MODUL PERKULIAHAN
F04210000F
Human Relations
05
Rifky Anan Kurniawan.M.Ikom.MM
Fakultas Ilmu Komunikasi
0 Ilmu Komunikasi
Pendahuluan
Nilai adalah sesuatu yang mempunyai nilai atau penting bagi individu. Nilai juga dapat
diartikan sebagai keyakinan-keyakinan dasar bahwa pola perilaku khusu atau bentuk akhir
keberadaan secara pribadi atau sosial lebih disukai daripada pola perilaku atau bentuk akhir
keberadaan yang berlawanan atau kebaikan.
Nilai umumnya mempengaruhi sikap dan perilaku. Andaikan anda memasuki organisasi
dengan keyakinan bahwa penentuan gaji berdasarkan kinerja adalah benar, sedangkan
penentuan gaji berdasarkan senioritas salah atau lebih rendah.
Tipe nilai yang akan dibahas disini yaitu nilai terminal dan nilai instrumental. Nilai terminal
adalah bentuk akhir keberadaan yang sasaran sangat diinginkan; yang ingin dicapai
seseorang dalam hidupnya. Sedangkan nilai instrumental adalah bentuk-bentuk perilaku atau
upaya-upaya pencapaian nilai-nilai terminal yang lebih disukai oleh orang tertentu.
ersepsi
Stephen P. Robbins menyatakan persepsi adalah proses yang digunakan individu mengelola
dan menafsirkan kesan indera mereka dalam rangka memberikan makna kepada lingkungan
mereka. Meski demikian apa yang dipersepsikan seseorang dapat berbeda dari kenyataan
objektif. Richard M. Hodgetts dalam bukunya Modern human relations at work, menyatakan
bahwa persepsi adalah pandangan realitas seseorang, ini dipengaruhi oleh banyak hal antara
lain nilai-nilai yang disebutkan di atas dan juga dikaitkan dengan keanggotaannya dalam
organisasi.
Misalnya saja, seorang pegawai dalam serikat kerja memandang sebelah mata apa yang
dikatakan oleh manajemen, dan manajemen sulit memahami serikat kerja karena mereka
percaya bahwa serikat buruh tertarik untuk merong-rong perusahaan dari pada untuk
kebaikan dua belah pihak. Cara pandang yang berbeda ini dikarenakan “selective attention”
atau cara pandang yang melihat kelompoknya lebih baik dan benar, dan pandangan
kelompok lain tidak benar dan bias.
Untuk memahami perbedaan persepsi, kita perlu mengetahui realitas sensory dan realitas
normative. Realitas sensory adalah realitas fisik, sedangkan realitas normative adalah realitas
interpretif. Kedua realitas tersebut bekerja secara simultan dalam menafsirkan sesuatu. Apa
yang seseorang lihat adalah realitas yang nyata, apa adanya, kemudian apa yang dilihat
dimaknai berdasarkan pengalaman, pengetahuan dan lain-lain, itu adalah realitas interpretif.
Kemudian ketika kita meneliti perilaku indvidual dan pengaruh persepsi, penting untuk diingat
bahwa manusia melihat apa yang mereka inginkan atau yang sudah terlatih untuk melihat.
Oleh karena itu dalam human relations, manajer harus memahami persepsi realitas pekerja.
Pegawai akan menerima metode-metode manajemen jika hanya mereka mempersepsikan
metode tersebut menyangkut kepentingan terbaik mereka.
Masalah yang dominan dan paling sering dihadapi dalam persepsi adalah “stereotyping”
dimana seseorang menggeneralisasikan ciri atau perilaku seseorang kepada anggota
kelompok tertentu. Manajemen dapat melakukan “stereotype” terhadap pegawai, pegawai pun
dapat melakukan hal yang sama. Manajer percaya bahwa tidak ada satu pun serikat pekerja
yang dapat dipercaya, sementara pekerja percaya bahwa tugas manajemen adalah
mengeksploitasi pekerja. Stereotype kedua belah pihak inilah yang kemudian melahirkan
persepsi yang negatif, sehingga tidak sedikit yang menstimulus permasalahan internal
perusahaan.
Sikap (Attitude)
Stephen P. Robbins menyatakan bahwa sikap adalah pernyataan-pernyataan evaluatif, baik
yang diinginkan atau yang tidak diinginkan, mengenai objek, orang atau peristiwa. Sikap
mencerminkan bagaimana seseorang merasakan sesuatu. Richard M. Hodgetts dalam
bukunya Modern human relations at work, menyatakan bahwa sikap adalah perasaan
seseorang tentang obyek, aktivitas, peristiwa dan orang lain. Perasaan ini biasanya dipelajari
dalam jangka waktu tertentu dan merupakan faktor penting dalam menentukan perilaku
individual.
Sikap tidak sama dengan nilai, namun keduanya saling berhubungan. Anda dapat
mengetahui ini dengan melihat pada tiga komponen sikap: kognitif, afektif, dan perilaku.
Berikut penjelasan terkait tiga komponen tersebut:
Komponen kognitif merupakan satu set nilai-nilai dan kepercayaan yang dimiliki
seseorang terhadap orang lain, objek dan peristiwa. Misalnya; seorang pegawai
berkata “saya tidak suka Bos saya, dia suka mencari-cari kesalahan saya”. Secara
Komponen afektif adalah perasaan emosional yang melekat pada sikap. Emosi ini
terkait dengan orang, objek, dan peristiwa. Ketika kita merasa bahagia, marah atau
kecewa, ini adalah contoh komponen afektif. Komponen kognitif mempengaruhi
komponen afektif. Secara singkat, komponen afektif yaitu segmen emosional atau
perasaan dari sikap.
Dapat disimpulkan bahwa komponen kognitif yaitu kepercayaan yang merupakan alasan
untuk bersikap. Komponen afektif yaitu perasaan emosional yang merupakan akibat dari
kepercayaan tadi, dan komponen perilaku merupakan kecenderungan berlaku secara tertentu
sebagai jawaban dari perasaan tadi.
Personalitas
Personalitas merupakan satu set karakteristik dan kecenderungan yang stabil yang mampu
menggambarkan perilaku. Kekuatan- kekuatan yang mempengaruhi personalitas meliputi:
1. Keturunan
2. Budaya
3.Kelas Sosial
Personalitas juga ditentukan oleh lingkungan komunitas sekitarnya. Kelas sosial ini
mempengaruhi pencitraan diri, persepsi terhadap orang lain, dan asumsi tentang
kewenangan, pekerjaan dan uang.
4.Hubungan Keluarga
Berdasarkan fungsi phisis tersebut di atas, ahli jiwa Jung membedakan manusia menjadi dua
golongan menurut arah perhatiannya. Jika perhatiannya terutama ditunjukan ke luar, yakni ke
sekelilingnya, ini dinamakan type extraverse. Dan orangnya disebut extravert.
2. Golongan kedua ialah orang yang perhatiannya terutama di arahkan ke dalam dirinya
sendiri. Ini disebut tipe intraverse. Dan orangnya dinamakan intravert. Orang yang
bertype ini lebih mementingkan dirinya sendiri daripada kepentingan umum. Dirinya
sendiri menjadi primer, lingkungannya sekunder. Seorang intravert biasanya
pendiam, egoistis, suka merenung, senang mengasingkan diri, tidak bisa bergaul.
Yang penting ialah jika seorang extravert hidup bersama dengan seorang intravert,
maka antara kedua orang tersebut akan terjadi ketegangan psikologis.
Akan tetapi pada kenyataannya perbedaan yang ekstrim itu hanya terdapat pada sebagian
kecil manusia saja, sebab antara kedua golongan itu ada segolongan yang mengantarainya,
yakni type ambiverse. Dan ternyata, bahwa orang-orang ambivert jauh lebih banyak
daripada orang-orang extravert dan intravert.
Extravert Intravert
berperasaan intuitif.
Yang perlu diperhatikan disini yaitu jika orang extravert bertemu dengan introvert, biasanya
diantara keduanya mungkin akan timbul ketegangan atau konflik. Sebagai manusia yang
terdiri dari orang-orang ekstravert, ambivert dan intravert dengan kebiasaan-kebiasaan
berpikir dan berperasaan seperti disebutkan diatas. Itu semua perlu diketahui oleh kita,
khususnya para manajer atau eksekutif. Dengan demikian para pemimpin kelompok
kekaryaan akan dapat memahami, mengapa seorang karyawan mempunyai sipat tabeat
tertentu. Dan ini akan memudahkan memecahkan masalah yang dihadapi para karyawan.
Masalah-masalah yang dihadapi para karyawan, baik di rumah maupun di tempat kerjanya,
akan besar pengaruhnya kepada pelaksanaan tujuan organisasi. Dengan berhasilnya
memecahkan masalah para karyawan, berarti seorang manajer telah sukses melaksanakan
human relations.
Ego State
Ada tiga ego states dalam analisa transaksional: Anak (child), Dewasa (adult) dan orang tua
(parent).
Ego states ini adalah perilaku seperti anak-anak dalam diri tiap orang-orang. Perilaku ini
seperti suka bermain, egois, kreativitas dan lain-lain. Ekspresi wajah yang tampak seperti
senyum lebar dan nakal. Intonasi suara seperti keras, penuh perasaan, riang gembira dan
lain-lain. Dalam kondisi ini kita cenderung spontan, terbuka dan gembira.
Adult ego states berhubungan secara objektif dengan realitas. pemecahan masalah dan
berpikir rasional adalah produk Adult ego states. Kondisi ini terkait dengan pendidikan dan
pengalaman bukan umur. Adult ego states membuat seseorang mengumpulkan dan
mengorganisasikan informasi, memperkirakan akibat-akibat yang mungkin ditimbulkan dan
memuat kesimpulan-kesimpulan dengan kesadaran penuh. Ekspresi wajah yang biasanya
Parent ego states mempunyai karakter orang tua. perilaku ini sering bersifat suportif dan kritis.
Ekspresi wajah yang tampak antara lain tersenyum, mengedipkan mata atau mengangguk,
mengacungkan telunjuk dan lain-lain. Nada suara seperti dukungan, kehangatan, menuduh,
menggurui, dan memarahi. perilaku yang tipikal seperti ini mengajari, protektif, “bossy” dan
mengedepankan moral.
Pemahaman tentang ego states ini perlu diketahui oleh manajer sehingga manajer dapat
bersikap asertif. Aserti adalah kemampuan untuk mengontrol diri dalam berbagai situasi
komunikasi tanpa mengabaikan hak-hak orang lain. Pertanyaan yang penting dan berdasar
untuk menjadi asertif antara lain adalah:
Stroke
Stroke adalah pengenalan dan penghargaan seperti senyuman, tepukan di bahu, atau pujian.
bahkan cibiran dan tamparan dimuka adalah pengenalan lebih baik daripada pengabaian.
stroke adalah penting dan perlu dimana pegawai lebih baik diperingati daripada diabaikan
sepenuhnya. tiap orang butuh stroke. stroke dibutuhkan untuk kesehatan fisik psikologis.
Berikut ini akan dijelaskan beberapa jenis stroke.
Contoh: tepukan di bahu, Contoh: tendangan, Contoh: sikap anda Contoh: manajer melakukan belaian untuk
penghargaan dan senyuman pukulan dan ejekan lebih baik daripada “siapa dia” daripada ” apa yang dia
yang ramah
ketika anda lakukan”
melakukan seperti
yang saya
perintahkan.
Dalam konteks tersebut, dibutuhkan fleksibilitas dalam ego states untuk belaian yang efektif.
Belaian dari Adult adalah efektif dalam belaian yang kondisional ketika fakta mendukung
pekerjaan yang baik yang telah dilakukan. Lebih penting belaian tak bersyarat yang biasanya
dilakukan oleh orang tua yang bijak. Ketika pegawai merasa stress, semuanya berjalan tidak
normal, dia butuh unconditional stroking, dan ini ketika orang tua yang bijak membelai dengan
cara-cara yang layak.
1. I’m OK- You’re OK. Ini adalah posisi yang paling sehat dimana anda dan orang lain
dapat mengatasi masalah dengan konstruktif dan merasa nyaman. Kedua belah pihak
merasa senang dan menang.
3. I’m not OK-You’re OK. Ini adalah posisi seorang yang merasa tidak berharga. Dia
kecewa pada dirinya sendiri dan ingin untuk “menyingkir/menghindar” dari hidup
(menarik diri atau menghindar)
4. I’m not OK-You’re not OK. Seseorang dalam posisi ini tidak mempunyai keinginan
(interes) untuk hidup lebih produktif. Dia tidak mau atau tidak ingin kemana-mana,
yang dapat mengakibatkan penarikan diri yang ekstrem, permusuhan, pembunuhan
atau bunuh diri.
Manajer interaktif berusaha berlaku dari kuadran kemenangan. Manajer interaktif percaya
bahwa bawahannya bertanggung jawab, mandiri dan rajin. Asumsi ini menghasilkan transaksi
Adult-to-adult yang bersifat komplimen antara OK individual, yang mengakibatkan hubungan
menang-menang dengan kepercayaan yang tinggi dan saling menghormati. Dalam transaksi
sehari-hari, life positions dan stroke menjadi bagian yang penting terutama dalam mengatasi
“games (permainan)” yang dilakukan manajer dan pegawai. Permainan ini dapat diartikan
sebagai pola interaksi dan berhubungan diantara keduanya.
Effendy, Onong Uchjana. 2019. Human Relations & Public Relations. Bandung: Mandar
Maju
Erozkan, A. (2013). The Effect of Communiction Skills and Interpersonal Problem Solving
Skills on Social Self-Efficacy. Educational Sciences: Theory & Practice 13. (2). 739-745