Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Individu tidak akan pernah terlepas dari emosi. Emosi individu berasal
dari dalam dirinya yang juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Emosi
merupakan suatu keadaan yang bergejolak pada diri individu yang berfungsi
sebagai inner adjustment (penyesuaian dari dalam) terhadap lingkungan untuk
mencapai kesejahteraan dan keselamatan individu (Crow & Crow,1962; Sobur,
2009: 399-400). Emosi mempengaruhi kehidupan individu dalam berbagai aspek,
begitupun dalam belajar di sekolah.
Seseorang diharapkan mampu mencapai kematangan emosi agar dapat
menyesuaikan diri dalam berbagai situasi kehidupan termasuk belajar di sekolah.
Individu yang memiliki tingkat kematangan emosi yang tinggi akan memiliki
kecenderungan bersikap positif sedangkan individu yang memiliki kematangan
emosi yang relatif rendah akan memiliki kecenderungan bersikap negatif dalam
kesehariannya.
Kematangan emosi yang tinggi perlu dimiliki oleh peserta didik dalam
belajar di sekolah, khususnya remaja. Seorang remaja dengan kematangan emosi
yang tinggi juga memiliki kualitas belajar yang juga tinggi. Sedangkan tingkat
kematangan emosi yang rendah sangat mungkin memicu berbagai hambatan
dalam belajar remaja di sekolah.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diajukan adalah:
1. Bagaimana konsep belajar remaja di sekolah?
2. Bagaimana konsep kematangan emosi remaja?
3. Bagaimana kematangan emosi dapat mempengaruhi belajar remaja disekolah?

1
C. Tujuan
Penyusunan makalah ini ditujukan untuk:
1. Mengetahui konsep belajar remaja di sekolah.
2. Mengetahui konsep kematangan emosi remaja.
3. Mengetahui pengaruh emosi terhadap belajar remaja disekolah.

2
BAB II
KEMATANGAN EMOSI MEMPENGARUHI
BELAJAR REMAJA DI SEKOLAH

A. Konsep Belajar Remaja Di Sekolah

Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan.


Artinya, tujuan kegiataan belajar adalah perubahan tingkah laku, baik yang
menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap
aspek organisme atau pribadi (Djamarah, 1996:25).
Sedangkan menurut Ngalim Purwanto (1990;90) Belajar adalah setiap
perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu
hasil dari latihan dan pengalaman. Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai
suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya.
Seseorang dikatakan telah belajar sesuatu kalau padanya terjadi perubahan
tertentu, misalnya dari tidak dapat naik motor menjadi dapat naik motor, dari tidak
dapat menggunakan kalkulator menjadi mahir menggunakannya, dari tidak
mampu berbahasa Inggris menjadi mahir berbahasa Inggris, dari tidak tahu sopan
santun menjadi seorang yang sangat santun, dan sebagainya.
Belajar bisa dilakukan dimana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja.
Sekolah adalah salah satu tempat yang mendukung terjadinya proses belajar.
Dalam proses belajar tidak akan terlepas dari sebuah standar yang digunakan
untuk mengukur sejauh mana kemampuan siswa. Di sekolah siswa akan dituntut
untuk mempelajari sesuatu sesuai dengan standar kompetensi yang telah
ditetapkan pihak sekolah. Dalam proses belajar akan terjadi dua kemungkinan
situasi yang bisa terjadi, belajar mungkin dapat terjadi dengan baik atau
sebaliknya. Hal ini disebabkan belajar bukan merupakan faktor yang berdiri
sendiri.
Belajar tidak akan lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan
hasil belajarnya, oleh karena itu faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan

3
hasil belajar perlu mendapatkan perhatian agar dapat dikondisikan sedemikian
rupa dalam mendukung keberhasilan proses pembelajaran. Faktor-faktor tersebut
diantaranya adalah:

1. Faktor Lingkungan

Dalam lingkunganlah anak didik hidup dan berinteraksi dalam mata rantai
kehidupan yang di sebut Ekosistem. Dua lingkungan yang memiliki pengaruh
cukup signifikan terhadap belajar anak didik di sekolah adalah Lingkungan Alami
dan Lingkungan Sosial Budaya

2. Faktor Intrumental

Setiap sekolah mempunyai tujuan yang akan di capai. Tujuan tentu saja pada
tingkat kelembagaan,. Agar dapat mencapai ke arah itu di perlukan seperangkat
kelengkapan dalam berbagai bentuk dan jenisnya. Sarana dan fasilitas yang
tersedia harus di manfaatkan sebaik-baik agar berdaya guna dan berhasil guna
bagi kemajuan belajar anak didik di sekolah ,seperti: Kurikulum, Program, Sarana
dan fasilitas, Guru, dll.

3. Kondisi Fisiologis

Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap kemampuan


belajar seseorang. Orang yang dalam keadaan segarjasmaninya, akan berlainan
belajarnya dari orang yang dalam keadaan kelelahan.

4. Kondisi psikologis

Semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja mempengaruhi belajar seseorang.
Berarti belajar bukanklah berdiri sendiri, terlepas dari factor lain seperti factor
luar dan factor dari dalam. Factor psikologis sebagai factor dari dalam tentu saja
merupakan hal yang utama dalam menentukan intensitas belajar seorang anak.
Minat, kecerdasan, bakat, motivasi, kemampuan-kemampuan kognitif, emosi, dll
adalah factor-faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses dan hasil belajar
anak didik.

4
B. Konsep Kematangan Emosi Remaja

Seperti yang telah dibahas dalam konsep dasar belajar di atas, bahwa
belajar tidak akan pernah lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, salah
satunya yaitu emosi yang merupakan bagian dari aspek psikologis.
Beberapa ahli psikologi merumuskan emosi dengan pengertian yang
berbeda-beda berdasarkan landasan teoritis yang mereka pergunakan. Keberadaan
emosi bagi setiap individu memegang peranan yang sangat penting dalam
kehidupan. Tanpa adanya emosi, kehidupan akan berjalan sangat menjemukan
atau membosankan.

1. Pengertian Emosi.
Emosi berasal dari kata emotus atau emovere yang berarti mencerca atau
menggerakkan, yaitu kondisi perasaan yang mendorong terhadap suatu tindakan
dalam diri manusia, emosi merupakan penyesuaian organis yang timbul secara
otomatis pada manusia dalam menghadapi situasi tertentu .
Emosi seperti cemas, sayang, sedih, marah dan cinta yang dialami oleh
individu dalam batinnya, biasanya merupakan tanggapan kejadian-kejadian dalam
hidupnya. Emosi-emosi ini dapat merangsang pikiran-pikiran baru, khayalan dan
tingkah laku.
Pendapat lain dikemukakan oleh Walgito, emosi adalah keadaan perasaan
yang telah begitu melampaui batas sehingga untuk mengadakan hubungan dengan
sekitarnya mungkin terganggu.
Pendapat lain dikemukakan oleh Goleman, bahwa emosi merujuk pada
suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan psikologis atau
biologis dan serangkaian kecenderungan bertindak. Emosi dapat terbentuk oleh
adanya komponen kognitif, komponen psikis dan komponen perilaku.
Adapun Chaplin mendefinisikan emosi sebagai suatu keadaan terangsang
dari organisme, mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam
sifatnya, dan perubahan perilaku.
Dari beberapa pendapat yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan
bahwa emosi adalah kondisi perasaan yang mendorong individu untuk merespon

5
terhadap adanya stimulus yang ditandai oleh perasaan-perasaan yang kuat yang
tampak dari perubahan-perubahan fisik yang diekspresikan.

2. Macam-macam Emosi.
Menurut Adimiharja, dalam Sri, macam-macam emosi antara lain:
a. Takut
Takut pada mulanya dapat berupa terkejut yang disertai keharusan menjauhkan
diri dan mengundurkan diri yang perilakunya dengan melarikan diri dari
perangsang yang menakutkan.

b. Marah dan Iri


Marah adalah bentuk respon untuk melepaskan diri dari sesuatu dan tekanan atau
ketimpangan serta rangsang yang menyebabkan penolakan diri. Sedangkan iri
adalah suatu reaksi yang timbul apabila seseorang merasa ditelantarkan,
disalahgunakan atau tidak dianggap.

c. Kegembiraan
Bentuk pelepasan energi dan penuh vitalitas sehingga akan memperpanjang atau
meneruskan situasi dan biasanya tidak ada usaha untuk menghindarkan dan
mengakhirinya.

d. Cinta
Bentuk reaksi dan penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa
dekat dan bakti pada suatu obyek tertentu.

e. Ingin Tahu dan Penasaran


Kecenderungan yang kuat untuk menemukan, memanipulasi, menjelajahi dan
menyelidiki sesuatu yang baru atau asing.

f. Sedih dan Duka Cita


Perasaan kehilangan atau prihatin dan timbul karena hambatan serta hukuman
yang dinyatakan dengan menangis dan meratap.

Menurut Witherington, dalam Sri, emosi terdiri dari dua macam yaitu:
a. Emosi yang menyenangkan
Situasi yang menimbulkan kebutuhan dasar maka akan menghasilkan respon yang

6
menyenangkan dan dapat disebut kepuasan, kegembiraan yang memuncak serta
kelegaan atau rasa nikmat. Emosi ini disebut juga emosi yang positif.

b. Emosi yang tidak menyenangkan


Yaitu perasaan yang dapat mengacaukan salah satu kebutuhan manusia. Hal
semacam ini dapat menyebabkan individu yang bersangkutan kehilangan cara
hidup yang biasanya berlangsung dengan lancar dan menyebabkan individu
mengalami rasa yang tidak enak seperti takut, marah dan sebagainya. Emosi ini
juga disebut emosi yang negatif.

Dari kedua pendapat yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan


bahwa macam-macam emosi dalam kehidupan kita ada yang menyenangkan
diantaranya: kegembiraan, cinta, ingin tahu atau rasa penasaran. Sedangkan yang
tidak menyenangkan diantaranya: takut, marah, iri, sedih dan duka cita.

3. Ciri-ciri Emosi.
Menurut Goleman, terdapat beberapa ciri-ciri emosi, antara lain:
a. Merupakan suatu luapan perasaan, suatu perasaan yang telah mengikat
dalam tatanan tertentu.
b. Merupakan aspek psikis yang dihayati dan dialami oleh seseorang sebagai
gerak perasaan.

4. Perkembangan Emosi Remaja

Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan emosi


yang tinggi. Masa remaja awal perkembangan emosinya menunjukkan sifat yang
sensitif dan reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atau situasi
sosial, emosinya bersifat negatif dan temperamental (mudah tersinggung, marah,
atau mudah sedih dan murung. Sedangkan remaja akhir sudah mampu
mengendalikan emosinyakembangan emosi yang tinggi.
Hurlock (Dalam Syamsu Yusuf.2002:196) mengemukakan bahwa remaja
usia 14 tahun seringkali mudah marah, mudah terangsang, dan emosinya
cenderung meledak-ledak, tidak berusaha mengendalikan perasaannya.

7
Mencapai kematangan emosional merupakan tugas yang sulit bagi remaja.
Proses pencapainnya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosio-emosional
lingkungannya, terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya.
Apabila lingkungan tersebut cukup kondusif, dalam arti kondinya diwarnai oleh
hubungan harmonis, saling mempercayai, saling menghargai, dan penuh tanggung
jawab, maka remaja cenderung dapat mencapai kematanagn emosionalnya.
Sebaliknya, apabila kurang dipersiapkan untuk memahami peran-perannya dan
kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua atau teman
sebayanya, mereka cenderung akan mengalami kecemasan, tertekan, dan
ketidaknyamanan emosional.
Dalam menghadapi ketidaknyamanan emosional tersebut, tidak sedikit
remaja yang mereaksinya secara depensif, sebagai upaya untuk melindungi
kelemahan dirinya. Reaksi itu tampil dalam tingkah laku malajusment, seperti:

(1) agresif, melawan, keras kepala, bertengkar, berkelahi, dan senang


mengganggu.
(2) melarikan diri dari kenyataan: melamun, pendiam, senang menyendiri, dan
menyalahgunakan narkoba.

Pertumbuhan fisik, terutama organ-organ seksual mempengaruhi emosi


atau perasaan dan dorongan baru yang dialami sebelumnya seperti perasaan cinta,
rindu, dan keinginan untuk berkenalan lebih intim dengan lawan jenis. Seseorang
individu dalam merespon sesuatu lebih banyak diarahkan oleh penalaran dan
pertimbangan-pertimbangan objektif. Akan tetapi pada saat-saat tertentu di dalam
kehidupannya, dorongan emosional banyak campur tangan dan mempengaruhi
pemikiran-pemikiran dan tingkah lakunya. Gejala-gejala emosional seperti marah,
takut, bangga dan rasa malu, cinta dan benci, harapan-harapan dan rasa putus asa,
perlu dicermati dan dipahami dengan baik.
Remaja membutuhkan kasih sayang dari orang tuanya. Karena alasan
inilah maka sikap menentang mereka, menyalahkan mereka secara langsung,
mengolok-olok mereka, tidak adanya perhatian terhadap lawan jenisnya,
merupakan tindakan yang kurang bijaksana. Remaja akan hidup bahagia apabila

8
mendapatkan cinta dari orang lain. Kebutuhan untuk memberi dan menerima cinta
menjadi sangat penting walaupun kebutuhan akan perasaan itu disembunyikan
secara rapi. Para remaja yang berontak secara terang-terangan, nakal, dan
mempunyai sikap membangkang dan permusuhan yang besar, kemungkinannya
disebabkan oleh kurangnya rasa cinta dan dicintai yang tidak disadari.
Mendekati berakhirnya usia remaja, mereka mulai mengalami keadaan
emosional yang lebih tenang dan belajar menyembunyikan perasaannya. Semua
remaja, sejak masa kanak-kanak telah mengetahui rasa marah, karena tidak ada
seorang pun yang hidup tanpa penuh marah. Dengan bertambahnya umur,
menyebabkan terjadinya perubahan dalam ekspresi emosional. Bertambahnya
pengetahuan dan pemanfaatan media massa atau keseluruhan latar belakang
pengalaman, berpengaruh terhadap perubahan emosional.

5. Kematangan Emosi.

Karena orang mengalami perkembangan dari bayi menuju dewasa, maka


karakteristik perilaku emosionalnya juga berubah. Perubahan ini timbul dengan
adanya pertumbuhan dan kemasakan atau kematangan struktur tubuh, pengalaman
dan proses belajar, situasi lingkungan yang selalu mengalami perubahan dan
hubungan sosial serta hubungan interpersonal.

a. Konsep Kematangan Emosi


Kartini, dalam Lies, mengatakan “kematangan emosional (emotional
maturity) adalah menjadi dewasa secara emosional, tidak terombang-ambing oleh
motif-motif kekanak-kanakan”.
Menurut Allport, orang yang matang (mature) adalah orang yang memiliki
seperangkat sifat yang terorganisis dan seimbang yang mengawali dan
membimbing tingkah laku sesuai dengan prinsip perkembangan menuju
kedewasaan.
Ketika perkembangan emosi mencapai tingkat tertentu, maka kita dapat
mengatakan bahwa seseorang itu matang emosinya. Namun tidak setiap orang
mempunyai perkembangan yang sama, tidak setiap orang mencapai kematangan

9
emosionalnya. Secara umum orang belajar untuk mengontrol emosinya pada
tingkat tertentu.
Menurut Chaplin, kematangan emosi adalah suatu keadaan atau kondisi
mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosional kematangan atau
kedewasaan emosional seringkali membawa implikasi adanya kontrol emosional.
Emosi yang matang penting bagi individu dalam menciptakan hidup yang penuh
arti serta membentuk pribadi yang kuat dalam menjalin hubungan penuh kasih
sayang dengan sesama. Hal ini terjadi bila individu mau mengenal dan merasakan
emosinya, sehingga individu dapat bertindak menurut naluri dan berempati
berdasarkan perasaan dalam pergaulannya.

b. Kriteria Kematangan Emosi.


Menurut Pikunas, kematangan emosi seseorang ditandai dengan 5 hal yaitu:

1) Kemampuan merespon secara berbeda-beda dalam kaitannya dengan


kebutuhan dan faktor-faktor yang berada di luar dirinya yang terlibat
dalam kaitannya dalam situasi-situasi tertentu.
2) Kemampuan menyalurkan tekanan, impuls dan emosi dalam bentuk
perilaku yang konstruktif dan mengarahkannya ke arah tujuan yang positif.
3) Kemampuan membangun pola hubungan dengan sesama dan mampu
memelihara peran-perannya secara fleksibel.
4) Kemampuan memperkaya ketrampilan dalam memahami potensi-potensi
keterbatasan dirinya, serta mencari penyelesai atas problem-problemnya
secara kreatif dan mendapat persetujuan dari orang lain.
5) Kemampuan untuk berhubungan secara efektif dengan orang lain dan
mampu memandang dirinya dan orang lain.

Sedangkan Tanda- tanda kematangan emosi menurut Walgito, yaitu :


1) Orang yang telah matang emosinya dapat menerima baik keadaan orang
lain seperti apa adanya, sesuai dengan keadaan obyektifnya.
2) Orang yang telah matang emosinya pada umumnya tidak bersifat impulsif.

10
3) Orang yang telah matang emosinya dapat mengontrol emosinya dengan
baik.
4) Karena orang yang telah matang emosinya dapat berfikir secara objektif,
maka dia akan bersifat sabar, penuh pengertian dan pada umumnya
matang emosinya mempunyai toleransi yang baik.
5) Orang yang telah matang emosinya akan mempunyai tanggung jawab
yang baik, dapat berdiri sendiri, tidak mudah mengalami frustasi, dan
dapat menghadapi masalah dengan penuh pengertian.

c. Aspek-Aspek Dalam Kematangan Emosi Remaja

Aspek-aspek yang terkandung dalam kematangan emosi remaja (Murray, 1997),


antara lain:
1) Aspek pemberian dan penerimaan cinta
Mampu mengekspresikan cintanya sebagaimana remaja dapat menerima
cinta dari orang-orang yang mencintainya.

2) Pengendalian emosi
Individu yang matang secara emosi menggunakan amarahnya sebagai
sumber energi untuk meningkatkan usahanya dalam mencari solusi.

3) Toleransi terhadap frustrasi


Ketika hal yang diinginkan tidak berjalan sesuai keinginan, individu yang

matang secara emosi mempertimbangkan untuk menggunakan cara atau


pendekatan lain.

4) Kemampuan mengatasi ketegangan


Pemahaman yang baik akan kehidupan menjadikan individu yang matang
secara emosi yakin akan kemampuannya untuk memperoleh apa yang
diinginkannya sehingga remaja dapat mengatasi ketegangan.

C. Kematangan Emosi dalam Mempengaruhi Belajar Remaja Di Sekolah

Penelitian yang telah dilakukan oleh Budi Astuti kepada 282 siswa kelas
sebelas SMA Negeri di kabupaten Sleman, Yogyakarta pada tahun 2008/ 2009,

11
menunjukan bahwa sebesar 72 siswa (25,38%) memiliki tingkat kematangan
emosi pada kategori tinggi, 158 siswa (56,17%) berada pada kategori sedang, dan
52 siswa (18,45%) memiliki tingkat kematangan emosi pada kategori rendah.
Hasil dari salah satu aspek, yaitu aspek toleransi terhadap frustrasi,
menunjukan hanya 24,5% siswa saja berada dalam kategori tinggi, sisanya berada
dalam kategori sedang dan rendah. Artinya siswa kurang memiliki kemampuan
untuk menerima kelemahan diri, meningkatkan integritas diri, merespon frustrasi
secara positif, dan kemampuan menerima kenyataan. Dampak toleransi terhadap
frustrasi yang rendah dijelaskan oleh sebuah penemuan bahwa toleransi individu
yang rendah terhadap frustrasi sering menimbulkan kegagalan dalam mengelola
diri, khususnya berkaitan dengan tugas akademik (Knaus, 1998).
Ini membuktikan bahwa emosi memang memiliki korelasi dengan belajar,
korelasi tersebut bisa menjadi korelasi yang positif jika siswa sedang ada dalam
kondisi emosi yang menyenangkan ketika proses belajar mengajar berlangsung,
tetapi juga bisa menjadi korelasi yang negative ketika yang dibawa adalah emosi
yang tidak menyenangkan.
Sering kita dengar mengenai prestasi belajar siswa yang mendadak turun
karena sedang putus cinta atau juga sebaliknya, siswa yang prestasi belajarnya
rendah memiliki motivasi untuk meningkatkan prestasinya dengan serius dan
sungguh-sungguh belajar dikelas hanya untuk menarik hati lawan jenis yang
sedang disukainya, dll.
Hurlock mengemukakan bahwa perkembangan emosi tegantung pada
faktor kematangan dan faktor belajar (Dalam Sunarto.2002:156). Reaksi
emosional yangtidak muncul pada awal kehidupan tidak berarti tidak ada, reaksi
tersebut mungkin akan muncul di kemudian hari, dengan berfungsinya sistem
endoktrin. Kematangan dan belajar terjalin erat satu sama lain dalam
mempengaruhi perkembangan emosi.

12
BAB III
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

A. Kesimpulan
Livson & Bronson (dalam Powell, 1963) berpendapat bahwa dalam
mencapai kematangan emosi, pola-pola kontrol emosi yang ideal perlu dimiliki
oleh individu, misalnya tidak melakukan represi-represi emosi yang tidak perlu
dan mengendalikan emosi dengan wajar dan sesuai dengan harapan-harapan
sosial. Kematangan emosi yang dimiliki oleh individu akan dapat mengontrol
perilaku-perilaku impulsif yang dapat merusak energi yang dimiliki oleh tubuh,
individu dapat melakukan hal-hal yang bersifat positif dibandingkan memenuhi
nafsu yang dapat merusak dan bersifat merusak. Individu mempunyai waktu yang
lebih banyak untuk melakukan hal-hal yang lebih berguna untuk dirinya dan
orang lain.
Pada akhirnya, emosi menjadi penting karena ekspresi emosi yang tepat
terbukti dapat menghilangkan stres, frustrasi, dan ketegangan. Semakin tepat
individu mengkomunikasikan perasaan, semakin nyaman perasaan individu
tersebut. Penelitian dan pengalaman menunjukkan bahwa emosi yang dikelola
secara baik dapat meningkatkan antuasiasme, kepuasan, saling percaya, dan
komitmen, yang pada gilirannya berdampak besar terhadap peningkatan kualitas
kehidupan individu. Sebaliknya, emosi yang tidak terkontrol sering berdampak
buruk bagi kesehatan mental maupun kesehatan fisik individu.
Keberadaan emosi bagi setiap individu memegang peranan yang sangat
penting dalam kehidupan. Tanpa adanya emosi, kehidupan akan berjalan sangat
menjemukan atau membosankan. Macam-macam emosi itu antara lain: takut,
marah dan iri, Kegembiraan, cinta, Ingin Tahu dan Penasaran, Sedih dan Duka
Cita. Emosi terdiri dari dua macam, yaitu: Emosi yang menyenangkan dan Emosi
yang tidak menyenangkan.

Masa remaja adalah puncak emosionalitas, yaitu perkembangan emosi


yang tinggi. Masa remaja awal perkembangan emosinya menunjukkan sifat yang
sensitif dan reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atau situasi

13
sosial, emosinya bersifat negatif dan temperamental (mudah tersinggung, marah,
atau mudah sedih dan murung. Sedangkan remaja akhir sudah mampu
mengendalikan emosinyakembangan emosi yang tinggi.
Perkembangan dan pertumbuhan dari bayi menuju dewasa, pengalaman
dan proses belajar, situasi lingkungan yang selalu mengalami perubahan dan
hubungan sosial serta hubungan interpersonal mengakibatkan karakteristik
perilaku emosionalnya juga berubah. Oleh karena itu seseorang dapat dikatakan
telah matang secara emosi apabila telah menjadi dewasa secara emosional, tidak
terombang-ambing oleh motif-motif kekanak-kanakan. Kematangan emosi ini
memiliki kriteria dan tanda-tanda serta aspek-aspek kematangan emosi remaja
yang terdiri dari: Aspek pemberian dan penerimaan cinta, Pengendalian emosi,
Toleransi terhadap frustrasi, dan Kemampuan mengatasi ketegangan.

Emosi memiliki kaitan yang erat dengan belajar, khususnya belajar


remaja, karena pada saat itulah biasanya remaja memiliki kondisi emosi yang
tidak stabil (labil) sehingga dapat mempengaruhi semua hal yang berhubungan
dengan kehidupannya termasuk belajar di sekolah. Emosi yang positif dapat
mempercepat proses belajar dan mencapai hasil belajar yang lebih baik,
sebaliknya emosi yang negatif dapat memperlambat belajar atau bahkan
menghentikannya sama sekali. Penjelasan tentang hal ini dapat diambil dari teori
tentang struktur dan cara kerja otak, yaitu Otak Triune. Menurut teori ini, otak
manusia terdiri dari manusia terdiri dari tiga bagian dan pemanfaatan seluruh
bagian otak dapat membuat belajar lebih cepat,lebih menarik, dan lebih efektif.
Dari ketiga bagian otak tersebut, bagian otak yang memainkan peran dalam
belajar adalah neokoerteks, sedang yang memainkan peran besar dalam emosi
adalah sistem limbik. Jika siswa mengalami emosi positif, maka sel-sel saraf akan
mengirim impuls-impuls positif ke neokorteks dan proses belajar pun dapat
terjadi. Sebaliknya, jika siswa mengalami emosi negatif, maka tertutup
kemungkinan untuk timbulnya impuls-impuls yang mendorong belajar, tetapi
yang terjadi adalah meningkatnya fungsi mempertahankan diri terhadap emosi
yang tidak menyenangkan. Akibatnya,proses belajar menjadi lamban atau bahkan
terhenti.

14
B. Implikasi Bagi Bimbingan dan Konseling Belajar di Sekolah
 Emosi berpengaruh besar pada kualitas dan kuantitas belajar. Karena itu,
pembelajaran yang berhasil haruslah dimulai dengan menciptakan emosi yang
positif pada diri pelajar. Jika siswa mengalami emosi positif, mereka dapat
menggunakan neokorteks untuk tugas-tugas belajar. Untuk menciptakan emosi
positif pada diri siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah
dengan menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan.
Guru harus mampu membaca situasi/ kondisi emosi peserta didiknya
sehingga dapat menjauhkan dari pemberian labeling negatif kepada siswa yang
kondisi emosinya sedang buruk.
Guru seyogyanya harus rajin konsultasi kepada guru BK mengenai cara
menghadapi siswa-siswi yang kondisi emosinya sedang tidak baik sehingga dapat
memberikan tindakan yang tepat.
Guru BK juga harus memberikan pemahaman kepada para siswa agar
dapat mengelola emosinya sehingga tidak membawa-bawa emosinya khususnya
emosi yang tidak menyenangkan kedalam kegiatan-kegiatan di sekolah sehingga
dapat menggangu aktifitas belajarnya di sekolah.
Oleh karena itu, untuk memahami remaja, memang perlu mengetahui apa
yang dilakukan dan dipikirkan mereka. Di samping itu hal yang lebih penting
untuk diketahui adalah apa yang mereka rasakan. Makin banyak guru BK dapat
memahami dunia remaja seperti apa yang mereka alami, makin perlu kita melihat
ke dalam kehidupan emosionalnya dan memahami perasan-perasaannya, baik
perasaaan tentang dirinya sendiri maupun orang lain.
Koordinator Bimbingan dan Konseling, konselor, dan staf bimbingan
lainnya diharapkan memberikan perhatian yang lebih serius tentang pelaksanaan
administrasi dan organisasi Bimbingan dan Konseling agar siswa yang notabene
masih labil kondisi emosionalnya dapat tertangani seluruhnya.
Guru BK diharapkan dapat membuat satuan layanan Bimbingan dan
Konseling mengenai emosi, agar siswa dapat mengontrol emosinya sehingga
siswa memperoleh ilmu yang optimal dalam kegiatan belajar.

15
Guru BK seyogyanya memiliki kedekatan secara emosional dengan siswa
sehingga Guru BK dapat dengan mudah masuk ditengah-tengah mereka untuk
menyelesaikan berbagai maslaah yang dihadapi oleh siswa.
Guru BK harus memberikan dukungan yang serius dan sistematis terhadap
proses pembelajaran di sekolah dengan menyelenggarakan layanan Bimbingan
dan Konseling yang bekerja sama dengan guru mata pelajaran untuk membantu
siswa menuju ke arah kematangan emosi yang lebih baik dan positif.

REFERENSI

Astuti, B. (2009). Model Bimbingan dan Konseling Perkembangan untuk


Meningkatkan Kematangan Emosi Remaja. Yogyakarta: UNY.

Atmaja, Dwi. (2003). Tersedia: http://kajianpsikologi.guru-


indonesia.net/artikel_detail-20035.html [01 Desember 2012].

Murray, J. (1997). Emotional Maturity. Tersedia: http: //www. betteryou. com.


[01 Desember 2012].

Sa’diyah, Siti Khalimatus. (2007). Hubungan Antara Kematangan Emosi Dengan


Prestasi Belajar Siswa. Malang: UIN.

Larson, R. dan Brown, J. (2007). “Emotinal Development in Adolescence: What


can be Learned From a High School Theater Program”.Child Development,
July/August, Volume 78, Number 4, Pages 1083-1099. Urbana-Champaign:
University of Illinois.

16

Anda mungkin juga menyukai