Anda di halaman 1dari 17

CONTOH

BENTUK-BENTUK INTERAKSI SOSIAL ASOSIATIF


Kerjasama

Budaya Gotong Royong Pindah Rumah (Masih) Lestari


di Amurang

Amurang – Kebudayaan gotong royong memindahkan rumah warga dari tempat awal ke tempat
lainya, ternyata masih dilestarikan warga Amurang, Minahasa Selatan. Meski terletak di pusat
kota, namun budaya gotong royong masih terpelihara dengan baik.
Buktinya di Kelurahan Rumoong Bawah, Kecamatan Amurang Barat, sebagaimana warisan
leluhur Tou (Orang) Minahasa, secara bersama-sama memindahkan rumah pada tempat yang
baru.ringan berupa kue dan kopi atau the kepada warga masyarakat yang bergotong royong
memindahkan rumah yang bersangkutan.
“Ya, sudah menjadi tradisi kita sebagai orang Minahasa saling membantu, khususnya bagi
warga masyarakat yang pindah rumah harus ada persatuan membantu secara bersama-sama.
Sebagaimana yang ditunjukan para leluhur Tou Minahasa,” ujar Sonny Sariowan, pemerhati
budaya Minsel.
Ia menambahkan, memang tidak harus selalu ada warga yang pindah rumah. Tapi setidaknya
tradisi ini terus dipertahankan agar tetap lestari. Karena ini merupakan bentuk kekeluargaan dan
keakraban masyarakat Minahasa dan Minahasa Selatan pada khususnya. (sanlylendongan)
kerjasama
Warga Desa Pagendingan Kerja Bakti

Dibaca: 1451 kali


Jumat,25 November 2016 - 21:47:25 WIB

PAMEKASAN (suaralira.com) - Demi kesehatan dan kebersihan lingkungan, pengelola


perpustakaan Ananda dan ibu-ibu PKK serta warga Desa Pagendingan Kecamatan GaLis
Kabupaten Pamekasan melaksanakan kerja bakti Rutinitas tiap Minggu pada hari Jumat
(25/11/2016).

Semangat Kerja bakti gotong royong ini di laksanakan setiap hari Jumat dari pukul 06.00 wib
sampai selesai oleh masyarakat Desa pagendingan dan dihadiri kepala desa Hj Rahmawati SH
beserta perangkatnya.

Kegiatan ini dilakukan atas dasar inisiatif masyarakat Desa pagendingan untuk membersihkan
sampah yang ada di pinggir jalan, dari pasar pagendingan sampai menuju ke Perpustakaan
Ananda.

Kades pagendingan menyampaikan bahwa kegiatan kerja bakti gotong royong masyarakat Desa
dan Perpustakaan Ananda juga ibu ibu PKK tersebut bertujuan untuk memberikan kesadaran
bagi masyarakat agar peduli pada kebersihan lingkungan.

Selanjutnya Kepala Desa Hj Rahma berharap dengan adanya kerja bakti gotong royong ini
diharapkan ke depannya masyarakat bisa terbiasa menjaga kebersihan dan membuang sampah
pada tempat penampungan khusus. dan dengan adanya Rutinitas seperti itu bisa mendekatkan
pemerintahan desa dengan warga juga rasa gotong royong itu semakin kuat yang kemudian akan
tercipta lingkungan yang bersih, sehat dan indah ”ujarnya".

(AL Wafa)
AKOMODASI

Gencatan senjata Yaman mulai berlaku


 15 Desember 2015

Hak atas fotoEPAImage captionPaling tidak 5.700 orang terbunuh sampai sejauh ini, hampir
setengahnya warga sipil.
Gencatan senjata tujuh hari mulai berlaku di Yaman, sementara perundingan damai dijadwalkan
dimulai di Swiss, kata PBB.
Utusan khusus PBB mengatakan pihaknya memandang gencatan ini sebagai sebuah 'langkah
pertama bagi terbentuknya perdamaian selamanya'.
Koalisi pimpinan Arab Saudi pendukung pemerintah Yaman mengatakan pihak bersiap-siap
menghadapi pelanggaran apapun.
Koalisi ini berperang dengan gerakan pemberontak Houthi dan sekutunya sejak Presiden
Abdrabbuh Mansour Hadi dipaksa melakukan pengasingan diri pada bulan Maret.
Paling tidak 5.700 orang terbunuh sampai sejauh ini, hampir setengahnya warga sipil.
Gencatan senjata mulai berlaku pada siang hari (09:00 GMT).
Delegasi pemerintah Yaman dan wakil kelompok pemberontak Syiah Houthi bertemu di kota
Biel untuk melakukan perundingan damai yang didukung PBB.
Perundingan diperkirakan akan berlangsung selama seminggu.
Beberapa jam sebelum gencatan senjata dimulai, seorang komandan militer Saudi dan perwira
Emirati dilaporkan terbunuh bersama-sama sejumlah tentara Teluk, Yaman, dan Sudan pada hari
Senin (14 Desember).
AKOMODASI

Kasus Pencurian 3 Batang Kayu, Polisi Terus


Upayakan Mediasi Perhutani dan Buamin

KONTRIBUTOR
MALANG, ANDI HARTIK Kompas.com - 02/11/2018, 19:25 WIB Petugas Perhutani KPH
Gundih, Kabupaten Grobogan, Jateng, menunjukkan puluhan kayu sonokeling hasil pencurian
yang diangkut menggunakan armada truk, Senin (23/4/2018).?(KOMPAS.com/PUTHUT DWI
PUTRANTO) MALANG, KOMPAS.com - Jajaran Polres Malang masih melakukan upaya
untuk memediasi antara pihak Perhutani KPH Malang dan Buamin terkait kasus pencurian tiga
batang kayu sonokeling di RPH Sengguruh, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang. Kasat
Reskrim Polres Malang AKP Adrian Wimbarda mengatakan, pihaknya masih menunggu hasil
mediasi antara kedua belah pihak untuk menentukan kasus hukum berikutnya. "Proses
hukumnya, kami masih berusaha untuk memediasi. Cuma menunggu dari pihak Perhutani untuk
kedepannya seperti apa," katanya, Jumat (2/11/2018). Dikatakannya, jika mediasi berhasil, pihak
Perhutani harus mencabut laporannya. Namun jika mediasi tidak berhasil, kasus hukum terhadap
Buamin tetap berlanjut.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kasus Pencurian 3 Batang Kayu, Polisi
Terus Upayakan Mediasi Perhutani dan Buamin",
https://regional.kompas.com/read/2018/11/02/19253121/kasus-pencurian-3-batang-kayu-polisi-
terus-upayakan-mediasi-perhutani-dan.
Penulis : Kontributor Malang, Andi Hartik
Editor : Aprillia Ika
ASIMILASI

Batik 3 Negeri, Asimilasi Budaya Tiongkok dan Jawa yang


Bersahaja
27 Jan 2017, 18:41 WIB

Bentangan Batik 3 Negeri yang melegenda hingga penjuru nusantara


Liputan6.com, Jakarta Sesuai namanya, Batik 3 Negeri ini memiliki tiga tempat berbeda untuk
menyelesaikannya. Kekayaan budaya bangsa luhur ini sudah berlangsung pembuatannya sejak
tahun 1900an dan menjadi karya seni bernilai tinggi. Dari sebuah keluarga yang ada di Solo
bernama keluarga Tjoa yang membuat batik dengan berbagai unsur, akhirnya batik ini
mempengaruhi kebudayaan lainnya di Nusantara.
“Di Tataran Sunda, sebuah pernikahan bisa batal bila sang pengantin pria tidak membawa Batik
Tiga Negeri. Bahkan keluarga Tjoa tidak pernah menduga hal ini akan terjadi. Bahkan mereka
percaya ada kekuatan magis didalam kain ini. Kalau ada anak yang sakit, sobek kainnya, bakar
dan minumkan ke anaknya” ujar Didi Budiarjo dalam diskusi “Design Talk, Collection,
Inspiration, & Fashion” di Dia.Lo.Gue, Kamis (26/1/2017).
Batik 3 Negeri ini sendiri memiliki proses pembuatan yang sangat spesial dan tidak bisa diulangi
lagi saat ini. Terdiri dari proses penggambaran sketsa dan memberikan malam hingga selesai di
kedua sisinya di Solo. Batik ini akhirnya dikirim sejauh 160 kilometer jaraknya ke daerah
Lasem, sebagai penghasil batik pesisir untuk mendapatkan warna merah yang terpengaruh dari
budaya Tiongkok.
Setelah selesai diwarnai bagian merahnya oleh pengrajin di Lasem, kain ini dikirimkan kembali
ke Solo untuk diperiksa pewarnaannya sudah tepat atau belum. Jika sudah sesuai, kain ini akan
dibawa ke Pekalongan sejauh 200 Kilometer. Hal ini dilakukan untuk memberikan warna hijau
dan biru yang menyala terang dan hanya dihasilkan di Pekalongan, Jawa Tengah.
Setelah semua bagian ornamen sudah sesuai dengan warna yang diinginkan, batik ini akhirnya
diselesaikan di Solo dengan memberikan warna kuning yang menutupi seluruh bagian.
Kekayaan budaya inilah yang dilakukan sejak zaman dahulu oleh keluarga Tjoa, seorang
pengusaha Tionghoa yang menciptakan Batik 3 Negeri ini.
“Kejayaan dari Batik 3 Negeri ini tidak akan bisa terulang. Siapa yang mau untuk mengantar
sebuah kain melewati perjalanan beratus kilo jaraknya? Tentunya jika diproduksi sekarang, kain
ini akan berharga sangat mahal dan tidak semua orang mampu membelinya. Karena wastra akan
hidup jika ada pembelinya.” Ujar Didi.
ASIMILASI
Slametan Muncul Pertama Kali di Desa Singkal
Ahad, 24 April 2016 02:08Nasional

Upacara Slametan, (Wikipedia)


Orang-orang bersila di atas tikar, duduk melingkari nasi tumpeng dengan lauk pauknya, serta
segala macam minuman. Kemudian bacaan-bacaan tahlil, tahmid, dan tasbih, serta doa-doa
dipanjatkan kepada Allah SWT demi keselamatan.
Orang-orang bersila semacam itu, di Jawa sering disebut slametan atau kenduri. Awal mula
kegiatan tersebut dimulai dari Desa Singkal, Nganjuk, Jawa Timur, masa Sunan Bonang atau
Syekh Maulana Makhdum Ibrahim yang lahir sekitar 1465 M.
Menurut sejarawan KH Agus Sunyoto, Sunan Bonang melakukan slametan sebagai perlawanan
terhadap bhairawa tantra, orang (laki-laki) yang mengamalkan ajaran Tantrayana.
Aliran Tantrayana berasal dari India Selatan. Aliran ini tersebar ke Indonesia dan dianut hanya
sebatas beberapa orang saja karena upacara-upacaranya dirahasiakan dan bersifat amat
mengerikan. Aliran ini menjalankan “lima keharusan” dengan sebaik-baiknya dan sebanyak-
banyaknya.
Lima keharusan itu disebut pancamakara atau batara lima atau malima, antara lain: harus
melakukan mamsa, makan daging mayat dan minum darah. Madya atau menenggak minuman
keras, mabuk-mabukan. Matsya, makan ikan gembung beracun, Maithuna, bersetubuh secara
berlebihan. Mudra atau samadhi yaitu tarian melelahkan hingga jatuh pingsan.
Aliran tersebut bertujuan mencari kesaktian sehingga penganutnya mampu mengalahkan Sunan
Bonang ketika ia berada di Kediri. Ia terluka. Kemudian, pulang ke Ampel, Surabaya. “Setelah
sembuh kemudian menjadi imam pertama kali di Masjid Agung Demak. Kemudian Sunan
Bonang merancang taktik macam-macam dakwah,” kata pengasuh Pesantren Tarbiyatul Arifin
Malang ini.
Kemudian Sunan Bonang melanjutkan kembali dakwahnya ke Kediri, tapi tidak sampai masuk
ke wilayah itu, melainkan bertahan di perbatasan. Tepatnya di desa Singkal. Sunan Bonang
menamakan desa itu dengan “singkal” sebagai simbol yang artinya tanah bajakan.
“Simbol beliau memulai membajak untuk menebar benih Islam. Orang dulu kan berpikirnya
simbolik begitu,” lanjutnya.
Di desa itu, ia memulai dakwah dengan meniru upacara yang dilakukan aliran Tantrayana.
Praktiknya sama yaitu orang-orang duduk melingkar. Tapi yang di tengah-tengah mereka bukan
korban manusia, melainkan makanan dan minuman halal. Itulah yang kemudian sekarang
disebut slametan atau kenduri.
Slametan dan kenduri, menurut Agus Sunyoto adalah untuk menyelamatkan penduduk desa-
desa di sekitar Kediri dari agar tidak jadi korban pancamakara aliran Tantrayana. “Untuk
selamet ya harus slametan. Itu logika yang tak pernah lepas dari masyarakat Jawa. Bentuknya
membuat lingkaran seperti yang dilakukan bhairawa tantra,” jelasnya.
Dari desa Singkal itulah slametan menyebar ke seluruh pedalaman. Kemudian ke wilayah
pantura dan daerah-daerah lain. Upacara tersebut masih dilakukan sampai sekarang dalam
situasi-situasi tertentu. (Abdullah Alawi)
Akulturasi

Nganten Semarangan, Tradisi Khas Semarang Wujud


Akulturasi Beragam Budaya

Nganten Semarangan, Tradisi Khas Semarang Wujud Akulturasi Beragam Budaya


SEMARANG, 16/9 (BeritaJateng.net) – Prosesi pernikahan atau ritual pernikahan adat
asal Semarang, kini mulai jarang digunakan. Padahal rias pengantin Semarangan dan prosesinya
berbeda dengan adat dari Yogyakarta ataupun Solo. Dari segi busana, pengantin Semarangan
memiliki akulturasi berbagai budaya diantaranya Jawa, Arab, Tionghoa dengan segi filosofi
kemajemukan budaya.
Sepasang pengantin Semarangan nampak diarak dengan menggunakan kuda di kawasan
Kota Lama, tepatnya dari halaman Kantor Pos sampai Gereja Blenduk, Jumat (15/9) petang
kemarin. Tujuannya adalah untuk menarik perhatian masyarakat terutama generasi muda untuk
kembali menggunakan adat, busana dan prosesi pernikahan asli Semarang ini.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwista Kota Semarang, Masdiana Safitri mengatakan
jika nilai dan akturlturasi budaya yang ada dalam Pengantin Semarangan ini coba dihidupkan
kembali mengadakan arak-arakan, lomba rias, yang ditambah dengan ajang kuliner, rock Kota
Lama yang merupakan rangkaian dari Festival Kota Lama. “ Sengaja di gelar di Kota Lama, biar
menjadi daya tarik bagi para wisatawan dari dalam ataupun luar negeri,” katanya.
Anggota Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia (Harpi) Kota Semarang, Adriyani
Trisno menjelaskan jika tata rias pengantin khas Semarang dijaman moderen ini semakin
tersisihkan dan mulai tertinggalkan. Padahal tata rias pengantin khas Semarangan memiliki nilai
bobot filosofi yang sangat tinggi dan menceritakan tentang kemajemukan buadaya warga
Semarang. Riasan ini memiliki dua unsur yakni Pilis dan Endok Remek, dimana menonjolkan
dua unsur budaya yakni Arab dan Cina.
“Perbedaannya sangat mendasar, untuk rias pengantin Smearang cenderung arah
Muslim. Lantaransang mempelai memakai kaos tangan dan dan kaus kaki. Busananya pun
merupakan percampuan dari Cina, Arab dan Jawa. Jika rias pengantin Solo dan Yogykarta lebih
condong ke Kerajaan,” paparnya.
Menurutnya, unsur akulturasi budaya Arab dan Cina ada pada Pilis yang merupakan
asesoris pada memepelai wanita yang terletak pada dahi terdiri dari tiga lapisan bertingkat yakni
pilis bermata emas, pilis bermata perak, dan pilis terbuat dari beludru berpayet. Selain itu adalah
endok remek yang merupakan asesoris berupa gulungan memanjang bunga melati dan cempaka
kuning yang terletak disisi telinga atau mata kanan dan kiri si wanita.
.
Akulturasi

Akulturasi Masjid Kudus

Posted By Nanang Ajim | Posted On 9:19 PM | With No Comments


Masjid Kudus terletak di Desa Kauman, Kecamata Kota, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.
Masjid ini didirikan pada tahun 1549 M atau 956 H. pendirinya adalah Syekh Jafar Sodiq yang
lebih dikenal sebagai Sunan Kudus. Dia adalah salah satu dari Walisanga, penyebar agama Islam
di Jawa. Masjid Kudus memiliki luas ± 2.400 m2. Keadaan tanah berupa sebidang tanah
pekarangan yang datar yang diatasnya didirikan masjid dan menara. Batas yang memisahkan
masjid dengan lingkungan sekitarnya adalah di sebelah utara, selatan, dan barat berbatasan
dengan pemukiman penduduk,sedangkan di sebelah timur berbatasan dengan jalan raya.

Sejarah berdirinya masjid menara kudus terbukti sangat jelas dengan prasasti berbahasa arab
yang menerangka empat hal yaitu masjid berdiri pada tahun 956 H, pendirinya Ja’far Sodiq.
Bentuk asli bangunan masjid sukar untuk diketahui karena telah beberapa kali mengalami
perbaikan dan perluasan. Secara keseluruhan Masjid Kudus berbentuk empat persegi panjang
berukuran panjang 58 m dan lebar 21 m. Bangunan masjid terdiri dari: menara, serambi, ruang
utama, pawestren, dan bangunan lainnya.

Salah satu keistimewaan dari Masjid Kudus adalah Menara Kudus. Bentuk menara ini
mengingatkan pada bentuk candi corak Jawa Timur. Regol-regol serta gapura bentar yang
terdapat di halaman depan, serambi, dan dalam masjid bercorak kesenian klasik Jawa Timur.
Menara Kudus merupakan bangunan kuno hasil akulturasi antara kebudayaan Hindu-Jawa
dengan Islam.

Akulturasi agama sangat kental terlihat. Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul
manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu. Sunan Kudus, melakukan
dakwah Islam secara bijaksana (hikmah). Hasil dakwahnya sangat luar biasa. Penduduk
setempat yang dahulunya pemeluk taat ajaran Hindu-Buddha, beralih memeluk ajaran tauhid
(Islam). Kunci sukses Sunan Kudus terletak pada kemampuannya melakukan pribumisasi ajaran
Islam di tengah masyarakat yang sudah punya budaya mapan.

Islamisasi masyarakat Kudus diwarnai dengan pencampuran warisan budaya Hindu-Buddha


dengan nilai-nilai Islam. Di samping melestarikan tradisi-tradisi, Sunan Kudus juga memelihara
simbol-simbol budaya lama. Tujuannya agar nilai-nilai Islam dapat diterima masyarakat tanpa
menimbulkan gejolak sosial.
CONTOH

BENTUK-BENTUK INTERAKSI SOSIAL DISOSIATIF


Persaingan

Batas Tanah Pekarangan dan Persaingan Bisnis Berujung Tewasnya Rimson di Tangan
Pirhot
Kamis, 25 Oktober 2018 12:45 WIB

Tribun Medan
Kapolsek Parongil AKP Sayuti Malik saat mendapatkan perawatan di RS, setelah dilukai oleh
korban menggunakan sebilah pisau.
Laporan Wartawan Tribun Medan, M Andimaz Kahfi
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Seorang korban meninggal dunia setelah ditebas saat
menyambangi rumah pelaku yang diduga sebagai lawan persaingan bisnis sengit yang terjadi di
Dusun Sulfi, Desa Lae Ambat, Kecamatan Silima Pungga Pungga, Kabupaten Dairi, Rabu
(24/10/2018) kemarin.
Kejadian bermula saat hari Rabu (24/10/2018) sekitar pukul 17.30 WIB.
Pembunuhan dilakukan oleh terduga Pirhot Manahan Nababan (43) warga Dusun Sulfi, Desa
Lae Ambat terhadap korbannya Rimson Sitorus (46) yang juga warga Desa Lae Ambat,
Kecamatan Silima Pungga Pungga, Kabupaten Dairi.
Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Tatan Dirsan Atmaja mengatakan kejadian
pembunuhan sadis terjadi di halaman rumah korban.
"TKP di halaman rumah korban, diduga modus karena dendam lama, akibat permasalahan batas
tanah pekarangan rumah yang terjadi sekitar tahun 2016 dan persaingan dagang, yang mana
permasalahan sudah diselesaikan secara kekeluargaan oleh Kepala Desa M Sitorus pada waktu
itu," kata Tatan, Kamis (25/10/2018).

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Batas Tanah Pekarangan dan
Persaingan Bisnis Berujung Tewasnya Rimson di Tangan
Pirhot, http://www.tribunnews.com/regional/2018/10/25/batas-tanah-pekarangan-dan-
persaingan-bisnis-berujung-tewasnya-rimson-di-tangan-pirhot.

Editor: Dewi Agustina


.
Persaingan
Cemaskan Saingan Pedagang di Pasar Pagi
Posted by Pagaralam Pos on March 12th, 2016

Foto: Gusti/Pagaralam Pos


Lapak: Pedagang sudah menempati lapak yang berada di dalam gedung Pasar Nendagung,
kemarin.
PAGARALAM POS, Pagaralam – Pedagang yang berjualan di dalam gedung Pasar
Nendagung mencemaskan persaingan dengan pedagang musiman yang masih berjualan di
kawasan Terminal. Betapa tidak, pasca penertiban lapak yang dilakukan tim terpadu bersama
Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi Usaha Kecil Menengah dan Pengelolaan Pasar
(Disperindagkop UKM dan PP) Kota Pagaralam masih terlihat bebas berjualan di kawasan
terminal, khususnya di sekitar kantor STA.
Hal ini diutarakan Rusdiana (48), salah seorang pedagang yang sudah menempati lapak di dalam
gedung Pasar Nendagung. Dia menuturkan, pedagang di pasar pagi sekitar kantor STA masih
dibiarkan bebas berjualan, mulai subuh hingga pagi. “Walaupun mereka berjualan di saat pagi
saja, namun tetap saja membuat cemas kami, bisa-bisa dagangan kami di dalam gedung ini bisa-
bisa sepi pembeli,” katanya.
Harusnya, pihak pengelola pasar juga mengakomodir mereka, pintanya. Jika mereka berjualan di
lokasi tersebut, tentunya membuat pembeli enggan masuk ke dalam gedung membeli dagangan
kami. “Kami sudah masuk menempati lapak di dalam gedung, namun kami tetap sabar
menunggu pelanggan datang,” ungkap wanita paruh baya ini yang mengaku semenjak di lapak
baru belum berani menyetok daging dalam jumlah banyak, lantaran pembeli masih sepi.
Sementara, Plt Kadisperindagkop UKM dan PP Kota Pagaralam, Gindo Simanjuntak, melalui
Kabid Pengelolaan Pasar, Muhlis Gunawan mengaku, pihaknya akan berupaya mengakomodir
pedagang untuk tidak lagi berjualan di sembarang tempat di dalam kawasan Terminal
Nendagung. “Sejauh ini ada sejumlah pedagang yang berlum terakomodir, semisal penjuaal
ayam hidup dan pedagang musiman yang berjualan pada saat subuh hingga pagi di sekitar
STA,” tandasnya. (06/CE-V)
Kontravensi

Ribuan Warga Boyolali Unjuk Rasa Tanggapi


'Tampang Boyolali'
Minggu, 4 November 2018 11:51

TRIBUN JATENG/EKA YULIANTI FAJLIN


Warga Boyolali yang berunjuk rasa membentangkan spanduk dalam demo di jalanan Boyolali
Kota, Jawa Tengah, Minggu (4/11/2018).
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Eka Yulianti Fajlin
TRIBUNJATENG.COM, BOYOLALI - Ribuan warga Boyolali berunjuk rasa sebagai bentuk
kekecewaan atas pidato calon presiden RI, Prabowo Subianto.
Mereka berkumpul dan mengikuti aksi damai di sepanjang jalan Boyolali Kota yang berpusat di
Simpang Siaga dan Balai Balai Mahesa Boyolali, Minggu (4/11/2018) pagi.
Ada yang berkonvoi mengendarai sepeda motor berkeliling kota, ada yang naik truk dan mobil
terbuka.
Beberapa pejalan kaki membawa spanduk bertuliskan ungkapan perasaannya.
Pengunjuk rasa melintas di depan Patung Arjuna Wijaya di pusat Boyolali Kota (TRIBUN
JATENG/EKA YULIANTI FAJLIN)
Seorang warga Karanggede, Sugianto, mengatakan aksi ini sebagai bentuk kekecewaan atas
yang disampaikan oleh Prabowo mengenai "tampang Boyolali".
"Kami tidak ada maksud politik. Kami hanya aksi damai agar masyarakat Indonesia tahu bahwa
warga Boyolali tidak bisa dilecehkan begitu saja," tandasnya kepada Tribunjateng.com.

Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Ribuan Warga Boyolali Unjuk Rasa
Tanggapi 'Tampang Boyolali', http://jateng.tribunnews.com/2018/11/04/ribuan-warga-boyolali-
unjuk-rasa-tanggapi-tampang-boyolali.
Penulis: Eka Yulianti Fajlin
Editor: abduh imanulhaq
Kontravensi

Demo Tolak Kenaikan BBM Hanya


Ditonton Masyarakat
Posted on March 27, 2012 | Leave a comment

Iring-iringan massa menuju Lapangan Merdeka Merdeka Medan saat melintasi Jalan Raden
Saleh, Senin (26/03). Ribuan massa dari berbagai elemen menolak kenaikan harga BBM,
tumpah ruah di lapangan Merdeka Medan. Mereka menggelar aksi memprotes kebijakan
pemerintah yang telah menaikkan harga BBM.(Berita Sore/irma)
MEDAN (Berita): Aksi demo menolak rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM)
oleh sekira 26 elemen masyarakat dan mahasiswa, Senin [26/3] berlangsung damai. Tak ada
bentrok maupun kerusuhan yang dikhawatirkan masyarakat sebelumya, apalagi penangkapan
pendemo oleh polisi seperti terjadi Kamis [22/3] lalu.
Lapangan Merdeka sebagai titik kumpul massa pendemo diperkirakan semula bakal tumpah
ruah, ternyata lengang. Itu karena mereka dalam melakukan aksi berorasi di beberapa lokasi.
Diantaranya, Bundaran Majestik dan Gedung DPRD Sumut. Bahkan objek vital yang
diperkirakan menjadi sasaran tempat unjuk rasa seperti Bandara Polonia, SPBU Petronas, Jalan
Tol Bandar Selamat, hingga pukul 12.50 wib siang tadi masih terlihat lengang.
Pantauan wartawan, sekira tujuh elemen masyarakat dan mahasiswa melancarkan orasinya di
Bundaran Majestik. Beberapa diantara mereka dari Gerakan rakyat dan Mahasiswa Indonesia
(GRMI), berdiri di atas tembok bangunan kolam pancur meneriakkan penolakan kenaikan
BBM.
Tak berapa lama datang serombongan mahasiswa dari BEM Universitas Dharma Agung dengan
membawa ban bekas kemudian membakarnya persis di persimpangan Jalan Guru Patimpus
menuju Jalan Gatot Subroto.
Kendati demikian arus lalu lintas berjalan lancar. Sejumlah petugas kepolisian tampak siaga
berjaga-jaga di sekitar lokasi. Sekira satu jam berorasi di Bundaran Majestik, pendemo
membubarkan diri dengan tertib.
5 Bulan Perang Suku di Papua Tak Kunjung Selesai, 9 Orang
Tewas
Selasa 13 Maret 2018, 14:41 WIB Saiman - detikNews

Timika - Perang kelompok warga di Distrik Kwamki Narama, Timika, Papua, sudah
berlangsung selama lima bulan. Hari ini satu orang warga meninggal setelah terkena panah dan
jasadnya telah dibakar.

Ratusan warga di Distrik Kwamki Narama masih mempersenjatai diri dengan alat perang
tradisional berupa panah, parang, dan senjata tajam tradisional lainnya. Mereka masih saling
serang. Warga Kampung Landu Mekar dan Kampung Pompa Dua menyerang warga Kampung
Mekurima, yang posisinya di antara dua kampung tersebut.
Akibat perang warga di Distrik Kwamki Narama, sembilan warga meninggal dan ratusan warga
mengalami luka-luka.
Aparat kepolisian yang disiagakan dan selalu memblokade perang warga kewalahan lantaran
perang antarwarga berpindah dari lokasi terbuka di kawasan jalan penghubung kampung itu ke
pekarangan dan hutan-hutan.
Perang warga di Distrik Kwamki Narama merupakan dendam-dendam perang antarwarga
sebelumnya. Salah satu tokoh masyarakat Amungme, Yohanis Kibak, meminta pemerintah
menengahi konflik warga Kwamki Narama.
"Pemda Mimika dan Provinsi harus turun ke lapangan. Membantu menengahi permasalahan di
Kwamki Narama, agar perang tidak berkelanjutan," kata Yohanis Kibak, Selasa (13/3/2018).

Perang ini dinilai telah keluar dari perang adat. Sebab, perang kali ini banyak menelan korban di
luar lokasi perang.
"Ini perang sudah bukan perang pakai adat, pembunuhan di luar lokasi perang, warga yang
sedang beraktivitas di luar lokasi perang jadi korban," jelas Yohanis.
Pihaknya berharap aparat lebih tegas menindak dengan hukum positif daripada hukum adat.

"Iya, polisi harus tegas dengan hukum positif, ini kelemahan di Papua. Hukum positif
dinomorduakan. Tangkap pelaku, proses hukum, biar jera," tambah Yohanis.
Hingga saat ini TNI/Polri disiagakan di Kwamki Narama guna menghalau perang warga.

Kwamki Narama terletak di sebelah utara Timika, 3 kilometer dari Kota Timika, yang
penduduknya merupakan 90 persen orang asli Papua dari berbagai suku besar, seperti
Amungme, Dani, dan Damal.
(asp/asp)
Pertentangan

Tank-tank Israel Lancarkan Serangan Artileri ke Pos


Perlawanan di Gaza

Tank-tank pasukan penjajah Zionis yang berkonsentrasi di perbatasan Jalur Gaza, Rabu (5/10),
melancarkan serangan tembakan meriam artileri ke desa Beethanun di utara Jalur Gaza, namun
tidak ada korban jiwa. Serangan ini diklaim dilakukan setelah sebuah roket jatuh di salah satu
permukiman Yahudi dekat Jalur Gaza.
Kantor berita Arab “Quds Press”, mengatakan bahwa pasukan artileri penjajah Zionis pada Rabu
pagi melepaskan tembakan meriam ke pos perlawanan Palestina yang berada di timur desa
Bethanun di utara Jalur Gaza.
Di sisi lain, sumber-sumber Zionis menyebutkan bahwa suasana kepanikan dialami para
pemukim Yahudi setelah sebuah roket jatuh di permukiman Yahudi Sedirot di wilayah utara
Palestina terjajah tahun 1948, yang ditembakkan dari utara Jalur Gaza.
Sumber Zionis menyebutkan, tim ambulan Zionis menangani sejumlah korban di kalangan
pemukim Yahudi setelah jatuhnya sebuah roket di Sedirot. Sumber keamanan Zionis ini
menambahkan, hal ini mendorong penguatan pasukan militer di sekitar permukiman Sedirot
setelah peristiwa tersebut.
Sementara itu surat kabar Zionis Yedeot Aharonot mengatakan bahwa sebuah roket jatuh dekat
rumah kepala desa Sedirot dan dekat sebuah sekolah Israel. (was/melayu.palinfo.com)
BENTUK-BENTUK INTERAKSI SOSIAL
ASOSIATIF DAN DISOSIATIF

Disusun guna memenuhi tugas IPS

Disusun oleh :
1. Nur Aulia M.
2. Nia Franciska A.S.
3. Natasya Avriliani A.
4. Kharissa Kamila
5. Muhammad Ridwan
6. Muhammad Aziz F.
7. Titah Nur Syfa’at

Kelas : VII B

SMP ISLAM AL-HIKMAH MAYONG


TP 2018 / 2019

Anda mungkin juga menyukai