Anda di halaman 1dari 9

Afektif perkembangan pada pembelajaran peserta didik

Memahami perkembangan aspek afektif peserta didik merupakan salah satu faktor untuk
mencapai hasil yang baik dalam proses pendidikan, tidak hanya dalam hasil akademik tapi juga
dalam hal pembentukan moral.
 Afektif mencakup emosi atau perasaan yang dimiliki oleh setiap peserta didik, yang juga
perlu mendapatkan perhatian dalam pembelajaran. Pemahaman guru tentang perkembangan
afektif siswa sangat penting untuk keberhasilan belajarnya. Setiap peserta didik memiliki emosi
yang berbeda, sehingga rangsangan yang diberikan juga harus berbeda.
Reaksi emosional dapat berkembang menjadi kebiasaan, sehingga mempengaruhi
perkembangan nilai, moral dan sikap individu ataupun peserta didik.

Pada masa perkembangan peserta didik pasti mengalami masa afektif, masa afektif adalah masa yang
melibatkan perasaan dan emosi yang mempengaruhi perkembangan, perkembangan tersebut
berpengaruh pada pembelajaran, Afektif merupakan salah satu dari tiga domain yang menjadi sasaran
dalam proses pembelajaran. Afektif telah menjadi bagian dari pembelajaran di sekolah selama beberapa
dekade. Dia muncul dalam berbagai bentuk yang berbeda seperti pendidikan humanis, pengembangan
moral, aktualisasi diri, pendidikan nilai dan lain-lain.

Karakteristik afektif

Manusia memiliki berbagai karakteristik,yaitu kualitas yang menunjukkan cara-cara khusus dalam
berfikir,bertindak, dan merasakan dalam berbagai situasi, karakteristik afektif memiliki beberapa
kriteria. Pertama, harus melibatkan emosi seseorang. Kedua harus bersifat khas. Ketiga merupakan
kriteria yang bersifat spesifik, spesifik berarti harus memiliki intensitas, arah dan target (sasaran)

Tipe karakteristik Afektif

1. Sikap
Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap
suatu objek, sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang
positif,kemudianmelalui pengetahuan serta menerima informasi verbal.

2. Minat
Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang
mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan
keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian.

3. Konsep diri
Rogers. Menurutnya konsep diri menggambarkan persepsi individu
tentang dirinya sendiri dan hubungannya dengan obyek atau orang lain dalam
lingkungannya.

4. Nilai
Nilai adalah segala sesuatu yang dianggap baik dan buruk di dalam
masyarakat. Nilai dapat dijadikan dasar pertimbangan setiap individu dalam
menentukan sikap serta mengambil keputusan

5. Moral
Secara etimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa Latin, bentuk jamaknya
mores, yang artinya adalah tata-cara atau adat-istiadat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1989: 592), moral diartikan sebagai akhlak, budi pekerti, atau susila.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi


Pada dasarnya, pola perkembangan emosi remaja sama dengan pola emosi masa kanak-
kanak, hanya saja penyebab muncul dan memuncaknya emosi yang berbeda. Pada masa anak-
anak, ledakan lebih banyak disebabkan olen hal-hal yang bersifat materil kongkret, sedangkan
pada masa remaja penyebabnya bersifat abstrak, misalnya menjadi marah jika dikatakan sebagai
kanak-kanak, merasa diperlakukan tidak adil atau ditolak cintanya. Pelampiasan emosi pada
remaja tidak lagi tinggi seperti menangis keras dan tidak berguling guling. Tetapi dalam bentuk
gerakan ekspresif contohnya tidak mau bicara terhadap objek penyebab. Perilaku semacam ini
disebabkan oleh mulai adanya pengendalian emosi yang dilakukan remaja dan biasanya tercapai
kematangan emosional pada akhir masa remaja
Perkembangan Afektif
Afektif mencakup emosi atau perasaan yang dimiliki oleh setiap peserta didik, yang juga
perlu mendapatkan perhatian dalam pembelajaran. Pemahaman guru tentang perkembangan
afektif siswa sangat penting untuk keberhasilan belajarnya. Aspek afektif tersebut dapat terlihat
selama proses pembelajaran, terutama ketika siswa bekerja berkelompok.

1.    Pengertian Emosi
Rasa dan perasaan merupakan salah satu potensi yang khusus dimiliki oleh manusia. Emosi
merupakan gejala perasaan disertai dengan perubahan atau perilaku fisik seperti marah yang
ditunjukan dengan teriakan suara keras atau tingkah laku yang lain (Sitti Hartina: 2008). Emosi
merujuk kepada suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan
psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak (daniel goleman: 1995).
Emosi adalah perasaan-perasaan yang menjadi lebih mendalam, lebih luas dan lebih
terarah (Sarlito, 1982:59). Berbagai macam emosi contohnya: gambira, cinta, marah, takut,
cemas dan benci. Pengertian lain dari emosi adalah warna afektif yang kuat dan ditandai oleh
perubahan-perubahan fisik. Pada saat terjadi emosi seringkali terjadi perubahan-perubahan pada
fisik antara lain berupa:
         Reaksi elektris pada kulit meningkat apabila terpesona.
         Peredaran darah menjadi bertambah cepat apabila sedang marah.
         Denyut jantung bertambah cepat apabila merasa terkejut.
         Bernapas panjang dan kaku apabila merasa kecewa.
         Pupil mata membesar apabila sedang marah.
         Liur mengering kaku saat merasa takut dan tegang.
         Bulu roma berdiri kaku saat merasa takut.
         Mengalami gangguan pencernaan atau diare saat merasa tegang.
         Otot akan menegang atau bergetar (tremora) apabila dalam kondisi tegang atau ketakutan.
         Komposisi darah akan ikut berubah karena emosional yang menyebabkan kelenjar-kelenjar
lebih aktif.

2.    Karakteristik Perkembangan Emosi


a.    Cinta atau kasih sayang
Faktor penting dalam kehidupan remaja adalah kafasitasnya untuk mencintai orang lain
dan kebutuhannya untuk mendapatkan cinta dari orang lain. Seorang remaja akan mengalami
“jatuh cinta” didalam masa kehidupannya setelah mencapai belasan tahun (Garrison, 1956:483).
Para remaja yang berontak secara terang-terangan dan nakal besar kemungkinan disebabkan oleh
kurangnya rasa cinta dan dicintai yang tidak disadari.
b.    Gembira
Rasa gembira akan dialami apabila segala sesuatunya berjalan dengan baik dan para
remaja akan mengalami kegembiraan jika ia diterima sebagai sahabat atau diterima cintanya.
c.    Kemarahan dan permusuhan
 Dimana kita ketahui bahwa dicintai dan mencintai adalah gejala emosi bagi perkembangan
pribadi yang sehat. Rasa marah juga penting dalam kehidupan, karena melalui rasa marahnya
seseorang tuntutannya sendiri dan pemilikan minat-minatnya sendiri. Dalam upaya memahami
remaja ada empat faktor yang sangat penting sehubungan dengan rasa marah:
1.    Adanya kenyataan bahwa perasaan marah berhubungan dengan usaha manusia untuk memiliki
dirinya dan menjadi dirinya sendiri.
2.    Pertimbangan penting lainnya ialah ketika individu mencapai masa remaja, dia tidak hanya
merupakan subjek kemarahan yang berkembang dan kemudian menjadi surut tapi juga
mempunyai sikap-sikap dimana ada sisa kemarahan masa lalu.
3.    Seringkali perasaan marah segaja disembunyikan dan seringkali samar-samar.
4.    Kemarahan mungkin berbalik pada dirinya sendiri.
d.   Ketakutan dan kecemasan
Menjelang anak mencapai masa remaja, dia telah mengalami serangkaian perkembangan
panjang yang mempengaruhi pasang surut berkenaan dengan rasa ketakutannya. Biehler (1972)
membagi ciri-ciri emosional remaja menjadi dua rentang usia:
1.   Remaja rentang usia 12-15 tahun
Pada masa ini terjadi perubahan jasmani yang sangat cepat, yaitu dengan mulai
tumbuhnya ciri-ciri keremajaan yang terkait dengan matangnya organ-organ seks. Perumbuhan
fisik yang terkait dengan seksual ini mengakibatkan terjadinya kegoncangan emosi, kecemasan,
dan kekawatiran pada diri remaja. Bahkan kondisi ini dapat mempengaruhi kesadaran
beragamanya, apalagi jika remaja kurang mendapatkan pengalaman atau pendidikan agama
sebelumnya. Remaja cenderung skeptis (acuh tak acuh dan cuek) sehingga malas dan enggan
melakukan berbagai ritual keagamaan, seperti sholat.
Ciri-ciri emosional remaja pada usia 12-15 tahun (Biehlier:1972):
1.    Pada usia ini seorang siswa atau anak lebih banyak murung dan tidak dapat diterka.
2.    Siswa mungkin bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa percaya diri.
3.    Ledakan-ledakan kemarahan bisa terjadi.
4.    Seorang remaja cenderung tidak toleran terhadap orang lain.
5.    Siswa-siswa mulai mengamati orang tua dan guru-guru mereka secara objektif dan mungkin
marah apabila mereka ditipu dengan gaya guru yang bersikap serba tahu (maha tahu).

2.    Remaja rentang usia 15-18 tahun


Ciri-ciri emosional remaja pada usia 15-18 tahun:
1.    Pemberontakan remaja merupakan pernyataan-pernyataan atau ekspresi perubahan yang
universal dari masa kanak-kanak ke dewasa.
2.    Karena bertambahnya kebebasan mereka, banyak remaja yang mengalami konflik dengan orang
tua mereka.
3.    Siswa pada usia ini sering melamun, memikirkan masa depan mereka.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
Pada dasarnya, pola perkembangan emosi remaja sama dengan pola emosi masa kanak-
kanak, hanya saja penyebab muncul dan memuncaknya emosi yang berbeda. Pada masa anak-
anak, ledakan lebih banyak disebabkan olen hal-hal yang bersifat materil kongkret, sedangkan
pada masa remaja penyebabnya bersifat abstrak, misalnya menjadi marah jika dikatakan sebagai
kanak-kanak, merasa diperlakukan tidak adil atau ditolak cintanya. Pelampiasan emosi pada
remaja tidak lagi dalam bentuk yang meledak-ledak dan tidak terkendali seperti menangis keras
atau bergulung-gulung, tetapi lebih terlihat dalam gerakan tubuh yang ekspresif, tidak mau bicara
atau melakukan kritik terhadap objek penyebab. Perilaku semacam ini disebabkan oleh mulai
adanya pengendalian emosi yang dilakukan remaja dan biasanya  tercapai kematangan emosional
pada akhir masa remaja (Sitti Hartina:2008).
Sejumlah penelitian tentang emosi anak menunjukan bahwa perkembangan emosi mereka
bergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar (Hurlock, 1960:266).
Metode belajar yang menunjang perkembangan emosi antara lain:
1.    Belajar dengan coba-coba
 Anak belajar secara coba-coba untuk mengekspresikan emosi dalam bentuk perilaku
yang memberikan pemuasan terbesar kepadanya, dan menolak perilaku yang memberikan
pemuasan sedikit atau sama sekali tidak memberikan kepuasan.
2.    Belajar dengan cara meniru
Dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain, anak-anak
bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamati.
3.    Belajar dengan dengan cara mempersamakan diri
Dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain, anak-anak
bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamati.

4.    Belajar melalui pengkondisian.


Pengkondisian terjadi dengan mudah dan cepat pada tahun awal kehidupan anak kecil
kurang mampu menalar, kurang pengalaman untuk menilai situasi secara kritis, dan kurang
mengenal betapa tidak rasionalnya reaksi mereka.
5.    Pelatihan atau belajar dibawah bimbingan pengawasan terbatas pada aspek reaksi.
Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang
biasanya membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi secara
emosional teerhadap rangsangan yang membangkitkan emosi yang tidak menyenangkan
           
4. Hubungan Antara Emosi Tingkah Laku serta Pengaruh Emosi Terhadap Tingkah Laku
Rasa takut atau marah, kegembiraan yang berlebihan, kecemasan-kecemasan, dan
kekuatiran-kekuatiran dapat menyebabkan menurunnya kegiatan sistem pencernaan dan kadang-
kadang menyebabkan sembelit. Satu-satunya cara penyembuhan yang efektif adalah
menghilangkan penyebab dari tegangan emosi tersebut. Gangguan emosi juga dapat menjadi
penyebab kesulitan berbicara. Reaksi kita terhadap orang lain juga merangsang timbulnya emosi.
Berbeda orang yang kita temui maka berbeda pula respon yang kita berikan, sehingga
merangsang munculnya emosi yang berbeda pula.
Seorang siswa tidak senang pada gurunya bukan karena pribadi guru, tapi mungkin
karena situasi belajar di kelas. Jika siswa pernah merasa malu karena gagal dalam menghafal di
muka kelas, pada kesempatan berikutnya ia mungkin takut untuk berpartisifasi atau bahkan
memilih untuk bolos.
Reaksi setiap pelajar tidak sama, maka rangsangan yang diberikan juga harus berbeda
sesuai dengan kondisi anak. Rangsangan yang diberikan juga akan menghasilkan perasaan yang
akan berpengaruh terhadap hasil belajar.

5. Perbedaan Individu dalam Perkembangan Emosi


Meningkatnya usia anak maka emosi juga diekspresikan dengan cara yang lebih lunak
karena mulai adanya pengendalian emosi yang dilakukan.
Ekpresi emosional yang muncul juga berbeda-beda, ada yang cenderung mengekang atau
menyembunyikan emosinya dan ada pula yang mengekspresikannya secara terbuka. Perbedaan
ini bisa disebabkan oleh faktor fisik, taraf kemampuan intelektualnya, dan juga oleh kondisi
lingkungan. Misalnya, anak yang sehat cenderung kurang emosional dibandingkan anak yang
kurang sehat atau anak yang pandai beraksi lebih emosional terhadap berbagai rangsangan
dibandingkan anak yang kurang pandai. Tetapi sebaliknya mereka juga pandai dalam
menyembunyikan ekspresi emosi mereka.
6. Upaya Pengembangan Emosi Remaja dan Implikasinya dalam 
Penyelenggaraan  pendidikan
Terdapat berbagai cara mengendalikan lingkungan untuk menjamin pembinaan pola
emosi yang diinginkan dan menghilangkan reaksi-reaksi emosional yang tidak diinginkan
sebelum berkembang menjadi kebiasaan yang tertanam kuat, diantaranya:
1.    Untuk menghadapi remaja yang cenderung banyak melamun dan sulit diterka, maka guru perlu
memperlakukan siswa seperti orang dewasa yang penuh tanggung jawab.
2.    Untuk menghadapi mereka yang bertingkah laku kasar , guru dapat membantu dengan
mendorong mereka untuk bersaing dengan dirinya sendiri.
3.    Apabila ada ledakan-ledakan kemarahan sebaiknya guru segera mengecilkan ledakan emosi
tersebut dengan cara lemah lembut, mengubah pokok pembicaraan, dan memulai aktifitas baru.
4.    Bertambahnya kebebasan remaja maka sikap pemberontaknya akan semakin mucul, salah satu
cara untuk mengatasinya adalah dengan meminta siswa menuliskan perasaan-perasaan negatif
mereka dan guru juga harus menghargai kebebasan individual mereka.
5.    Masa remaja adalah keadaan yang membingungkan, serba sulit dan sering muncul konflik
dengan orang tua sehingga siswa sering merasa bingung dan perlu menceritakan penderitaannya,
karena itulah guru diminta untuk menjadi pendengar yang simpatik.
6.    Ada siswa yang hanya memiliki kecakapan terbatas tapi ”memimpikan kejayaan”, upaya yang
bisa dilakukan oleh guru untuk menghadapi siswa seperti ini adalah dengan mendorongnya untuk
berusaha namun tetap mengingatkan dia untuk menghadapi kenyataan-kenyataan.
7.    Kebanyakan siswa menganggap remeh suatu pekerjaan tertentu, dalam hal ini guru perlu
meyakinkan siswa semua pekerjaan itu bermanfaat apabila dikerjakan dengan sungguh-sungguh,
hati-hati, dan bertanggung jawab.

B. Perkembangan nilai, Moral, dan Sikap


1.    Pengertian dan Saling Keterkaitan Antara Nilai, Moral, dan Sikap serta pengaruhnya
Terhadap Tingkah Laku
Nilai-nilai kehidupan adalah norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, misalnya adat
kebiasaan dan sopan santun. Moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan,
akhlak, kewajiban, dan sebagainya. Moral sering dianggap sebagai prinsip dan patokan yang
berhubungan dengan masalah benar dan salah dalam masyarakat tertentu, dapat pula diartikan
sebagai perbuatan yang sesuai dengan norma benar salah. Dengan demikian, moral merupakan
kendali dalam bertingkah laku yang membedakan antara perbuatan benar dan salah. Nilai-nilai
kehidupan sebagai norma dalam masyarakat senantiasa menyangkut persoalan antara baik dan
buruk, jadi berkaitan dengan moral.
Sikap adalah kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu
penghayatan terhadap objek tersebut atau kesediaan bereaksi individu terhadap sesuatu hal.
Sikap mendasari tingkah laku seseorang.
Dengan demikian keterkaitan semuanya dapat disimpulkan bahwa,  nilai-nilai perlu
dikenal terlebih dahulu, kemudian dihayati dan didorong oleh moral, baru akan terbentuk sikap
tertentu terhadap nilai-nilai tersebut dan pada akhirnya terwujud tingkah laku sesuai dengan nilai
yang dimaksud.

2.    Karakteristik Nilai, Moral, dan Sikap Remaja


Dalam pertumbuhan dan perkembangannya remaja sangat memerlukan kelompok sosial
yang dapat menerima dia sebagaimana adanya,  corak dan kehidupan kelompok remaja akan
dapat merubah perilaku remaja seperti pola dan perilakunya. Michel meringkaskan lima
perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja:
1.      Pandangan moral individu makin lama makin menjadi lebih abstrak.
2.      Keyakinan moral lebih terpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah.
3.      Penilaian moral menjadi semakin kognitif, sehingga remaja lebih berani mengambil keputusan.
4.      Penilaian moral menjadi kurang egosentris.
5.      Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa penilaian moral
merupakan bahan emosi dan menimbulkan ketegangan emosi.

Ada tiga tingkat perkembangan moral menurut Kohlberg:


Tingkat I; Prakonvensional, yang terdiri dari stadium 1 dan 2
Pada stadium 1, anak berorientasi kepada kepatuhan dan hukuman. Anak merasa ia harus
menurut, kalau tidak akan mendapatkan hukuman.
Pada stadium 2, pada tahap ini berlaku prinsip Relativistik-Hedonism. Anak tidak lagi
secara mutlak bergantung kepada aturan yang ada di luar dirinya, atau ditentukan oleh orang lain,
tetapi mereka sadar bahwa setiap kejadian mempunyai beberapa segi. Jadi ada Relativisme, yang
artinya bergantung pada kebutuhan dan kesanggupan seseorang (hedonistik).

Tingkat II: Konvensional


Stadium 3, pada stadium ini, anak mulai memasuki umur belasan tahun. Anak
memperlihatkan orientasi perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik atau tidak baik oleh orang
lain. Menjadi “anak manis” masih sangat penting dalam stadium ini.
Stadium 4, tahap mempertahankan norma-norma sosial. Sudah muncul kesadaran bahwa
perbuatan baik merupakan kewajiban untuk ikut melaksanakan aturan-aturan yang ada, agar
tidak timbul kekacauan.

Tingkat III: Pasca-Konvensional


Stadium 5, tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial.
Pada stadium ini ada hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungan sosial atau
masyarakat.
Stadium 6, tahap ini disebut Prinsip universal. Pada tahap ini ada norma etik di samping
norma pribadi dan subjektif, remaja melakukan tingkah laku-tingkah laku moral yang
dikemudikan oleh tanggung jawab batin sendiri.
Menurut Furter (1965), menjadi remaja berarti mengerti nilai-nilai. Tidak hanya
memperoleh pengertian saja melainkan juga dapat menjalankannya atau mengamalkannya.

3.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Nilai, Moral, dan Sikap


Di dalam usaha membentuk tingkah laku sebagai pencerminan nilai-nilai hidup tertentu
ternyata faktor lingkungan memegang peranan penting, terutama unsur lingkungan berbentuk
manusia yang langsung dikenal atau dihadapi oleh seseorang.
Bagi anak-anak usia 12 dan 16 tahun, gambaran-gambaran ideal yang diidentifikasi
adalah orang-orang dewasa yang simpatik, teman-teman, orang-orang terkenal, dan hal-hal yang
ideal yang diciptakan sendiri.
Teori perkembangan moral yang dikemukakan oleh Kohlberg menunjukkan bahwa sikap
moral bukan hasil sosialisasi atau pelajaran yang diperoleh dari kebiasaan dan hal-hal yang
berhubungan dengan nilai kebudayaan. Tahap-tahap perkembangan moral terjadi dari aktivitas
spontan pada anak-anak (Singgih G.1990:202).  Anak memang berkembang melalui interaksi
sosial, tetapi interaksi ini mempunyai corak yang khusus dimana faktor pribadi, faktor si anak
dalam membentuk aktivitas-aktivitas ikut berperan. Dalam perkembangan
moral, Kohlberg menyatakan adanya tahap-tahap yang berlangsung sama pada setiap
kebudayaan. Penahapan yang dikemukakan bukan mengenai sikap moral yang khusus,
melainkan berlaku pada proses penalaran yang didasarinya. Moral sifatnya penalaran
menurut Kohlberg, perkembangannya dipengaruhi oleh perkembangan nalar sebagaimana
dikemukakan oleh Piaget. Makin tinggi tingkat penalaran seseorang menurut tahap-tahap
perkembangan Piaget, makin tinggi pula tingkat moral seseorang.

4.    Perbedaan Individual dalam Perkembangan Nilai, Moral dan Sikap


Terdapat perbedaan-perbedaan individual dalam pemahaman nilai-nilai, dan moral
sebagai pendukung sikap dan perilaku untuk mencapai perkembangan nilai, moral dan sikap
serta tingkah laku yang diharapkan. Berbeda umur maka akan berbeda pula pemahamannya
tentang pengertian nilai, moral dan sikap. Perbedaan seseorang juga dapat dilihat dari perbedaan
kebudayaan, bukan hanya mengenai cepat lambatnya perkembangan yang dicapai, melainkan
juga mengenai batas tahap-tahap perkembangan yang dicapai.

5.    Upaya Mengembangkan Nilai, Moral dan Sikap Remaja serta Implikasinya dalam
Penyelenggaraan Pendidikan
Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan nilai, moral dan sikap
remaja:
1.      Menciptakan komunikasi
Di sekolah para remaja hendaknya diberi kesempatan berpartisifasi untuk mengembangkan
aspek moral misalnya dalam kerja kelompok, sehingga mereka lebih aktif tidak hanya sebagai
pendengar.
2.      Menciptakan iklim lingkungan yang serasi
Para remaja sering bersikap kritis, menentang nilai-nilai dan dasar-dasar hidup orang tua
dan orang dewasa. Karena itu, orang tua dan para guru serta orang dewasa lainnya perlu
memberi contoh perilaku yang merupakan perwujudan nilia-nilai yang diperjuangkan. Untuk
remaja, moral merupakan kebutuhan tersendiri karena remaja sedang membutuhkan pedoman
dalam menemukan jati diri. Oleh karen itulah, nilai-nilai keagamaan sangatlah penting karena
agama juga mengajarkan tingkah laku yang baik dan buruk.

PENUTUP

KESIMPULAN
Emosi adalah efektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan-perubahan fisik. Jenis emosi
yang secara normal diantara lain: perasaan cinta, gembira, takut, cemas dan sedih.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi emosi antara lain: tingkat  kematangan dan
faktor belajar serta kondisi-kondisi kehidupan atau kultur. Dalam kaitannya dengan
penyelenggaraan pendidikan, kita sebagai pendidik dapat melakukan beberapa upaya dalam
pengembangan emosi remaja. Misalnya, konsisten dalam pengelolaan kelas, pengelolaan diskusi
yang baik dan sebagainya.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan nilai, moral, dan sikap
adalah menciptakan komunikasi disamping memberi informasi dan remaja diberi kesempatan
untuk berpartisifasi untuk asfek moral, serta menciptakan sistem lingkungan yan seras

Anda mungkin juga menyukai