Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Puji syukur seraya kami ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat
dan berkat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah
ini guna melengkapi tugas yang dibebankan oleh guru kami. Di samping
itu, kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu penyelesaian makalah ini. Dedikasi ini kami persembahkan
kepada siswa untuk menyelesaikan tugas-tugas.
Makalah ini berisi materi tentang ’Norma hukum dan Aspek-
Aspeknya dalam Negara dengan Kajian Sosiologi' Di mana disini akan
dijabarkan tentang teori-teori yang merujuk pada terbentuknya norma-
norma hukum yang diambil dari norma-norma kebiasaan, agama
kesusilaan, kesopanan dan lainnya. Maksud agar makalah ini mampu
memberikan gambaran tentang norma hukum dalam negara Indonesia.
Dimana kebaradannya sanat dibutuhkan pada zaman yang seba cepat
ini. Kebutuhan yang terus berkembang dengan kompleks membuat
hukum juga harus berkembang sesuai kebutuhan masyarakat. Agar
perkembangan dalam hukum mampu menjadi soslusi utama bagi
mansyarakat dengan kepastian hukum yang ada.
Tujuan pembuatan makalah ini seperti sudah kami sebutkan di
atas adalah untuk menyelesaika tugas Ilmu Perundang - Undangan. Di
samping itu juga dapat bermanfaat untuk para pembaca guna
mendapatkan wawasan dan pengetahuan tentang asal mula
terbentuknya negara.
Dari hati yang terdalam kami mengutarakan permintaan maaf atas
kekurangan makalah ini, karena kami tahu makalah yang kami buat ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami berharap kritikan,
saran, dan masukan yang membangun dari pembaca guna
penyempurnaannya ke depan.
Akhir kata kami ucapkan terimakasih dan semoga makalah ini
bermanfaat sesuai dengan fungsinya.
Amiinn.

i
Oktober 2023,Tasikmalaya

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penulisan 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Norma 3
2.2 Aspek Estimologi dalam Ilmu Hukum 8
2.3 Norma Masyarakat Berubah Menjadi Norma Hukum 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 12
DAFTAR PUTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Banyak masyarakat yang tidak mengerti tentang apa itu norma
hukum. Banyak sekali pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dikalangan
masyarat. Membuat pemerintah selaku yang mengatur negara pun harus
bertindak. Agar kekacauan, kekhawatiran yang diciptakan oleh segelintir
orang membuat terancamnya eksistensi negara yang berkuasa. Dibawah
kekuasaan hukum tunduklah semua warga negara. Agar terciptanya
kedamain dan terwujudnya cita-cita bangsa.
Hukum seringkali dipandang sebelah mata. Banyak diantara kita
yang tidak paham hukum sehingga dengan mudah melanggar dan
menggagu kenyaman publik. Oleh karena itu diperlukan adanya hukum
yang mengikat dan memaksa seluruh warga negara.
Negara seringkali dibuat berfikir bagaimana membuat masyarat
tunduk terhadap hukum. Masalah-masalah sosial yang terjadi mendesak
pemerintah sebagai pengatur negara membuat sebuah landasan hukum
untuk mengatur masyarakat. Dengan adanya landasan atau dasar
penbuatan hukum diharapkan mampu mengembangkan pemikiran-
pemikiran dari hal abstrak bisa tertuang dalam sebuah undang-undang
yang baku.
Dasar norma yang dibuat oleh pemerintah yang bersifat memaksa
dengan tujuan mengatur negara mampu mengatasi masalah-masalah
yang terjadi saat ini. Dengan norma yang dibentuk oleh negara dengan
didasari nilai-nilai yang luhur mampu menciptakan fleksibilitas dalam
penerapannya.
Tidak hanya itu perkembangan dunia yang begitu pesat dan maju
diharapkan masyarakat mampu memahami norma-norma dalam negara
agar dalam setiap permasalahan yang ada mampu menyelesaikan
masalah tersebutdan dapat dicegah sewaktu-waktu sebagai warga
negara yang taat dengan hukum. Tidak mudahnya sentimental sehingga

1
keamanan negara tetap terjaga. Maka dari itu masyarakat tidak hanya
mengetahui norma adat, norma agama, norma moral, tetapi lebih dari itu
kita harus paham norma hukum karena kita tinggal disuatu negara
hukum.
Sikap apatis yang ada dalam masyarakat membuat terhambatnya
norma hukum. Apalagi dalam masalah politik. Tidah paham akan nilai-
nilai dan norma hukum di Indonesia dan kemajemukan bangsa membuat
terhambatnya pembangunan. Di era yang serba cepat dan instan ini.
Penurunan kualitas akhlak dalam diri seseorang yang mampu melakukan
pelanggaran di kehiduapan sosial.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi norma secara etimologi?
2. Apa definisi norma hukum?
3. Apa estimologi dalam ilmu hukum?
4. Apa definisi norma menurut para ahli?
5. Bagaimana norma-norma masyarakat berkembang menjadi hukum
formal?
6. Bagaimana norma sosial ditransformasikan menjadi sebuah produk
hukum dan sifat hukum dalam sosiologi?
7. Apa haerarki norma hukum negara menurut beberapa ahli?

1.3 Tujuan Penulisan


Diharapkan mahasiwa dapat membedakan apa itu norma agama,
norma adat, norma moral dengan norma hukum dan kedudukan norma
hukum di dalam negara. Mengetahui struktural norma hukum. Serta
seberapa penting norma hukum dalam negara. Dan apa pengaruhnya
norma hukum terhadap negara. Bagaimana mahasiswa memahami asal
muasal norma hukum dalam negara hingga menjadi hukum positif.
Menambah ilmu pengetahuan terkait dengan makalah ini.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Norma


Secara etimologi, kata norma berasal dari bahasa Belanda norm,
yang berarti pokok kaidah, patokan, atau pedoman. Dalam Kamus
Hukum Umum, kata norma atau norm diberikan pengertian sebagai
kaidah yang menjadi petunjuk, pedoman bagi seseorang untuk berbuat
atau tidak berbuat, dan bertingkah laku dalam lingkungan
masyarakatnya, misalnya norma kesopanan, norma agama, dan norma
hukum.
Namun ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwas istilah
norma berasal dari bahasa latin"mos" yang merupakan bentuk jamak
dari "mores", artinya kebiasaan, tata, kelakuan, atau adat istiadat.
Pengertian norma menurut KBBI adalah sebagai berikut:
1. Aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok di
masyarakat, dipakai sebgaia panduan, tatan, dan kendalian
tingkah laku yang susuai dan dapat diterima.
2. Aturan, ukuran, atau kaidah yang dapat dipakai sebagai tolak ukur
untuk menilai atau membandingkan sesuatu.

Pengertian Norma Menurut Para Ahli :


1. John J. Macionis

3
Menurut John J. Macionis menyatakan bahwa norma ialah sebuah aturan
-aturan dan harapan-harapan masyarakat yang memandu sebuah
perilaku anggota-anggotanya.
2. E. Ultrecht
Menurut E. Ultrecht menyatakan bahwa norma ialah segala himpunan
sebuah petunjuk hidup yang mengatur berbagai suatu tata tertib dalam
suatu masyarakat atau bangsa yang mana peraturan itu diwajibkan
untuk ditaati oleh setiap masyarakat, jika ada yang melanggar maka
akan ada tindakan dari pemerintah.
3. Robert Mz. Lawang
Menurut robert mz. Lawang norma ialah suatu gambaran yang mengenai
apa yang diinginkan baik dan pantas sehingga menjadi sejumlah
anggapan yang baik dan perlu dihargai seharusnya.
4. Ridwan Hamil
Menyatakan bahwa norma ialah segala peraturan baik tertulis ataupun
tidak tertulis yang pada intinya merupakan suatu peraturan yang
berlaku sebagai suatu acuan atau pedoman yang harus dipatuhi oleh
setiap individu dalam masyarakat.
5. Robert P. Lamm
Menurutnya bahwa norma adalah suatu strandar dari sebuah perilaku
lurus yang dipelihara oleh setiap masyarakat.
6. Soerjono Soekanto
Menurut soerjono soekanto menyatakan bahwa norma ialah suatu
perangkat agar hubungan antar masyarakat bisa terjalin dengan baik.
7. Hans Kelsen
Menurut hans kelsen menyatakan bahwa norma ialah suatu perintah
yang tidak personal dan anonim.

Pengertian Norma Hukum


Ketegangan yang timbul dari masyarakat membuat negara mau tidak
mau harus membuat sebuah hukum yang mengikat untuk seluruh warga
negara. Ketegangan ini yang seolah harus diafirmasi legitimasi hukum

4
sebagaimana dipahami oleh semua masyarakat modern sekarang ini
yakni hukum tidak hanya bersandar pada kesadaran kolektif masyarakat
secara spontan mengenai bagaimana mereka harus berperilaku,
melainkan harus dikodifikasi dalam satu sistem yang rasional, jelas, dan
spesifik. Oleh karena itu maka penciptaan hukum dalam pengertian
tersebut merupakan sebuah imperatif sosial walaupun diharapkan
mereflesikan norma dan nilai suatu masyarakat di satu sisi, namun
kebutuhan-kebutuhan baru yang lahir dari proses sosial antara
berbagai kepentingan dimana nilai dan norma pada sisi lain tidak dapat
dinegasi urgensi.
Ada tiga elemen yang termuat dalam setiap norma antara lain :
1. Nilai (value)
Pada dasarnya bersifat abstrak tentang ide-ide yang relatif
disukai, disenangi, dan dicapai oleh masyarakat. Karena itu nilai
memuat ide-ide penting bagi masyarakat untuk kehidupannya.

2. Penghargaan (Reward)
Sanksi yang positif untuk semua perilaku yang sudah sesuai
norma yang dianggap benar oleh masyarakat.
3. Hukuman (Punishement)
Hukuman karena telah dai-nilai yang berlaku di anggap melanggar
nilai-nilai yang dianut masyarakat.
Sebagai contoh:
Norms Sancttions (Persetujuan)
Positif Negatif
Formal Salary Bonus (bonus Demotion (penurunan
gaji) pangkat)
Testimonial Dinner Firing from a job
(Rasa bahagia makan (pemecatan kerja)
malam)
Medal (medali) Jail Sentence (hukuman

5
penjara)
Informal Smile Frown (cemberut)
Compliment (pujian) Humiliation
(penghinaan)
Cheers Belliting (meremehkan)
(menyemangati)

Norma dibagi menjadi dua sifat :


1. Norma formal
Norma yang pada umumnya ditulis secara spesifik yang memuat
jenis-jenis hukuman yang harsu diberikan kepada seseorang yang
perilakunya tida sesuai dengan norma yang dianut masyarakat.
2. Norma informal
Tidak memuat sanksi-sanksi secara resmi ata spesifik namun
masyarakat memiliki standar-standar yang telah mereka yakini
sebagai hukuman yang pantas bagi si pelanggar norma tersebut.

Dalam doktrin ilmu hukum, pedoman dalam menyusun peraturan


perundang-undangan pernah disampaikan oleh I.C. Van Der Vlies dan A.
Hamid S. Attamimi. Menurut I.C. Van Der Vlies membaginya menjadi 2
(dua) klasifikasi, yaitu asas-asas yang formal dan asas-asas yang
material. Asas-asas yang formal meliputi:
1. Asas tujuan yang jelas (beginsel van duideleijke doelstelling);
2. Asas organ/lembaga yang tepat (beginsel van het juiste orgaan);
3. Asas perlunya pengaturan (het noodzakelijkheids beginsel);
4. Asas dapatnya dilaksanakan (het beginsel van uitvoerbaarheid);
5. Asas konsensus (het beginsel van consensus).
Perbedaannya norma hukum dengan norma lainya adalah (Farida, 2007,
hal. 25):
1. Suatu norma hukum itu bersifat “Heteronom” dalam arti bahwa
norma hukum itu datang dari luar diri seseorang. Sedangkan norma
lainnya bersifat otonom, dalam arti norma itu berasal dari diri

6
seseorang.
2. Suatu norma hukum itu dapat dilekati dengan sanksi pidana maupun
sanksi pemaksa secara fisik, sedangkan norma yang lain tidak dapat
dilekati dengan sanksi pidana atau sanksi pemaksa secara fisik.
3. Dalam norma hukum sanksi pidana atau sanksi pemaksa itu
dilaksanakan oleh aparat negara (misalnya polisi, jaksa, hakim),
sedangkan terhadap pelanggaran norma-norma lainnya sanksi itu
datangnya dari diri sendiri.
Sedangkan persamaannya adalah bahwa norma-norma itu
merupakan pedoman bagaiman seseorang harus bertindak,dan selain itu
norma-norma itu berlaku, bersumber dan berdasar pada suatu norma
yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi ini berlaku, bersumber dan
berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai
pada suatu norma dasar yang disebut dengan Grundnorm. Norma-norma
hukum dan norma-norma lainnya itu berjenjang dan berlapis-lapis,
serta membentuk suatu hierarki.
Dilihat dari segi tujuannya maka norma hukum bertujuan kepada
cita kedaiman hidup antar pribadi, keadaan damai terkait dimensi
lahiriah dan batiniah yang menghasilkan keseimbangan anatara
ketertiban dan ketentraman. Tujuan kedamaian hidup bersama
dimaksud dikaitkan pula dalam perwujudan kepastian, keadilan dan
kebergunaan. Dari segi isi norma hukum dapat dibagi menjadi tiga,
pertama, norma hukum yang berisi perintah yang mau tidak mau harus
dijalankan atau ditaati. Kedua, norma hukum yang berisi larangan, dan
ketiga, norma hukum berisi perkenaan yang hanya mengikat sepanjang
para pihak yang bersangkutan tidak menentukan lain dalam perjanjian.
Sifat Norma Hukum
Menurut Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, norma
hukum memiliki sifat antara lain (Purbacaraka & Soekanto, 1982, hal.
49):
a. Imperatif, yaitu perintah yang secara apriori harus ditaati baik
berupa suruhan maupun larangan;

7
b. Fakultatif, yaitu tidak secara apriori mengikat atau wajib dipatuhi.
Sifat imperatif dalam norma hukum biasa disebut dengan memaksan
(dwingenrecht ), sedangkan yang bersifat fakultatif dibedakan antara
norma hukum mengatur (regelendrecht ) dan norma hukum yang
menambah (aanvullendrecht ). Terkadang terdapat pula norma hukum
yang bersifat campuran atau yang sekaligus memaksa dan mengatur.
Norma hukum dapat pula dibedakan antara yang bersifat umum dan
abstrak dan yang bersifat konkret dan individual. Norma hukum bersifat
abstrak karena ditujukan kepada semua subjek yang terkait tanpa
menunjuk atau mengaitkan dengan subjek konkret, pihak dan individu
tertentu. Sedangkan norma hukum yang konkret dan individual
ditujukan kepada orang tertenu, pihak atau subjek-subjek hukum
tertentu atau peristiwa dan keadaan-keadaan tertentu (Asshiddiqie,
2011, hal. 4). Maria Farida mengemukakan ada beberapa kategori norma
hukum dengan melihat bentuk dan sifatnya, yaitu:
a. Norma hukum umum dan norma hukum individual. Norma hukum
umum adalah suatu norma hukum yang ditujukan untuk orang
banyak (addressatnya) umum dan tidak tertentu. Sedangkan norma
hukum individual adalah norma hukum yang ditujukan pada
seseorang, beberapa orang atau banyak orang yang telah tertentu.
b. Norma hukum abstrak dan norma hukum konkret.
c. Norma hukum abstrak adalah suatu norma hukum yang melihat pada
perbuatan seseorang yang tidak ada batasnya dalam arti tidak
konkret. Sedangkan norma hukum konkret adalah suatu norma
hukum yang melihat perbuatan seseorang itu secara lebih nyata
(konkret).
d. Norma hukum yang terus-menerus dan norma hukum yang sekali-
selesai. Norma hukum yang berlaku terus menerus (dauerhaftig)
adalah norma hukum yang berlakunya tidak dibatasi oleh waktu, jadi
dapat berlaku kapan saja secara terus menerus, sampai peraturan
itu dicabut atau diganti dengan peraturan yang baru. Sedangkan
norma hukum yang berlaku sekali-selesai (einmalig) adalah norma

8
hukum yang berlakunya hanya satu kali saja dan setelah itu selesai,
jadi sifatnya hanya menetapkan saja sehingga dengan adanya
penetapan itu norma hukum tersebut selesai.
Norma hukum tunggal dan norma hukum berpasangan. Norma hukum
tunggal adalah norma hukum yang berdiri sendiri dan tidak diikuti oleh
suatu norma hukum lainnya jadi isinya hanya merupakan suatu suruhan
tentang bagaimana seseorang hendaknya bertindak atau bertingkah
laku. Sedangkan norma hukum berpasangan terbagi menjadi dua yaitu
norma hukum primer yang berisi aturan/patokan bagaimana cara
seseorang harus berperilaku di dalam masyarakat dan norma hukum
sekunder yang berisi tata cara penanggulangannya apabila norma
hukum primer tidak dipenuhi atau tidak

2.2 Aspek Epistemologi dalam Ilmu hukum


Hukum sebagai gejala sosial yang menampakkan aspek, fase, ciri,
dimensi ruang dan waktu, serta tataran analisi yang majemuk
merupakan objek studi dengan melakukan kegiatan ilmiah dari berbagai
sudut pandnag dan pendekatan. Misalnya telaah tentang hukum dengan
melihat bagaimana hukum tersebut tampak dalam sikap dan perilaku
warga masyarakat dalam aktivitas berlalu lintas dan angkutan jalan,
artinya studi tersebut terarah pada kajian ilmiah dengan objek telaah
hukum dari sudut pandang dan pendekatan sosiologis.
Kegiatan ilmiah di bidang hukum yang dilakukan dengan
menggunakan berbagai sudut pandang dan pendekatan tersebut
selanjutnya melahirkan berbagai disiplin ilmiah yang mandiri yang
masing-masing objek telaahnya hukum. Disiplin ilmiah yang dimaksud
ialah kegiatan intelektual untuk secara rasional memperoleh
pengetahuan dalam bidang hukum secara sistematis dan terikat pada
prosedur (metode) tertentu. Dengan demikian terdapat beberapa
disiplin hukum yang masing-masing dari surut pandang tertentu
berusaha memperoleh pemahaman teoritis atau penguasaan intelektual
terhadap atau berkenaan dengan hukum. Misalnya penelaahan terhadap

9
hukum yang dilakukan berdasarkan pada sudut pandnag dan
pendekatan serta metode dan pengertian-pengertian yang khas
digunakan dalam sosiologi sebagai disiplin induknya, yang melakirkan
sosiologi hukum sebagai disiplin ilmiah mandiri.
Keseluruhan disiplin ilmiah tersebut dapat disebut dalam satu
istilah, yaitu disiplin ilmiah tentang hukum (science concerned with law),
ilmu hukum (jurisprudence) atau pengembanan hukum teoritikal
(theorotische rechtsbeoefening). Sekali lagi sitilah-istilah tersebut
semuannya menunjukkan pada kegiatan akal budi untuk secara ilmiah
(rasional-sistematikal-metodikal, terargumentasi dan terud menerus)
berupaya memperole pengetahuan tentang hukum dan penguasaan
intelektual atas hukum.
Ilmu hukum mempunyai tujuan memberikan suatu pengetahuan
dan kemampuan penguasaan intelektual tentang hukum baik terhadap
pembentukan undang-undang, terhadap hakim maupun para ilmuan
hukum. Pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan hukum yang
dimiliki dalam mempersiapkan pengambilan putusan hukum konkrit
yang akan dibuatnya, yakni menetapkan hak dan kewajiban orang dalam
situasi kemasyarakatan konkrit tertentu berdasarkan kaidah hukum
yang tercantum dalam suatu aturan hukum, yang kepatuhannya tidak
diserahkan kehendak bebas orang yang bersangkutan, melainkan dapat
dipaksakan oleh otoritas publik. Dengan demikian ilmu hukum memiliki
prestasi untuk memberikan solusi atau penyelesaian hukum konkrit,
artinya memberikan jawaban atas pertanyaan apa hukumnya yang
berlaku bagi kenyataan-kenyataan kemasyarakatan tertentu yang
menimbulkan masalah hukum.
Tujuan ilmu pengetahuan hukum termasuk ilmu hukum positif
adalah untuk memahami dan mengusai pengetahuan tentang kaidah dan
asas-asas untuk kemudian dapat mengambil keputusan berdasarkan
hal tersebut.

2.3 Norma Masyarakat Berubah Menjadi Norma Hukum

10
Hukum merupakan salah satu kategori dari norma sosial yang
secara formal digunakan oleh pemerintah untuk mengatur perilaku
warga negar. Karena hukum merupakan salah satu dari norma, maka
hukum sebenarnya merefleksikan norma yang ada dalam masyarakat.
Norma Masyarakat Berubah Menjadi Norma Formal
Untuk mengetahui hal ini penulis menggunakan tiga pendekatan yaitu :
1. Sosial Injury
Hukum pada dasarnya dibentuk untuk melindungi seorang
manusia dalam masyarakat. Hukum dibuat sebagai bentuk usaha
dari pemerintah intuk mengurangi atau mencegah perilaku dari
seseorang atau kelompok tertentu yang membahayakan kemanan
negara dan kesejahteraan publik. Dalam hal ini sisi
kelemahannnya kriteria baku dari yang membahayakan negara itu
seperti apa.
2. The Consensus Model
Didasari atas kepercayaan bahwa norma-norma hukum
disebabkan karena norma-norma pada umumnya
memanisfestasikan persetujuan bersama tentang perilaku wajar
dalam bersosial. Hukum disini dijadikan ukuran bagaimana nilai-
nilai dalam suatu masyarakat tumbuh dan berkembang sesuai
kepercayaan yang mereka anut. Model ini pun ada kelemahannya.
Belum tentu apa yang ada di dalam undnag-undang itu mampu
fungsional dengan semua orang dan golongan yang majemuk. Dan
menurut Micahel Mann (Giddens, et al.1987:410 s.d 411) walaupun
sudah dilegitimasi norma-norma yang berkembang dalam
masyarakat masih belum dapat diyakini apakah bisa mengatur
kehidupan masyarakat secara pasti. Dan setiap undang-undang
yang sah pasti akan menemukan konflik sebagai percobaan
apakah undang-undang tersebut dapat berjalan sesuai harapan
masyarakat atau tidak. Dari adanya konflik yang akan timbul
disitulah bagian mana yang harus diperbaiki dari sebuah hukum.
Maka dari itu huku harusnnya bersifat terbuka. Dan tidak

11
terpakau oleh aturan hukum yang baku. Karena hukum berubah
sesuai kebutuhan.
3. Pendekatan Konflik
Pendekatan ini berakar dari Karya Karl Marx. Menurut Marx
ekonomi merupakan basis dari keteraturan sosial sosial. Dalam
konteks ini Marx menemukan bahwa tidak semua orang atau
golongan memiliki akses yang sama untuk mengontrol ekonomi.
Berdasarkan tesis ini Marx membidani teori kelas. Masyarakat
pada dasarnya terdiri dari kelas borjuis dan preletar. Kelas borjuis
memiliki capital sedangkan kelas proletar yang memiliki tenaga
kerja untuk bekerja. Bahkan menurut Marx, tenaga yang dimiliki
pleh kaum proletar juga dianggap sebagai barang komuditi yang
nilainnya ditentukan oleh kaum borjuis. Kelas borjuis memiliki
akses pada politik, pembuatan hukum, menentukan ideologi dan
lain sebagainnya.
4. Hess, dkk menambahkan satu model lain lagi yakni teori konflik
budaya yang merupakan variasi dari model konflik diatas. Menurut
model ini nilai dan norma dalam masyarakat tidak dapat direduksi
ke dalam perbedaan kelas ekonomi antara kelompok masyarakat.
Model konflik budaya memandang bahwa di dalam masyarakat
bersifat heterogen, maka kompetisi sosial tidak dapat dihindari.
Dalam kondisi ini seperti ini hukum diperlukan untuk mengontrol
heterogenitas itu.

Hans Nawiasky, salah seorang murid Hans Kelse


mengembang teori gurunya tentang teori jenjang norma dalam
kaitannya dengan suatu negara. Hans Nawiasky dalam bukunnya
yang berjudul 'allgemeine rechtslehre' mengemukakan bahwa
sesuai dengan teori Hans Kelse, maka suatu norma hukum dari
negara manapun selalu berlapis lapis dan berjenjang-jenjang.
Norma yang dibawah berlaku, bersumber dan berdasarkan padan
norma yang lebih tinggi lagi, sampai pada suatu norma yang tinggi

12
yang disebut norma dasar.
Hans Nawiasky juga berpendapat bahwa selain norma itu
berlapis, pengelompokan norma hukum dalam sutu negara
setidaknya terdiri dari empat kelompok
Kelompok I : staats fundamentalnorm (norma fundamental
negara)
Kelompok II : staatsgrundgestz (aturan dasar
negara/aturan pokok negara)
Kelompok III : formel gesetz (undang-undang formal)
Kelompok IV : verordnung & autonome stazung (aturan
pelaksana dan aturan otonom)

Dalam teks hukum negara ketika membentuk peraturan perundang-


undangan harus dilakukan berdasarkan asas pembentukan peraturan
perundang-undangan yang baik meliputi:
a. kejelasan tujuan;
b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
d. dapat dilaksanakan;
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f. kejelasan rumusan; dan keterbukaan.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Norma hukum berasal dari norma-norma yang ada di masyarakat.
Norma hukum bersifat memaksa bagi seluruh lapisan masyarakat, tidak
mengenal perbedaan golongan. Negara perlu adanya hukum yang
mengikat dan pasti karena pada hakikatnya semua manusia butuh
kepastian dalam menajlankan kehidupannya. Untuk itu dibuatlah hukum
berdasarkan kesepakatan bersama. Hukum seharusnya bersikap flesibel

13
agar konflik-konflik yang terjadi dapat diminimalisr keberadaanya.
Sehingga keamanan negara dapat bertahan dan cita-cita bangsa dapat
terwujud.
Norma hukum diambil berbagai macam pendekatan. Maka dari itu
hukum tidaklah bersifat absolut agar hukum dapat berkembang sesuai
zaman. Keputusan hakim dan pembuatan undang-undang selayaknya di
dasari atas banyaknya pertimbangan. Sehingga hukum dapat ditaati
bersama oelh seluruh warga negara.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.gurupendidikan.co.id/21-pengertian-norma-menurut-para-
ahli-terlengkap
https://www.researchgate.net/publication/312461541_ARTI_PENTING_NI
LAI-NILAI_DAN_NORMA_HUKUM_DALAM_BERPOLITIK_PRAKTIS

14
Asshiddiqie, Jimly, Model-Model Pengujian Konstitusional Di
Berbagai Negara, Sinar Grafika, Jakarta, 2010.

Asshiddiqie, Jimly & M. Ali Safaat, Teori Hans Kelsen Tentang


Hukum, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI,
Jakarta, 2006.

Chaidir, Ellydar & Sudi Fahmi, Hukum Perbandingan Konstitusi,


Total Media, Yogyakarta, 2010, halaman 73-74.

Soemantri, Sri Soemantri, Hak Uji Material Di Indonesia, Alumni,


Bandung, 1997.
Soeprapto, Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan : Jenis,
Fungsi, dan Materi Muatan, Kanisius, Yogyakarta, 2010.

Soeprapto, Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan Proses


dan Teknik Pembentukannya, Kanisius, Yogyakarta, 2007.

Soekanto, Soerjono & Purnadi Purbacaraka, Perihal Kaidah Hukum,


PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 1993.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan


Peraturan Perundang-Undangan.

15

Anda mungkin juga menyukai