Anda di halaman 1dari 7

BAB II

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Sosial-Emosional
Perkembangan sosial emosional berasal dari tiga suku kata, yakni “perkembangan,
social, dan emosional”. Menurut kamus psikologi, ”perkembangan (development),
berarti perubahan yang berkesinambungan dan progresif dalam organisme, dari lahir
sampai mati. Sosial adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat, suka
memperhatikan kepentingan umum, suka menolong, dan sebagainya. Sosial juga berarti
menyinggung relasi diantara dua atau lebih individu. Sedangkan emosional berkaitan
dengan ekspresi emosional atau perubaha-perubaha mendalam yang menyertai emosi,
mencirikan individu yang mudah terangsang untuk menampilkan tingkah laku emosional
(Chaplin, 2008;165). Dalam penyeseuai diri terhadap lingkungan, remaja mulai
memperhatikan berbagai nilai dan norma pergaulan yang berbeda dengan norma yang
berlaku dikeluarganya. Ia mulai memahami nilai dan norma pergaulan dalam kelompok
remaja, kelompok, anak, kelompok dewasa, dan kelompok orang tua. Kehidupan sosial
pada jenjang usia remaja biasanya ditandai dengan menonjolnya fungsi intelektual dan
emosional, mereka dapat mengalami sikap hubungan sosial yang tertutup ataupun bersifat
terbuka seiring berjalannya waktu.
Perkembangan sosial-emosional remaja adalah suatu perubahan progresif organisme
dalam konteks ini adalah remaja awal telah mengalami masa pubertas, mulai berpikir
tentang sekitarnya atau sekelilingnya (konteks sosial) dan mengekspresikan emosinya
baik dalam tingkah laku atau tidak. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
perkembangan sosial-emosional adalah suatu proses tumbuh seseorang untuk mencapai
kematangan dengan merujuk pada suatu perasaan dan pikiran tertentu. Karena adanya
dorongan ingin tahu terhadap sekitarnya terkait dalam konteks sosial dalam mengontrol
dan mengeksppresikan emosi.
B. Aspek Perkembangan Sosial-Emosional Remaja
1. Aspek Perkembangan Sosial
Sebagai seorang teoritis dalam bidang perkembangan rentang hidup, Erikson
menjelaskan salah satu tugas perkembangan selama masa remaja adalah
menyelesaikan krisis identitas, sehingga diharapkan terbentuk suatu identitas diri
yang stabil pada akhir masa remaja. Remaja yang berhasil mencapai suatu
identitas diri yang stabil, akan memperoleh suatu pandangan yang jelas tentang
dirinya, memahami persamaan dan perbedaannya dengan orang lain, menyadari
kelebihan dan kekurangan diri sendiri, penuh percaya diri, tanggap terhadap
berbagai situasi, mampu mengambil keputusan penting, mampu mengantisipasi
tantangan masa depan, serta mengenal perannya dalam masyarakat.
Sebelum memasuki masa remaja, individu sudah ada keterkaitan hubungan yang
lebih erat antara anak-anak yang sebaya. Sering juga timbul kelompok-kelompok
anak, perkumpulan untuk bermain bersama atau membuat rencana bersama,
misalnya untuk berkemah atau bertukar pengalaman. Aktivitas tersebut juga bisa
bersifat agresif kadang-kadang kriminal seperti mencuri, penganiyayaan dan lain-
lain, dalam hal ini dapat dilakukan oleh kelompok nakal. Berdasarkan uraian
tersebut, beberapa aspek yang membahas tentang perkembangan sosial yang
penting selama masa remaja adalah :
 Perkembangan individuasi dan identitas
Dalam psikologis, konsep identitas pada umumnya merujuk kepada suatu
kesadaran akan kesatuan dan kesinambungan pribadi, serta keyakinan yang
relative stabil sepanjang rentang kehidupan sekalipun terjadi berbagai
perubahan. Menurut Erikson, seseorang yang mencari identitas akan berusaha
“menjadi seseorang,” yang berarti berusaha mengalami diri sendiri sebagai
“AKU” yang bersifat sentral, mandiri, unik, yang mempunyai suatu
kesadaran akan kesatuan batinnya, sekaligus juga berarti menjadi “seseorang”
yang diterima dan diakui oleh orang banyak. Lebih jauh dijelaskan Menurut
Erikson, dimasa ini remaja harus memutuskan siapakah dirinya,
bagaimanakah dirinya, tujuan apakah yang hendak diraihnya. Pencarian
identitas yang berlangsung dimasa remaja ini juga disertai oleh
berlangsungnya moratorium psikososial (psychosicial moratorium), istilah
yang digunakan oleh Erikson untuk merujuk pada kesenjangan antara
keamanan kanak-kanak dan otonomi orang dewasa. Pada periode ini remaja
bereksperimen dengan berbagai peran dan kepribadian. Remaja yang tidak
berhasil mengatasi krisis identitas akan mengalami apa yang disebut Erikson
sebagai kebingungan identitas. Kebingungan ini dapat berdampak ke dalam
dua bentuk: menarik diri, mengisolasi diri dari kawan sebaya dan keluarga,
atau mereka meleburkan diri kedalam dunia kawan sebaya dan kehilangan
identitasnya ditengah crowd-nya. Menurut MARCIA, status individu dalam
perkembangan identitasnya dapat dibagi menjadi empat status yaitu ;
1) Difusi Identias (identity diffusion) status yang belum pernah mengalami krisis
ataupun membuat komitmen apapun. Remaja belum mempunyai pengalaman
dalam suatu krisis, tetapi telah menunjukkan sedikit perhatian atau komitmen
terhadap pilihan pekerjaan, agama, politik, dan peran gender.
2) Penyitaan Identitas (identity foreclosure) status individu yang telah membuat
komitmen namun tidak pernah mengalami krisis. Identitas ini sering kali terjadi
jika orang tua menurunkan komitmen pada remajanya, biasanya secara otoriter,
sebelum remaja tersebut memiliki kesempatan untuk mengekplorasi berbagai
pendekatan, ideologis, dan pekerjaannya sendiri.
3) Moratorium Identitas (identity moratorium) adalah status individu yang berada
dipertengahan krisis namun yang komitmennya tidak ada atau hanya
didefinisikan secara kabur. Beberapa orang yang berada dalam status
moratorium mengalami krisis yang berkelanjutan, sehingga mereka mengalami
kebingungan, tidak stabil, dan tidsk puas. Individu dengan status moratorium
juga menghindari berhadapan dengan masalah, dan mereka memiliki
kecendrungan untuk menunda sampai situasi memaksa sebuah tindakan harus
dilakukan.
4) Pencapaian Identitas (identity achievement) adalah status individu yang telah
mengalami krisis dan membuat komitmen. Pada status ini mereka telah
menyelesaikan krisis identitas mereka secara berhatai-hati mengevaluasi
sejumlah alternatif dan pilihan, dan telah menyimpulkan untuk memutuskan
sendiri setiap pilihan yang akan dilakukan.
 Perkembangan Hubungan dengan Orang Tua
Salah satu ciri yang menonjol dari remaja yang mempengaruhi relasinya
dengan orang tua adalah perjuangan untuk memperoleh otonomi, baik secara fisik
maupun psikologis. Mereka meluangkan waktu lebih banyak keteman sebaya
daripada ke orang tua. Namun peran orang tua yang positif dan suportif akan
menimbulkan ungkapan perasaan positif dan negatif pada remaja, yang membantu
pekembangan kompetensi sosial dan otonomi mereka menjadi lebih bertanggung
jawab.
 Perkembangan Hubungan dengan Teman Sebaya
Hubungan remaja dengan teman sebaya mempunyai arti yang sangat penting.
Jean Piaget dan Harry Stack Sullivan, menekankan bahwa dari hubungan teman
sebaya anak remaja belajar tentang hubungan timbal balik yang simetris. Mereka
juga mempelajari secara aktif kepentinga-kepentingan dan perspektif teman
sebaya dalam rangka memuluskan integritas dirinya dalam aktivitas teman sebaya
yang berkelanjutan. Pada masa ini remaja membutuhkan teman yang dapat
memahami dan menolongnya, dari sini mulai muncul dorongan untuk mencari
pedoman hidup dan mencari suatu yang dapat dipandang bernilai.
 Hubungan Remaja dengan Guru
Guru menempati tempat yang istimewa bagi sebagian besar remaja. Guru
adalah orang dewasa yang berhubungan erat dengannya, remaja percaya bahwa
guru gambaran sosial yang diharapkan akan sampai kepadanya, dan mereka
menjadikan guru sebagai contoh dari masyarakat secara keseluruhan.
2. Aspek Perkembangan Emosional
Ahli psikologi memandang manusia adalah makhluk yang secara alami
memiliki emosi. Emosi adalah keadaan jiwa yang menanamkan diri dengan
sesuatu perubahan yang jelas ada pada tubuh. Emosi setiap orang adalah
mencerminkan keadaan jiwanya yang akan tampak secara nyata pada perubahan
jasmaninya, misalnya ketiak orang sedang diliputi emosi marah, wajahnya akan
memerah, nafasnya menjadi sesak, otot-otot tangannya akan menegang, dan
energi tubuhnya memuncak. Emosi dapat dirumuskan pada satu keadaan yang
terangsang dari organisme, mencakup perubahan-perubahan yang disadari, dan
perubahan perilaku.
Ekman dan Friesen (dalam Walgito, 2004; 210) berpendapat bahwa terdapat
tiga macam emosi yang dikenal dengan display rules, yaitu adanya tiga macam
aturan penggambaran emosi yang terdiri atas ;
1) Masking (Menutupi), adalah keadaan seseorang yang dapat
menyembunyikan atau menutupi emosi yang dialaminya. Emosi yang
dialaminya tidak tercetus keluar melalui ekspresi kejasmaniannya, misalnya
seorang siswa karena sikap teman sebangkunya yang meremehkan
pekerjaan rumahnya, kemarahannya tersebut diredam atau ditutupi sehingga
tidak ada gejala kejasmanian yang meyebabkan tampaknya rasa marah
tersebut.
2) Modulation (Modulasi), individu tidak secara tuntas mengenai gejala
kejasmaniaannya, tetapi hanya mengurangi saja. Misalnya karena siswa
tersebut marah, ia hanya menggeretu (gejala kejasmanian) tetapi
kemarahannya tidak meledak-ledak.
3) Simulation (Simulasi), individu tidak mengalami suatu emosi, tetapi seolah-
olah mengalami suatu emosi dengan menampakkan gejala kejasmanian.
C. Perkembangan Kepribadian Remaja
Kepribadian remaja adalah sejumlah ciri-ciri dan sifat-sifatnya sebagai
person,maupun cara-cara semuanya ini diintegrasikan ke dalam keseluruhan cara
hidupnya. Kepribadian remaja meliputi semua cirri-ciri dan kemampuan yang dapat
diukur, temperamenya dan kecenderungan-kecenderungannya baik emosional maupun
pola-pola tingkah lakunya yang diukur oleh standar-standar masyarakat dimana ia hidup.
Masa remaja merupakan saat berkembangnya jati diri (identity). Perkembangan ini
merupakan sentral perkembanganya menuju dasar bagi masa dewasa. Menurut Hurlock
(1997:235) Teman-teman sebaya turut mempengaruhi pola kepribadian remaja,
kreativitas dalam bermain dan dalam tugas-tugas akademis dapat mengembangkan
perasaan individualitas dan identitas yang memberi pengaruh positif pada konsep
dirinya. Cita-cita remaja yang realistis sesuai kemampuanya maka akan lebih banyak
mengalami keberhasilan daripada kegagaln,Ini akan menimbulkn kepercayaan diri dan
kepuasan diri yang lebih besar memberikan konsep diri yang lebih baik (Psikologi
Perkembangan hal 209-212). Ada beberapa factor yang mempengaruhi perkembangan
kepribadian remaja yaitu;
 Faktor Genetik atau Hereditas
Ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa sifat atau dimensi
kepribadian merupakan sesuatu yang diwariskan. Zuckerman menambahkan
bahwa sifat mencari kesenangan (sensasi) pada mulanya dipengaruhi oleh
faktor genetik. Pendekatan genetik berpendapat bahwa kepribadian sepenuhnya
ditentukan oleh bawaan. Meskipun dalam kenyataannya, predisposisi genetik
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan sosial, terutama ketika masa anak-
anak.
 Faktor Lingkungan
Menurut Alferd Adler kepribadian dipengaruhi oleh posisi kelahiran dalam
keluarga, situasi sosial dan pengasuhan sebagai fungsi dari perluasan
perbedaan usia antara saudara kandung. Dalam pandangan Adler, perbedaan
lingkungan rumah akan memberikan pengaruh kepada perbedaan kepribadian
setiap individu. Erich Fromm percaya bahwa pengaruh kekuatan dan kejadian
dalam sejarah memberi pengaruh yang lebih luas dalam membentuk
kepribadian seseorang. Menurut Allport, meskipun faktor genetik merupakan
dasar kepribadian, tetapi lingkungan sosial yang membentuk bahan dasar
tersebut menjadi produk akhir. Cattel berpendapat bahwa hereditas adalah
faktor penting pembentuk kepribadian, tetapi faktor lingkungan yang pada
akhirnya memberikan pengaruh dalam perluasan kepribadian.

Menurut penjelasan para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa


perbedaan lingkungan dan sosial akan berpengaruh terhadap perbedaan
kepribadian antara individu satu dengan lainnya.

 Faktor Belajar
setiap fase dalam kepribadian yang diwariskan dapat dimodifikasi, dikacaukan,
dicegah, ditumbuh-suburkan melalui proses belajar. Menurut B.F.Skinner,
berdasarkan hasil kajian Pavlov dan Watson, penguatan positif successive
approximation, perilaku turunan (superstitious), dan berbagai variabel belajar
berkontribusi pada pembentukan kepribadian, yang oleh Skinner disebut
sebagai akumulasi sederhana dari respons yang dipelajari.

Pada dasarnya sesuatu yang dipelajari sejak kelahiran dan masa kanak-kanak,
melalui kontrol dapat merubah kehidupan di kemudian hari. Cara pengasuhan
tertentu dapat mendorong perasaan anak-anak untuk berada dalam kontrol.
Dengan demikian gagasan mengenai kontrol adalah dimensi yang dipelajari
dari kepribadian melalui perilaku pengasuhan.
 Faktor Pengasuhan Orang Tua
Freud menekankan faktor pengasuhan sebagai faktor yang sangat berpengaruh
kepada pembentukan kepribadian anak, sedangkan Adler memfokuskan kepada
konsekuensi dari anak yang merasa tidak diinginkan atau ditolak oleh orang
tuanya. Penolakan orang tua akan memyebabkan perasaan tidak aman, hidup
penuh kemarahan terhadap orang lain, dan kurang memiliki penghargaan
terhadap diri. Herderlong dan Lopper menyatakan bahwa beberapa penelitian yang
berkaitan dengan pengasuhan menunjukkan bahwa orang tua dapat meningkatkan
perasaan otonomi anak, harapan dan standar yang realistis, kompetensi dan efikasi
diri, serta dapat meningkatkan motivasi instrinsik. Pola pengasuhan yang positif
memiliki efek positif terhadap anak, sementara pola pengasuhan yang negatif akan
memberikan pengaruh yang merusak.
 Faktor Perkembangan
Freud percaya bahwa kepribadian dibentuk dan menetap pada usia 5 tahun dan
akan sulit berubah sesudah usia tersebut. Beberapa ahli teori kepribadian
seperti Cattel, Allport, Erikson, dan Murray memandang pentingnya kehidupan
masa kanak-kanak meskipun mereka juga setuju bahwa kepribadian dapat
dimodifikasi pada usia selanjutnya. Apa yang penting dari perubahan
kepribadian pada usia dewasa? Jawabannya terletak pada pengaruh lingkungan
dan sosial, dan dalam adaptasi terhadapnya. Kondisi-kondisi yang terjadi,
seperti perubahan dalam kondisi ekonomi, lulus kuliah, perkawinan dan
menjadi orang tua, perceraian, pindah pekerjaan atau kenaikan pangkat, dan
krisis masa setengah baya akan menyebabkan masalah yang setiap orang
dewasa harus menyesuaikan dirinya.
 Faktor Kesadaran
Hampir semua teori kepribadian, secara implisit dan eksplisit, menjelaskan
proses kesadaran. Allport percaya bahwa orang yang bukan neurotic,
kesadarannya akan berfungsi dengan cara yang rasional, peduli, dan mampu
mengontrol kekuatan yang memotivasinya. Rogers berpikir bahwa orang pada
dasarnya rasional, dikuasai oleh kesadaran persepsi dari dalam dirinya dan
pengalaman dunianya. Maslow juga mengakui peran kesadaran, ia
mengemukakan kebutuhan kognitif untuk mengetahui dan memahami

Anda mungkin juga menyukai