Anda di halaman 1dari 12

HALAMAN SAMPUL

MAKALAH

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA (KAB)

Disusun Oleh:
1. Arnoldus Anggor (Mencari materi, pengisi suara, edit video)
2. Muhammad Gilang (Mencari materi, pengisi suara, bikin ppt)
3. Thelya Pinkan (Mencari materi, pengisi suara, bikin makalah)
4. Oktaviani Dewi (Mencari materi, pengisi suara, bikin makalah)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS DIAN NUSANTARA
2023

1
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Tujuan Penulisan Makalah 2

BAB II PEMBAHASAN 3

2.1 Variabel Pembentuk Komunikasi Antar Budaya (KAB) 3

2.2 Faktor-Faktor Pengaruh Komunikasi Antar Budaya (KAB) 3

2.3 Faktor Pembentuk Keterampilan Komunikasi Antar Budaya (KAB) 6

2.4 Contoh Kasus dalam Komunikasi Antar Budaya 6

BAB III PENUTUP 8

3.1 Kesimpulan 8

3.2 Saran dan Rekomendasi 8

DAFTAR PUSTAKA 9

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Komunikasi merupakan proses kegiatan pengoperan/penyampaian
warta/berita/informasi yang mengandung arti dari satu pihak (seseorang atau tempat)
kepada pihak (seseorang atau tempat) lain dalam usaha mendapatkan saling
pengertian (Wursanto, 2001). Berdasarkan pengertian tersebut, dapat digarisbawahi
bahwa karakteristik dari komunikasi yakni kedua pihak saling paham terkait pesan
yang disampaikan dalam komunikasi. Liliweri (2003) juga mengungkapkan beberapa
makna terkait dengan komunikasi antar budaya, diantaranya sebagai berikut:
1. Komunikasi antarbudaya ialah pernyataan diri antar pribadi yang paling efektif
antara dua orang atau lebih yang saling berbeda latar belakang budaya
2. Komunikasi antarbudaya ialah pertukaran pesan-pesan yang disampaikan secara

2
lisan, tertulis, bahkan secara imajiner antara dua orang yang berbeda latar
belakang budaya
3. Komunikasi antarbudaya merupakan pembagian pesan-pesan yang berupa
informasi atau hiburan yang ditujukan secara lisan atau tertulis atau metode
lainnya yang dilakukan antara dua orang atau lebih yang berbeda latar belakang
budayanya
4. Komunikasi antarbudaya adalah setiap proses pembagian informasi, gagasan atau
perasaan di antara merka yang berbeda latar belakang budayanya. Proses
pembagian informasi itu dilakukan secara lisan dan 10 tertulis, juga melalui
bahasa tubuh, gaya atau tampilan pribadi, atau bantuan hal lain di sekitarnya yang
memperjelas pesan
5. Komunikasi antarbudaya adalah pengalihan informasi dari seorang yang
berkebudayaan tertentu kepada seorang yang berkebudayaan lain
6. Komunikasi antarbudaya adalah pertukaran makna yang berbentuk symbol yang
dilakukan dua orang yang berbeda latar belakang budayanya.
Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang saling menguntungkan baik
pihak pengirim maupun penerima, menguntungkan dalam artian sama-sama berbagi
makna dan memahami makna secara bersama sehingga komunikasi menjadi lebih
efektif.
Setiap orang yang berkomunikasi secara verbal, maka penggunaan bahasa
penting dalam penyampaian komunikasi tersebut. Bahasa merupakan refresentasi
dari budaya, karena setiap pesan yang terangkai lewat kata-kata tidak terlepas dari
identitas budaya yang dimiliki seseorang (Suryani, 2013). Bahkan Edward (dalam
Mulyana dan Rakhmat, 2005) sendiri menyebutkan bahwa “Culture is
communication and communication is culture” sehingga terjadi hubungan atau
keterkaitan yang tidak terpisahkan antara komunikasi dengan budaya masing-masing
individu.
Fenomena komunikasi antar budaya muncul sebagai akibat dari adanya
kemajuan teknologi dan kebudayaan dari tahun ke tahun. Kemajuan teknologi
mampu mengubah cara berkomunikasi dari tradisional menjadi modern, dari
konvensional menjadi digitalisasi, dari yang awalnya hanya terbatas pada satu
budaya kini komunikasi dapat dilakukan antar budaya bahkan di dengan jarak yang
jauh sekalipun. Terlepas dari kemudahannya, komunikasi antar budaya dapat
menimbulkan konflik. Adanya komunikasi antar budaya maknanya terjadi pertukaran
budaya antar pihak yang berkomunikasi tersebut yang tentu saja masing-masing
belum tentu memahami budaya satu sama lain. Suryani (2013) mengungkapkan
bahwa cara meredam pertukaran budaya dalam berkomunikasi dapat dilakukan
dengan meningkatkan kesadaran bahwa setiap orang harus bisa memahami budaya
orang lain yang berbeda budaya dengan dirinya.
Komunikasi antar budaya nyata mampu menambah perbendaharaan kata yang
digunakan dalam komunikasi serta memperluas wawasan ilmu pengetahuan. Setiap
budaya memiliki ciri khas masing-masing yang tidak dapat diimitasi oleh budaya
lainnya. Pada saat komunikasi berlangsung, tidak menutup kemungkinan bahwa akan
akan terjadi pertukaran budaya yang membuat setiap individu yang terlibat dalam
komunikasi tersebut terbiasa dengan penggunaan bahasa dalam budaya lain pada saat

3
melakukan komunikasi. Artinya, komunikasi dapat dipahami juga sebagai hasil dari
suatu proses pertukaran bahasa dan budaya.
Komunikasi di era modern merupakan tantangan bagi setiap individu untuk
dapat survive di era yang semakin canggih dengan berbagai teknologi mutakhir. Era
modern ini menitikberatkan pada penggunaan teknologi sebagai bagian dari manusia
untuk menjalani kehidupan. Komunikasi antar budaya di era ini sering terjadi dengan
bantuan teknologi. Misalnya seseorang yang ingin melakukan pertukaran informasi
dengan kerabatnya yang beda negara sekalipun dapat dilakukan dengan cepat dan
efektif. Teknologi mampu mempermudah proses pertukaran bahasa dalam
komunikasi antar budaya, seperti kita dapat menggunakan fitur translate bahasa
ketika misal kita tidak paham dengan bahasa yang digunakan oleh lawan bicara
sehingga kita dapat mengirimkan feedback sesegera mungkin dengan jawaban yang
dimengerti oleh lawan bicara.
Kemajuan teknologi mampu mempengaruhi proses komunikasi antar budaya di
era modern seperti saat ini. Selain teknologi masih banyak faktor-faktor yang
mempengaruhi komunikasi antar budaya serta bagaimana faktor-faktor tersebut
berdampak pada penciptaan komunikasi yang efektif dan efisien di tengah kehidupan
yang semakin modern ini. Oleh karena itu, penulis menyusun makalah terkait dengan
faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi antar budaya. Desain penyusunan
makalah ini dilakukan dengan pendekatan analisis kualitatif deskripsif. Model
analisis data dilakukan melalui kajian literatur (literature review) pada beberapa
sumber ilmiah yang kredibel.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa saja variabel dalam komunikasi antar budaya (KAB)?
2. Apa saja faktor-faktor yang berpengaruh terhadap komunikasi antar budaya?
3. Apa saja faktor pembentuk keterampilan berkomunikasi antar budaya?

1.3 Tujuan Penulisan Makalah


Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis variabel dalam komunikasi antar budaya (KAB)
2. Untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap komunikasi antar budaya
3. Untuk menganalisis faktor pembentuk keterampilan berkomunikasi antar budaya

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Variabel Pembentuk Komunikasi Antar Budaya (KAB)


Variabel pembentuk komunikasi antar budaya terdiri atas unsur-unsur yang
terdapat pada komunikasi itu sendiri. Perbedaan antara variabel komunikasi biaya
dengan komunikasi antar budaya terletak pada gaya pesan yang disampaikan
memiliki perbedaan budaya. Berikut ini variabel pembentuk komunikasi antar
budaya:
1. Variabel Sumber/Komunikator
Komunikator merupakan pihak pertama yang mendorong terjadinya
komunikasi atau merupakan pihak yang mengambil inisiatif mendorong
terjadinya proses komunikasi.

2. Variabel Pesan
Pesan merupakan sesuatu yang berupa pengetahuan, gagasan, pendapat,
informasi, atau instruksi yang disampaikan komunikator kepada orang lain,
atau dari satu lembaga kepada lembaga lain, dari satu orang kepada lembaga
lain.

3. Variabel Penerima/Komunikan
Komunikan merupakan pihak yang menerima pesan dari komunikator dan
kemudian akan memberikan feedback dari pesan yang telah tersampaikan.

4. Variabel Saluran
Saluran merupakan media yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari
komunikator kepada komunikan.

Perbedaan budaya antara pihak komunikator dan komunikan menimbulkan


pesan yang disampaikan menjadi lebih rumit dan sulit dipahami oleh kedua pihak.
Oleh karena itu, cara untuk mengatasi hal tersebut dengan belajar memahami
realitas budaya yang berpengaruh dan berperan dalam komunikasi agar makna
pesan dapat sampai dengan baik.

2.2 Faktor-Faktor Pengaruh Komunikasi Antar Budaya (KAB)


Dalam proses komunikasi antar budaya menurut Ruben (dalam Liliweri, 2003:
265-271) ada dua faktor yang paling berpengaruh terhadap komunikasi antar
budaya yakni sebagai berikut:
1. Variabel Kognitif
Variabel kognitif menitikfokuskan pada efektivitas dalam berkomunikasi
antar budaya. Pemahaman terhadap variabel kognitif yang dipakai untuk
menerangkan komunikasi antar budaya yang efektif terdapat beberapa
indikator diantaranya:
a. Perilaku yang berorientasi pada kerja

5
b. Perilaku yang berorientasi pada diri sendiri
c. Etnosentrisme
d. Toleransi terhadap situasi yang ambigu
e. Empati
f. Keterbukaaan
g. Kompleksitas kognitif
h. Hubungan antar pribadi
i. Kontrol personal
j. Inovatif
k. Harga diri
l. Perilaku yang menunjukkan tingginya daya serah informasi

2. Variabel Gaya Pribadi


Dalam variabel ini disebutkan bahwa adanya komunikasi antar budaya
dapat dipengaruhi oleh perilaku-perilaku yang berdasarkan gaya pribadi
masing-masing individu. Perilaku tersebut biasa disebut dengan self oriented
atau fokus dengan diri sendiri. Adanya komunikasi antar budaya yang terlalu
condong ke arah self oriented dapat mengakibatkan penurunan tingkat
efektivitas bahkan dapat menjadi suatu komunikasi yang disfungsional atau
tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Beberapa bentuk gaya pribadi dalam
komunikasi antar budaya yakni sebagai berikut:

a. Toleransi, Sikap Mendua dan Keluwesan


Sikap mendua timbul sebagai akibat dari adanya proses komunikasi
antar budaya dimana individu kurang mampu bereaksi atau memahami
situasi baru. Situasi tersebut menyebabkan individu tidak mampu
menyesuaiakan antara situasi yang ada dengan kemampuan dari dirinya
sendiri. Salah satu cara untuk menghadap situasi sikap mendua yakni
dengan melakukan toleransi terhadap situasi yang ada agar individu dapat
menerima adanya ketidakpahaman informasi tersebut.
Contoh dari bentuk gaya ini yakni ketika ada teman kita yang sedang
beribadah dengan keyakinannya yang berbeda dengan kita, mungkin kita
tidak paham dengan apa yang sedang dia ucapkan dalam berdoa tersebut.
Namun upaya yang dapat kita lakukan sebagai bentuk toleransi yakni
dengan membiarkan teman kita tersebut berdoa sesuai keyakinannya serta
sebagai bentuk tolerenasi serta kita tidak mengganggu proses berdoanya
karena doa merupakan suatu hal yang sakral dan harus dilakukan secara
serius dan tenang. Hal tersebut juga termasuk dari sikap keluwesan kita
terhadap toleransi dalam beragama.

b. Empati
Empati merupakan bentuk kegiatan menyadari, memahami dan
menghargai perasaan dan pikiran orang lain sebagaimana orang tersebut
merasadan dan memikirkannya. Dalam menciptakan efektivitas dalam
komunikasi antarbudaya, maka empati dimaksudkan agar seseorang

6
mengerti dan memahami orang lain dari kerangka pikirnya (gagasan
komunikasinya), perasaan, dan perbuatannya.
Contoh penerapan empati yakni seorang komunikan atau pihak yang
menerima pesan menyimak isi komunikasi yang disampaikan oleh
komunikator lalu memberikan feedback yang menunjukkan rasa
empatinya kepada pihak komunikator.

c. Keterbukaan
Keterbukaan pribadi dan keluwesan pribadi merupakan faktor yang
penting untuk menciptakan relasi antarpribadi. Dengan keterbukaan diri
membuka kesempatan untuk sama-sama mengetahui informasi tentang diri
sendiri maupun lawan bicara.
Contoh penerapan keterbukaan yakni ketika melakukan komunikasi
antar budaya, pihak komunikator menyampaikan pesan dengan
sejujur-jujurnya tanpa ada hal-hal yang disembunyikan sehingga pihak
komunikan mampu memahami pesan dengan konteks yang beda budaya
tersebut secara nyata dan utuh.

d. Kontrol Pribadi
Efektivitas komunikasi antarbudaya juga sangat bergantung pada
sejauh mana seseorang dapat mengontrol diri terhadap lingkungan sekitar.
Hal tersebut mempertanyakan bagaimana seseorang memangdang
kemampuan diri untuk dapat terlibat dalam proses adaptasi antar budaya.
Contoh implementasi dari adanya faktor control diri yakni ketika misal
terjadi konflik antara komunikator dan komunikan terkait isu perbedaan
budaya yang menurut masing-masing tidak sesuai dengan pikiran dan
perasaannya, faktor ini menjadi solusi bagaimana suatu pertikaian dapat
diminimalisir. Mengontrol diri penting untuk menjaga hubungan baik
dalam komunikasi antar budaya oleh kedua pihak.

e. Harga Diri
Harga diri (self esteem) menurut Stuart dan Sundeen (1991)
merupakan penilaian individu terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal dirinya. Self esteem
sangat menentukan efektivitas komunikasi antarbudaya, ketika seseorang
berkomunikasi dengan komunikan dari suatu kebudayaan yang lain, maka
komunikator berada dalam keadaan yang ambigu, dan sering
mempertahankan harga dirinya untuk mempertahankan identitas individu
tersebut. Semakin tinggi pertahanan harga diri seseorang, semakin sulit
untuk berkomunikasi, dan begitu juga sebaliknya.
Contoh penerapan dari harga diri yakni pada saat terjadi pertukaran
budaya, masing-masing pihak dalam komunikasi antar budaya boleh
merasa antusias dengan budaya yang disampaikan oleh pihak lain tanpa
harus merendahkan budaya yang dimilikinya. Namun justru menghargai
dan hormati budaya lawan bicara dengan tetap merasa bangga secara

7
wajar terhadap budaya yang dimilikinya.

2.3 Faktor Pembentuk Keterampilan Komunikasi Antar Budaya


(KAB)
Keterampilan merujuk pada kinerja perilaku yang sebenarnya yang
dirasakan efektif dan tepat dalam konteks komunikasi. Komunikasi dapat
dikatakan kompeten apabila masing-masing peserta komunikasi terampil
mengelola motivasi dan pengetahuan untuk berkomunikasi dengan orang lain,
khususnya yang berbeda budaya. Keterampilan ini menentukan efektif atau
tidaknya suatu peristiwa komunikasi.
Spitzberg mengemukakan bahwa ketika keterampilan komunikator
meningkat maka kompetensi komunikasi pun meningkat. Komponen
keterampilan ini menurut Gudykunst terdiri dari tiga unsur, yakni sebagai
berikut:
1. Kemampuan menggolongkan anggota budaya lain
Komunikasi antar budaya jelas bahwa budaya yang digunakan pada
saat terjadinya komunikasi tersebut tidak sama. Oleh karena itu,
memasukkan anggota budaya lain dalam kategori yang sama di mana
mereka menggolongkan diri mereka sendiri menrupakan hal yang juga
penting dalam berkomunikasi antar budaya.

2. Kemampuan untuk memaklumi kerancuan


Pada saat terjadinya komunikasi antar budaya tidak jarang terdapat
pesan yang ambigu atau rancu. Makna pesan tersebut dimungkinkan sulit
untuk dipaham oleh pihak lawan bicara karena perbedaan budaya yang
sangat jauh. Sehingga baik pihak komunikator maupun komunikan
sebaiknya memiliki rasa maklum jika terjadi kerancuan dan adanya
konfirmasi ulang atas pesan dalam komunikasi tersebut untuk memastikan
makna pesan yang disampaikan.

3. Kemampuan berempati dengan anggota budaya lain


Kemampuan untuk berempati dalam komunikasi antar budaya penting
untuk dilakukan karena seringkali terjadi bahwa perbedaan budaya tersebut
mungkin tidak dapat dirasakan oleh kedua pihak sehingga untuk
menghormasi lawan bicara, adanya sikap empat sangat penting untuk
diterapkan.

2.4 Contoh Kasus dalam Komunikasi Antar Budaya


Berikut ini contoh kasus implementasi komunikasi antar budaya:
1. Kasus KAB Mahasiswa Papua dan Jawa di Universitas Brawijaya
Penelitian dari Utami et.al. (2013) menunjukkan bahwa perbedaan latar
belakang budaya, sosiobudaya, psikobudaya, dan lingkungan dapat menjadi
faktor penghambat KAB mahasiswa Papua dan mahasiswa tuan rumah. Faktor
penghambat budaya dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa perbedaan
bahasa dan perilaku kolektif yang sangat kuat pada mahasiswa Papua. Hambatan

8
sosiobudaya terjadi karena perbedaan persepsi tentang pelanggaran norma dan
aturan yang bisa di tolerir dan tidak. Hambatan lingkungan muncul karena
perbedaan orientasi tentang waktu dan makna pendidikan. Sedangkan hambatan
psikobudaya tidak nampak mempengaruhi perilaku komunikasi mahasiswa Papua
dan Jawa secara langsung karena meskipun masing-masing etnis memiliki
stereotip, etnosentrisme dan prasangka.

2. Kasus Dampak Misintepretasi KAB


Analisis studi kasus yang dilakukan oleh Narul Hidayat (2012) berisi terkait
kisah nyata yang telah dialami oleh penulis (prior experience analysis) sebagai
sebuah fenomena komunikasi antar budaya. Hasil analisis menunjukkan adnaya
dampak dari misinterpretasi komunikasi antar budaya yang dilakukan merupakan
refleksi dari sebuah model komunikasi yang tidak efektif. Komunikasi yang
efektif dalam hubungannyadengan etnisitas mensyaratkan adanya pemahaman
menyangkut etnisitas masing-masing dari para komunikator dalam sebuah proses
komunikasi. Dengan adanya pemahaman yang cukup, seorang komunikator lebih
mudah mengoptimalkan perilaku komunikasinyasehingga tercapai sebuah
komunikasi yang efektif dan tidak menyisakan kesalahpahaman (misinterpretasi).

3. Kasus Komunikasi Antar Budaya dalam Masyarakat Multikultur


Penelitian dari Febriyana (2019) meneliti terkait komunikasi antar budaya
(KAB) dalam masyarakat multikultur dengan mengambil studi kasus pada
karyawan warga negara Jepang dan Indonesia di PT. Tokyu Land Indonesia.
Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa adanya hambatan dalam komunikasi
antarbudaya karena masalah perbedaan dan pemahaman bahasa, kebiasaan,
penghargaan terhadap waktu (Jepang monokronik sedangkan Indonesia
polikronik), dan adanya stereotype dari masing-masing bangsa.
Bahasa merupakan faktor utama yang sering menyebabkan hambatan
komunikasi antarbudaya. PT. Tokyu Land Indonesia mengunakan bahasa ke-tiga
yaitu bahasa Inggris sebagai bahasa komunikasi sehari hari. Karyawan Jepang
yang menggunakan aksen atau logat bahasa Jepang yang dibawa ke dalam bahasa
Inggris mengakibatkan karyawan Indonesia terkadang sulit untuk memahami apa
yang diucapkan atau diutarakan oleh karyawan Jepang. Cara mengatasi hambatan
tersebut yakni dengan mempelajari budaya Jepang bagi karyawan Indonesia, dan
begitu juga sebaliknya. Selain itu keterbukaan untuk mengkonfirmasi pemahaman
terhadap pesan yang disampaikan, saling menghormati, dan saling memaafkan
jika terjadi kesalahpahaman dapat mengatasi hambatan dalam melakukan
komunikasi antar bahasa

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
kesimpulan yang dapat ditarik yakni sebagai berikut:
1. Variabel dalam komunikasi antar budaya antara lain variabel sumber
(komunikator), variabel penerima (komunikan), variabel pesan serta variabel
saluran.
2. Faktor-faktor yang memengaruhi komunikasi antar bisnis dibagi menjadi 2 (dua)
yakni faktor kognitif dan faktor gaya pribadi. Faktor gaya pribadi terdiri atas
toleran, empati, keterbukaan, kontrol pribadi, serta harga diri.
3. Faktor-faktor yang memengaruhi keterampilan dalam berkomunikasi antar
budaya diantaranya kemampuan menggolongkan anggota budaya lain,
kemampuan untuk memaklumi kerancuan, serta kemampuan berempati dengan
anggota budaya lain.
4. Contoh kasus dalam komunikasi antar budaya sangat banyak terjadi, diantaranya
KAB mahasiswa papua dengan jasa dikarenakan perbedaan latar belakang
budaya, sosiobudaya, psikobudaya, dan lingkungan; misintepretasi budaya antara
dosen dengan mahasiswa di UNM; serta masalah komunikasi antar budaya dalam
masyarakat multikultur di PT Tokyo Land Indonesia antara karyawan Jepang dan
karyawan Indonesia.

3.2 Saran dan Rekomendasi


Berdasarkan hasil yang telah dipaparkan, penulis memberikan saran dan
rekomendasi yakni sebagai berikut:
1. Meningkatkan kesadaran dan keyakinan bahwa banyak keragaman budaya baik di
lingkup Indonesia maupun mancanegara sehingga penting untuk melakukan
adaptasi dengan berbagai budaya baru yang ditemui untuk mempermudah
komuniasi antar budaya khususnya jika berkaitan dengan acara formal.
2. Meningkatkan wawasan/ilmu pengetahuan mengenai budaya orang lain, saling
bertoleransi, dan terbuka untuk saling mengingatkan untuk perbaikan hubungan.
3. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan topik mengenai
komunikasi antar budaya untuk menambah referensi ilmiah sehingga hasilnya
informasinya dapat bermanfaat bagi para pembaca.

10
DAFTAR PUSTAKA

Liliweri, Alo. 2003. Dasar-dasar Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.
Febriyana, et.al,. 2019. Komunikasi Antar Budaya dalam Masyarakat Multikultur
(Studi Kasus pada Karyawan Warga Negara Jepang dan Indonesia di PT.
Tokyu Land Indonesia). Diakses pada 31 Maret 2023 melalui
https://ojs.stiami.ac.id/index.php/lugas/article/download/414/256.
Hayat, Nahrul. 2012. Kasus Komunikasi Antar Budaya Dosen Asal Amerika dan
Mahasiswa Sastra Inggris UNM. Diakses pada 31 Maret 2023 melalui
https://www.academia.edu/10108654/STUDI_KASUS_KOMUNIKASI_A
NTAR_BUDAYA_DOSEN_ASAL_AMERIKA_DAN_SEORANG_MAH
ASISWA_SASTRA_INGGRIS_UNM.
Mulyana, et.al,. 2005. Komunikasi Antar-Budaya. Panduan Berkomunikasi dengan
Orang-Orang Berbeda Budaya. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Stuart, & Sundeen. (1991). Buku saku keperawatan jiwa,buku kedokteran jiwa.
Jakarta: EGC.
Suryani, Wahidah. 2013. Komunikasi Antar Budaya yang Efektif. Jurnal Dakwah
Tabligh. Diakses pada 31 Maret 2023 melalui
https://media.neliti.com/media/publications/76626-ID-komunikasi-antar-bu
daya-yang-efektif.pdf.
Utami, et.al., 2003. Analisis Model Komunikasi Antarbudaya: Studi Kasus
Komunikasi Mahasiswa Papua dan Jawa di Universitas Brawijaya. Diakses
pada 31 Maret 2023 melalui
http://fisip.ub.ac.id/wp-content/uploads/2013/08/artikel-model-kom-jurnal-p
rofit.pdf.
Wursanto, Ig. 2001. Ilmu komunikasi Teori dan praktek. Yogyakarta: Kanisius

Link PPT :
https://docs.google.com/document/d/10fkmUYRZED9eGV3ipYMtlUvjGqiGtP
nY/edit?usp=drivesdk&ouid=113443781423650259738&rtpof=true&sd
=true

Link audio visual:


https://drive.google.com/file/d/11NHNWEMKUM_Kuw_vmnTHgfhIzPg-YNE
D/view?usp=drivesdk

11
12

Anda mungkin juga menyukai