I. Komunikasi efektif
Seorang pendidik suka membuat hal yang sederhana menjadi rumit. Seorang
komunikator membuat hal yang rumit menjadi sederhana. John C.Maxwell
1. Persiapan
Penampilan
Materi (membuat peta pembicaraan)
Ketahuilah tujuan anda
tema harus menarik dan menantang
jangan bicarakan dua hal: yang sudah mereka ketahui dan yang tidak
ingin mereka dengar.
Sistematika dari makro ke mikro
kronologis yang jelas
Penggunaan ungkapan dan bahasa yang jelas
Data/informasi yang akurat
Menggunakan contoh yang konkrit dan aktual.
Sarana dan prasarana
Latihan: The will to win means nothing until the will to prepare
2. Pelaksanaan
a. Awal
Strong opening (hallo efect)
Mengendalikan suasana dan audiens
Hindari kesalahan
b. Saat
Kendalikan emosi
Menerapkan etika berkomunikasi dan memakai humor
(kadang kadang)
Perhatikan bahasa tubuh
c. Akhir
Memorable Closing
3. Evaluasi
Minta umpan balik dari kerabat dekat
Tidak perlu terlalu memikirkan kurang dan lebihnya penampilan anda!
Segala sesuatu tidaklah sesulit yang kita lihat: segala sesuatu lebih menguntungkan
daripada yang anda duga; dan jika ada kemungkinan berhasil, maka hal itu akan
benar-benar terjadi dan pada saat yang terbaik Maxwell
2. Penyikapan
Tentukan tujuan penyikapan, contoh: pengurus ISMKI memulai sebuah opini publik,
melalui artikel pencerdasan dan kuesioner yang menuntut partisipasi mahasiswa
kedokteran seluruh Indonesia, yang tujuannya menyakinkan mahasiswa kedokteran
bahwa RUU Pendidikan Kedokteran tidak langsung disetujui namun perlu dikaji ulang
oleh Pemerintah agar sesuai dengan kebutuhan dan tantangan.
Buatlah penyikapan pada saat yang tepat.
Melalui berbicara di depan publik ataupun tulisan yang dimuat dalam media massa
yang bisa mempengaruhi pikiran masyarakat secara bersamaan dalam satu waktu.
Seringkali opini publik dimulai karena ada opini publik lainnya, terjadi saling hantam
opini dalam kurun waktu tertentu.
Salah satu penyikapan yang efektif adalah demonstrasi. Melalui demonstrasi pesan
yang dibawa jelas (orasi, spanduk, poste dan lain-lain), lokasi yang diambil pasti
strategis sehingga masyarakat mau tidak mau dipaksa melihat aksi tersebut, entah
langsung ataupun melalui media, yang ujungnya mempengaruhi persepsi masyarakat
terhadap suatu isu/opini publik.
IV. Propaganda
4.1 Apa dan mengapa
Asal-usul kata propaganda sulit ditentukan secara pasti, tetapi ada suatu
sumber yang menyatakan bahwa kata itu mulai digunakan pada tahun 1622,
ketika Paus Gregory XV mendirikan sebuah organisasi yang diberi nama
Congregatio de Propaganda Fide. Organisasi itu bertugas untuk menyebarkan
agama Kristen Katholik di kalangan masyarakat non-Kristen. Dalam konteks
pengertian ini, propaganda diartikan sebagai organisasi yang mengirimkan
pesan-pesan. Setelah tahun 1622 propaganda tidak hanya diartikan sebagai
organisasi, tetapi juga sebagai pesan yang disebarkan oleh organisasi. Dalam
perkembangan, pengertian propaganda juga berkaitan dengan teknik yang
digunakan untuk menyampaikan pesan, sebagai contoh: iklan, film dan televisi.
Berdasarkan tujuannya, propaganda juga diartikan sebagai komunikasi yang
ditujukan untuk menyebarluaskan tujuan yang diinginkan (sering bersifat
subversif dan jahat) terhadap para pemirsa, dan dilakukan dengan cara-cara
yang berpengaruh. Pada umumnya propaganda yang memberikan isu-isu
kontroversial lebih mudah diterima oleh masyarakat.
Di Indonesia, kata propaganda dipakai sistem pemerintahan Jepang untuk
menjajah ibu pertiwi. Buktinya, sistem pemerintahan jepang membentuk
departemen propaganda (sendenbu) di bawah pemerintah militer Jepang
dengan berpegang dua prinsip utama yaitu bagaiamana menarik hati rakyat dan
bagaimana mengindoktrinasasi dan menjinakkan mereka. Tujuannya
memobilisasi seluruh rakyat guna mendukung kepentingan perang dan untuk
merubah mentalitas mereka secara keseluruhan. Bagi Jepang, Indonesia
memiliki posisi geografis, ekonomis dan politis yang strategis untuk mendukung
kepentingan perangnya melawan kolonialisme Barat yang ketika itu masih
meluas di Asia. Rakyat Indonesia, yang ketika itu masih dalam belenggu
penjajahan Belanda, menjadi salah satu faktor akselerasi terbentuknya
kekuasaan militer Jepang. Dengan memanfaatkan kondisi rakyat yang ingin
segera terbebas dari penindasan kekuasaan Belanda itu, Jepang
mempersiapkan propaganda secaara sistematis, intensif dan kontrol yang ketat
dengan pemberlakuan undang-undang yang sangat mengikat kebebasan arus
komunikasi di negeri ini.
Sistem propaganda dipersiapkan secara solid dan hasilnya banyak materi
propaganda dikemas dalam bentuk kesenian, seperti puisi, prosa, nyanyian, film
dan sandiwara. Pengemasan propaganda dalam bentuk kesenian sangat
diutamakan oleh Jepang, karena kesenian dengan nilai entertaining-nya dapat
mengurangi kesadaran khalayak bahwa mereka telah diindoktrinasi.
Kita melihat dan paham bahwa propaganda menjadi satu alat yang bisa
menaklukkan negara. Itu bisa dilakukan jika kita memahami teori dan
menerapkannya. Propaganda merupakan alat yang ampuh dalam kegiatan
berkomunikasi dan seringkali kita mempersepsikan propaganda sebagai alat
cuci otak. Menurut Jozef Goebbels, Menteri Propaganda Nazi di zaman Hitler,
mengatakan: Sebarkan kebohongan berulang-ulang kepada publik. Kebohongan
yang diulang-ulang, akan membuat publik menjadi percaya. Tentang
kebohongan ini, Goebbels juga mengajarkan bahwa kebohongan yang paling
besar ialah kebenaran yang dirubah sedikit saja. Begitu ampuhnya peran
propaganda sehingga kita harus berhati-hati dalam menerima dan mengartikan
segala informasi menjadi sebuah pemikiran maupun sikap bersama.
4.2 Elemen
Santosa Sastropoetro menyatakan elemen-elemen atau ciri-ciri propaganda
sebagai berikut:
1. Komunikator, atau orang yang dilembagakan/lembaga yang menyampaikan
pesan dengan isi dan tujuan tertentu.
2. Komunikan atau penerima pesan yang diharapkan menerima pesan dan
kemudian melakukan sesuatu sesuai pola yang ditentukan oleh komunikator.
3. Kebijaksanaan atau politik propaganda yang menentukan isi dan tujuan yang
hendak dicapai.
4. Pesan tertentu yang telah di-encode atau dirumuskan sedemikian rupa agar
mencapai tujuannya yang efektif.
5. Sarana atau medium yang tepat dan sesuai atau serasi dengan situasi dari
komunikan.
6. Teknik yang seefektif mungkin, yang dapat memberikan pengaruh yang
setepatnya dan mampu mendorong komunikan melakukan sesuatu yang sesuai
dengan keinginan atau pola yang ditentukan oleh komunikator.
7. Kondisi dan situasi yang memungkinkan dilakukannya kegiatan propaganda
yang bersangkutan.
4.3 Cara
Dalam buku The Fine Art of Prapaganda, yang ditulis Alfred McClung Lee &
Alizabeth Briant Lee pada tahun 1939, menguraikan tujuh poin propaganda yaitu:
1. Name Calling, teknik memberikan label buruk pada sesuatu
gagasan/orang/lembaga supaya sasaran tidak menyukai atau menolaknya.
2. The glittering generalation device (Penggunaan kata-kata muluk), adalah
strategi percakapan dengan memaparkan hal-hal umum sehingga soal-soal detail
yang sebenarnya penting tidak sempat diperhatikan oleh khalayak (tanpa
memeriksa bukti-bukti).
3. The transfe device (Pengalihan), merupakan visualisasi konsep untuk
mengalihkan karakter tertentu ke suatu pihak. Sebagai contoh : para politikus
memajang fotonya ketika sedang bersalaman dengan presiden di ruang
kantornya. Hal inidimaksudkan untuk memindahkan wibawa yang dimiliki presiden
ke dalam dirinya
4. Testimoni (kesaksian/pengutipan), teknik memberi kesempatan pada orang-
orang yang mengagumi atau membenci untuk mengatakan bahwa sebuah
gagasan atau program atau produk atau seseorang itu baik atau buruk untuk
mengesahkan dan memperkuat tindakannya sendiri.
5. Plain Folks, teknik propaganda yang dipakai pembicara propaganda dalam
upaya meyakinkan sasaran bahwa dia dan gagasan-gagasannya adalah bagus
karena mereka adalah bagian dari rakyat.
6. The card stacking device (Pemalsuan), berisikan fakta yang mendukung
pendapat seseorang dan mengesampingkan semua fakta yang berlawanan.
Kemudian fakta tersebut disajikan guna menarik khalayak agar menerimanya,
walaupun fakta tersebut berlawanan dengan kebenaran.
7. Bandwagon (Hura-hura), teknik ini digunakan dalam rangka meyakinkan
kepada sasaran bahwa semua anggota suatu kelompok (di mana sasaran
menjadi anggotanya) menerima programnya, dan oleh karena itu sasaran harus
mengikuti kelompok dan segera menggabungkan diri pada kelompok. Dalam hal
ini propagandis harus turun ke lapangan untuk mencapai keberhasilan tersebut.
V. Kesimpulan
Komunikasi menjadi alat penting dalam menentukan kesuskesan hidup.
Komunikasi efektif merupakan tujuan setiap kegiatan komunikasi.
Kegiatan komunikasi punya berbagai macam bentuk seperti berbicara di depan publik
(public speaking), tulisan berbentuk opini publik maupun propaganda.
Komunikasi yang efektif disertai kebenaran dan manfaat yang jelas, tanpa keduanya
komunikasi hanya menjadi alat yang membual ataupun menyebarkan kebohongan.
Communicating well is the heart of the leadership. Every great leader has had not only a
great vision but an ability to communicate is properly
Birowo, Mathilda MW. Bercermin lewat tulisan. Jakarta: Kompas Gramedia, 2012.
Lee, Alfred McClung dan Alizabeth Brian Lee. The Fine Art of Prapaganda, 1939.