Anda di halaman 1dari 2

Hari ini Jum’at Pahing 25 Januari 2008

Hari ini Jum’at Pahing 25 Januari 2008 ratusan warga masyarakat dusun Paras desaTuri Pinggir Megaluh
berduyun-duyun menuju makam mbah Sandi yang ada di makam dusun Paras. Masing-masing keluarga
membawa jodang atau semacam tandu yang berisi makanan berupa jajan pasar. Mereka warga
masyarakat Paras Turi Pinggir Megaluh menggelar acara nyadran atau bersih desa. Yakni sebuah ritual
yang rutin dilakukan setiap tahun setelah panen Raya yang telah diwariskan oleh almarhum mbah Sandi.
Pada acara Bersih Desa kemarin dihadiri Drs. H. Suyanto MMA Bupati Jombang, Camat Megaluh serta
Perangkat Desa Megaluh,

Menurut keterangan Suwarno,Sekdes desa Turi Pinggir, almarhum mbah Sandi adalah sesepuh yang
mewariskan tradisi nyadran atau bersih desa yang jatuh setiap Jum’at Pahing. Biasanya pada kegiatan
nyadran ini masyarakat melakukan kerja bakti dan bersih desa juga membersihkan makam. Selain itu
juga digelar pementasan wayang kulit pada siang hari dan dilanjutkan kembali pada malam harinya. Pada
acara bersih desa kali ini , wayang kulit dengan dalang Ki Warasanto dari Kedungdoro Tembelang,
menyuguhkan lakon Turunnya Wahyu Mahkotarama. Acara Bersih Desa ini adalah sebagai perwujudan
rasa syukur masyarakat atas panen raya juga memohon doa agar diberikan keselamatan dan
kesejahteraan dari Alloh SWT.

Sebelum masyarakat menikmati jajan pasar yang dibawa dari rumah masing-masing dengan diusung
jodang, terlebih dahulu disampaikan sekilas sejarah dusun Paras dan desa Turi Pinggir. Menurut mbah
Kasmidi sesepuh dusun Paras dalam ceritanya, bahwa pada masa Ronggolawe Tuban dikejar-kejar
pasukan Mojopahit, Ronggolawe melakuan parasan (merias wajah untuk menyamar) maka dusun
tersebut dinamai dusun Paras.

Bupati Jombang Drs. H. Suyanto MMA dalam sambutannya mengatakan bahwa kerukunan, kebersamaan
dan guyub masyarakat dusun Paras sangat luar biasa, “Sepanjang saya berjalan mengikuti panjangnya
jodang yang diusung warga dari jalan poros desa, ini sungguh luar biasa guyubnya, juga kebersamaan
dan kerukunan masyarakat disini”, ujar Suyanto.

Drs. H Suyanto dalam kesempatan tersebut juga berjanji akan memberikan bantuan aspal untuk
pembangunan jalan poros dusun Paras desa Turi Pinggir yang rusak untuk dikerjakan secara swakelola.
Bupati juga meminta kepada warga dusun Paras Turi Pinggir Megaluh untuk menjaga tanaman padinya
agar terhindar dari serangan tikus.(KW)

JOMBANG – Ratusan warga dusun Paras desa Turi Pinggir Kecamatan Megaluh berduyun-duyun menuju
makam desa. Pagi itu mereka menggelar acara bersih desa atau yang biasa disebut nyadran. Uniknya,
dalam ritual itu, warga berbodong-bondong dengan membawa ratusan jodang (tempat makanan terbuat
dari kayu, red). Setiap jodang dipikul oleh dua orang. Bagaimana jalannya ritual?
KESIBUKAN yang tidak seperti biasanya mewarnai dusun Paras pagi itu. Iring-iringan jodang sepanjang 2
Km bergerak perlahan menuju makam desa. Dibelakangnya, ratusan warga baik laki-laki maupun
perempuan dengan telaten mengiringinya.

Sesampainya di makam, irama kendang terdengar rancak mengiringi, gong, bonang, saron dipadu rebab,
seakan saling memacu guna menyambut datangnya iring-iringan tersebut.

Sesaat setelah ratusan jodang itu diturunkan dan kain penutupnya tersingkap nampak aneka macam
panganan didalamnya. Mulai dari krupuk, rengginang, kue, dan sebagainya. Aneka makanan ringan itulah
yang di jadikan sesaji dan akan porak dalam ritual tersebut.

Acara bersih desa yang digelar oleh dusun yang berada di tepi sungai brantas itu merupakan acara rutin
setiap tahun, terutama pada bulan suro. Dengan melakukan ritual itu, warga dusun Paras percaya hasil
panen mereka akan menuai keberhasilan. Bahkan semakin berlimpah.

“Ini merupakan ritual yang digelar setiap tahun. Hal itu sudah menjadi tradisi sejak nenek moyang dulu.
Intinya warga sini berharap selalu diberi limpahan rezeki serta di jauhkan dari segala bala’ dan penyakit,”
tutur Kasmidi (75), sesepuh dusun Paras

Sedangkan makam yang dijadikan tempat ritul adalah makam mbah Sandi. Oleh warga, mbah Sandi
dipercaya sebagai orang yang berjasa mendirikan desa tersebut. Dengan kata lain, makam yang berada
dalam cungkup tersebut merupakan orang yang pertama kali mbabat alas dusun Paras.

Hari semakin siang, warga yang hadir dalam acara ritual semakin berjubel. Mereka berdesakan diantara
areal pemakaman. Didepannya, jodang yang berisi panganan siap untuk disantap. Sebagian besar dari
mereka tidak sabar dan ingin ngalap berkah dari sesajen itu.

Seiring dengan selesainya sesepuh desa membacakan do’a, ratusan warga itu langsung menyatap sesajen
yang sudah tersedia. Sebagaian lagi, ada yang memasukkannya ke dalam tas besar untuk dibawa pulang
dan dinikmati bersama keluarga.

“Selain untuk meminta keselamatan dan minta dilimpahkan rezeki, acara ini juga digunakan sebagai
media untuk merekatkan tali silaturahmi diantara sesama. Maka tidak heran, hingga saat ini warga desa
Paras selalu rukun dan damai,” tambah Kartubi (45) salah satu warga.

Sembari menikamati sesajen, Kartubi menambahkan, acara ritual yang digelar oleh warga dusun Paras
tidak selesai sampai disitu. Malam harinya, warga diberi suguhan hiburan selama dua malam. Yakni,
dengan menggelar pementasan ludruk dan wayang kulit.

Anda mungkin juga menyukai