang . pada akhir masa remaja, pengaruh egoentrisme sudah
sedemikian kecilnya, sehingga remaja sudah dapat berfikir abstrak dengan mengikut sertakan
pendapat dan pandangan orang lain.

C.    Faktor Perkembangan Intelektual Yang Mempengaruhi Moral Dan Remaja

Banyak yang secara langsung maupun tidak langsung mepengaruhi perkembangan intelektual.
Menurut Ngalim Purwanto (1986) faktor-faktor yang mepengaruhi perkembangan intelektual antara
lain.

1.    Faktor pembawaan (genetik)

Banyak teori Sedangkan pengertian moralitas berhubungan dengan keadaan nilai-nilai moral yang
berlaku dalam suatu kelompok sosial atau masyarakat. Jadi,suatu tingkah laku di katakan bermoral
jika tingkah laku itu sesusai dengan nilai-nilai moral yang berlaku dalam kelompok sosial di mana
seseorang itu berada. Nilai moral ini tidak sama dalam setiap masyarakat. Karena pada umumnya
nilai moral ini di pengaruhi oleh kebudayaan dari kelompok atau masyarakat itusendiri.
2.    Faktor gizi

Perkembangan intelektual baik dari segi kualitas maupun kuantitas tidak terlepas dari pengaruh
factor gizi. Kuat atau lemahnya fungsi intelegensi juga ditentukan oleh gizi yang memberikan
energi/tenaga bagi anak sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Kebutuhan akan
makanan bernilai gizi tinggi (gizi berimbang) terutama yang besar pengaruhnya pada perkembangan
intelegensiialah pada masa prenatal (anak dalam kandungan) hingga usia balita, sedangkan usia di
atas lima tahun pengaruhnya tidak signifikan lagi.

3.    Faktor kematangan

Perkembangan fungsi intelegensi dipengaruhi oleh kematangan organ intelegensi itu sendiri.
Menurut piaget (dalam mudjiran, 2007) seorang psikologi dari swiss membuat empat pentahapan
kematangan dalam perkembangan intelegensi. Tahap pertama disebut periode sensorik motorik (0-2
tahun), tahap kedua disebut periode preoperasional (2-7 tahun), tahap ketiga disebut periode
operasional konkret (7-11 tahun), dan tahap ke empat disebut periode operasional formal (11-16
tahun).

Pendapat Piaget (dalam mudjiran, 2007) membuktikan bahwa semakin bertambah usia seseorang,
intelegensinya makin berfungsi dengan sempurna. Ini berarti factor kematangan mempengaruhi
struktur intelegensi, sehingga menimbulkan perubahan-perubahan kualitatif dari fungsi intelegensi.
Perkembangan intelegensi semakin meningkat usia ke arah dewasa bahkan semakin tua, orang
semakin cermat menganalisis suatu persoalan karena didukung oleh pengalaman-pengalaman
hidupnya.

4.    Faktor Pembentukan

Pendidkan dan latihan yang bersifat kognitif dapat memberikan sumbangan terhadap fungsi
intelegensi seseorang. Misalnya, orang tua yang menyediakan fasilitas sarana seperti bahan bacaan
majalah anak-anak dan sarana bermain yang memadai. Semua ini dapat membentuk anak dengan
meningkatkan fungsi dan kualitas pikirannya. Situasi ini akan meningkatkan perkembangan
intelegensi anak disbanding anak seusianya.

5.    Kebebasan Psikologis

Perlu dikembangkan kebebasan psikologis pada anak agar intelegensinya berkembang dengan baik.
Orang tua atau orang dewasa lainnya yang suka mengatur, mendikte, membatasi anak untuk
berpikir dan melakukan sesuatu, membuat kecerdasan anak tidak berfungsi dan tidak berkembang
dengan baik, terutama aspek kreativitasnya. Sebaliknya, anak yang memiliki kebesan untuk
berpendapat, tanpa disertai perasaan takut atau cemas, dapat merangsang berkembangnya
kreativitas dan pola pikir. Mereka bebas memilih cara (metode) tertentu dalam memecahkan
persoalan. Hal ini mempunyai sumbangan yang berarti dalam perkembangan intelegensi.

Mappiare (dalam mudjiran, 2007), mengemukakan tiga faktor yang dapat mempengaruhi
perkembangan intelegensi remaja yaitu berikut ini :

1.    Bertambahnya informasi yang disimpan (dalam otak) seseorang sehingga ia berpikir selektif

2.    Banyaknya pengalaman dan latihan-latihan memecahkan masalah sehingga seseorang dapat


berfikir proporsional.

3.    Adanya kebebasan berpikir menimbulkan keberanian seseorang dalam menyusun hipotesis yang
radikal dan menunjang keberanian anak memecahkan masalah dan menarik kesimpulan yang baru
dan benar.

Anda mungkin juga menyukai