Anda di halaman 1dari 10

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................................i

KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang....................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah................................................................................................. 2

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan............................................................................ 2

BAB II. PEMBAHASAN


A. Dialektika Kant......................................................................................................3
B. Dialektika Hegel ....................................................................................................4
C. Dialektika Marx.....................................................................................................5

BAB III. PENUTUP


A.Kesimpulan............................................................................................................7
B.Saran......................................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dari sejumlah aliran filsafat seputar perubahan di jagad raya, filsafat dialektika
dianggap yang paling terkenal. Terma dialektika berakar dari bahasa Yunani diaglein yang
artinya ‘melalui, pemisahan, terpisah’, sedangkan legein yang artinya ‘berbicara,
mengumpulkan, menjelaskan’. Dengan demikian, secara literal diaglein bermakna
mengumpulkan yang berserakan dan meramu pembicaraan yang tercerai berai (Zetta dalam
Sawirman, 2016: 38). Dialektika menjadi sebuah cara pandang untuk membaca dunia,
kehidupan, realitas, dan masyarakat yang berangkat dari aksioma bahwa segala hal yang ada
dan berada bukan statis atau tetap atau tidak bergerak. Melainkan dinamis, bergerak, dan
mengalir. Maka dari itu, bila membahas mengenai dialektika, maka berarti kita akan
membahas soal perubahan dan pergerakan.
Dialektika sudah lama lahir, yaitu sejak era pra-sokrates. Heraklitus dan
Demokritus (era pra-Yunani) sudah disebut sebagai penganut “dialektika gelap” oleh para
ahli. Bisa dikatakan bahwa Herakritus dan Demokritus dapat dianggap sebagai prekursor
spekulatif dialektika. Socrates (guru Plato) juga sering disangkutkan dengan dialektika, dan
Aristoteles dengan silogisme-nya, Plato sebagai penyumbang besar pada konsep sintesis
dalam dialektika. Setelah era ini, dialektika kembali muncul dan dibahas oleh filsuf-filsuf
besar. Ada tiga filsuf yang disebut-sebut sebagai prekursor dialektika, yaitu Immanuel Kant,
Hegel, dan Karl Marx. Meskipun banyak ahli yang menyebut mereka sebagai prekursor
dialektika, namun dalam kenyataannya ada diantara tiga filsuf ini yang sebetulnya bukan
merupakan orang yang seiya dengan teori dialektika Kant dan Marx, yaitu Hegel. Maka dari
itu, penulis menganggap bahwa perlunya membahas dialektika dari pandangan ketiga filsuf
besar ini, Immanuel Kant, Hegel, dan Karl Marx.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat ditentukan rumusan
masalah dalam makalah ini, yakni:
1. Apa dialektika dari pandangan Immanuel Kant, Hegel, dan Karl Marx?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan


Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, maka dapat ditentukan tujuan dan
manfaat dari penulisan makalah ini, yaitu:
1. Untuk memahami dialektika dari pandangan Immanuel Kant, Hegel, dan Karl Marx
BAB II

PEMBAHASAN

A. Dialektika Immanuel Kant


Di masa Immanuel Kant, konsep dialektika memulai dimensi lain. Bagi Kant,
dialektika adalah proses pemikiran filsafati, perenungan, dan cara berpikir. Kant menyebut
beberapa terma, seperti teorem dialektis dan doktrin dialektis yang semuanya berada di level
pikiran atau reason, bukan pada level ril, terapan atau analisis. Kant menegaskan antitesis
berfokus pada konflik antara kognisi umum reason, alasan, pemahaman dengan faktor-faktor
penyebab konflik tersebut. Antitesis menurut Kant adalah kontradiksi atau konflik. Kant
menyebut antitesis transdental atau antitesis absolut untuk mengakomodasi konsep suatu
proses investigasi mendalam terhadap antinomi pure reason, pikiran, faktor-faktor penyebab,
dan hasil-hasilnya. Dari pandangan Kant, tahap antitesis dan sintesis tetap berada dalam
pikiran (reason), bukan di tataran ril (analitik). Kant memandang sistem sosial secara netral
(as it is), apa adanya, tanpa kecurigaan berlebihan, tanpa pretensi politis terhadap bentuk
sistem yang ada. Meskipun Kant sudah menyebutkan demikian, namun Hegel merupakan
orang yang tidak sependapat dengan dialektika Kant tersebut. Menurut Hegel, dialektika dan
antinomi Kant terjebak pada pola-pola kontradiksi. Hegel menegaskan bahwa konsep tesis
dan antitesis yang dirumuskan Kant dalam antinominya dan upaya Kant untuk membuktikan
keberadaan kedua elemen dialektika tersebut adalah sia-sia. Ia mengatakan bukti-bukti
tersebut hanya bersifat semu (pseudo).
Selain tesis dan antitesis, Kant juga banyak membahas sintesis. Sintesis adalah
proses untuk membentuk kesatuan secara utuh. Semua praduga hasil sintesis dikategorikan
Kant sebagai prinsip-prinsip teori-teori ilmu pengetahuan. Sintesis merupakan proses
pengaduan representasi-representasi berbeda untuk memahami esensi (manifoldness) ke tahap
yang paling empiris (reason murni) sehingga menghilangkan apriori (impure reason). Proses
sintesis bagi Kant masih bersifat asumsi, apriori, atau teori, sedangkan klarifikasi sintesis ke
fenomena terkait disebut analisis. Bagi Kant, tesis adalah fenomena satu pihak, doktrin satu
pihak atau dogma satu peristiwa. Antitesis adalah aspek-aspek yang beragam dari penyebab
konflik-konflik, aneka kontradiksi, dan hasil konflik dari fenomena satu pihak tersebut.
Sintesis adalah kaidah yang dirumuskan sebagai teori (teorem) atau prinsip-prinsip ilmiah
dari fenomena satu pihak dan konflik-konflik tersebut. Sehingga, menurut Kant, proses tesis-
antitesis-sintesis hanya terjadi dalam pikiran atau pure reason. Dengan kata lain, Kant hanya
mengenal tiga tahap dialektika (tesis-antitesis-sintesis), dan Kant memberdayakan “tahap
keempat dialektika” yang disebutnya dengan tahap analitik, yaitu sebuah tahap untuk
mengaplikasikan teori yang didapatkan berbasis tiga tahap dialektika tesis-antitesis-sintesis.

B. Dialektika Hegel
George Wilhelm Friedrich Hegel yang sering disebut Hegel, merupakan orang
yang bisa dikatakan menentang dialektika yang dikemukakan oleh Kant. Konsep unity
(kesatuan) yang disebutkan Hegel merupakan sebagai perlawanannya terhadap dialektika
(negative reason/negative movement) Kant. Hegel menyatakan, unity sebagai spiritual
movement/positive reason yang dapat memediasi segala bentuk kontradiksi dan konflik
sembari berfokus mencari titik temu. Dengan unity, Hegel memandang semua hal itu setara,
seperti yang dikatakannya, “everything is one and the same, that good and evil are equal too”
(segala sesuatu adalah satu dan setara, baik dan buruk itu sendiri juga setara). Konsep setara
dalam unity Hegel ini sebagai pereduksian konflik dalam upaya memediasinya. Hegel
memandang dilalektika secara negatif, mengkritik dan menentang konsep dilaektika Kant.
Pergerakan dialektis Kant dianggap Hegel sebagai dialectical reason atau
negative movement yang melenyapkan banyak aspek-aspek sederhana, simplistis dan detail
sehingga dapat merusak atau melenyapkan pemahaman. Hegel memandang dialektika
terpisah atau berbeda dari terma yang disebutnya dengan positive reason. Positive reason
digunakan Hegel untuk menentang dialektika (negative reason), tapi juga untuk memulihkan
aspek-aspek sederhana yang dinegasi dan direduksi oleh dialektika. Dengan demikian,
pertarungan Kant dan Hegel adalah pertarungan antara negative reason dalam pergerakan
dialektis (dialectical movement) dan positive reason dalam spiritual movement. Hegel
menentang negative reason dan pergerakan dialektis, kemudian mendukung positive reason
dalam spiritual movement. Salah satu contoh pertentangan yang dikemukakan oleh Hegel
seperti kosmos (alam semesta). Kant menganggap ruang dan waktu tidak hanya berlangsung
terus menerus, tetapi juga dipahami bergerak secara terpisah untuk membuktikan tesis dan
antitesis. Hal ini tidak masuk akal bagi Hegel yang tidak percaya ruang dan waktu bergerak
terpisah. Bagi Hegel, ruang dan waktu justru saling berhubungan. Konsep antinomi dan
dialektika Kant yang memisahkan tesis dan antitesis dalam wujud pertentangan atau
kontradiksi sama sekali tidak logis. Hegel mangatakan ruang dan waktu tidak bisa dipisahkan
satu sama lain.
Hegel secara tegas menolak pola-pola tesis dan antitesis. Hegel justru berpihak
pada titik temu, hubungan kontinuitas dan kesatuan, bukan pada pemisahan. Hegel melawan
semua elemen dialektika tesis-antitesis-sintesis sebagai pergerakan negatif (positive reason),
dan pergerakan spiritual (spiritual movement) sebagai pergerakan yang berorientasi pada
penyatuan. Hegel juga menawarkan konsep lain seperti unity dan continuity untuk melawan
dialektika Kant. Hegel tidak hanya menolak contoh-contoh Kant seputar pemisahan tesis dan
antitesis dalam kajian antinomi, namun juga menganggap bahwa pemisahan keduanya tidak
menghasilkan kebenaran. Sebuah kebenaran di mata Hegel adalah hubungan yang
menyatukan (unity) dan berkelanjutan (continuity).

C. Dialektika Karl Marx


Dialektika Marx berfokus pada aspek ekonomi, buruh, industri, dan sisi-sisi
negatif kapitalisme. Marx menjadikan dialektika sebagai cara kerja atau metode yang
diterapkan secara ril ke realitas sosial-ekonomi dan konflik buruh dengan kapitalis. Dalam
filsafat Marx, sebuah perubahan dan pergerakan selalu melibatkan kontradiksi dan hanya
terjadi melalui kontradiksi. Marx juga mengenal higher synthesis (sintesis tingkat tinggi)
yang dilakukan kapitalisme, yang artinya melibatkan elemen-elemen kompleks. Marx
mencontohkan perubahan yang terjadi berbasis konflik antara dunia industri dan pertanian.
Berbagai upaya dilakukan oleh kaum pemodal untuk bersinergi dengan dunia pertanian,
seperti membangun industri berskala besar. Konflik baru akan terjadi pasca pendirian industri
berskala besar. Penarikan tenaga kerja juga bisa memicu urbanisasi dan memunculkan aspek-
aspek kekuasaan dalam masyarakat. Bagi Marx, property pribadi adalah anti-tesis bagi
properti kolektif/sosial.
Dialektika Marx memandang sistem kapitalisme dan sistem kelas sosial adalah
dua tatanan yang harus diantitesis. Untuk penciptaan masyarakat tanpa kelas, tanpa ekploitasi
dan tanpa alienasi sebagai sebuah sintesis, sentral pandangan Marx berbasis kondisi ril kaum
buruh dan sistem kelas sosial. Dialektika Marx berada pada posisi perlawanan terhadap
realitas sistem kelas sosial yang mengeksploitasi kaum buruh. Dialektika di mata Marx tidak
hanya ending dalam pikiran tetapi harus ada aksi. Relasi-relasi yang dibahas oleh Marx bukan
lahi objek social atau presuposisi konseptual, tetapi semua hal yang terkait dengan relasi
kelas social, kondisi buruh, dan proses eksploitasi.
Marx berpendapat bahwa sistem kemasyarakatan dibentuk oleh masyarakat
pemodal sehingga tercipta masyarakat yang teralienasi, kaum buruh tertindas, dan sistem
yang dieksploitasi. Marx memandang sistem sosial dengan penuh rasa skeptik sebagai sistem
pengeksploitasi kaum buruh, relasi kelas, pengalineasi masyarakat dari realitas, dan sarana
marjinalisasi.
Ada titik persamaan antara Marx dan Kant, yaitu mereka sama-sama
memposisikan kontradiksi atau antithesis sebagai sentral. Walaupun Marx sendiri tidak
pernah mengutip Kant, dialektika Marx berada dalam kerangka kontradiksi sebagai pusat
terjadinya perubahan atau pergerakan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dijabarkan oleh penulis dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Di masa Immanuel Kant, konsep dialektika memulai dimensi lain. Bagi Kant,
dialektika adalah proses pemikiran filsafati, perenungan, dan cara berpikir. Kant hanya
mengenal tiga tahap dialektika (tesis-antitesis-sintesis), dan Kant memberdayakan “tahap
keempat dialektika” yang disebutnya dengan tahap analitik, yaitu sebuah tahap untuk
mengaplikasikan teori yang didapatkan berbasis tiga tahap dialektika tesis-antitesis-sintesis.
2. Hegel merupakan orang yang bisa dikatakan menentang dialektika yang
dikemukakan oleh Kant. Pertarungan Kant dan Hegel adalah pertarungan antara negative
reason dalam pergerakan dialektis (dialectical movement) dan positive reason dalam spiritual
movement. Hegel melawan semua elemen dialektika tesis-antitesis-sintesis sebagai
pergerakan negatif (positive reason), dan pergerakan spiritual (spiritual movement) sebagai
pergerakan yang berorientasi pada penyatuan. Hegel juga menawarkan konsep lain seperti
unity dan continuity untuk melawan dialektika Kant. Sebuah kebenaran di mata Hegel adalah
hubungan yang menyatukan (unity) dan berkelanjutan (continuity).
3. Dialektika Marx berfokus pada aspek ekonomi, buruh, industri, dan sisi-sisi
negatif kapitalisme. Marx menjadikan dialektika sebagai cara kerja atau metode yang
diterapkan secara ril ke realitas sosial-ekonomi dan konflik buruh dengan kapitalis.
Dialektika Marx memandang sistem kapitalisme dan sistem kelas sosial adalah dua tatanan
yang harus diantitesis. Dialektika Marx berada pada posisi perlawanan terhadap realitas
sistem kelas sosial yang mengeksploitasi kaum buruh. Marx berpendapat bahwa sistem
kemasyarakatan dibentuk oleh masyarakat pemodal sehingga tercipta masyarakat yang
teralienasi, kaum buruh tertindas, dan sistem yang dieksploitasi. Ada titik persamaan antara
Marx dan Kant, yaitu mereka sama-sama memposisikan kontradiksi atau antitesis sebagai
sentral.
B. Saran
Penulisan makalah ini memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik,
masukan, dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis untuk perbaikan
penulisan makalah ini di masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA

Sawirman. 2016. Filsafat Wacana. Padang: Rumahkayu Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai