“KERANGKA KARANGAN”
Disusun oleh :
A. Pengantar
1
atau belum, dan apakah gagasan itu sudah disajikan dengan baik dan harmonis dalam
perimbangannya.
b. Memudahkan penulis menciptakan klimaks yang berbeda-beda
Setiap tulisan dikembangkan menuju ke satu klimaks tertentu. Namun sebelum
mencapai klimaks, terdapat sejumlah bagian yang berbeda kepentingannya terhadap
klimaks utama. Setiiap bagian juga memiliki klimaks tersendiri, hal ini bertujuan
pembaca dapat terpikat secara terus-menerus.
c. Menghindari penggarapan sebuah topik sampai dua kali atau lebih
Penyelesaian suatu topik sampai dua kali atau lebih tidak perlu dilakukan. Karena hal
tersebut hanya akan membawa efek yang tidak menguntungkan, misalnya bila
penulis tidak sadar akan pendapatnya yang pertama dan pendapatnya yang lain. Hal
ini dapat menyebabkan dua pendapat yang saling bertentangan satu sama lain
terhadap topik yang sama.
d. Memudahkan penulis untuk mencari materi baru
Dengan menggunakan perincian dalam kerangka karangan penulis dengan mudah
akan mencari data atau fakta untuk dapat memperjelas atau membuktikan
pendapatnya.
e. Mencegah pembahasan keluar dari sasaran yang sudah dirumuskan dalam topik,
judul, kalimat tesis, dan tujuan karangan
Dengan menyusun kerangka karangan, diharapkan tidak ada pembahasan yang keluar
dari topik semula.
f. Memperlihatkan kekurangan dan kelebihan materi pembahasan
Kerangka karangan dapat menunjukkan bagian mana yang sesuai atau tidak sesuai
dengan topik, sehingga bisa dilihat bagian yang kurang atau berlebihan dalam suatu
karangan.
Dengan penyusutan ini pembaca akan melihat wujud, gagasan, struktur, serta
nilai umum dari karangan itu. Kerangka karangan merupakan miniatur atau prototipe dari
sebuah karangan. Dengan demikian, tesis atau pengungkapan maksud = kerangka
karangan = karangan = ringkasan.
Suatu kerangka karangan yang baik tidak hanya sekali dibuat. Penulis selalu
berusaha menyempurnakan bentuk yang pertama sehingga diperoleh bentuk yang baik.
Berikut langkah-langkah yang perlu diikuti, terutama bagi mereka yang baru mulai
menulis:
2
a. Merumuskan tema yang jelas
Tema dirumuskan berdasarkan topik dan tujuan yang hendak dicapai dari penulisan
karangan. Tema juga harus dirumuskan dalam bentuk tesis atau pengungkapan
maksud, sehingga tujuan penulisan karangan tersebut jelas.
b. Menginventarisasi topik-topik bawahan yang dianggap perincian dari tesis atau
pengungkapan maksud
Inventarisasi topik merupakan perincian dari tesis atau pengungkapan maksud
rumusan tema. Dalam hal ini, penulis dapat mencatat sebanyak-banyaknya topik
yang terlintas dalam pikirannya.
c. Mengevaluasi seluruh topik
Evaluasi topik dapat dilakukan dalam beberapa tahap:
1. Harus diperhatikan apakah topik-topik tersebut sudah memiliki pertalian atau
relevansi dengan tesis atau pengungkapan maksud. Jika tidak ada pertalian sama
sekali, sebaiknya topik tersebut dihilangkan dari daftar.
2. Topik-topik yang masih dipertahankan harus dievaluasi lebih lanjut. Topik-topik
yang masih dipertahankan harus dievaluasi lagi, apakah ada lebih dari satu topik
yang membahas hal yang sama, walaupun dirumuskan dengan cara yang berbeda.
Apabila terjadi hal seperti itu, harus diadakan perumusan baru yang mencakup
topik semua topik tersebut.
3. Harus dievaluasi lagi apakah semua topik sifatnya sederajat atau tidak. Jika ada,
hendaknya topik-topik bawahan itu dimasukkan ke dalam topik yang lebih tinggi
kedudukannya, tetapi bila topik bawahan itu hanya ada satu, sebaiknya dilengkapi
dengan topik-topik bawahan yang lain.
4. Ada kemungkinan bahwa ada dua topik atau lebih yang kedudukannya sederajat,
tetapi lebih rendah dari topik-topik yang lain. Jika demikian, usahakanlah untuk
mencari satu topik yang lebih tinggi guna membawahi topik-topik tersebut.
d. Untuk mendapatkan kerangka karangan yang sangat terperinci, maka kita harus
mengevaluasi dan menganalisis kesetaraan topik berulang-ulang agar kita dapat
menyusun topik-topik yang lebih rendah tingkatannya.
e. Menentukan sebuah pola susunan yang paling cocok untuk mengurutkan semua
perincian dari tesis atau pengungkapan maksud. Dengan adanya pola susunan
tersebut, semua perincian akan tersusun kembali, sehingga akan diperoleh sebuah
karangan yang baik.
3
Pola karangan dibuat agar kerangka karangan dapat tersusun secara teratur. Pola
karangan terdiri dari beberapa tipe susunan dan cara. Pola susunan yang paling utama
adalah pola alamiah dan pola logis. Pola ilmiah adalah pola yang didasarkan atas urutan-
urutan kejadian, tempat, atau ruang. Pola logis lebih dipengaruhi oleh jalan pikiran
manusia tentang persoalan yang tengah dikerjakan itu dan cara menghadapinya.
a. Pola Alamiah
Pola alamiah adalah suatu urutan unit-unit kerangka karangan yang sesuai dengan
keadaan nyata di alam. Oleh sebab itu, susunan alamiah dapat dibagi lagi menjadi
tiga bagian utama, yaitu urutan berdasarkan waktu (urutan kronologis), urutan
berdasarkan ruang (urutan spasial), dan urutan berdasarkan topik yang sudah ada.
1. Urutan waktu (kronologis)
Urutan waktu adalah urutan yang pada runtutan peristiwa atau tahap-tahap
kejadian. Caranya adalah dengan mengurutkan kejadian berdasarkan urutan
kejadiannya. Peristiwa yang satu mendahului yang lain atau suatu peristiwa
mengikuti peristiwa yang lain. Terkadang suatu peristiwa tidak akan terlihat
menarik jika tidak dilihat sebagai suatu rangkaian dengan peristiwa-peristiwa
lainnya, sehingga urutan waktu harus diperhatikan.
Urutan kronologis sering digunakan dalam roman, novel, cerpen, dan
dalam bentuk karangan naratif lainnya, adalah suatu variasi yang mulai dengan
suatu titik yang menegangkan, kemudian mengadakan flashback sejak awal hinga
titik yang menegangkan. Uraian selanjutnya mencakup perkembangan sesudah
apa yang dikemukakan dalam bagian pertama yaitu titik yang menegangkan.
Urutan kronologis adalah urutan yang paling umum, tetapi juga
merupakan satu-satunya cara yang kurang menarik dan paling lemah. Sering,
terutama dalam menjelaskan suatu proses, urutan ini merupakan cara yang
esensial.
2. Urutan ruang (spasial)
Urutan ruang menjadi landasan yang paling penting jika topik memiliki
hubungan yang erat dengan aspek keruangan. Urutan ini sering digunakan
terutama dalam tulisan-tulisan yang bersifat deskriptif. Jalan pikiran penulis akan
mudah diikuti secara teratur oleh pembaca jika aspek keruangan digambarkan
secara berurutan. Uraian tentang kepadatan penduduk digambarkan dengan
urutan geografis, dari timur ke barat atau dari utara ke selatan.
b. Pola Logis
1. Urutan Klimaks dan Anti Klimaks
Urutan ini timbul sebagai tanggapan penulis yang memiliki pendirian
bahwa posisi tertentu dari suatu rangkaian merupakan posisi yang paling tinggi
kedudukannya. Jika posisi yang paling penting kedudukannya itu berada di
belakang, urutan ini disebut klimaks. Dalam urutan klimaks, pengarang
mengurutkan bagian-bagian dari topik itu ke dalam suatu urutan yang semakin
dalam kepentingannya, dimulai dari yang paling rendah kepentingannya.
Urutan yang merupakan kebalikan dari klimaks adalah anti klimaks.
Dalam urutan ini, penulis mulai dari bagian-bagian yang paling penting dari
sebuah rangkaian, dan berangsur-angsur menuju kepada suatu topik yang paling
rendah kepentingannya. Urutan ini hanya efektif jika digunakan dalam penyajian
hal-hal konkret, misalnya hierarki jabatan, sedangkan untuk mengemukakan hal-
hal yang abstrak, urutan klimaks akan mengalami kesulitan karena tidak menarik
perhatian. Pembaca tidak akan tertarik dan menaruh perhatian lagi karena hal-hal
yang penting sudah dikemukakan di depan. Kekecewaan terhadap urutan anti
klimaks disebabkan oleh kegagalan menempatkan bagian yang paling penting
secara tepat.
2. Urutan Kausal
Urutan kausal mencakup dua pola, yaitu urutan sebab-akibat dan urutan
akibat-sebab. Pada pola sebab-akibat, suatu permasalahan dianggap sebagai
sebab, kemudian dilanjutkan dengan perincian-perincian yang menelusuri akibat-
akibat yang mungkin terjadi. Urutan ini sangat efektif jika digunakan dalam
penulisan sejarah atau persoalan-persoalan yang dihadapi umat manusia pada
umumnya. Sebaliknya dalam pola akibat-sebab, permasalahan dilihat sebagai
suatu akibat yang dilanjutkan dengan perincian-perincian untuk menelusuri
sebab-sebabnya. Cara ini merupakan cara yang paling umum digunakan dalam
sebuah karangan.
3. Urutan Pemecahan Masalah
Urutan pemecahan masalah dimulai dengan suatu masalah tertentu,
kemudian bergerak menuju pemecahan masalah tersebut atau kesimpulan umum.
5
Sekurang-kurangnya uraian yang menggunakan landasan pemecahan masalah
terdiri dari tiga bagian utama, yaitu deskripsi mengenai peristiwa atau persoalan
tadi, analisis mengenai sebab-sebab atau akibat-akibat dari persoalan, dan
alternatif-alternatif untuk jalan keluar dari masalah yang dihadapi tersebut.
Untuk memecahkan masalah tersebut, penulis harus benar-benar
menemukan semua sebab, baik secara langsung maupun tidak langsung. Setiap
hal baru bisa dikatakan masalah apabila akibat-akibatnya sudah mencapai titik
kritis. Jadi untuk memecahkan masalah, hal yang dilakukan tidak sekadar
menemukan sebab-sebab, melainkan juga menemukan semua akibat, baik secara
langsung mapupun tidak langsung, yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi,
sehingga masalah bisa terselesaikan secara tuntas.
4. Urutan Umum-Khusus
Urutan ini terdiri dari dua corak, yaitu umum ke khusus dan khusus ke
umum. Urutan dari umum ke khusus pertama-tama memperkenalkan kelompok-
kelompok yang paling besar atau yang paling umum, kemudian menelusuri
kelompok-kelompok khusus yang lebih kecil. Contohnya, pertama-tama penulis
menguraikan bangsa Indonesia secara keseluruhan, kemudian berlanjut ke hal-hal
yang lebih khusus, seperti suku-suku bangsa di Indonesia. Dari uraian yang
bersifat khusus tadi bisa dirinci lagi ke hal-hal yang lebih mendetail, misalnya
uraian dari setiap suku di Indonesia. Urutan khusus–umum adalah kebalikan dari
urutan umum–khusus. Penulis mengawali dengan hal-hal yang bersifat khusus,
kemudian beranjak ke hal-hal yang bersifat lebih umum yang mencakup hal-hal
khusus tadi. Urutan ini lazim digunakan karena sesuai dengan corak berpikir
manusia pada umumnya.
Urutan umum–khusus mengandung implikasi bahwa hal-hal yang bersifat
umu sudah diketahui penulis, sehingga tugas selanjutnya adalah mengidentifikasi
hal-hal khusus yang mengikuti pola umum tadi. Sebaliknya, urutan khusus-umum
mengandung implikasi bahwa hal-hal yang bersifat umum maupun khusus belum
diketahui sama sekali. Hanya untuk menemukan kaidah-kaidah umum perlu
diselidiki terlebih dahulu hal-hal yang bersifat khusus secara saksama. Urutan
umum–khusus ini sebenarnya dapat mencakup pula urutan sebab–akibat, klimaks,
pemecahan masalah, dan dapat pula mengambil bentuk klasifikasi atau ilustrasi.
Dalam ilustrasi mula-mula dikemukakan suatu pernyataan umum, kemudian
diajukan penjelasan-penjelasan yang dapat menunjang, dan bila perlu disajikan
ilustrasi-ilustrasi yang dapat berbentuk contoh, perbandingan, atau pertentangan.
5. Urutan Familiaritas
Urutan familiaritas dimulai dengan mengemukakan sesuatu yang sudah
dikenal, kemudian berangsur-angsur pindah kepada hal-hal yang kurang dikenal
6
atau belum dikenal. Secara logis memang agak ganjil jika pengarang mulai
menguraikan sesuatu yang tidak dikenalnya, atau yang tidak dikenal pembaca.
Dalam keadaan-keadaan tertentu cara ini misalnya diterapkan dengan
menggunakan analogi. Seorang penulis diminta untuk membuat suatu uraian
mengenai video-phone. Banyak orang yang belum mengetahui alat macam apa
video-phone itu, dan bagaimana kerjanya. Namun ada sejumlah barang yang
dikenal yang termasuk dalam familiar ini. Demikian pula bila televisi bekerja
hanya searah, maka video-phone bekerja dua arah timbal balik.
6. Urutan Akseptabilitas
Urutan akseptabilitas mirip dengan urutan familiaritas. Urutan
akseptabilitas mempersoalkan apakah suatu gagasan diterima atau tidak oleh
pembaca, apakan pendapat disetujui atau tidak oleh pembaca. Oleh sebab itu
sebelum menguraikan gagasan-gagasan yang mungkin ditolak oleh para
pembaca, penulis harus mengemukakan gagasan-gagasan yang kiranya dapat
diterima oleh pembaca, sekaligus gagasan-gagasan itu menjadi landasan pula bagi
gagasan yang mungkin akan ditolak itu.
Satu hal yang perlu ditegaskan di sini sebelum melangkah ke persoalan
yang lain, adalah bahwa tidak ada keharusan untuk mempergunakan pola
kerangka karangan yang sama dengan seluruh karangan. Contohnya bila pada
topik-topik utama telah digunakan urutan waktu (kronologis), maka pengarang
harus menjaga agar topik-topik yang mengandung urutan waktu saja yang dapat
disajikan dalam topik utamanya.
a. Berdasarkan Perincian
Berdasarkan perincian dapat dibedakan kerangka karangan sementara (non-formal)
dan kerangka karangan formal.
1. Kerangka Karangan Sementara
Kerangka karangan sementara merupakan suatu alat bantu, sebuah
penuntun bagi suatu tulisan yang terarah. Sekaligus ia menjadi dasar untuk
penelitian kembali guna mengadakan perombakan-perombakan yang dianggap
perlu. Kerangka karangan ini bersifat sementara, sehingga tidak perlu disusun
7
secara terperinci. Namun, perhatian sepenuhnya harus dicurahkan pada
penyusunan kalimat-kalimat, alinea-alinea, atau bagian-bagian tanpa
mempersoalkan lagi bagaimana susunan karangannya, atau bagaimana susunan
bagian-bagiannya.
Kerangka karangan non-formal (sementara) biasanya hanya terdiri dari
tesis dan pokok-pokok utama, paling tinggi dua tingkat perincian. Alasan untuk
menggarap sebuah kerangka karangan sementara dapat berupa topik yang tidak
kompleks, atau karena penulis segera menggarap karangan itu.
2. Kerangka Karangan Formal
Kerangka karangan yang bersifat formal biasanya timbul dari
pertimbangan bahwa topik yang akan digarap bersifat sangat kompleks, atau
suatu topik yang sederhana tetapi penulis tidak bermaksud untuk segera
menggarapnya. Namun karena pada saat menulis kerangka karangan itu muncul
banyak gagasan yang jelas mengenai tesis tadi, penulis ingin mencatat semua
gagasan yang timbul pada saat itu dalam suatu kerangka yang sangat terperinci.
Proses perencanaan sebuah kerangka karangan formal mengikuti prosedur yang
sama seperti kernagka non-formal. Tesisnya dirumuskan dengan cermat dan
tepat, kemudian dipecah-pecah menjadi bagian-bagian bawahan (sub-ordinasi)
yang dikembangkan untuk menjelaskan gagasan sentralnya. Suatu tesis yang
diperinci minimal atas tiga tingkat perincian sudah dapat disebut kerangka
formal.
Supaya tingkatan-tingkatan yang ada jelas kelihatan hubungannya satu
sama lain, maka dipergunakan pula simbol-simbol dan tipografi yang konsisten
bagi tingkatan yang sederajat. Tanda-tanda itu harus ditempatkan sedemikian
rupa sehingga mudah dilihat.
F. Penerapan Penyusunan
TESIS : Karena kerusakan lingkungan hidup dapat membawa malapetaka bagi umat
manusia, kebijaksanaan pembangunan terutama pada negara berkembang
harus diarahkan kepada pengembangan lingkungan hidup untuk dapat
mengurangi kemiskinan dan sekaligus dapat mengurangi faktor penyebab
kerusakan lingkungan hidup itu sendiri.
9
I. Masalah lingkungan hidup sudah timbul sebelum abad XX.
a. Mesopotamia hancur enam ribu tahun yang lalu.
b. Inggris menghadapi kesulitan karena Revolusi Industri.
II. Negara-negara maju telah lama menghadapi pencemaran lingkungan.
III. Negara berkembang juga mulai menyadari masalah lingkungan hidup.
IV. Perlu diambil kebijaksanaan segera oleh negara berkembang untuk memperbaiki
lingkungan hidup.
TESIS : Karena kerusakan lingkungan hidup dapat membawa malapetaka bagi umat
manusia, kebijaksanaan pembangunan terutama pada negara berkembang
harus diarahkan kepada pengembangan lingkungan hidup dan sekaligus
dapat mengurangi faktor penyebab kerusakan lingkungan itu sendiri.
PENDAHULUAN
1. Pengertian lingkungan hidup
2. Pembatasan pokok
3. Metode/kerangka ilmiah
4. Susunan karangan
SIMPULAN
H. Simpulan
14
I. Referensi
Keraf, Gorys. 2009. Kompisis. Ende: Nusa Indah
Rahardi, Kunjana. 2008. Kerangka Karangan. File powerpoint
15