Anda di halaman 1dari 23

PENULISAN KERANGKA DAN KARANGAN KARYA

ILMIAH

Makalah
Penulisan Kerangka Dan Karangan Karya Ilmiah

KELOMPOK 11

Disusun Oleh :

Salsabila Adinda Arianofa 20211140

FAKULTAS HUKUM ,ADMINISTRASI PUBLIK

UNIVERSITAS BANADAR LAMPUNG TAHUN AJARAN 2022/2023


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...............................................................................................

KATA PENGANTAR .............................................................................................

DAFTAR ISI ............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................


B. Rumusan Masalah .......................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Penulisan Kerangka ..............................................................


B. Manfaat Kerangka Karangan.......................................................................

C. Fungsi Kerangka Karangan..............................................................................

D. Penyusunan Kerangka Karangan ..................................................................


E. Pola Penyusunan Kerangka Karangan...............................................................
F. Macam-Macam Kerangka Karangan.................................................................
G. Syarat-Syarat Kerangka Karangan Mengembangkan Kerangka Karangan dan
Penerapan Penyuntingan.....................................................................................
H. Pengertian Karya Ilmiah............................................................................

I. Penggunaan Ragam Ilmiah........................................................................

J. Asas-asas Penyusunan Gagasan dalam Karya Ilmiah............................

K. Teknik Mengatur Perwajahan Karangan...............................................

L. Aspek Penalaran dalam Karya Ilmiah.....................................................

M. Penalaran Deduktif dan Induktif..............................................................


BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................................................
B. Saran .............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kerangka karangan adalah rencana kerja yang memuat garis-garis besar suatu karangan yang
mengandung ketentuan-ketentuan bagaimana kita akan menyusun kerangka-kerangka
karangan yang mempunyai banyak fungsi dan manfaat bagi penulis.

Kerangka karangan mempunyai banyak bagian-bagian yang harus di pelajari agar suatu
karangan bisa tersusun dengan baik dengan menggunakan pola-pola penyusunan seperti pola
alamiah dan logis.

Agar karangan dapat dipahami oleh pembaca dan tidak terjadi pengulangan pembahasan
maka penulis perlu memahami tatacara dan syarat-syarat yang telah dikemukakan dalam
uraian kerangka karangan.

Kerangka karangan mempunyai macam-macam yang berdasarkan perincian dan perumusan


teks.Serta mempelajari bagaimana cara penerapan penyusunan kerangka yang baik dan benar.

Berdasarkan pernyataan tersebut di atas maka penulisan makalah ini kami beri judul
“Pengertian, Manfaat Dan Fungsi Kerangka Karangan, Pola Penyusunan, Macam-Macam
Dan Syarat Kerangka Karangan”.

Karya ilmiah merupakan hasil tulisan yang menuruti suatu aturan tertentu. Aturan tersebut 

biasanya merupakan suatu persyaratan tata tulis yang telah dibakukan oleh masyarakat

akademik. Secara umum, proses penulisan karya ilmiah dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu:

tahap prapenulisan, tahap penulisan, dan tahap perbaikan. Sebagai hasil penelitian atau

kegiatan ilmiah setiap karangan ilmiah mengandung komponen adanya masalah yang

menjadi topik karangan ilmiah itu. Adanya tujuan penelitian, metode penelitian, teori yang

dianut, objek penelitian, instrumen yang digunakan, dan adanya hasil penelitian yang

diperoleh. Setelah kaidah ditemukan dan dirumuskan, kegiatan penelitian harus diwujudkan

dalam bentuk laporan. Hal ini dimaksudkan karena sasaran akhir penelitian adalah

mengkomunikasikan hasil penelitian pada khalayak terkait. Oleh karena itu,  menulis laporan

merupakan tahap akhir yang penting dalam penelitian, karena menulis laporan merupakan
proses komunikasi yang membutuhkan adanya pengertian yang sama antara penulis dan 

pembaca.

Jadi, dapat disimpulkan belajar menulis karya ilmiah itu sangat penting. Supaya di setiap
proses dan tahapannya sesuai dengan aturan yang berlaku. Selain itu, pentingnya belajar
menulis karya ilmiah juga dapat memperjelas sasaran atau tujuan dilaksanakannya penelitian
sehingga dalam pembahasannya dapat disampaikan secara tepat dan mudah dipahami oleh
pembaca.
B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan makalah adalah :

1. Apakah pengertian kerangka karangan ?


2. Apa manfaat kerangka karangan ?
3. Apa sajakah fungsi kerangka karangan itu ?
4. Bagaimana cara penyusunan kerangka karangan ?
5. Ada berapa macam kerangka karangan ?
6. Apa saja syarat-syarat kerangka karangan agar menjadi suatu karya ilmiah yang
baik dan benar ?
7. Bagaimana caranya agar penulis bisa mengembangkan dan menerapkan penyusunan
kerangka karangan
8. Bagaimana pengertian karya ilmiah?
9. Bagaimana penggunaan ragam ilmiah?
10. Bagaimana asas-asas penyusunan gagasan dalam karya ilmiah?
11. Bagaimana teknik mengatur perwajahan karangan?
12. Bagaimana aspek penalaran dalam karangan ilmiah?
13. Bagaimana pengertian dari penalaran induktif dan deduktif?

C.Tujuan penulisan

Tujuan penulisan makalah ini agar kita dapat mengetahui :

1. Pengertian kerangka karangan.


2. Manfaat kerangka karangan.
3. Fungsi kerangka karangan.
4. Cara penyusunan kerangka karangan.
5. Macam-macam kerangka karangan.
6. Syarat-syarat kerangka karangan agar menjadi suatu karya ilmiah yang baik dan benar.
7. Cara agar penulis bisa mengembangkan dan menerapkan penyusunan kerangka karangan.
8. untuk mengetahui dan memahami pengertian karya ilmiah.

9. untuk mengetahui dan memahami penggunaan ragam ilmiah.

10. untuk mengetahui dan memahami asas-asas penyusunan gagasan dalam karya ilmiah.

11. untuk mengetahui dan memahami teknik mengatur perwajahan karangan.

12. untuk mengetahui dan memahami aspek penalaran dalam karangan ilmiah.
13. untuk mengetahui dan memahami pengertian dari penalaran induktif dan deduktif.

BAB II

PENGERTIAN, MANFAAT DAN FUNGSI KERANGKA KARANGAN, POLA


PENYUSUNAN, MACAM-MACAM DAN SYARAT KERANGKA KARANGAN

A. Pengertian Kerangka Karangan

Kerangka karangan adalah rencana kerja yang membuat garis-garis besar suatu karangan
yang ketentuan-ketentuan bagaimana kita akan menyusun karangan-karangan.[1]

Kerangka karangan dapat diartikan rancangan kerja yang memuat ketentuan-ketentuan pokok
bagaimana suatu topik harus diperinci dan dikembangkan. Kerangka karangan dapat
berbentuk catatan-catatan sederhana tapi juga dapat berbentuk mendetail dan digarap sangat
cermat.

B.Manfaat Kerangka Karangan

Kerangka karangan dapat membantu penulis dalam hal-hal berikut :

1. Untuk menyusun karangan secara teratur.

2. Memudahkan penulis menciptakan klimaks yang berbeda-beda.

3. Menghindari garapan sebuah topik sampai dua kali atau lebih.

4. Memudahkan penulis untuk mencari materi pembantu.[2]

C. Fungsi Kerangka Karangan

Adapun fungsi kerangka karangan adalah :

1. Memperlihatkan pokok bahasan, sub bahasan.

2. Mencegah pembahasan keluar dari sasaran yang sudah dirumuskan dalam topik,
judul,kalimat, tesis dan tujuan karangan.

3. Memudahkan penyusunan karangan sehingga menjadi lebih baik dan teratur.

4. Memudahkan penempatan antara pembagian karangan yang penting dengan yang kurang
penting.

5. Menghindari timbulnya pengulangan pembahasan.

6. Membantu pengumpulan sumber-sumber yang diperlukan.[3]


D.Penyusunan Kerangka Karangan

Langkah-langkah dalam penyusunan kerangka karangan adalah :

1. Rumuskan tema.

Harus berbentuk (tesis) atau pengungkapan maksud.

2. Inventarisasi topik.

3. Evaluasi semua topik yang telah tercatat.

4. Menentukan sebuah pola susunan yang paling cocok.

E. Pola Penyusunan Kerangka Karangan

1. Pola Alamiah.

Pola Alamiah adalah suatu urutan kerangka karangan dengan keadaan nyata di alam yang
didasari tiga atau empat dimensi dalam kehidupan manusia atas-bawah, melintang-
menyeberang, sekarang-nanti, dulu-sekarang, timur-barat. Pola alamiah dapat di bagi menjadi
tiga bagian :

a. Urutan Berdasarkan Waktu (Kronologis)

Urutan kronologis adalah urutan yang didasarkan pada runtunan peristiwa atau tahap-tahap
kejadian berdasarkan kronologinya. Peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain.

b. Urutan Ruang (Spasial)

Yaitu urutan yang didasarkan pada ruang atau tempat. yang biasanya digunakan dalam tulisan
yang bersifat deskriptif.

c. Topik yang ada.

Yaitu untuk menggambarkan hal tersebut secara lengkap pada bagian-bagian tertentu.

2. Pola Logis.

Macam-macam urutan logis :

a. Urutan klimaks dan anti klimaks.


Posisi suatu rangkaian yang penting berada pada akhir rangkaian di sebut urutan klimaks.
Sedangkan posisi yang penting berada di awal karangan disebut urutan anti klimaks.

b. Urutan kausal.

Urutan kausal mencakup dua pola dari sebab ke akibat dan urutan akibat ke sebab pola yang
pertama disebut sebab. Pola selanjutnya disebut akibat.

C.Urutan pemecahan masalah.

Urutan pemecahan masalah di mulai dari suatu masalah tertentu kemudian berkembang
menuju kesimpulan umum atau pemecahan suatu masalah tersebut. Landasan pemecahan
masalah terdiri atas tiga bagian :

1). Deskripsi : mengenai persoalan atau masalah

2). Analisa : mengenai sebab akibat sari persoalan

3). Alternatif : untuk jalan keluar suatu masalah

D. Urutan umum khusus.

Suatu masalah yang dimulai dari suatu kelompok kecil di sebut urutan umum-khusus, tapi
sebaliknya jika persoalan itu memaparkan peristiwa dari kelompok kecil sehingga menelusuri
kelompok besar di sebut khusus-umum.

E . Urutan familiaritas.

Adalah mengemukakan sesuatu yang sudah dikenal kemudian berangsur pindah kepada hal-
hal yang kurang di kenal.

f. Urutan akseptabilitas.

Adalah mempersoalkan apakah suatu gagasan diterima atau tidak oleh pembaca ataukah
disetujui atau tidak.[4]

F. Macam-Macam Kerangka Karangan

1. Berdasarkan perincian.

A. Kerangka karangan sederhana (non-formal)

Merupakan suatu alat bantu, sebuah penuntun bagi suatu tulisan yang terarah.yang terdiri dari
tesis dan pokok-pokok utama.

B. Kerangka karangan formal.

Kerangka karangan yang timbul dari pertimbangan bahwa topik yang akan di garap bersifat
sangat komplek atau suatu topik yang sederhana tetapi penulis tidak bermaksud untuk segera
menggarapnya.[5]
2. Berdasarkan perumusan teks.

A.Kerangka kalimat.

Menggunakan kalimat deklaratif yang lengkap untuk merumuskan setiap topik, sub topik.
Misalnya :

1). Pendahuluan

2). Latar belakang

3). Rumusan masalah

4). Tujuan.[6]

Manfaat menggunakan kerangka kalimat :

1). Memaksa penulis untuk merumuskan topik yang akan diuraikan.

2). Perumusan topik-topik akan tetap jelas.

3). Kalimat yang dirumuskan dengan baik dan cermat akan jelas bagi siapapun, seperti bagi
pengarangnya sendiri.

B. Kerangka topik

Kerangka topik dimulai dengan perumusan tesis dalam sebuah kalimat yang lengkap dan
menggunakan kata atau frase. Kerangka lebih baik manfaatnya dari kerangka topik, tetapi
kelebihan kerangka topik adalah lebih jelas merumuskan hubungan-hubungan kepentingan
antar gagasan.

G.Syarat-Syarat Kerangka Karangan

1. Tesis atau pengungkapan maksud harus jelas.

2. Tiap unit dalam kerangka karangan hanya mengandung satu gagasan.

3. Pokok-pokok kerangka karangan harus disusun secara logis

4.Harus mempergunakan pasangan simbol yang konsisten.[7]

H.Mengembangkan Kerangka Karangan

Setelah karangan tertulis tersusun langkah selanjutnya yang harus dilakukan penulis adalah
mengembangkan kerangka karangan menjadi sebuah bentuk karya tulis yang utuh.
Pengembangan kerangka karangan membutuhkan sejumlah data ataupun kebenaran-
kebenaran yang mendukung gagasan.

I. Penerapan Penyuntingan
Untuk menerapkan cara penyuntingan kerangka karangan dengan mempergunakan semua
persyaratan akan memudahkan uraian mengenai penerapan penyusunan.[8]

I.Pengertian Karya Ilmiah

Karya ilmiah merupakan karya tulis yang menyajikan gagasan, deskripsi atau pemecahan
masalah secara sistematis, objektif dan jujur, dengan menggunakan bahasa baku, serta
didukung oleh fakta, teori atau bukti-bukti empirik. Karya ilmiah merupakan karya tulis yang
isinya berusaha memaparkan suatu pembahasan secara ilmiah yang dilakukan oleh seorang
penulis atau peneliti.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa karya ilmiah adalah laporan
tertulis dan dipublikasi yang memaparkan hasil penelitian atau pengkajian yang telah
dilakukan oleh seseorang atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang
dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan.

J. Penggunaan Ragam Ilmiah

Penulisan karya ilmiah hendaknya menggunakan bahasa yang jelas, tepat, formal dan lugas.
Kejelasan dan ketepatan isi dapat diwujudkan dengan menggunakan kata dan istilah yang
jelas, tepat, tidak berbelit-belit dan struktur paragraf yang runtut.

Kelugasan dan keformalan gaya bahasa diwujudkan dengan menggunakan kalimat pasif,
kata-kata yang tidak emotif dan tidak berbunga-bunga. Hindarilah penggunaan kata seperti
saya atau kita. Jika terpaksa menyebutkan kegiatan yang dilakukan oleh penulis sendiri istilah
yang dipakai bukan kami atau saya, melainkan penulis atau peneliti. Namun, istilah penulis
atau peneliti hendaknya digunakan seminimal mungkin.

Skripsi yang mengikuti paradigma positivistik wajib ditulis dengan ragam bahasa ilmiah,
tidak menggunakan ragam bahasa sastra, orasi, daerah, pasar, populer dan sejenisnya. Dalam
ragam bahasa ilmiah positivistik berlaku ketentuan-ketentuan antara lain: baku, logis, terukur,
tepat, denotatif, efektif, terjalin kesinambungan urutan serta bahasa yang baik dan benar.

K. Asas-asas Penyusunan Gagasan dalam Karya Ilmiah

1. Kejelasan (clarity)

Karangan ilmiah harus konkret dan jelas. Kejelasan itu tidak saja berarti mudah dipahami,
mudah dibaca, tetapi juga harus tidak memberi ruang untuk disalahtafsirkan, tidak boleh
bersifat sama-samar, kabur dan tidak boleh ada di wilayah abu-abu. (Bahasa Jawa: ‘kedah
gamblang wijang-wijang’). Kejelasan di dalam karangan ilmiah itu ditopang oleh hal-hal
berikut:
a. Pemakaian bentuk kebahasaan yang lebih dikenal daripada bentuk kebahasan yang
masih harus dicari-cari dulu maknanya, bahkan oleh penulisnya.

b. Pemakaian kata-kata yang pendek, ringkas, tajam, lugas, daripada kata-kata yang
berbelit, panjang, rancu dan boros (verbose).

c. Pemakaian kata-kata dalam bahasa sendiri daripada kata-kata dalam bahasa asing.

Kata-kata asing dapat digunakan hanya kalau memang istilah itu sangat teknis sifatnya
sehingga tidak (belum) ada istilah/kata yang pas dalam bahasa indonesia.

2. Ketepatan (accuracy)

Karangan ilmiah menjujung tinggi keakuratan. Hasil penelitian ilmiah dan cara penyajian
hasil penelitian itu haruslah tepat/akurat. Supaya karangan ilmiah menjadi sungguh-sungguh
akurat, penulis/peneliti harus sangat cermat, teliti, tidak bleh sembrono, atau ‘main-main
dengan ilmu’.

Dalam penyampaiannya di dalam karangan ilmiah itu harus terwadahi butir-butir gagasan
dengan kecocokan sepenuhnya seperti yang dimaksudkan oleh peneliti/penulisnya.
Kualifikasi demikian itulah yang dimaksud dengan istilah ‘efektif-‘sangkil’.

3. Keringkasan (brevity)

Karangan ilmiah haruslah ringkas. Ringkas tidak sama dengan pendek. Karangan yang
tebalnya 500 halaman dapat dikatakan ringkas sejauh di dalamnya tidak terdapat bentuk-
bentuk kebahasaan yang bertele-tele, kalimat-kalimat yang bertumpukan (running-on
sentences), dan sarat dengan kemubaziran dan kerancuan.

Jadi, karya ilmiah itu tidak boleh menghamburkan kata-kata, tidak boleh mengulang-ulang
ide yang telah diungkapakan, dan tidak berputar-putar dalam mengungkapkan maksud atau
gagasan. Karangan ilmiah harus dibangun dari ide yang kaya dengan bahasa yang hemat dan
sederhana. Jadi bukan sebaliknya, ide yang miskin namun dengan bahasa berbunga-bunga.

Karangan ilmiah harus ditulis dengan hati dan diteliti kembali, dibenahi dan diedit kembali
dengan pikiran. Jadi, peganglah prinsip ’writing with heart, editing with brain’ di dalam
praktik menulis karangan ilmiah.

L.Teknik Mengatur Perwajahan Karangan

Yang dimaksud dengan perwajahan adalah tata letak (lay out) unsur-unsur skripsi serta aturan
penulisan unsur-unsur tersebut, yang berkaitan dengan segi keindahan dan estetika naskah.
Tata letak dan penulisan unsur-unsur skripsi, tesis, atau disertasi harus diusahakan sabaik-
baiknya agar skripsi, tesis, atau disertasi tersebut tampak rapi dan menarik. Dalam
pembicaraan tentang perwajahan, dikemukakan secara ringkas mengenai masalah kertas pola
ukuran dan penomoran.
1. Kertas Pola Ukuran

Supaya tiap halaman ketikan rapi, sebaiknya digunakan kertas pola ukuran. Kertas pola
ukuran tersebut dipasang setiap kali mengganti halaman dan kertas pola ukuran itu harus
ditaati agar hasil ketikan tampak rapi. Jika menggunakan komputer, program-program
tertentu harus dikuasai terlebih dahulu agar format yang dikehendaki terwujud.

Pada umumnya garis pembatas pada kertas pola ukuran tersebut diatur dengan ukuran sebagai
berikut:

a) Pias (margin) atas 4 cm,

b) Pias bawah 3 cm,

c) Pias kiri 4 cm, dan

d) Pias kanan 3 cm.

2. Penomoran

a) Angka yang digunakan

Angka untuk nomor yang lazim digunakan dalam skripsi, tesis, disertasi, atau karangan
ilmiah umumnya adalah angka Romawi kecil, angka Romawi besar, dan angka Arab. Angka
Romawi kecil (i, ii, iii, iv, v) dipakai untuk menomori halaman judul, halaman yang bertajuk
prakata, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, daftar lampiran, dan daftar lain (jika ada).
Angka Romawi besar (I, II, III, IV, V) digunakan untuk menomori tajuk bab pendahuluan,
tajuk bab analisis, tajuk bab simpulan, misalnya BAB I PENDAHULUAN. Angka Arab (1, 2,
3, 4, dan seterusnya) digunakan untuk menomori halaman-halaman naskah mulai bab
pendahuluan sampai dengan halaman terakhir dan untuk menomori nama-nama tabel, grafik,
histogram, bagan, dan skema.

b) Letak Penomoran

Halaman judul, daftar isi, daftar tabel, daftar grafik, daftar lampiran, menggunakan angka
Romawi kecil yang diletakkan pada bagian bawah, tepat di tengah-tengah (simetris).
Halaman yang bertajuk bab pendahuluan, bab analisis, bab simpulan, daftar pustaka/rujukan,
indeks, dan lampiran, menggunakan angka Arab yang diletakkan pada bagian bawah, tepat di
tengah-tengah (simetris). Halaman-halaman naskah lanjutan menggunakan angka Arab yang
diletakkan pada bagian kanan atas.

c) Penomoran Subbab

Subbab dan subsubbab dinomori dengan angka Arab sistem digital. Angka terakhir dalam
digital ini tidak diberi titik (seperti 1.1, 1.2, 2.1, 1.1.2, 2.2.3, 3.2.1, dan seterusnya). Dalam
hubungan ini, angka digital tidak lebih dari tiga angka (maksimal, misalnya 1.1.1, 1.4.3,
1.1.2, 3.2.2, 3.3.3, 4.4.1), sedangkan penomoran selanjutnya menggunakan a, b, c, kemudian
1), 2), 3), selanjutnya a), b), c), dan seterusnya.
Artikel berbentuk feature dapat lebih dinikmati, kalau artikel tersebut diberi ilustrasi. Lebih-
lebih bila isinya mengenai sesuatu keilmuan atau petunjuk teknis. Informasi akan
menjenuhkan bila diungkapkan dengan kata, karena bertele-tele, lebih baik disajikan berupa
gambar ilustrasi.

Ilustrasi memang gambar, tetapi tidak hanya gambar tangan yang dibuat dengan pensil,
ballpen atau tinta Cina saja, melainkan dapat juga berupa foto jepretan lensa, gambar
pandangan pancungan, peta, denah, bagan dan diagram.

E. Aspek Penalaran dalam Karya Ilmiah

Suatu karangan sesederhana apapun akan mencerminkan kualitas penalaran seseorang.


Penalaran itu akan tampak dalam pola pikir penyusuan karangan itu sendiri. Penalaran dalam
suatu karangan ilmiah mencakup 5 aspek. Kelima aspek tersebut adalah:

1. Aspek Keterkaitan

Aspek keterkaitan adalah hubungan antar bagian yang satu dengan yang lain dalam suatu
karangan. Artinya, bagian-bagian dalam karangan ilmiah harus berkaitan satu sama lain. Pada
pendahuluan misalnya, antara latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
harus berkaitan. Rumusan masalah juga harus berkaitan dengan bagian landasan teori,
pembahasan, dan harus berkaitan juga dengan kesimpulan.

2. Aspek Urutan

Aspek urutan adalah pola urutan tentang suatu yang harus didahulukan atau ditampilkan
kemudian (dari hal yang paling mendasar ke hal yang bersifat pengembangan). Suatu
karangan ilmiah harus mengikuti urutan pola pikir tertentu. Pada bagian Pendahuluan,
dipaparkan dasar-dasar berpikir secara umum. Landasan teori merupakan paparan kerangka
analisis yang akan dipakai untuk membahas. Baru setelah itu persoalan dibahas secara detail
dan lengkap. Di akhir pembahasan disajikan kesimpulan atas pembahasan sekaligus sebagai
penutup karangan ilmiah.

3. Aspek Argumentasi

Yaitu bagaimana hubungan bagian yang menyatakan fakta, analisis terhadap fakta,
pembuktian suatu pernyataan, dan kesimpulan dari hal yang telah dibuktikan. Hampir
sebagian besar isi karangan ilmiah menyajikan argumen-argumen mengapa masalah tersebut
perlu dibahas (pendahuluan), pendapat-pendapat atau temuan-temuan dalam analisis harus
memuat argumen-argumen yang lengkap dan mendalam.

4. Aspek Teknik Penyusunan

Yaitu bagaimana pola penyusunan yang dipakai, apakah digunakan secara konsisten.
Karangan ilmiah harus disusun dengan pola penyusunan tertentu, dan teknik ini bersifat baku
dan universal. Untuk itu pemahaman terhadap teknik penyusunan karangan ilmiah
merupakan syarat multak yang harus dipenuhi jika orang akan menyusun karangan ilmiah.

5. Aspek Bahasa

Yaitu bagaimana penggunaan bahasa dalam karangan tersebut? baik dan benar? Baku?
Karangan ilmiah disusun dengan bahasa yang baik, benar dan ilmiah. Penggunaan bahasa
yang tidak tepat justru akan mengurangi kadar keilmiahan suatu karya sastra lebih-lebih
untuk karangan ilmiah akademis.

M. Penalaran Deduktif dan Induktif

1. Penalaran Deduktif

Penalaran deduktif dapat diartikan sebagai suatu proses berpikir di mana orang memulai dari
pernyataan yang umum menuju pernyataan yang khusus (spesifik) dengan menggunakan
aturan-aturan logika yang dapat diterima. Penalaran ini merupakan suatu sistem yang
digunakan untuk mengorganisir fakta-fakta yang telah diketahui guna membuat suatu
kesimpulan. Proses ini dilakukan melalui serangkaian pernyataan yang disebut silogisme,
yang berisi premis mayor, premis minor dan kesimpulan. Contoh:

(a) Semua manusia pasti mati (premis mayor)

(b) Scorates adalah seorang manusia (premis minor)

(c) Scorates pasti mati (kesimpulan)

Penarikan kesimpulan dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Dikatakan
penarikan kesimpulan secara langsung bila ditarik dari satu premis, sedangkan bila ditarik
dari dua premis disebut secara tidak langsung.

a. Menarik Kesimpulan secara Langsung

1) Konversi

Konversi merupakan penarikan kesimpulan secara langsung dengan prinsip-prinsip sebagai


berikut:

(a) Subjek premis menjadi predikat kesimpulan.

(b) Predikat premis menjadi subjek kesimpulan.

(c) Kualitas premis sama dengan kualitas kesimpulan.

(d) Term yang tidak tersebar dalam premis juga tidak tersebar dalam kesimpulan.

Pada proposisi universal afirmatif, polanya adalah semua S adalah P (premis) dan sebagian P
adalah S (kesimpulan).
Contoh: Semua kursi untuk tempat duduk. (premis) Sebagian tempat duduk adalah kursi.
(kesimpulan) Pada proposisi universal negatif, polanya adalah tak satupun S adalah P
(premis) dan tak satupun P adalah S (kesimpulan).

Contoh: Tak satupun gajah adalah serangga. (premis) Tak satupun serangga adalah gajah.
(kesimpulan) Pada proposisi khusus afirmatif, polanya adalah sebagian S adalah P (premis)
dan sebagian P adalah S (kesimpulan).

Contoh: Sebagian pegawai adalah orang yang jujur. (premis) Sebagian orang yang jujur
adalah pegawai. (kesimpulan) Pada konversi, penarikan kesimpulan tidak dapat dilakukan
dengan proposisi khusus negatif.

2) Oversi

Oversi merupakan cara penarikan kesimpulan secara langsung dengan prinsip-prinsip sebagai
berikut:

(a) Subjek premis sama dengan subjek kesimpulan.

(b) Predikat kesimpulan kontradiktori dengan predikat premis.

(c) Kualitas kesimpulan kebalikan dari kualitas premis.

(d) Kuantitas kesimpulan sama dengan kuantitas premis.

Pada proposisi universal afirmatif, polanya adalah semua S adalah P (premis) dan tidak
satupun S adalah tak P (kesimpulan).

Contoh: Semua rudal adalah senjata berbahaya. Tak satupun rudal yang bukan senjata
berbahaya. Pada proposisi universal negatif, polanya adalah tidak satupun S adalah P
(premis) dan semua S adalah tak P (kesimpulan).

Contoh: Tidak satupun mahasiswa laki-laki lulus ujian. Semua yang lulus bukan mahasiswa
laki-laki. Pada proposisi khusus afirmatif, polanya adalah sebagian S tidaklah P (premis) dan
sebagian S tidaklah P (kesimpulan).

Contoh: Beberapa peserta demonstrasi adalah mahasiswa. Beberapa peserta demonstrasi


adalah bukan mahasiswa. Pada proposisi khusus negatif, polanya adalah sebagian S tidaklah
P (premis) dan sebagian S adalah P (kesimpulan).

Contoh: Sebagian mobil adalah bukan barang impor. Sebagian mobil adalah barang impor.

3) Kontraporsisi

Kontraporsisi merupakan jenis pengambilan kesimpulan dengan prinsip-prinsip sebagai


berikut:

(a) Subjek kesimpulan adalah kontradiktori predikat premis.

(b) Predikat kesimpulan adalah subjek premis.


(c) Kualitas kesimpulan tidak sama dengan kualitas premis.

(d) Tidak ada term yang tersebar.

Pada proposisi universal afirmatif, polanya adalah semua S adalah P (premis), tidak satupun
S adalah tak P (kesimpulan) dan tidak satupun tak P adalah S (kesimpulan).

Contoh: Semua gajah adalah berbelalai. Tidak satupun gajah adalah tak berbelalai. Tidak
satupun (yang) tak berbelalai adalah gajah. Pada proposisi universal negatif, polanya adalah
tidak satupun S adalah P (premis), semua S adalah tak P (kesimpulan) dan sebagian tak P
adalah S (kesimpulan).

Contoh: Tak seorangpun pejabat miskin. Semua pejabat tak miskin. Sebagian yang tak
miskin adalah pejabat. Pada proposisi khusus negatif, polanya adalah sebagian S tidaklah P
(premis), sebagian S adalah P (kesimpulan) dan sebagian tak P adalah S (kesimpulan).

Contoh: Sebagian jembatan bukan besi. Sebagian jembatan tak besi. Sebagian yang tak besi
adalah jembatan.

B.Menarik Kesimpulan secara Tidak Langsung

1) Silogisme Kategorial

Silogisme kategorial terdiri atas dua proposisi sebagai premis dan satu proposisi sebagai
kesimpulan. Premis yang bersifat umum disebut premis mayor, sedangkan yang bersifat
khusus disebut premis minor. Adapun dalam kesimpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek
kesimpulan disebut term minor, sedangkan predikat kesimpulan disebut term mayor

Contoh: Semua binatang berjenis jantan dan betina (premis mayor) Sapi adalah binatang
(premis minor) Jadi, sapi berjenis jantan dan betina (kesimpulan)

2) Silogisme Hipotesis

Silogisme hipotesis merupakan bentuk silogisme yang terdiri atas premis mayor yang
berproposisi kondisional hipotesis. Pada silogisme hipotesis ini, bila premis mayornya
membenarkan anteseden, maka kesimpulannya akan membenarkan konsekuen. Bila premis
minornya menolak anteseden, maka kesimpulannya akan menolak konsekuen.

Contoh: Jika kertas dibakar, kertas akan hangus. Kertas dibakar. Jadi, kertas hangus. Jika
kertas dibakar, kertas akan hangus. Kertas tidak dibakar. Jadi, kertas tidak akan hangus.

3) Silogisme Alternatif

Silogisme alternatif ditandai dengan premis mayor alternatif. Jika premis minornya
membenarkan salah satu alternatif, kesimpulannya akan menolak alternatif yang lain.
Contoh: Dia seorang guru atau pengusaha. Dia seorang guru. Jadi, dia bukan seorang
pengusaha. Dia seorang guru atau pengusaha. Dia bukan seorang guru. Jadi, dia seorang
pengusaha.

4) Entimen

Biasanya, silogisme jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Biasanya, dalam


penarikan kesimpulan tidak mengeksplisitkan premis mayor. Hal ini dikarenakan oleh telah
diketahuinya sifat dalam premis mayor tersebut. Dengan demikian, yang dikemukakan hanya
premis minor dan kesimpulan.

Contoh: Semua peserta upacara ikut berbaris. Raehani adalah peserta upacara. Jadi, Raehani
ikut berbaris.

Dalam berkomunikasi sehari-hari, contoh silogisme di atas lebih banyak diungkapkan dalam
entimen demikian: “Raehani ikut berbaris karena peserta upacara.” atau “Karena sebagai
peserta upacara, Raehani ikut berbaris.”

2. Penalaran Induktif

Penalaran induktif merupakan penalaran yang bertolak dari pernyataan-pernyataan khusus


(premis) untuk menghasilkan kesimpulan yang umum. Beberapa bentuk penalaran induktif
adalah sebagai berikut:

A. Generalisasi

Generalisasi merupakan proses penalaran yang betumpu pada beberapa pernyataan yang
mempunyai sifat tertentu untuk menghasilkan kesimpulan umum.

Contoh: Jika dipanaskan, kawat memuai. Jika dipanaskan, tembaga memuai. Jika
dipanaskan, besi memuai. Jadi, jika dipanaskan, benda logam memuai.

B.Analogi

Analogi merupakan proses penalaran dengan cara membandingkan dua hal yang mempunyai
sifat yang sama atau yang memiliki kemiripan dalam hal-hal tertentu. Apa yang berlaku pada
hal yang satu akan berlaku juga pada hal yang lain karena dua hal tersebut memiliki
kemiripan.

Misalnya seorang pernah membeli jeruk. Waktu itu, dia harus memilih dengan saksama untuk
mendapatkan jeruk yang manis, bahkan harus mencicipinya pula. Akhirnya memang
mendapatkan jeruk yang manis dan dicermatilah karakter jeruk itu dari segi fisiknya. Kulit
jeruk agak kekuningan, teraba agak tipis dan sedikit lembek. Pada saat yang lain dia membeli
jeruk lagi. Kali ini tidak harus memilih jeruk dengan susah payah. Dia dapat menetapkan
jeruk di hadapannya itu manis atau masam hanya dengan menggunakan rujukan karakter
jeruk yang pernah dibelinya. Cara demikian berbentuk analogi.

C.Hubungan Kausal

Hubungan kausal adalah bentuk penalaran dengan cara mengaitkan gejala-gejala yang saling
berhubungan dalam hukum kausalitas. Penalaran dalam bentuk hubungan kausal ini dapat
bertolak dari sebab ke akibat atau dari akibat ke sebab.

Misalnya, bila kita bakar kayu tentu akan muncul asap (sebab-akibat). Bila dari kejauhan kita
tahu ada asap membumbung ke angkasa, maka kita bisa menyimpulkan bahwa di bawahnya
terdapat api (akibat-sebab).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari kesimpulan di atas dapat di simpulkan bahwa kerangka karangan merupakan suatu
rencana kerja yang mengandung ketentuan-ketentuan bagaimana caranya menyusun
karangan.

Cara penyusunan kerangka karangan mempunyai dua pola. Pertama, pola alamiah dan
kedua pola logis.

Kerangka karangan juga mempunyai macam-macam yang berdasarkan perincian dan


rumusan teks, kerangka karangan yang berdasarkan perincian ada dua macam berupa
kerangka karangan sementara dan kerangka karangan formal. Sedangkan yang berdasarkan
perumusan teks yaitu kerangka kalimat dan kerangka topik.

Kerangka karangan memberikan banyak manfaat. Diantaranya agar tidak terjadi


pengulangan pembahasan sehingga pembaca tidak perlu bertanya lagi dan jelasnya topik
yang akan di bahas.

1. Karya ilmiah adalah laporan tertulis dan dipublikasi yang memaparkan hasil

penelitian atau pengkajian yang telah dilakukan oleh seseorang atau sebuah tim

dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati oleh

masyarakat keilmuan.

2. Penulisan karya ilmiah hendaknya menggunakan bahasa yang jelas, tepat, formal

dan lugas dengan menggunakan kata dan istilah yang jelas dan tepat, kalimat yang

tidak berbelit-belit dan struktur paragraf yang runtut.

3. Asas-asas penyusunan gagasan dalam karya ilmiah meliputi kejelasan, ketepatan

dan keringkasan.

4. Yang dimaksud dengan perwajahan adalah tata letak (lay out) yang berkaitan

dengan segi keindahan dan estetika naskah. Dalam hal ini dikemukakan secara

ringkas mengenai masalah kertas pola ukuran dan penomoran.


5. Aspek-aspek penalaran dalam karya ilmiah meliputi aspek keterikatan, urutan,

argumentasi, teknik penyusunan dan aspek bahasa.

6. Penalaran deduktif merupakan proses berfikir dari pernyataan yang umum menuju

pernyataan yang khusus. Sedangkan penalaran induktif merupakan kebalikan dari

penalaran deduktif yaitu dari hal yang khusus menuju ke hal yang umum.

B. Saran

Hendaknya dalam membuat sebuah karangan memperhatikan kaidah-kaidah yang


benar sehingga akan menghasilkan karya tulis yang mudah dipahami oleh semua pembaca,
sehingga maksud dan tujuan menulis tepat dan mengena dan dapat dirasakan nilai
kemanfaatannya bagi semua.

Dengan diselesaikannya makalah ini kami berharap makalah ini dapat menambah wawasan
dan pengetahuan pembaca. Selanjutnya penulis juga mengharapkan kritik dan saran guna
peningkatan kualitas dalam penulisan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Keraf, Groys. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Nusa Indah, 1997.

Pratiwi, Yuni. Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Erlangga, 2004.

Ramlan, M. Kalimat, Konfungsi, Dan Repsisi Dalam Bahasa Indonesia Dalam Penulisan
Karangan. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharta, 2008.

Syamrotul Fuadi, Deti. Bahasa Indonesia : Ringkasan dan Bank Soal. Bandung : Yroma
Widya 200

[1] Deti Syamrotul Fuadi, Bahasa Indonesia : Ringkasan Dan Bank Soal (Bandung : Yroma
Widya 2005), 244-245.

[2] Groys Keraf, Tata Bahasa Indonesia (Jakarta : Nusa Indah, 1997), 132.

[3] M. Ramlan, Kalimat, Konfungsi, Dan Repsisi Dalam Bahasa Indonesia Dalam Penulisan
Karangan (Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma, 2008), 158.

[4] Groys Keraf, Tata Bahasa Indonesia (Jakarta: Nusa Indah, 1997), 136-142.

[5] Yuni Pratiwi, Bahasa Dan Sastra Indonesia (Jakarta: Erlangga, 2004), 56-59.

[6] M. Rahlan, Kalimat. Konjungsi Dan Reposisi Dalam Bahasa Indonesia Dalam Penulisan
Karangan (Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma, 2008) 160.

[7] Yuni Pratiwi, Bahasa Dan Sastra Indonesia (Jakarta : Erlangga,2004), 95-100.

[8] Deti Syamrotul Fuadi, Bahasa Indonesia, Ringkasan Dan Bank Soal (Bandung : Yrama
Widya 2005), 246.

Dalman. Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: Rajawali Pers, 2012.

Fauzi, Asep. “Penulisan Karya Ilmiah”. (http://asep-fauzi.blogspot.com/2011/12/makalah-

tentang-penulisan-karya-ilmiah.html, diakses tanggal 20 November 2014).

Hartono. Bagaimana Menulis Tesis. Malang: UMM Press, 2009.

Mujianto, Gigit. Bahasa Indonesia. Malang: UMM Press, 2010.


Nurita. “Konsep Penalaran Ilmiah dalam Penulisan Ilmiah”.

(http://nurii-thaa.blogspot.com/2014/03/konsep-penalaran-ilmiah-dalam-

penulisan.html, diakses tanggal 18 November 2014).

Rahardi, Kunjana. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Erlangga, 2009.

Revisi, Tim. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Kediri: Stain Press, 2009. Soeseno, Slamet.

Teknik Penulisan Imliah Populer. Jakarta: Gramedia, 1984

Anda mungkin juga menyukai