Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH TENTANG

KRITIK ISLAM TERHADAP TEORI-TEORI ETIKA POLITIK BARAT

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi Tugas Kelompok


Pada Mata Kuliah Etika Politik Islam
Dosen Pengampu :Dr. H. Ending Solehudin, M.Ag

Disusun Oleh :

Muhammad Fajrul Falah (1203030080)

Imam Muhammad Imran (1203030056)

HUKUM TATANEGARA 3/B


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

Jl. A.H. Nasution No. 105, Cipadung, Cibiru


KATA PENGANTAR

Segala puji serta syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala
anugrah dan rahmat dari-Nya Kami bisa menyelesaikan tugas makalah tentang
“Prospek penegak hukum di Indonesia” ini.
Kami bersyukur sekali telah bisa menyelesaikan makalah ini, dimana
makalah ini adalah tugas kelompok mata kuliah Etika Politik Islam. Kemudian,
kami ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak, terutama
kepada Bapak Dr. H. Ending Solehudin, M.Ag. selaku Dosen Mata kuliah Etika
Politik Islam yang telah membantu kami selama pembuatan makalah ini
berlangsung, sehingga dapat terealisasikanlah makalah ini. Adapun tujuan dari
penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Etika
Politik Islam. Selain, itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah sedikit
wawasan bagi kita semua dalam Etika Politik Islam ini.
Kami sangat menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan, maka dari itu kami berharap adanya kritik dan saran
demi perbaikan dari makalah yang kami buat ini. Demikian yang dapat kami
sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, 12 Maret 2022

Kelompok 4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................1
C. Tujuan...................................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................2
PEMBAHASAN...............................................................................................................2
A. Etika Politik menurut Para Ahli.........................................................................2
B. Teori Etika Islam dan Etika Barat......................................................................3
C. Perbedaan dan Persamaan Etika Barat dan Islam..........................................12
D. Etika Politik Pragmatisme.................................................................................13
E. Etika Politik Altruisme......................................................................................15
F. Chauvinisme.......................................................................................................16
BAB III...........................................................................................................................17
PENUTUP.......................................................................................................................17
A. Kesimpulan.........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................18
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Etika dalam politik sebenarnya menjadi keharusan adanya, namun dalamfakta


sejarah tidak sedikit orang berpolitik dengan menghalalkan segala cara. Duniapolitik
penuh dengan intrik-intrik kotor guna memperoleh dan
mempertahankankekuasaan.Kekuasaan digunakan untuk memperkaya diri, dan
menganggaprakyatnya sebagai ladang untuk digarap demi kantong
sendiri.Bertemunya berbagaikepentingan antar golongan, kelompok dan parpol dalam
kalangan elit politik adalahsebuah keniscayaanakan terjadinya konflik bila adanya
kesefahaman bersama, dantidak jarang berujung pada penyelesaian dengan jalan
kekerasan. Rambu-rambumoral memang sering disebut-sebut sebagai acuan dalam
berpolitik secaramanusiawi dan beradab, tetapi hal itu hanya bagian dari retorika
politik.

Etika politik merupakan kristalisasi dari nalar (logika) politik warga bangsaitu
sendiri.Ia merupakan muara sintesis dari logika-logika yang berkembang padaranah
publikdemi terbangunnya kohesi sosial. Pelanggaran terhadap etika politik dengan
sendirinya menandakan matinya nalar kebangsaan dan dapat
mengancamintegritassosial.Aritoteles dalam magnum opus etikanya, Nicomachean
etichsmenyebutkan bahwa kebaikan bersama merupakan muara dari etika politik
sebuahNegara.Dan etika yang baik hanya mungkin tercipta dalam Negara
yangmenyediakan tata aturan yang mengarahkan setiap perilaku warganya demi
kebaikanbersama.Dari sini kita bisa mengukur apakah perilaku politik yang
berkembang dinegeri ini mengarah pada kepentingan bersama (rakyat) atau justru
mengkristalmenjadi kepentingan kelompok atau pribadi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik Etika politik islam dan barat?
2. Sebutkan pengertian etika politik menurut para ahli!
3. Jelaskan perbedaan dan pesamaan etika politik barat dan islam!
C. Tujuan

Tujuan daripada makalah kali ini yang berjudul “Kritik Islam Terhadap Teori
Teori Politik Barat” ialah untuk menjelaskan dua perspektif keilmuan yakni dari barat
dan dari islam itu sendiri

1|MakalahKelompok4
BAB II

PEMBAHASAN

Globalisasi disebut sebagai era global, era kesejagatan, atau Gzaman yang
ditandai oleh tiadanya batas yang nyata secara fisik atau geografis. Dalam era
demikian, menyebabkan mudahnya berbagai aliran, paham, atau ideologi saling
berinteraksi atau memengaruhi kehidupan masyarakat di suatu negara. Teori-teori
etika mengenai apa yang dianggap baik atau benar, dipengaruhi oleh sistem nilai
atau ideologi yang diyakini. Banyak sekali ideologi yang berkembang didunia ini,
namun dalam buku ini hanya beberapa ideologi atau isme yang dikupas yang
dipandang memiliki kaitan yang erat atau memengaruhi implementasi etika politik
di Indonesia.

A. Etika Politik menurut Para Ahli


 Menurut Muhammad Nasaruddin, etika politik adalah upaya untuk
semakin memperluas lingkup kebebasan dan menciptakan institusi-
institusi yang lebih adil. Definisi tersebut mengacu pada poin sebagai
berikut, pertama, lingkup kebebasan yang dimaksud tentu saja adalah
kebebasan sosial-politik, artinya syarat-syarat fisik, sosial dan politik yang
perlu untuk pelaksanaan kongkret kebebasan, termasuk jaminan terhadap
hak-hak. Ini mencakup kebebasan pers, kebebasan berserikat dan
berkumpul, kebebasan mengeluarkan pendapat, dan sebagainya. Kedua,
menciptakan institusi-institusi yang lebih adil karena hal ini ini tidak bisa
dilepaskan dari struktur masyarakat.1
 Menurut M. Quraish Shihab, bahwa kekuasaan politik adalah untuk
mengatur masalah-masalah umat, maka apapun proses politik harus
dilandasi oleh nilai-nilai moral dan etika yang bersumber pada ajaran
agama. Ini sesuai dengan pesan utama Rasulullah Saw., bahwa ia tidak
diutus ke dunia melainkan untuk menyempurnakan etika akhlak manusia.2
 Menurut Aristoteles, Etika adalah pendahulu politik. Politik melengkapi
etika. Kebahagian bergantung pada sejumlah faktor eksternal (termasuk
1
http://wwwmohammadnasruddin.blogspot.com/2011/03/resume-etika-politik.html
2
Muhammad Iqbal, Etika Politik Qur’ani: Penafsiran M. Quraish Shihab Terhadap Ayatayat
Kekuasaan, (Medan: IAIN Press, 2010), h. 113.

2|MakalahKelompok4
kesehatan dan beberapa standar hidup minimum) dan pada kebiasaan-
kebiasaan internal atau nilainilai luhur yang menjaga kita dari pengejaran
yang terlalu banyak atau terlalu sedikit terhadap satu kebaikan.
Kebahagian bukanlah satu keadaan subjektif yang berbeda dari individu ke
individu, melainkan sebuah keadaan objektif dari baiknya kondisi
seseorang.3
B. Teori Etika Islam dan Etika Barat

Etika Islam dan Etika Barat meripakan dua perspektif ilmu yang
membahas mengenai tingkah laku manusia yang menjadi penting karena
didalam kehidupan nantinya akan dihadapkan dengan penilaian akan
perbuatan benar yang dapat dilakukan dan perbutaan yang tidak benar yang
tidak boleh dilakukan, dengan begitu kehidupan manusia pun menjadi teratur.
Untuk mengetahui perbedaan perspektif antara etika Islam dan etika barat
supaya mendapatkan gambaran sebenarnya. Maka dapat dilihat melalui
konsep teologis atau ketuhanan dan humanities atau kemanusiaan.

a. Teologis

Solissa dalam bukunya Etika Perspektif Teori dan Praktik,


mengklasifikasikan etika berdasarkan perpsektif insider. Pertama, abad klasik.
Pada abad ini banyak para filosof muslim yang membahas tentang etika, dan
ada tiga diantara mereka yang sangat terkenal dan dinilai cukup mewakili
pendapat dari pada filosof abad klasik, yaitu Ibn Miskawaih, Ibn Hazm, dan
Al Ghazali. Ketiganya dalam menentukan ukuran benar dan salah adalah
hampir sama, yakni sama-sama menggunakan syariah dan rasio dalam
melakukan penilaian. Bedanya adalah Al Ghazali lebih mengutamakan syariah
dari pada akal dalam melakukan penilaian. Sedangkan Ibn Miskawaih dalam
menentukan benar dan salah dilatar belakangi oleh perspektif filsafat, tak lupa
juga mempertimbangkan peran indera dalam membentuk tindakan agar dapat
direalisasikan. Sehingga konsep etika yang ia bangun bukan hanya bersifat
metafisik-filosofis tapi juga praktis-metodologis. Adapun Ibn Hazm lebih

3
Joseph Losco-Leonard Williams, Political Theory, Kajian Klasik dan Kontemporer, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2005), h. 179.

3|MakalahKelompok4
pada mengkombinasikan antara filsafat, sosial dan nalar keagamaan yang
berkembang pada saat itu.4

Kedua, Abad pertengahan. Tokohnya adalah Ibn Taimiyah. Dalam


persoalan etika ia melibatkan penilaian pada fitrah manusia, rasio, dan syariah
Islam. Dan yang terpenting menurutnya ketika manusia menentukan
keputusan tentang mana yang baik dan tidak baik berdasarkan argumen
manapun, sebelum itu seseorang harus mempunyai kepastian etis.5

Ketiga, Abad modern. Tokohnya adalah Fazlur Rahman. Menurutnya,


alquran adalah pedoman hidup manusia sangatlah bisa dijadikan sebagai
rujukan dalam menentukan tindakan bermoral. Alquran sangatlah bisa
menentukan mana yang baik dan mana yang tidak baik, serta sangatlah bisa
memecahkan permasalahan sosial yang ada. Akan tetapi, karena zaman
semakin berkembang disisi lain permasalahan sosial juga mengalami
perkembangan, maka ajaran Islam yang masih general memerlukan rasio
manusia dalam rangka pengembangannya sebagai solusi atas permasalahan
sosial yang ada. Sehingga tujuan alquran yang menjadi pedoman hidup bagi
manusia dapat difungsikan sebagaimana mestinya.

Kemudian etika barat. Sebagaimana yang kita ketahui bersama


bahwasannya Barat dari masa ke masa mengalami perubahan. Perubahan
tersebut sangatlah berkaitan dengan situasi dan kondisi masyarakat yang
sedang terjadi pada saat itu, tentunya berkaitan juga dengan periodisasi.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa perubahan masa dimulai dari abad
klasik, pertengahan dan modern. Dari perubahan zaman inilah kita bisa
mengetahui perkembangan etika, terutama yang berkembang di Barat.

Pertama, abad klasik. Pada abad klasik, tokoh ataupun pemikirnya dikenal
sebagai kolompok tradisional. Mereka lebih menekankan nilai etika
berdasarkan pada wahyu, benar atau salah tindakan tergantung dengan apa
yang terdapat dalam wahyu. Suatu tindakan akan dikatakan benar jika

4
Solissa, Etika Perspektif Teori..., h. 74.
5
Solissa, Etika Peerspektif Teori..., h. 82.

4|MakalahKelompok4
tindakan tersebut sesuai dengan wahyu, jika tidak maka ia termasuk ke dalam
tindakan yang tidak bermoral.6

Kedua, abad pertengahan. Pada abad ini, Barat mengalami zaman


kegelapan. Hal ini dikarenakan tidak diberinya kesempatan bagi akal dalam
menunjukkan eksistensinya yang disebabkan penguasaan gereja sangatlah
dominan. Di mana setiap tindak tanduk kegiatan manusia selalu dikaitkan
dengan gereja atau agama.7 Meskipun begitu ada juga tokoh yang mencoba
untuk membuat sebuah terobosan baru. Ia tidak mau mematikan fungsi akal
dan senantiasa berada dibawah kekangan gereja yang sama sekali tidak
memberikan kesempatan bagi manusia untuk berpikir. Salah satunya adalah
Galileo dengan pemikirannya yang menyatakan bahwa bumi bukanlah pusat
tata surya seperti apa yang diberitakan oleh gereja pada masyarakat. Namun,
apa yang dilakukan oleh Galileo tersebut tidak membuahkan hasil, malah
membuat gereja semakin marah dan bahkan menghukumnya. Artinya, pada
masa ini belum terlihat adanya perubahan pada nilai-nilai etika. Etika masih
didasarkan pada dominasi wahyu.

Ketiga, modern. Abad modern dipengaruhi oleh abad pecerahan yang


disebut dengan renaisance. Renaisan lahir sebagai balas dendam dari para
ilmuan dan filosof Barat yang selama ini ingin menunjukkan eksisitensi
mereka yang sempat terhalang oleh kekuasaan gereja. Alasan mereka adalah
ingin melakukan perubahan, agar Barat tidak lagi mengalami masa kegelapan.
Mereka juga sangat takjub melihat bagaimana Islam bisa mencapai puncak
keemasannya pada abad pertengahan. Sehingga membuat Barat ingin
menerapkan apa yang dilakukan oleh Islam pada saat itu, seperti memajukkan
ilmu pengetahuan. Akhirnya, ilmu pengetahuan di Barat pun mengalami
kemajuan, dan mereka bisa mendapakan kebebasan seperti apa yang mereka
harapkan.8

Keempat, zaman kontemporer. Berbeda dengan zaman klasik yang lebih


mengedepankan wahyu dalam menilai apakah perbuatan seseorang dikatakan
6
Umar Faruq Thohir, dkk,Etika Islam Dan Transformasi Global (Yogyakarta: Pustaka Ilmu,
2013), h. 8.
7
Thohir, dkk, Etika Islam dan..., h. 9.
8
Thohir, dkk, Etika Islam dan..., h. 11.

5|MakalahKelompok4
sebagai perbuatan yang bermoral atau tidak. Sedangkan zaman modern
menilai etika dari sisi rasional, dan empirik. Maka, dizaman kontemporer nilai
etika dilihat dari gejala sosial dari tiga struktur fundamental, seperti
dekonstruktif, relativisme dan pluralisme.9

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dpahami bahwa terjadi perbedaan


mendasar antara etika yang berkembang di Barat dengan etika Islam. Jika di
Barat nilai etika atau sesuatu yang dapat dikatakan sebagai tindakan yang
bermoral ditentukan oleh wahyu. Kemudian seiring dengan berkembanganya
zaman nilai tersebut mengalami perbedaan, dimana nilai etika tidak lagi
didasarkan oleh wahyu tapi sesuai dengan keputusan dan kepentingan manusia
yang berdasarkan pada rasio dan bukti empiris, bahkan wahyu sudah tidak
dibutuhkan lagi. Hal ini tentu berbeda dengan etika Islam, di mana dalam
menentukan baik dan benar tidak hanya menggunakan wahyu saja, tetapi juga
menggunakan rasio. Yang membedakan hanyalah komposisi dalam
penggunaannya, ada yang lebih banyak menggunakan wahyu dan ada juga
yang memadukan antara keduanya.

b. Humanities
a) Humanities dalam dunia barat

Pertama, Hedonisme. Bagi hedonisme kodrat manusia itu sesunggunya


adalah merasakan kenikmatan. Maka sesungguhnya manusia yang
menyerahkan dirinya untuk mendapatkan sesuatu yang memberikan
kenikmatan bagi manusia dikatakan sebagai suatu tindakan yang baik.10
Misalnya, apabila dihadapkan dengan dua tindakan yang harus dipilih,
maka seseorang akan memilih tindakan yang akan membuatnya bahagia,
yang akan memberikan kesenangan sebanyak-banyaknya bagi dirinya
pribadi, tidak peduli apakah hal tersebut akan membuat sakit orang lain
atau bahkan membuat orang lain menderita yang terpenting apabila
perbuatan tersebut dapat memberikan kebahagiaan, maka itu dianggap
sebagai suatu kebaikan. Kebahagiaan itu sendiri bisa dalam bentuk fisik

9
Amin Abdullah, Falsafah Kalam Di Era Post Modernisme (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997),
h. 98-99.
10
De Vos, Pengantar Etika (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1969), h. 161. 18

6|MakalahKelompok4
bisa juga merupakan kebahagiaan akal, yang terpenting ia dapat
memberikan kesenangan pada manusia.11

Dilihat dari tujuannya yang sangat mementingkan diri sendiri,


hedonisme memiliki kecenderungan menjadikan manusia yang egois, yang
hanya mementingkan kepentingan diri sendiri tanpa mempedulikan orang
lain. Padahal sejatinya, manusia itu adalah makhluk sosial yang hidupnya
tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Seperti kebutuhan akan
makan saja kita membutuhkan bantuan orang lain, di mana nasi bisa
didapatkan dari petani, lauknya dari peternak, begitu juga dengan urusan
yang lain, selalu berhubungan dengan orang lain. Maka tidak ada alasan
bagi seseorang untuk tidak peduli dengan sesama.

Kedua, Utilitarianisme. Utilitarianisme adalah paham atau aliran dalam


filsafat moral yang menekankan prinsip manfaat atau kegunaan sebagai
prinsip moral yang paling dasar. Etika utilitarianisme menganggap bahwa
sesuatu itu dapat dijadikan sebagai norma moral kalau sesuatu itu berguna.
Kegunaan atau manfaat suatu tindakan menjadi ukuran normatif.12
Kebaikan moral pada aliran ini dilihat dari manfaat suatu perbuatan
terhadap banyak orang, dengan tidak melupakan manfaatnya bagi diri
pribadi. Apabila suatu perbuatan tersebut tidak dapat memberikan manfaat
bagi banyak orang, maka dapatlah dikatakan bahwa tindakan tersebut
bukanlah termasuk pada tindakan yang bermoral.13 Adapun ukuran suatu
tindakan dikatakan sebagai tindakan yang bermoral adalah akal manusia.
Jhone Stuart Mill sebagai pemikir dari aliran ini percaya bahwa potensi
manusia tersebut dapat menentukan perbuatan mana yang harus ia pilih
yang dinilai sebagai perbuatan yang bermoral. Adapun kebahagiaan yang
dimaksud bisa dalam bentuk kebahagiaan fisik, maupun batin.14

Aliran ini memiliki kelemahan karena jika dihadapkan dengan banyak


orang yang memiliki kepentingan demi golongannya sendiri bukan atas
11
Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak) (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 102.
12
Rosalia Kartika Candra, Implementasi Etika Korporasi Pada PT. Prima Centra Gadingmas,
Jurnal AGORA Vol. 3, No (2015): h. 539.
13
De Vos, Pengantar Etika..., h. 161.
14
Amin, Etika (Ilmu Akhlak)..., h. 102.

7|MakalahKelompok4
dasar kemanusiaan. Seperti yang banyak terjadi di dunia perpolitikan di
Indonesia, dimana pihak yang berkuasa adalah pihak yang memiliki
banyak suara meskipun tujuan yang ingin mereka capai bukanlah untuk
kepentingan bersama tetapi hanya merupakan kepentingan golongan
tertentu.

Dari penjelasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwasannya


etika Barat bersifat humanis sekuler. Etika yang dalam penilaiannya jauh
dari ajaran agama, lebih banyak ditunjukkan untuk kepentingan manusia
bahkan juga individu.

b) Humanities dalam islam

Humanisme dalam Islam mengandung semangat ketuhanan. Di mana


sebagai makhluk ciptaan Tuhan, manusia telah dipilih dan dilengkapi
dengan sejumlah potensi oleh Allah SWT., menjadi wakil-Nya dalam
menjaga dunia.15 Dalam hal ini, sebenarnya jiwa humanitas dalam manusia
sudah ada sejak ia dilahirkan. Dengan demikian, sebagaimana Islam
adalah agama rahmatat lil ‘alamin, maka setiap manusia dianjurkan untuk
berbuat baik kepada siapa saja dan di mana saja. Umat Islam juga harus
berbuat baik, tidak hanya pada sesama, tapi juga harus berbuat baik, pada
makhluk Tuhan yang lain seperti hewan dan Tumbuhan, dan yang
terpenting sebagai makhluk ciptaan Tuhan manusia juga dianjurkan untuk
berbuat baik pada Sang Pencipta itu sendiri yakni Allah SWT. Dengan
kata lain manusia dianjurkan untuk berbuat baik. Berikut akan dijelaskan
bagaimana seharusnya hubungan baik yang harus dikembangkan dalam
kehidupan manusia. Di antaranya:

1) Hubungan antara manusia dengan Allah SWT

Etika manusia sebagai makhluk Allah SWT, diartikan sebagai


kewajiban manusia untuk berbuat baik kepada-Nya. Serta menyadari
bahwa tiada Tuhan yang patut disembah selain Dia. Ia adalah Zat Yang

15
Rahmat Arofah Hari Cahyadi, Telaah Hakikat Manusia Dan Relasinya Terhadap Proses
Pendidikan Islam, Adabiyah Vol. 1, No (2015).

8|MakalahKelompok4
Maha Kuasa yang tiada bandingnya, bahkan malaikat pun tidaklah
sanggup mengungguli-Nya.16

Sebagai makhluk Allah SWT tidak seharusnya menafikan akan


keesaan-Nya. Tidak ada satupun yang berkaitan dengan kehidupan
manusia yang tidak ada kaitannya dengan-Nya. Atas kemurahan Allah
SWT., manusia masih bisa menikmati hidup dengan sejumlah fasilitas-
Nya, bahkan orang terkaya di dunia sekalipun tidak akan mampu
menandingi fasilitas yang telah diberikan oleh Allah SWT. Salah satu
yang paling berharga yang bisa dinikmati setiap saat adalah oksigen.
Untuk itu, sebagai makhluk-Nya sudah seharusnya manusia berbuat
baik pada-Nya. Adapun bentuk dari sikap baik pada Allah SWT.,
adalah ibadah, baik itu ibadah dalam arti sempit maupun luas.
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam QS. Ali Imran ayat 51
sebagai berikut:

ِ ‫ِإنَّ ٱهَّلل َ َربِّى َو َربُّ ُك ْم فَٱ ْعبُدُوهُ ۗ ٰ َه َذا‬


ْ ‫ص ٰ َرطٌ ُّم‬
‫ستَقِي ٌم‬

Artinya: Sesungguhnya Allah, Tuhanku dan Tuhanmu, karena itu


sembahlah Dia. Inilah jalan yang lurus.

Menurut Tafsir Fathul Qadir dijelaskan bahwa Allah SWT.,


adalah Tuhan semesta alam sudah dijelaskan sebelumnya oleh para
rasul sebelum Islam itu sendiri datang. Ayat ini adalah penjelas
bagi kitab-kitab yang terdahulu. Gunanya untuk mengingatkan
manusia bahwa sebenarnya Allah SWT itu adalah Zat Yang Maha
Kuasa, yang tidak bisa ditandingi oleh makhluk-Nya. Bukti akan
kekuasaannya adalah dapat membuat bayi berbicara, sebagaimana
Isa bisa berbicara untuk membuktikan bahwa Ibunya Maryam
tidaklah bersalah.17

2) Hubungan manusia dengan sesama

16
M. Yatimin Abdullah, Pengantar Studi Etika (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h. 330.
17
Imam Asy Syaukani, Tafsir Fathul Qadir (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), h. 366

9|MakalahKelompok4
Hubungan yang serasi antara sesama manusia, diartikan bahwa
meskipun manusia itu sendiri terdiri dari laki-laki dan perempuan,
banyak suku dan budaya, ras warna kulit yang berbeda. Namun,
perbedaan tersebut tidak lantas membuat manusia terpecah belah, tapi
bagaimana supaya dengan perbedaan tersebut kehidupan mereka dapat
menjadi rukun dan damai di antara sejumlah perbedaan tersebut.18

Islam mengajarkan kepada umatnya untuk mencintai sesama.


Dalam Islam ukhuwah Islamiah sangatlah kuat, meskipun berada di
wilayah yang berbeda, terpisah oleh jauhnya jarak, kemudian ketika
dipertemukan dalam satu wilayah atau suatu perkumpulan maka
mereka adalah bersaudara. Tidak hanya itu, budaya toleran juga sangat
lekat dengan Islam. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk tidak
hanya berbuat baik pada sesama dalam urusan ibadah. Hal ini bisa
terjadi karena Islam menyadari bahwa sesama manusia haruslah saling
membantu, tidak ada manusia yang bisa hidup sendiri di dunia ini
tanpa bantuan orang lain. Salahsatu bentuk hubungan yang baik
terhadap sesama dalam Islam adalah tolong-menolong. Sebagaimana
yang telah dijelaskan dalam QS. Al Mumtahanah ayat: 8.

ِ ‫اَّل يَ ْن َه ٰى ُك ُم ٱهَّلل ُ َع ِن ٱلَّ ِذينَ لَ ْم يُ ٰقَتِلُو ُك ْم فِى ٱلدِّي ِن َولَ ْم يُ ْخ ِر ُجو ُكم ِّمن ِد ٰيَ ِر ُك ْم َأن تَبَ ُّرو ُه ْم َوتُ ْق‬
َ ‫سطُ ٓو ۟ا ِإلَ ْي ِه ْم ۚ ِإنَّ ٱهَّلل‬
َ‫س ِطين‬ ِ ‫يُ ِح ُّب ٱ ْل ُم ْق‬

Artinya: Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil
terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak
(pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berlaku adil.

Dalam tafsir Imam al Qurthubi dijelaskan bahwa ayat tersebut


menjelaskan tentang bolehnya bersilatuhrahmi dan menjaganya antar
sesama manusia, baik itu antar sesama muslim maupun dengan
nonmuslim. Dari hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim,

18
Abdullah, Pengantar Studi Etika, h. 342.

10 | M a k a l a h K e l o m p o k 4
disebutkan bahwa turunnya ayat tersebut disebabkan karena Asma bin Abi
Bakr bertanya kepada Nabi Muhammad saw., tentang apakah
diperbolehkan bersilaurahmi dengan Ibunya yang masih musyrik, sedang
ia adalah muslim. Dan dalam hadis tersebut menjelaskan bahwa nabi
membolehkannya.19

3) Hubungan manusia dengan alam semesta

Hubungan antara manusia dengan alam sesuai dengan tujuan dari


diciptakannya manusia di bumi, yakni sebagai khalifah fil ardh. Yang
tugasnya tidak hanya menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri tapi juga
bagi sesama dan alam semesta. Alam semesta memang diciptakan
untuk memenuhi kebutuhan manusia. Manusia memiliki hak untuk
memanfaatkannya, tapi disisi lain manusia juga berkewajiban untuk
mengurus dan melestarikannya agar alam semesta tidak rusak. Bentuk
hubungan antara manusia dengan alam semesta adalah saling
membutuhkan. Salah satu kebutuhan manusia terhadap alam adalah
kebutuhan akan oksigen untuk tetap bertahan hidup sedangkan
tumbuhan membutuhkan karbon dioksida yang dikeluarkan manusia.
Begitu juga terhadap hewan, manusia butuh hewan untuk memenuhi
kebutuhan akan pangan, peliharaan, ekonomi, dan lainlain. Sebaliknya
hewan juga membutuhkan pertolongan manusia untuk merawatnya
agar populasi mereka tidak punah. Sebagimana yang telah dijelaskan
dalam QS. Al A’raf ayat 85, sebagai berikut:

۟ ُ‫ُوا ٱهَّلل َ َما لَ ُكم ِّمنْ ِإ ٰلَ ٍه َغ ْي ُرهۥُ ۖ قَ ْد َجٓا َء ْت ُكم بَيِّنَةٌ ِّمن َّربِّ ُك ْم ۖ فََأ ْوف‬
‫وا ٱ ْل َك ْي َل‬ ۟ ‫ش َع ْيبًا ۗ قَا َل ٰ َيقَ ْو ِم ٱ ْعبُد‬ُ ‫َوِإلَ ٰى َم ْديَنَ َأ َخا ُه ْم‬
َ‫ص ٰلَ ِح َها ۚ ٰ َذلِ ُك ْم َخ ْي ٌر لَّ ُك ْم ِإن ُكنتُم ُّمْؤ ِمنِين‬ ْ ‫ض بَ ْع َد ِإ‬ ِ ‫ُوا فِى ٱَأْل ْر‬ ۟ ‫سد‬ ْ ‫اس َأ‬
ِ ‫شيَٓا َء ُه ْم َواَل تُ ْف‬ َ َّ‫وا ٱلن‬ ۟ ‫س‬ُ ‫َوٱ ْل ِمي َزانَ َواَل تَ ْب َخ‬

Artinya: Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan


saudara mereka, Syu'aib. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah,
sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah
datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah
takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia
19
Syaikh Imam Al Qurthubi, Tafsir Imam Al Qurthubi (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), h. 361.

11 | M a k a l a h K e l o m p o k 4
barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat
kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian
itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman".

Menurut Qurthubi dalam tafsirnya tafsir al Imam al Qurthubi,


dijelaskan bahwa kerusakan yang dimaksudkan dalam ayat tersebut
mengandung lafaz umum, yang berarti kerusakan yang mencakup semua
jenis kerusakan, baik dalam jumlah yang banyak maupun sedikit.20 Alam
diciptakan untuk memenuhi kebutuhan manusia, kerusakan yang terjadi
padanya akan menimbulkan kerugian bagi manusia itu sendiri. Manusia
adalah bagian dari alam.

C. Perbedaan dan Persamaan Etika Barat dan Islam.

Terdapat beberapa perbedaan antara etika Barat dan Islam. Perbedaan


tersebut di antaranya adalah bahwa dalam etika Barat, lebih ditekankan pada
aspek rasio, di mana segala hal yang berkenaan dengan etika harus dapat
dicerna oleh akal pikiran manusia. Adapun dalam etika Islam, segala hal yang
berkenaan dengan etika disandarkan pada al-Qur’an dan al-Sunnah, sebagai
sumber ajaran agama Islam. Selain itu perbedaan yang mencolok antara etika
Barat dan etika Islam adalah terletak pada orientasinya. Jika etika Barat lebih
ditekankan pada kehidupan manusia di dunia, dengan pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan jasmani manusia agar tercapai bahagia, maka etika Islam selain
menekankan pada kehidupan dunia juga kehidupan di akhirat.

Kebahagiaan yang ingin dicapai dalam Islam tidak hanya terbatas pada
kehidupan dunia saja. Karena dalam Islam dikenal konsep mengenai
kehidupan setelah mati, sehingga kebahagiaan yang hendak diraih, tidak bisa
dilepaskan dari dua kehidupan tersebut. Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
jasmani memang tidak bisa dinafikan begitu saja, namun hal tersebut bukan
berarti seluruh energi terkuras habis untuk mengejar pemenuhan kebutuhan
jasmani, namun harus diimbangi pula dengan pemenuhan kebutuhan rohani,
sebagaimana telah dijabarkan adalam ajaran agama. Terlepas dari perbedaan
yang terdapat dalam etika Barat dan Islam, kedua-duanya memiliki
20
Al Qurthubi, Tafsir Imam Al..., h. 596.

12 | M a k a l a h K e l o m p o k 4
persamaan. Persamaan tersebut di antaranya adalah bahwa baik etika Barat
maupun etika Islam sama-sama menempatkan manusia sebagai makhluk
ciptaan Tuhan yang memiliki keinginan untuk memeroleh kebahagiaan. Jika
dalam dunia Barat kebahagiaan lebih banyak diukur dengan akal pikiran,
pemenuhan berbagai kebutuhan jasmani, maka dalam Islam kebahagiaan
tersebut sesuai dengan apa yang diajarkan dalam al- Qur’an dan al-Sunnah.
Kebahagiaan dalam Islam tidak hanya sebatas memenuhi kebutuhan jasmani,
namun juga mempertimbangkan kebutuhan manusia akan kebahagiaan ruhani,
yang diperoleh melalui ajaran yang ada dalam agama. Etika Barat dan etika
Islam sama-sama ingin memberikan aturan, baik yang tersirat maupun yang
tersurat, dalam rangka sebagai pegangan manusia menjalani kehidupan di
dunia, dan kehidupan setelah mati berdasarkan konsep dalam Islam.

Etika islam juga dapat diterima oleh seluruh umat manusia disegala
belahan penjuru dunia atau bersifat Universal. Karena praktis dan cocok serta
tepat dengan fitrah naluri manusia akal pikiran manusia (manusiawi) sehingga
dapat dijadikan landasan hidup serta pedoman hidup oleh seluruh manusia di
dunia.21

D. Etika Politik Pragmatisme

Pragmatisme atau dikenal juga dengan etika pragmatis berkaitan dengan


Utilitarianisme, di mana tujuan dari suatu tindakan adalah kegunaannya secara
praktis. Salah satu tokoh etika pragmatis ini adalah Jhone Dewey, ia
mengatakan bahwa kebenaran itu tidaklah bersifat mutlak, tetapi akan
senantiasa berubah-rubah tergantung dengan situasi dan kondisi, kebenaran
dalam agama pun menurutnya tidak bisa bersifat mutlak, bahkan dianggap
tidak perlu dalam penilaian suatu tindakan, yang terpenting dalam suatu
tindakan adalah kegunaannya secara praktis.22 Kegunaaan itu sendiri bukanlah
didasarkan pada benar atau tidak benar, tetapi tergantung dengan manfaat
yang bisa dirasakan bagi seseorang secara praktis. Artinya, paham ini
sangatlah memisahkan antara agama dengan kehidupan manusia terutama

21
Perbedaan dan Persamaan Etika Barat dan Islam (123dok.com)
22
Franz Magnis Suseno, Etika Dasar, Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral (Yogyakarta: Kanisius,
1991), h. 122.

13 | M a k a l a h K e l o m p o k 4
dalam menilai suatu tindakan. Selain itu, mereka juga mengartikan bahwa
kebenaran itu sendiri bersifat relatif, suatu tindakan bisa dikatakan sebagai
suatu tindakan yang bermoral bahkan meskipun secara etis disebut sebagai
tindakan yang tidak etis asalkan ia dapat memberikan kebahagiaan.

Di Indonesia etika pragmatisme sangatlah identik dengan dunia


perpolitikan. Ketika etika pragmatis dikaitkan dengan dunia politik, maka ia
akan menghasilkan politik yang tidak sehat, yang lebih menguntungkan bagi
pribadi penguasa daripada rakyatnya. Dimana banyak para pemegang jabatan
yang menyalahgunakan kekuasaan mereka untuk mendapatkan keuntungan
pribadi. Sebagaimana yang disampaikan oleh Haris, bahwa kelompok
penguasa yang ada di Indonesia lebih mementingkan kepentingan pribadi dari
pada kepentingan rakyatnya, sampai sekarang rakyat Indonesia belum
mendapatkan hasil dari kebijakan yang mereka buat, justru sebaliknya rakyat
sering merasakan penderitaan dan kesengsaraan. Selain itu, banyak politikus
yang mendorong para anggota yang dicalonkan sebagai penguasa untuk bisa
berkuasa atas dasar keuntungan praktis seperti keuntungan dalam bentuk
materi bagi mereka. Sehingga dapatlah dikatakan bahwa tindakan tersebut
sangat jauh dari tindakan yang bermoral, dan juga jauh dari ajaran agama.23

Aliran ini juga memilliki kelemahan karena ia tidak menilai sesuatu dari
benar atau salah, tetapi berdasrkan pada manfaatnya secara praktis. Apabila
kita melakukan sesuatu atas dasar kesenangan semata tanpa didasari dengan
kebenaran dari suatu perbuatan tersebut, maka itu akan membuat seseorang
cenderung melakukan sesuatu yang tidak baik tanpa menyadari bahwa itu
sebenarnya adalah perbuatan yang salah, dan itu sama saja artinya kita sedang
membiarkan diri kita jatuh dalam suatu kesalahan. Padahal sejatinya manusia
itu akan bahagia jika ia melakukan sesuatu sesuai dengan fitrahnya yakni
melakukan sesuatu yang benar.

E. Etika Politik Altruisme

23
Syamsuddin Haris, Masalah-Masalah Demokrasi Dan Kebangsaan Era Reformasi (Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2014), h. xi.

14 | M a k a l a h K e l o m p o k 4
Akar kata altruisme adalah kata Latin “alter”, artinya “lain”. Altruisme
adalah paham yang lebih memperhatikan atau mengutamakan kepentingan
orang lain (Pusat Bahasa Depdiknas 2002:33). Allyn Piliavin and Hong-Wen
Charng (2008) mengutip pandangan Wilson seorang ahli biologi sosial,
mengartikan altruisme sebagai perilaku merusak diri sendiri (berkorban) untuk
kepentingan orang lain. Kerr, Peter Godfrey-Smit and Marcus W Feldman
(2004) mendefinisikan altruisme sebagai perilaku yang menguntungkan orang
lain dengan pengorbanan pribadi.

Dari berbagai pandangan tersebut di atas, altruisme dipahami sebagai


pandangan dan sikap hidup yang menaruh perhatian pada kebaikan,
kesejahteraan, dan kebahagiaan orang lain dengan pengorbanan pribadi.
Penganut altruisme adalah orang yang bertanggung jawab. Dalam hidup dan
bertindak, dia memikirkan apa akibat baik buruk bagi diri sendiri, orang lain,
masyarakat, bangsa, bahkan dunia. Demikian juga,bila menolak sesuatu atau
perbuatan tertentu, unsur kebaikan bagi orang lain ikut menjadi
pertimbangannya. Bila sudah memikirkan segala akibat baik buruknya
perbuatan dan memutuskan untuk mengambilnya, dia siap menanggung
akibatnya baik yang bersifat positif maupun negatif.

Altruisme bukanlah egoisme terselubung. Altruisme murni merupakan


sesuatu yang langka. Namun hal ini dapat dipahami, karena pada tingkatan
tertentu, manusia akan berpikir dan bertindak untuk kepentingan orang lain.
Hal ini sesuai dengan pandangan Abraham Maslow, bahwa manusia juga
memiliki kebutuhan sosial dan bergabung dengan kelompok. Meskipun jarang
mencapai tahap murni total, altruisme tetap merupakan sikap yang baik dan
perlu ditumbuhkembangkan. Penumbuhan dan pengembangan sikap itu tidak
terbatas pada lingkup sikap dan hidup pribadi, tetapi juga menyangkut lingkup
kemasyarakatan, kenegaraan, bahkan tata dunia. Pada lingkup pribadi, sikap
altruisme dapat menjadi dasar pengembangan diri yang sehat, dan pada
lingkup bersama dapat menjadi tumpuan untuk membangun tata hidup
kemasyarakatan, kenegaraan, dan dunia yang sejahtera.

F. Chauvinisme

15 | M a k a l a h K e l o m p o k 4
Chauvinisme adalah sikap fanatisme terhadap suatu keyakinan atau
idealism tertentu. Dilansir dari Encyclo.co.uk chauvinisme dimaknai sebagai
aksi kesetiaan berlebihan selama masa perang untuk membela bangsanya
sendiri. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring,
chauvinisme didefinisikan sebagai sikap kecintaan berlebihan pada tanah air.
Kecintaan berlebihan pada tanah air inilah yang kerap menjadi pemicu
berbagai konflik sosial di tengah masyarakat.

Di Indonesia, umumnya sikap chauvinisme disebabkan adanya keyakinan


budaya daerahnya lebih unggul daripada budaya lainnya. Misalnya
penghinaan adat istiadat, mencemooh tradisi dan norma daerah, hingga celaan
yang mengandung unsur SARA. Contoh nyata seperti adanya prasangka
terhadap etnis tertentu yang menduduki kursi pemerintahan. Prasangka
tersebut melahirkan sentimen negatif atas suku atau ras tertentu yang dianggap
lebih rendah.24

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Karakteristik etika dalam Islam mempunyai ukuran etika yang tidak


mengalami perubahan, sejak dari masa klasik hingga modern, mereka sama-
sama menggunakan wahyu dan akal dalam menentukan benar dan salah, yang
berbeda adalah kadarnya. karakteristik etika dalam Islam sangatlah berbeda
dengan etika yang berkembang di Barat. Dalam etika Islam ukuran
kebenarannya adalah hati nurani yang telah terdidik dengan berpegang pada
alquran dan hadis, serta tidak lupa juga dengan peran rasio dalam melakukan
penilaiannya. Tujuannya adalah keatatan kepada Sang Pencipta, kebahagiaan
manusia dan juga alam semesta. Sedangkan Etika yang berkembang di Barat

24
https://www.kompas.com/skola/read/2022/02/25/080000269/chauvinisme--pengertian-
contoh-dan-dampaknya?page=all

16 | M a k a l a h K e l o m p o k 4
bersifat sekuler dan antroposentris yang ukurannya dilihat dari aspek rasio dan
empiris ujung-ujunya hanya digunakan untuk kepentingan manusia semata.
Menurut M. Quraish Shihab, bahwa kekuasaan politik adalah untuk
mengatur masalah-masalah umat, maka apapun proses politik harus dilandasi
oleh nilai-nilai moral dan etika yang bersumber pada ajaran agama. Ini sesuai
dengan pesan utama Rasulullah Saw., bahwa ia tidak diutus ke dunia
melainkan untuk menyempurnakan etika akhlak manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Solissa, Abdul Basir. Etika Perspektif Teori Dan Praktek. Yogyakarta: FA Press,
2016.
Thohir, Umar Faruq. Etika Islam Dan Transformasi Global. Yogyakarta: Pustaka
Ilmu, 2013.
Vos, De. Pengantar Etika. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1969.
Abdullah, Amin. Falsafah Kalam di Era Post Modernisme. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1997.
Candra, Rosalia Kartika. “Implementasi Etika Korporasi Pada PT. Prima Centra
Gadingmas.” Jurnal AGORA Vol. 3, No (2015): hlm. 539.
Amin, Ahmad. Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
Abdullah, M. Yatimin. Pengantar Studi Etika. Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2005.

17 | M a k a l a h K e l o m p o k 4
Cahyadi, Rahmat Arofah Hari. “Telaah Hakikat Manusia Dan Relasinya Terhadap
Proses Pendidikan Islam.” Adabiyah Vol. 1, No (2015)
Syaukani, Imam Asy. Tafsir Fathul Qadir. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.
Qurthubi, Syaikh Imam Al. Tafsir Imam Al Qurthubi. Jakarta: Pustaka Azzam,
2009.
Suseno, Franz Magnis. Etika Dasar, Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral.
Yogyakarta: Kanisius, 1991.
Haris, Syamsuddin. Masalah-Masalah Demokrasi Dan Kebangsaan Era
Reformasi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2014.

18 | M a k a l a h K e l o m p o k 4

Anda mungkin juga menyukai