Pada umumnya, penulis menggunakan bentuk kerangka topik karena dua pertimbangan.
Pertama, kerangka topik lebih sederhana karena rumusannya lebih singkat. Kedua, karena
kesederhanaannya itu, kerangka topik lebih mudah dibuat daripada kerangka kalimat.
Kerangka karangan harus sudah menunjukan sistematika karangan yang akan diwujudkan.
Sistematika itu terwujud dalam kerangka yang sistematis pula. Dalam kerangka karangan yang
demikian, urutan bagian karangan secara berjenjang akan tampak pula. Kerangka topik yang
terungkap di depan belum menunjukan jenjang sistematika tataan isi karangan. Dengan menambah
bagian-bagian yang belum ada, tataan yang berjenjang dapat diamati pada contoh berikut.
Judul Proses Mengarang
Kerangka topik Kegiatan Prapenulis
1. Penentuan Topik Karangan
2. Penentuan Tujuan Karangan
3. Penyusunan Kerangka Karangan
Kegiatan Penulisan
1. Penulisan Draf Bagian Karangan
2. Penulisan Draf Karangan Utuh
Kegiatan Pascapenulisan
1. Pemeriksaan Kesalahan Draf Karangan
2. Revisi Draf Karangan
3. Penyuntingan Draf Karangan
4. Penerbitan Krangan
C. Penyusunan Karangan
Penyusunan karangan adalah tahap kegiatan awal dalam mewujudkan karangan.
Dalam penyusunan karangan itu, ada dua kemampuan yang harus dimiliki, yakni kemampuan
menyusun draf karangan yang utuh dan kemampuan penyuntingan (editing) karangan.
Penulisan draf merupakan aktifitas menyusun karangan secara utuh. Dengan kata lain,
penulisan draf artikel itu merupakan proses pengungkapan butir-butir gagasan yang sudah
tertera secara hierarkis dan sistematis. Sehubungan dengan itu, ada ketentuan-ketentuan
prosedural yang patut diperhatikan.
Pengungkapan gagasan tidak perlu bersifat verbal, yakni pengungkapan dengan kata, frasa,
kalimat, dan untaian kalimat, tetapi dapat juga bersifat visual. Pengungkapan visual itu berwujud
tampilan-tampilan visual, seperti tabel, diagram, figurasi, organigram, dan poligon.
Ada yang perlu dipertimbangkan dalam menggunakan tampilan visual itu dalam karangan.
Pertama, tampilan visual itu berfungsi sebagai materi suplemen terhadap penampilan verbal.
Substansi utama tetap berupa tampilan verbal. Kedua, tampilan verbal itu senantiasa menjadi bagian
integral teks. Karena itu, keberadaan dan fungsi tampilan visual dalam bentuk perukukan (penyebutan
dalam teks verbalnya). Ketiga, tampilan visual yang mengganggu tampilan verbal perlu dihindari
dengan menempatkan tampilan visual pada lampiran. Berikut ini dapat decermati tampilan verbal
yang dilengkapi dengan tampilan visual yang berupa tabel.
Apabila selisih hasil penimbangan dengan hasil pada tabel terpaut sedikit, maka hal ini masih
ditoleransi. Namun, bila terdapat selisih yang tajam, maka peternak harus mencari dan meneliti faktor
apa yang kiranya menghambat pertumbuhan ayam tersebut. Apakah ransom yang diberikan kepada
ayam kurang memadai, kuantitas pakar yang kurang, kepadatan kendang yang terlalu sesak, atau
karena adanya penyakit.
Kedua, sifat malas untuk segera memulai menulis draf lazim menjadi sebab tidak segera
terwujudnya draf karangan. Biasanya, ada ketidakjelasan apa yang akan dituliskan baik secara global
maupun secara parsial jika sebuah tulisan belum diwujudkan. Selama ada keengganan untuk segera
memulai menulis, ketidakjelasan itu tidak segera dapat dipecahkan. Bahkan, sering ada masalah yang
baru diketahui ketahui ketika draf sedang dan sudah dituliskan.
Ketiga, ada keengganan dan kekurangcermatan dalam mengumpulkan dan menata bahan-
bahan tulisan. Hal itu menyulitkan dalam mewujudkan draf karangan. Salah satu penanda akibat
keengganan itu adalah sibuknya mengumpulkan bahan tulisan ketika sedang menulis draf karangan.
Karena itu, kumpulkanlah semua bahan selengkap-lengkapnya sebelum menuliskan draf karangan
agar dapat menuliskan draf karangan dengan lancar.
Sehubungan dengan penulisan draf awal, saran Brown (1978:9) berikut layak diperhatikan.
Segeralah mulai menulis! Jangan berlama-lama dengan judul atau tulisan awal yang baik. Keduanya
dapat dikerjakan belakangan. Apabila memiliki suatu tulisan awal dalam pikiran, hal itu merupakan
gagasan yang baik untuk segera dituliskan. Kemudian, jika gagasan sudah jelas dalam tulisan, dapat
kembali ke tulisan awal dan menuliskan yang lebih baik. Tulisan yang paling awal adalah tulisan yang
bertele-tele dan kaku yang harus dituliskan kembali. Tuliskan saja segera jika dipandang perlu.
Tuliskan draf awal sepenuh mungkin, bahkan mungkin memasukkan bahan-bahan ekstra atau
berlebih. Bahan-bahan yang berlebih itu lebih mudah membuangnya daripada menambahnya.
Sekali lagi jangan memiliki rasa enggan untuk memulai dan meneruskan kegiatan menulis
draf karangan. Perlu disadari bahwa penulisan draf adalah satu proses yang harus dilalui. Penulis tidak
perlu memiliki idealisme bahwa karangan harus langsung jadi. Karangan dalam bentuk teks awal
adalah sebuah draf yang masih perlu direvisi dan diperbaiki.
Setelah menulis draf karangan, tugas berikutnya adalah memperbaiki karangan. Kegiatan
memperbaiki karangan itu sering juga disebut merevisi karangan. Ada empat aspek yang perlu
diperhatikan dan perlu diperbaiki, yakni aspek isi, aspek bahasa, aspek ejaan dan tanda baca, dan
aspek teknis.
Aspek isi menyangkut gagasan yang akan dikemukakan dalam karangan. Agar memiliki
pegangan dalam memperbaiki aspek isi, pertanyaan-pertanyaan berikut dapat digunakan sebagai
pemandu.
1. Apakah isi karangan sudah sistematis, baik dari segi hubungan logis
maupun dari segi hubungan kronologis?
2. Apakah isi karangan sudah lengkap dalam arti bahwa gagasan yang
terungkap sudah memenuhi kebutuhan?
3. Apakah isi karangan sudah akurat dalam arti bahwa butir-butir gagasan
sudah benar diukur dari gagasan yang dibutuhkan.
4. Apakah isi karangan sudah memadai diukur dari kebutuhan informasi
yang diperlukan oleh calon pembaca?
Aspek kedua adalah aspek bahasa. Pertanyaan-pertanyaan berikut dapat dipakai sebagai
pemandu.
1. Apakah ragam Bahasa yang digunakan sudah sesuai dengan ragam yang
dibutuhkan dalam karangan.
2. Apakah kata-kata yang digunakan sudah termasuk kata-kata yang tepat
diukur dari pemilihan kata atau diksi?
3. Apakah kalimat-kalimatnya sudah termasuk kalimat yang efektif baik
diukur dari kejelasan gagasan, variasi kalimat, maupun diukur dari
kaidah struktur kalimat?
Aspek ketiga adalah aspek ejaan dan tanda baca. Untuk memperbaiki ejaan dan tanda baca,
pertanyaan-pertanyaan berikut dapat digunakan sebagai pedomannya.
1. Apakah ejaan yang digunakan dalam draf sudah sesuai dengan kaidah
penggunaan ejaan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Ejaan Bahasa
Indonesia Yang Disempurnakan?
2. Apakah tanda baca yang digunakan sudah mengikuti kaidah pengguna
tanda baca sebagaimana diatur dalam Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan?
Aspek yang keempat yang perlu diperbaiki adalah aspek teknik penulisan. Hal-hal teknis itu
menyangkut teknik penggunaan margin (kiri, kanan, atas, bawah), teknik penomoran, teknik
penulisan pustaka, teknik pengutipan, dan teknik tampilan visual, seperti tabel, organigram, diagram,
gambar, dan denah. Pertanyaan berikut dapat digunakan sebagai pemandu perbaikan setiap teknis
tersebut.
1. Apakah nomor yang digunakan sudah sesuai dengan system penomoran
yang benar?
2. Apakah penulisan daftar pustaka sudah sesuai dengan ketentuan-
ketentuan teknis penulisan daftar pustaka?
3. Apakah kutipan sudah dituliskan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
dalam teknik penulisan kutipan pustaka?
4. Apakah penampilan informasi visual sudah sesuai dengan ketentuan
teknik penampilan informasi visual?
Daftar Pustaka : Hoerudin, C. W., dkk. (2013). Pengembangan kompetensi Bahasa Indonesia.
Pusat Bahasa UIN Sunan Gunung Djati:Bandung
Nim : 1203030066
Kelas : HTN – 1B
Matkul : B. Indonesia