Anda di halaman 1dari 71

0

NEPOTISME DALAM PANDANGAN HADIS

Disampaikan dalam Seminar Kelas


Mata Kuliah Hadis Maudhu’i
Semester I(S3) Tahun Akademik 2010/2011

Oleh;
Muhammad Ali

Dosen Pemandu;
Prof. Dr. Hj. Andi Rasdiyanah
Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag

PROGRAM PASCASARJANA (PPs)


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN
MAKASSAR
2010

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


1

NEPOTISME DALAM PANDANGAN HADIS


Oleh: M.Ali Ngampo

Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

Hadis sebagai pernyataan, pengamalan, taqrir1 dan hal ihwal Nabi

Muhammad saw merupakan sumber ajaran Islam yang kedua setelah Al-

Qur’an2. Hadis dilihat dari segi periwayatannya berbeda dengan Al-Qur’an.

Dari segi periwayatannya, al-Qur’an berlsngsung secara mutawatir, sedangkan

hadis Nabi sebahagian periwayatannya berlangsung secara mutawatir dan

sebahagian lagi secara ahad.3

Salah satu isu krusial dewasa ini yang menjadi perbincangan publik

adalah masalah nepotisme yang merupakan persoalan moral dan budaya yang

tumbuh dan berkembang dihampir semua sistem birokrasi suatu lembaga, baik

sosial, ekonomi, lebih-lebih politik.

Masalah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme disingkat dengan KKN dalam

kajian hukum Islam termasuk dalam bentuk muamalah maliyah (persoalan

ekonomi/keuangan) dan fiqh siyasah (hukum tata negara).4

1
Taqrir adalah masdar dari kata qarrara. Menurut bahasa, berarti
penetapan, pengakuan atau persetujuan. Lihat Muhammad bin Mukarram
bin Mansur, Lisan Arab (Mesir : Dar al Misriyah, t.th), h.394, menurut istilah
ilmu hadis. Taqrir berarti perbuatan sahabat Nabi yang ternyata dibenarkan
atau tidak dikoreksi oleh Nabi. Lihat Muhammad al-Sabbaq, al-Hadis al-
Nabawiy (t.tp: Maktab al-Islamy, 1972), h. 14.
2
Lihat QS Al-Nisa (4) :59
3
Lihat Subhiy al-Salih, Mabahis fiy ulum al-Hadis (Bairut : Dar al-Ilm li
al-Malayin, 1977), h. 146-147.
4
Lihat Faturrahman Djamil, “KKN dalam Perspektif Hukum dan Moral
Islam” dalam Mimbar Hukum, Edisi Mei-Juni, No. 42 (Jakarta: Al-Hikmah,
1999), h. 63.

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


2

Dari aspek normatif jelas bahwa KKN diharamkan oleh agama. 5

Larangan Ber-KKN sebagaimana dipahami dari ajaran tersebut menunjukkan

bahwa KKN melanggar hukum (tidak sah/bathil), berlaku aniaya (tidak

bermoral) dalam arti merugikan pihak lain, dan melanggar HAM (tidak

menganut perinsip kebebasan dan keterbuakaan dalam bermuamalah).

Oleh karena itu sosio-politik, masalah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

(KKN) melibatkan dua komponen masyarakat yakni pemimpin dan rakyat,

maka dalam mengantisipasi dan mengeliminasi tindakan tersebut, diperluakan

reformasi iman dan moral kedua komponen tersebut (Islah al-ra’i wa al-

ra’iyah menurut terminologi Ibnu Taimiyah).6

Persoalan kemudian muncul ketika gagasan Islah tersebut pada tataran

praktis tidak terealisir. Tingkat kesulitan dalam realisasi gagasan tersebut

tampaknya disebabkan karena adanya dua kepentingan yang berbenturan. Sisi

lain yang mungkin dapat dikemukakan adalah tidak terdapatnya kesamaan visi

dan persepsi antara para pihak dalam memaknai gagasan tersebut. Upaya

membangun kerja sama atas dasar nilai-nilai luhur ajaran Islam, pada tataran

praktis operasional disadari akan sangat membantu menciptakan kondisi yang

kondusif bagi terwujudnya iklim kehidupan yang lebih sehat, serasi dan

seimbang.

Persoalan kemudian menjadi semakin rumit, ketika gesekan kepentingan

antara penguasa dan rakyat semakin tidak terakomodir. Dalam situasi seperti

itu, apakah kemudian rakyat diberi kebebasan berbeda pendapat dan menentang

5
Lihat misalnya QS Al-Nisa (4) : 29-30, QS. Al-Maidah (5) : 2. Demikian
pula dalam berbagai hadis Rasulullah, seperti sabda Nabi: Allah Mengutuk
penyuap dan yang menerima suap.
6
Lihat Faturrahman Djamil, op.cit, 57

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


3

penguasa yang tidak aspiratif terhadap rakyatnya? Sehubungan dengan hal

tersebut, Ibnu Taimiyah menyatakan pendiriannya bahwasanya rakyat tetap

diwajibkan patuh terhadap pemerintah yang berkuasa, meskipun ia berlaku

dzalim.7

Senada dengan pendirian Ibnu Taimiyah tersebut, kiranya terdapat pula

petunjk hadis yang membicarakan persoalan itu. Hadis dimaksud sekilas

memberi indikasi bahwasanya pendapat Ibnu Taimiyah tersebut bukannya tanpa

dasar sama sekali. Teks hadis dimaksud adalh sebagai berikut:

‫عععن أسعيد بعنِ حضععي رضعي الع تعععال عنهمعا أن رجل معن النأصععاري تلخععي برسعول الع صععلخى الع‬
‫ فقععال أل تسععتعملخن كمععا إسععتعملخت فلنأععا أنأكععم سععتلخقون بعععدي أثععرة فاصععبوا حععت‬:‫علخيععه وسععلخم‬
.‫تلخقون علخى الوض‬
Artinya:
“Dari Usaid bin Hudaeri R.a, seorang sahabat dari Anshar berkata
kepada Rasulullah saw : Tidaklah engkau ankat aku sebagai amil
sebagaimana si fulan? Rasul menjawab “Kalian akan jumpai sepeninggalku
tindakan mengutamakan kepentingan sendiri (sikap nepotisme), maka
sabarlah kalian sampai bertemu denganku di telaga al-Kawsar (di hari
kiamat).8
Membahas hadis tersebut terasa lebih mendesak dan urgen, ketika
menyadari seolah-olah kandungannya kontradiktif dengan bagian Islam lainnya,

padahal diyakini bahwa keseluruhan ajaran Islam (baik Al-Qur’an dan Sunnah)

tidak mungkin tumpang tindih kandungannya, dan satu sam lain terjadi

hubungan relasional yang terpadu dan universal. Misalnya dalam QS Al-

Baqarah (2):177 dikatakan bahwa memberi nafkah kepada keluarga diutamakan

7
Lihat Taqiy al-Din Abu al-Abbas bin Taimiyah, al-Siyasah al-Syariyyah
Fiy Islah al-Ra’I Wa Raiyyah ( Bearut : Dar al-Afaq al-Jadidah, 1988), h. 139-
140.
8
Lihat SalimBahreisy, Terjemahan al-lu’lu wa al-Marjan, Juz II (Surabaya
: Bina Ilmu, t.th), h.717.

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


4

daripada orang lain. Terbukti bahwa disatu sisi hadis yang tersebut di atas

melarang untuk berbuat nepotisme, sementara dalam ayat ini malah

menganjurkan.

B. Permasalahan

Berdasar dengan judul penelitian ini, maka yang menjadi pokok

permasalahan yang akan diangkat sebagai kajian utama adalah “Bagaimana

kualitas hadis mengenai nepotisme dilihat dari kritik sanad matan dan upaya

analisis pemaknaannya?”.

Untuk mendapatkan keterangan secara jelas permasalahan tersebut maka

diperlukan sub-sub masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana menemukan hadis-hadis nepotisme dan klasifikasi hadis-

hadis tersebut?

2. Bagaimana kualitas hadis tentang sikap nepotisme terhadap satu

golongan?

3. Bagaimana kualitas hadis tentang sikap nepotisme terhadap minta

jabatan?
4. Bagaimana kandungan hadis dan analisis kontekstualnya?

C. Takhrij dan I’tibar Hadis-Hadis Nepotisme

1. Kegiatan Takhrij dan Klasifikasi

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


5

Dalam rangka pelaksanaan penelitian hadis9 maka langkah-langkah yang

dilakukan adalah; (1) kegiatan Takhrij al-Hadis10 (2) i’tibar al-sanad11 (3) naq

al-sanad12 (4) naq al-matan13 (5) natijah14. Para peneliti hadis sepakat bahwa

langkah awal dalam peneletian hadis adalah kegiatan takhrij al-hadis15.

Kegiatan ini berorientasi pada pengungkapan hadis (sanad dan matan) secara

keseluruhan. Obyek yang akan dikaji pada sanad adalah para periwat yang

terlibat di dalamnya.16
9
Penelitian hadis dimaksudkan untuk mengetahui validitas hadis-hadis
yang terdapat dalam kitab atau yang tersebar di tengah umat Islam.
Sebuah hadis, baik yang termaktub dalam kitabnya maupun yang sering
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari belium tentu terjamin otentitasnya.
Tidak terjaminnya otentitas hadis, terutama sekali disebabkan oleh adanya
tenggang waktu yang lama antara kelahiran hadis dengan pembukuannya,
yaitu sekitar seratus tahun. Dalam jarak waktu tersebut terjadi berbagai hal
yang dapat menyebabkan berbagai riwayat hadis menyimpang dari aslinya
sebagaiman berasal dari Nabi. M. Syuhudi Imail Metodologi Penelitian
Hadis Nabi (Jakarata : Bulan Bintang, 1992), h.4.
10
Takhrij al-hadis adalah kegiatan penelusuran atau pencarian hadis
pada berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan. Di
dalam kitab sumber tersebut dikemukakan secara lengkap sanad dan
matan hadis. Lihat M. Syuhudi Ismail, ibid.,h.43.
11
Dari segi bahasa, i’tibar berarti menunjukkan sesuatu terhadap yang
lain. Lihat Ibnu Manzur al-Anshari Lisan al-Arab, Juz VI (Mesir al-Muassasah
al-Misriyah, t.th), h.202. sedangkan menurut istilah i’tibar adalah
menyertakan sanad-sanad yang lain untuk hadis tertentu sehingga nampak
adanya periwayat lain untuk sanad tertentu atau tidak ada. Uraian lebih
lanjut lihat M. Syuhudi Ismail, ibid, h. 64-65.
12
Naqd al-sanad adalah pemberian penilaian terhadap periwayat dari
tabaqat ke tabaqat dengan cara men-tajrih atau men-ta’dil. Lihat ibid, h.51.
13
Naqd al-matan adalah penelitian terhadap teks hadis mengenai
susunan lafal dan kandungan matan. Uraian lebih lanjut lihat ibid, h. 131-
135.
14
Natijah adalah menarik suatu kesimpulan pada hasil penelitian sanad
dan matan hadis. Uraian lebih lanjut lihat ibid, h. 145-146.
15
Lihat Mahmud at-Tahhan, Ushul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid (T.t:
Matba’ah al-Arabiyah, 1938 H/1978M), h.9-10.
16
Kajian sanad dapat diistilahkan kritk sumber. Kaitannya dengan
kesahihan sanad, maka unsur-unsur yang dikaji di dalamnya adalah
sanadnya bersambung (ittisal al-sanad) dan periwayatnya siqah.
Urainannya lebih lanjut

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


6

Secara teoritis, berdasarkan metode takhrij al-hadis dikenal beberapa

metode antara lain:

1. Berdasarkan lafaz pertama matan hadis.

2. Berdasarkan lafaz dalam matan hadis.

3. Berdasarkan mawdu’ hadis.

4. Berdasarkan rawi pertama dan

5. Berdasarkan status hadis.17

Dalam pembahasan ini, maka metode takhrij al-hadisi yang diterapkan

adalah metode yang pertama dan kedua, karena keseluruhan matan dalam hadis

tersebut sudah diketahui. Teks hadis yang dimaksud adalah sebagai berikut:
‫عن سعيد بن حضي رضي ال عنهما قال أن رجل عن النأصار تلخي برسول ال صعلخى الع علخيععه‬
‫ فقععال ألتسععتعملخن كمععا إسععتعملخت فلنأععا قععال أنأكععم سع عتلخقون بعععدي أثععرة فاصععبوا حععت‬:‫وسععلخم‬
.‫تلخقون علخى الوض‬
Artinya:
Dari Usaid bin Hudaer radhiallahu anhu., seorang sahabat dari kaum
Anshar berkata kepada Rasulullah saw.: Tidaklah engkau angkat aku sebagai
amil sebagaimana si Fulan? Rasul menjawab: “kalian akan menjumpai
sepeninggalanku tindakan mengutamakan diri sendiri (sikap nepotisme), maka
sabarlah kalian sampai bertemu denganku di telaga al-Kautsar (di hari
kiamat).18
Berdasarkan teks hadis di atas, maka ada empat lafaz yang dijadikan

dasar untuk mencari hadis dalam Mu’jam yaitu ‫عمل‬ ،‫ لقي‬،‫ أثرة‬,‫الوض‬،.

17
Lihat Mahmud al-Tahhan, op, cit, Abu Muhammad Abdul Hadi bin
Abdul Qadir bin Abdul Hadi, “Turuuq Takhrij al-hadis Rasulullah saw”
diterjemahkan oleh H. S. Aqil Husein al-Munawwar dengan judul Metode
Takhrij al-Hadis (Cet. I; Semarang: Dina Utama, 1994), h. 16 dst.,
bandingkan dengan metode yang dikemukakan oleh M. Syuhudi Ismail yang
hanya mencakup dua metode yaitu metode Takhrij bi alfaz dan metode
takhrij bi al-maudu’ . Lihat M. Syuhudi Ismail, op.cit, h. 46-49.
18
Lihat Salim Bahresy, Terjemahan al lu’lu wa al-Marjan, Juz II
(Surabaya: Bina Ilmu, t.th.), h.717

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


7

Berdasarkan data dan informasi yang tercantum pada Mu’jam maka

diketahui bahwa hadis yang dimaksud terdapat pada beberapa kitab hadis yaitu:

1. Untuk lafaz ‫الوض‬, kitab Mu’jam memberikan petunjuk sebagai berikut:

: ‫اصبوا حت تلخقون علخى الوض‬


‫ مغععازي‬8 ‫ منفقععب النأصععار‬, 35 ‫ منععاقب‬, 19 ‫ خععسم‬, 73 ‫ جنععاءز‬, 1,3 ‫ فتع ع‬: ‫خ‬
. 24 ‫ توحيد‬30 ‫ تعبي‬, 56 , 7 ‫ رقاق‬, 56
28 ,27 ‫ فضاءل‬, 45 ‫ إمارة‬, 122 ‫ زكاة‬: ‫م‬
4 ‫ قضاة‬, 9 ‫ قيامة‬: ‫ت‬
.14 ‫ مقدمة‬: ‫دي‬
19
182 .5 .245 .224 .178 .176 .166 .3 : ‫حم‬
Maksud dari petunjuk Mu’jam diatas adalah bahwa hadis yang ditelusuri

terdapat dalam:

a. Sahih al-Bukhari pada ; (1) Kitab al-Fitan, nomor urut bab 1 dan 3; (2)

kitab al-Janiz, nomor urut bab 37; (3) Kitab Khamas, nomor urut bab

19; (4) Kitab Manaqib al-Anshar, nomor urut bab 8; (6) Kitab

Maqaziy, nomor urut bab 52; (7) Kitab Riqaq, nomor urut bab 8 dan

(8) Kitab Ta’bir, nomor urut bab 30; dan (9) Kitab Tawhid, nomor urut

bab 24.

b. Sahih Muslim pada; (1) Kitab Zakat, nomor urut bab 122; (2) Kitab

Imarah, nomor urut bab 45, dan (3) Kitab Fadhail, nomor urut bab 37

dan 38.

19
Arnol John Wensick, et al, Corcordance et Indices DeEla tradition
Musulmanne, ditrjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Muhammad Fu’ad
Abd. Baqy dengan judul al-Mu’jam Mufahras al-hadis al-nabawy, jilid I
(Leiden : E.J.Brill, 1936), h. 537.

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


8

c. Sunan al-Turmuziy pada; (1) Kitab Qiyamah, nomor urut bab 9; (2)

Kitab Qadath, nomor urut bab 4.

d. Sunan al-Darimiy pada; Kitab Muqaddimah, nomor urut bab 14.

e. Musnad Ahmad bin Hanbal pada (1) juz III, halaman 166, 176, 178,

224, 245,; (2) juz V, halaman 18.

2. Pada lafaz ‫ لقي‬kitab Mu’jam memberikan petunjuk sebagai berikut:

:‫اصبوا حت تلخقون علخى الوض‬


2 ‫ فت‬, 53 ‫ رقاق‬, 56 ‫ مغازي‬8 ‫ منفقب النأصار‬, : ‫خ‬
47 ‫ إمارة‬: ‫م‬
20
25 ‫ فت‬: ‫ت‬
Maksud dari petunjuk Mu’jam di atas adalah bahwa hadis yang

ditelusuri terdapat dalam:

a. Sahih al-Bukhari pada; (1) Kitab Manaqib al-Anshar, nomor urut bab

8; (2) Kitab Riqaq, nomor urut bab 53; dan (3) Kitab Fitan, nomor urut

bab 2.

b. Sahih Muslim pada bab Kitab Imarah, nomor urut bab 48.

c. Sunan al-Turmuziy, nomor urut bab 25.

3. Pada lafaz ‫عمل‬, kitab Mu’jam memberikan petunjuk sebagai berikut:

...‫ألتستعملخن كما إستعملخت فلنأا‬


.8 ‫ منفقب النأصار‬, : ‫خ‬
48 ‫ إمارة‬: ‫م‬
21
. 352 ,352 , 40 : ‫حم‬

20
Ibid, Juz VI; 13
21
Ibid Juz IV; 389

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


9

Maksud dari petunjuk Mu’jam di atas adalah, bahwa hadis yang

ditelusuri terdapat dalam :

a. Sahih al-Bukhari pada Kitab Manaqib al-Anshar, nomor urut bab 8.

b. Sahih Muslim pada Kitab al-Imarah, nomor urut bab 12 dan 48.

c. Musnad Ahmad bin Hanbal pada juz IV, halaman 351 dan 352.

4. Pada lafaz ‫أثرة‬ kitab Mu’jam memberikan petunjuk sebagai berikut:

....‫ستلخقون بعدي أثرة فاصبوا‬


.8 ‫ منفقب النأصار‬, : ‫خ‬
22
. 40 , 48 ‫ إمارة‬: ‫م‬
Maksud dari petunjuk Mu’jam di atas adalah, bahwa hadis yang

ditelusuri terdapat dalam:

a. Sahih al-Bukhari pada Kitab Manaqib al-Anshar, nomor urut bab 8.

b. Sahih Muslim pada kitab Imarah, nomor urut bab 45 dan 48.

Setelah mengetahui berbagai petunjuk dari Mu’jam di atas, maka

berikut ini dikemukakan salah contoh hadis secara lengkap (sanad dan matan).

1. Hadis tentang Sikap Nepotisme terhadap Satu Golongan

‫حدثنا موسى بن إساعيل حدثنا وهيب حدثنا عمرو بن ييح عن عباد بن تيم عن‬
‫عبد ال بن زيد بن عاصم قال لا أفاء ال علخى رسوله صلخى ال علخيه وسلخم يوم حني قسم‬
‫ف الناس ف الؤملفة قلخوبم ول يعط النأصار شيئا فكأنم وجدوا إذ ل يصبهم ما أصاب‬
‫الناس فخطبهم فقال يا معشر النأصار أل أجدكم ضلل فهداكم ال ب وكنتم متفرقي‬
‫فألفكم ال ب وعالة فأغناكم ال ب كلخما قال شيئا قالوا ال ورسوله أمن قال ما ينعكم أن‬
‫تيبوا رسول ال صلخى ال علخيه وسلخم قال كلخما قال شيئا قالوا ال ورسوله أمن قال لو شئتم‬
‫قلختم جئتنا كذا وكذا أترضون أن يذهب الناس بالشاة والبعي وتذهبون بالنب صلخى ال علخيه‬
‫وسلخم إل رحالكم لول الجهرة لكنت امرأ من النأصار ولو سلخك الناس واديا وشعبا لسلخكت‬
22
Ibid., juz I; h. 14.

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


10

‫وادي النأصار وشعبها النأصار شعار والناس دثار إنأكم ستلخقون بعدي أثرة فاصبوا حت‬
23
‫تلخقون علخى الوض‬
2. Hadis tentang Sikap Nepotisme terhadap Minta Jabatan?

‫حدثنا ممد بن بشار حدثنا غندر حدثنا شعبة قال سعت قتادة عن أنأسم بن مالك‬
‫عن أسيد بن حضي رضي ال عنهم أن رجل من النأصار قال يا رسول ال أل تستعملخن‬
24
‫كما استعملخت فلنأا قال ستلخقون بعدي أثرة فاصبوا حت تلخقون علخى الوض‬
3. I’tibar dan Pembuatan Skema Sanad Hadis
Kata i’tibar bersal dari kata i’tibar yang berarti peninjauan terhadap
berbagai hal dengan maksud untuk dapat diketahui sesuai yang sejenis.25

Menurut istilah Ilmu Hadis, i’tibar berarti menyertakan sanad-sanad

yang lain untuk suatu hadis tertentu, yang hadis itu pada bagian sanadnya

tampak hanya terdapat seorang rawi saja. Penyertaan sanad-sanad lain tersebut

menyebabkan dapat diketahui apakah ada rawi yang lain atau tidak untuk

bagian sanad dari hadis yang dimaksud.26

Konsekuensi kegiatan i’tibar, adalah akan dapat diketahui seluruh jalur

sanad, nama-nama rawinya dan metode penyampaian hadis oleh guru kepada

muridnya. Karena metode penyampaian hadis dapat diketahui, maka unsur yang

membentuk kualitas hadis juga dapat diketahui. Menerima hadis dengan

lambang haddasana akan lebih terpercaya daripada lambang ‘an. Kegunaan


23
Al-Bukhari, op,cit., Jilid V, h. 124. Ahmad ibn Hambal, op.cit., Jilid III,
h. 57.
24
Al-Bukha>ri, op.cit., Jilid VIII, h. 112. Abu> ‘Abd al-Rahma>n Ahmad
ibn Syu’aib al-Nasa>i, al-Sunan al-Kubra> li al-Nasa>i (Beirut: Da>r al-
Ma’rifah, 1420 H.), Jilid VIII, h. 610.
25
Lihat mahmud Tahhan, Taysir Mustalah al-Hadis, diterjemahkan oleh
Zainul Muttaqien dengan judul; ulumul hadis; studi kompleksitas hadis Nabi
(cet. I; Yogyakarta; Titian Ilahi Press dan LP2KI, 1997), h. 149-150.
Bandingkan dengan Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Hadis (Cet. I; Jakarta:
Bumi Aksara, 1997), h. 91.
26
Ibid.

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


11

langsung yang didapat dari kegiatan i’tibar adalah ada atau tidak adanya syahid

dan mutabi’-Nya.

Selain itu, kegiatan i’tibar berfungsi untuk mengklasifikasikan hadi-

hadis dalam perspektif periwayatan.Misalnya, hadis-hadis yang diriwayatkan

secara lafazh dan secara maknawi.

Wujud kegiatan i’tibar adalah pembuatan skema sanad. Dalam

pembuatan skema sanad, ada tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu : 1) jalur

seluruh sanad; 2) nama-nama periwayat seluruh sanad; 3) dan jalur-jalur sanad

harus jelas garis-garisnya sehingga dapat dibedakan antara jalur sanad yang satu

dengan jalur sanad yang lainnya.27

Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada skema sanad berikut ini. Yakni,

skema masing masing mukharrij (skema persanad) dan skema untuk seluruh

mukharrij (skema gabungan semua sanad) untuk hadis-hadis tentang nepotisme

terhadap sati golongan dan sikap nepotisme terhadap jabatan.

1. Skema sanad hadis tentang sikap nepotisme terhadap satu golongan

27
Lihat M. Syuhudi Ismail, Metodologo...op. cit, h. 51-52.

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


12

Dari skema gabungan sanad hadis tentang sikap nepotisme terhadap satu

golongan, dapat dijelaskan bahwa; hadis tersebut ditakhrij oleh tiga imam hadis

yakni; Bukhariy, Muslim dan Ahmad bin Hambal. Pada jalur sanad Bukhariy

terdapat dua sanad hadis tentang sikap simpatik terhadap kaum Ansar dan

sanad hadis tentang simpatik terhadap kaum mu’allaf. Sedangkan pada jalur

Muslim dan Ahmad bin Hambal , keduanya menerangkan tentang sanad hadis

tentang simpatik terhadap kaum mu’allaf. Akan tetapi, kedua jalur sanad yang

terakhir disebut di atas memiliki jumlah sanad yang berbeda. Yakni, riwayat

Muslim hanya terdiri atas satu jalur sanad hadis, sedangkan riwayat Ahmad bin

Hambal terdiri atas tiga jalur sanad hadis.

Syahid dan mutabi’ yang terdapat dalam sanad hadis, di atas dapat

dijelaskan sebagai berikut :

1. Tentang Syahid

Jika hadis yang teliti melalui jalur sanad Bukhariy, maka Abu Sa’id al-

Khudry dan beberapa sahabat.50 lainnya termasuk La’ab bin ‘Ujrah menjadi

syahid bagi Anas dan Abdullah bin Zaid bin ‘Asim. Dengan demikian, pada
jalur sanad Bukhary ini terdapat dua sahabat pada tabaqah awal (pertama).

Jika hadis yang diteliti melalui jalur sanad Muslim, maka Anas dan Abu

Sa’id al-Khudry serta beberapa sahabat La’ab bin ‘Ujrah menjadi syahid bagi

‘Abdullah bin Zaid bin ‘Asim. Dengan demikian, pada jalur sanad Muslim ini

hanya ada satu sahabat pada tabaqah pertama.

Jika hadis yang diteliti melalui jalur sanad Ahmad bin Hambal, maka

Anas menjadi syahid bagi’Abdullah bin ‘Asim dan Abu Sa’id al-Khudry serta

beberapa sahabat termasuk La’ab bin Ujrah. Dengan demikian, jalur sanad

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


13

Ahmad bin Hanbal. Ini terdiri atas beberapa sahabat tabaqah pertama.Hanya

saja,yang diketahui namanya adalah ‘Abdullah bin Zaid bin ‘Asim dan Abu

Sa’id al-Khudry serta La’ab bin ‘Ujrah.

2. Tentang Mutabi’

Jika hadis yang diteliti melalui jalur Bukhariy, maka pada sanad IV ,

yakni Wuhayb mutabi’-nya adalah Affan dari jalur Ahamad bin Hanbal bagi

Musa bin Isma’il. Sedangkan pada sanad III , yakni ‘Umar binYahya mutabi’-

nya adalah Isma’il bin ja’far dari jalur Muslim bagi Wuhayb. Jumlah periwayat

yang terlibat dalam jalur sanad Bukhariy ini berjumlah sembilan orang, yakni

Musa bin Isma’il,Wuhayb, Ahmad bin Yunus, ‘Umar bin Yahya, Zuhayr , ‘ibad

bin Tamim, Yahya bin Sa’id, ‘Abdullah bin Sa’id bin ‘Asim dan Anas.Akan

tetapi, dari penentuan mutabi’ sebagaimana disebutkan di atas, hanya Musa bin

Isma’il dan Wuhayb yang memiliki mutabi’.

Dari skema gabungan sanad hadis tentang sikap nepotisme terhadap

jabatan, diperoleh sebuah kejelasan. hadis tersebut ditakhrij oleh lima imam

hadis , yakni; Bukhariy, Muslim, Tirmidziy, an-Nasaiy dan Ahmad bin Hambal.

Sedangkan sanad lainnya, masing-masing satu jalur sanad hadis.

Dapat dikatakan bahwa sanad hadis di atas, tergolong garib28 pada

tabaqah pertama samapai tabaqah keempat karena hanya measing-masing

periwayatnya satu orang. Tabaqah pertama; Usayd bin Hudayri, tabaqah kedua;

Anas bin Malik, tabaqah ketiga; Qatadah dan tabaqah keempat; Syu’bah bin

Hajjaj. Pada tabaqah selanjutnya, sanad-sanadnya dianggap masyhur29 karena

periwayat yang terlibat di dalamnya sudah banyak.


28
Gharib dalam sanad ; periwayat yang terlibat di dalamnya hanya
satu orang. Lihat Syaikh Muhammad bun Futuh, op.cit,12.
29
Masyhur dalam sanad ; periwayat yang terlibat di dalamnya tiga
orang atu lebih. Ibid., h.3.

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


14

Kemudian, syahid dan Mutabi’ yang terdapat dalam sanad hadis, di atas

dapat dijelaskan sebagai berikut :

a). Tentang Syahid

Semua jalur sanad hadis di atas tidak memiliki syahid. Sebabnya, hanya

ada satu orang sahabat yang meriwayatkan hadis tersebut langsung dari Nabi

Saw.yakni Usayd bin Khudry yang terletak pada tabaqah pertama.

b). Tentang Mutabi’

Jika hadis yang diteliti melalui jalur Ahmad Bin Hanbal khususnya pada

sanad IV yakni, Syu’bah bin al-Hajjaj, maka Gundar dari jalur Bukhariy, Khalid

dari jalur Muslim dan At-Tirmidziy dan Abiy (Mu’az) dari jalur Muslim, Abu

Dawud dari jalur An-Nasaiy masing-masing menjadi mutabi’ bagi Muhammad

bin Ja’far. Jumlah periwayat yang terlibat dalam jalur sanad Ahmad bin Hanbal

ini sebanyak enam orang, yakni, Usayd bin Hudayri, Anas bin Malik, Qatadah,

Syu’bah bin Hajjaj, Muhammad bin Ja’far dan Imam Ahmad bin Hanbal

sendiri.Akan tetapi, dari penentuan mutabi’ sebagaimana disebutkan di atas,

hanya Muhammad bin Ja’far lah yang memiliki mutabi’.

Untuk mengetahui jumlah jalur sanad dan hal-hal yang terikat dengan

sanad hadis tentang hadis nepotisme, baik nepotisme terhadap satu golongan

dan nepotisme terhadap jabatan, berikut ini dikemukakan skema gabungan dari

kedua hadis yang dimaksud:

Dari skema gabungan sanad-sanad hadis tentang nepotisme terhadap

satu golongan dan nepotisme terhadap jabatan, maka diketahui bahwa ;

a. Mukharrij hadis-hadis tersebut berjumlah lima orang, yakni, Bukhariy,

Muslim,al-Nasaiy, Tirmidziy dan Ahmad bin Hanbal.

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


15

b. Sanad hadis tersebut tergolong masyhur mulai dari tabaqah pertama

samapai terakhir.

c. Lambang-lambang tahammul wa ada al-hadis yang digunakan masing-

masing periwayat sangat bervariasi, yakni haddasa akhhbarana,

sami’itu, ‘an, anna dan qila. Lambang terbanyak yang digunakan para

periwayat adalah haddasana dan lambang yang paling sedikit adalah

anna.

Demikianlah penjelasan penulis disetai analisis tentang kegiatan

takhrij dan i’tibar hal-hal yang terkait dalam hadis-hadis nepotisme.

II. PEMBAHASAN

A. Pengertian

Hadis dalam pembahasan ini disamakan pengertiannya

dengan istilah Sunnah sebagaimana yang dinyatakan oleh

ulama hadis pada umumnya yaitu segala sabda, perbuatan,

taqrir dan sifat Rasulullah saw.30

Nepotisme dari bahasa latin nepos, yang artinya

keponakan atau cucu, pada mulanya digunakan untuk

menjelaskan praktek favoritisme yang dilakukan oleh

pemimpin Gereja Katolik Roma pada abad pertengahan, yaitu

dengan membeikan jabatan kepada sanak famili, keponakan

atau orang-orang yang mereka sukai. Pengertian dan

penggunaan istilah ini kemudian berkembang, sehingga

dewasa ini nepotisme berlaku untuk setiap praktek favoritisme,


30
Lihat Subhi al-Shalih, Ulum al Hadis Wa Musthalahu (Cet. VIII; t.tp:
Dar al-Ilmi Li al-Malayin,1988), h.3.

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


16

baik dalam birokrasi pemerintahan maupun dalam manajemen

perusahaan swasta.31

‫اثع ع ععرة‬ berasal dari akar kata ‫ اثع ع ععر‬yang berarti pengaruh.

Kalimat ‫ اثع ع ععرة‬menurut Ahmad Ibnu Al-Faris diartikan dengan

mengambil harta rampasan perang untuk kepentingan

pribadi.32 Oleh karena itu ‫ اثععرة‬dimaksud lebih cendrung kepada

pengertian untuk kepentingan pribadi, meskipun dalam hal ini

terkait juga kepentingan keluarga. Kalimat nepotisme lebih

menekankan kepada kepentingan keluarga meskipun

kepentingan pribadi terkait di dalamnya. Oleh karena itu, kedua

kata ini mempunyai relasional secara timbal balik.

B. Landasan Normatif

Dari aspek normatif, jelas bahwa nepotisme diharamkan

oleh agama. Larangan ber-KKN sebagaimana dipahami dari

ajaran agama tersebut menunjukkan bahwa KKN melanggar

hukum (batil/sah), berlaku aniaya, tidak bermoral dalam arti

merugikan orang lain dan melanggar HAM (tidak menganut

prinsip keterbukaan dalam bermu’amalah) berdasarkan ayat al-

Qur’an Surah al-Nisa>’: 29-30:

31
Lihat Hasan Sadiliy, Ensiklopedia Indonesia (Jakarta : Ikhtiar Baru-Van
Hoeve,1983), h.2361., Noah Webster’s Neww Twentieht Century Dictionary
Of The Ennlish Language (Cet. II; USA: William Collin’s Publihser,1979),h.
1025.
32
Lihat Zakariyah Ibnu Husain Ibnu Faris, Maqayis al-Lughah Juz I
(Cet.II; Mesir : Musthafah al-Baby al-Halaby, t.th ), h. 53-57.

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


17

‫ض ِمأننكعأم‬ ‫يعيعا أييعيهععا العِذيين آييمننعوا يل تيع أنكلخنوا أيأمعيوالينكأم بيأعيعنينكعأم ِبالأيباِطعِل إِلل أيأن تينكعوين ِتيعايرة يععأن تيعيرا ض‬
‫ص عِلخيِه‬
‫ف نأن أ‬
‫ك عنأديواةنأا يوظنألخةما فييسأو ي‬ ِ
‫ يويمأن يعيأفيعأل يذل ي‬.‫يويل تيعأقتنعلخنوا أينأأعنفيسنكأم إِلن اللخلهي يكاين بِنكأم يرِحيةما‬
.‫ك يعيلخى اللخلِه ييِسةيا‬ ِ
‫ينأاةرا يويكاين يذل ي‬
Terjemahnya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-
suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh
dirimu[287]; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu. Dan Barangsiapa berbuat demikian dengan
melanggar hak dan aniaya, Maka Kami kelak akan
memasukkannya ke dalam neraka. yang demikian itu
adalah mudah bagi Allah.”
Begitu juga yang terdapat dalam surah al-Ma>idah (5): 2.

‫يوتيعيعع ععايونأنوا يعلخيع ععى الأِ بب ع ع يوالتلعأق ع عيوىَ يويل تيعيعع ععايونأنوا يعلخيع ععى ا أِل أِث ع ع يوالأعن ع عأديواِن يواتلعنق ع عوا اللخلع عهي إِلن اللخلع عهي يش ع عِديند‬
...‫ب‬ ِ ‫الأعِيقا‬
Terjemahnya:

….Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)


kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu
kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.
Senada dengan hukum teologis, hukum positif pun

demikian, di mana KKN dianggap sebagai perbuatan yang tidak

baik dan merupakan perbuatan yang tercelah. Hal itu

dibuktikan dengan munculnya beberapa lembaga yang khusus

menangani KKN seperti KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)

dan Lembaga TIPIKOR dan masih banyak lembaga-lembaga

yang terkait dengan pemberantasan KKN.

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


18

C. Deskripsi Sanad dan Matan

1. Hadis tentang sikap nepotisme terhadap satu golongan

adalah:

Riwayat mengenai simpatiknya Nabi saw. terhadap kaum

Anshar. Hadis yang dimaksud sebagai yang diriwayatkan Imam

Bukhari dengan matan sebagai berikut :

‫ ل والع حععت تكتعب‬:‫دعا النب صلخى ال علخيه وسلخمالنأصار ليكتب لعم بلخبحريععن فقعالوا‬
‫لخإوانأنععا مععن قريععش بثمععل ذاك لععم مععا شععاء الع علخععى ذالععك يقعولن لععه قععال فعإنأكم سععتون‬
(‫ )رواه البخاري‬.‫بعدي بعدي أثرة فاصبوا حت تلخقون علخى الوض‬
Artinya:
Rasulullah saw. (pernah) memanggil kaum Ansar untuk
menetapkan nama negeri, lalu mereka berkata : Tidak,
demi Tuhan. Kami tidak akan menetapkannya sebelum
rekan-rekan kami dari kaum Quraisy ikut
menetapkannya.Rasulullah Saw. bersabda kepada mereka
(kaum Ansar) : Allah tidak menghendaki demikian. Lalu
dikatakan kepada mereka;Sumgguh kalian akan
mendapatkan sesudahku suatu golongan yang bersikap
mementingkan diri sendiri, maka bersabarlah samapai
bertemu denganku di telaga.
Riwayat mengenai simpatiknya Nabi saw. terhadap kaum

mu’allaf dalam pembagian harta rampasan perang. Hadis-

hadis yang dimaksud adalah sebagai berikut :

a. Matan hadis riwayat Imam Bukhari

‫لا أفاء ال علخى رسوله صلخى ال علخيه وسلخم يوم حني قسم ف الناس فع الؤملفععة قلخعوبم‬
‫ولع يعععط النأصععار شعيأ فكعأنم معدو إذ لع يصععيبهم مععا اصعاب النععاس فخبطهععم فقعال يععا‬
‫معشر النأصار أل أجعدكم ضعلل فهعداكم الع بع وكنتعم متفرقععون فعألفكم الع بع وعالعة‬
‫ إنأكععم سععتلخقون بعععدي أثععرة‬.....‫فأغنععاكم الع بع كلخمععا قععال شععيأ قععالوا الع ورسعوله أمععن‬
‫فاصبوا حت تلخقون علخى الوض‬

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


19

Artinya:
Ketika Rasulullah Saw. membagi harta rampasan perang
Hunayn, beliau membagikannya pada orang-orang yang
baru memeluk agama islam (al-mu’allaf qulubuhum),
sementara oarang-orang Ansar tidak mendapatkan
bagian.Mereka (kaum Ansar) merasa belum mendapatkan
bagian sebagaimana diperoleh orang-orang
selainnya.Maka Rasulullah menyeru kepada mereka :
Wahai kaum Ansar ! dari hasil pembagian ini, saya tidak
menemukan (menganggap) pada diri kalian sebagai suatu
kedzaliman.Allah senantiasa memberi kalian hidayah
karena aku, dan kalian bercerai berai maka Allah yang
menyatukan kalian karena aku, dan kalian dalam
kemiskinan maka Allah menjadikan kalian kaya karena
aku. Lalu mereka berkata; kami beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya. Lalu Rasulullah bersabda : Sungguh kalian akan
menemukan masa sesudahku penguasa yang
mementingkan diri sendiri, maka bersabarlah hingga
kalian menemukanku di telaga.
b. Matan hadis riwayat Imam Muslim

‫أن رسوله صلخى الع علخيعه وسعلخم لعا فتعح حنينعا قسعم الغنعائم فعأعطى الؤملفعة قلخعوبم فبلخغعه‬
‫ان النأصع ععار يبع ععون ان يصع ععيبو مع ععا اصع ععاب النع ععاس فقع ععام رس ع عوله صع ععلخى ال ع ع علخيع ععه وسع ععلخم‬
‫فخطبهم فحمد ال وأثن علخيه ث قال يا معشر النأصار أل أجدكم ضلل فهداكم ال ع‬
‫ إنأكعم سععتلخقون بعععدي بععدي أثععرة فاصععبوا حعت‬.... ‫ب وكنتم متفرقون فجهمعكععم الع بع‬
.‫تلخقون علخى الوض‬
Terjemahan :
Ketika terjadi Perang Hunayn,Rasulullah Saw. membagi
harta rampasan perang Hunayn, beliau membagikannya
pada orang-orang yang baru memeluk agama islam (al-
mu’allaf qulubuhum), sementara oarang-orang Ansar tidak
mendapatkan bagian.Mereka (kaum Ansar) merasa belum
mendapatkan bagian sebagaimana diperoleh orang-orang
selainnya.Maka Rasulullah menyeru kepada mereka :
Wahai kaum Ansar ! dari hasil pembagian ini, saya tidak
menemukan (menganggap) pada diri kalian sebagai suatu
kedzaliman.Allah senantiasa memberi kalian hidayah
karena aku, dan kalian bercerai berai maka Allah yang

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


20

menyatukan kalian karena aku, dan kalian dalam


kemiskinan maka Allah menjadikan kalian kaya karena
aku. Lalu mereka berkata; kami beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya. Lalu Rasulullah bersabda : Sungguh kalian akan
menemukan masa sesudahku penguasa yang
mementingkan diri sendiri, maka bersabarlah hingga
kalian menemukanku di telaga.
c. Matan hadis riwayat Ahmad bin Hambal

‫اجتمع أنأاس من النأصاري فقالوا اثر علخينا غينأا فبلخغ ذلك النب صلخى ال علخيعه وسعلخم‬
‫فجهمعهععم ثع خإطبهععم فقععال يععا معشععر النأصععار ألع تكععون أذلععة فععأعزكم الع قععالوا صععدق‬
‫ وإنأكعم سعتلخقون‬.... ‫ال ورسوله أل تكون ضلل فهداكم ال قعالوا صععدق الع ورسعوله‬
.‫بعدي أثرة فاصبوا حت تلخقون علخى الوض‬
Terjemahan :
Telah berkumpul orang-orang dari kaum Anshar, mereka
berkata : telah samapai berita kepada kami (orang telah
mendapatkan bagian) selain kami. Maka Rasulullah
Saw.mengumpulkan mereka dan memberikan seruan:
“Wahai oarang-orang Ansar apakah kalian tidak
mengetahui bahwa; kalian adalah orang-oraang hina
kemudian Allah memuliakan kalian”. Mereka menjawab,
sungguh benar Allah dan RasulNya. Rasul bersabda : “
apakah kalian mengetahui bahwa;kalian adalah orang-
orang dzhalim, kemudian Allah memberi kalian
petunjuk”. Mereka menjawab : Sungguh benar Allah dan
RasulNya. Rasul bersabsa : “ apakah kalian tidak
mengetahui bahwa,kalian adalah orang-orang fakir,
kemudian Allah menjadikan menjadikan kalian kaya”.
Mereka menjawab : Sungguh benar Allah dan
RasulNya. ... dan kalian akan menemukan masa
sesudahku pemimpin bersikap mementingkan diri
sendiri,maka bersabarlah hingga kalian menemukanku di
telaga.
‫لععا أفععاء الع علخععى رسعوله صععلخى الع علخيععه وسععلخم يععوم حنيع قسععم فع النععاس فع الؤملفععة‬
‫قلخععوبم ولع يعععط النأصععار شعيأ فكععأنم مععدو إذ لع يصععيبهم مععا اصعاب النعاس فخبطهععم‬
‫فقال يا معشر النأصار أل أجدكم ضععلل فهعداكم الع بع وكنتعم متفرقععون فعألفكم الع‬

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


21

‫ إنأكعم ستلخقون‬....‫ب وعالة فأغناكم ال ب كلخما قال شعيأ قالوا الع ورسعوله أمعن قعال‬
.‫بعدي أثرة فاصبوا حت تلخقون علخى الوض‬
Artinya:
Ketika Rasulullah Saw. membagi harta rampasan perang
Hunayn, beliau membagikannya pada orang-orang yang
baru memeluk agama islam (al-mu’allaf qulubuhum),
sementara oarang-orang Ansar tidak mendapatkan
bagian.Mereka (kaum Ansar) merasa belum mendapatkan
bagian sebagaimana diperoleh orang-orang
selainnya.Maka Rasulullah menyeru kepada mereka :
Wahai kaum Ansar ! dari hasil pembagian ini, saya tidak
menemukan (menganggap) pada diri kalian sebagai suatu
kedzaliman.Allah senantiasa memberi kalian hidayah
karena aku, dan kalian bercerai berai maka Allah yang
menyatukan kalian karena aku, dan kalian dalam
kemiskinan maka Allah menjadikan kalian kaya karena
aku. Lalu mereka berkata; kami beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya. Lalu Rasulullah bersabda : Sungguh kalian akan
menemukan masa sesudahku penguasa yang
mementingkan diri sendiri, maka bersabarlah hingga
kalian menemukanku di telaga.
‫رسول ال صلخى الع علخيعه وسعلخم يقععول للنأصعاري وإنأكعم سعتلخقون بعععدي أثعرة فاصععبوا‬
‫حت تلخقون علخى الوض‬
Artinya:
Rasulullah Shallalahu alaihi wasallam bersabda kepada
kaum Ansar: Kalian akan menemukan masa sesudahku
sikap pemimpin yang mementingkan diri sendiri. Mereka
berkata : lalu apakah yang Rasul perintahkan kepada
kami? Rasul bersabda: Bersabarlah hingga kalian
menemukanku di telaga.
d. Matan hadis riwayat Imam al-Bukhari

‫ان رجل مع ععن النأصع ععاري قع ععال يارسع ععول الع ع أل تس ععتعملخن كم ععا اس ععتعملخت فلنأع ععا قع ععال‬
.‫ستلخقون بعدي أثرة فاصبوا حت تلخقون علخى الوض‬
Artinya:
Seorang laki-laki dari kaum Ansar mengadu kepada Nabi
dan berkata: Wahai Rasul Allah, mengapa engkau tidak

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


22

mengangkat saya menjadi pegawai sebagaimana engkau


telah mengangkat si Fulan? Rasul bersabda : kamu akan
menjumpai masa sesudahku sikap pemimpin yang
mementingkan diri sendiri, maka bersabarlah hingga
kamu menemukanku di telaga.
e. Matan hadis riwayat Imam Muslim

‫ان رجل مع ع ععن النأصع ع ععاري خإل برسع ع عوله صع ع ععلخى الع ع ع علخيع ع ععه وسع ع ععلخم أل تسع ع ععتعملخن كمع ع ععا‬
.‫استعملخت فلنأا فقال ستلخقون بعدي بعدي أثرة فاصبوا حت تلخقون علخى الوض‬
Artinya:
Seorang laki-laki dari kaum Ansar berada disisi Rasulullah
Saw. dan berkata: Wahai Rasul Allah, mengapa engkau
tidak mengangkat saya menjadi pegawai sebagaimana
engkau telah mengangkat si Fulan? Rasul bersabda : kamu
akan menjumpai masa sesudahku sikap pemimpin yang
mementingkan diri sendiri, maka bersabarlah hingga kamu
menemukanku di telaga.
f. Matan hadis riwayat Imam at-Tirmidziy

‫ان رجل معن النأصعاري قعال يا رسعول الع استعملخت ولع تستعملخن فقعال رسعوله صعلخى‬
‫ال علخيه وسلخم إنأكم ستون بعدي أثرة فاصبوا حت تلخقون علخى الوض‬
Artinya:
Seorang laki-laki dari kaum Ansar berkata: Wahai Rasul
Allah, mengapa engkau tidak mengangkat saya menjadi
pegawai sebagaimana engkau telah mengangkat si Fulan?
Rasul bersabda : kamu akan menjumpai masa sesudahku
sikap pemimpin yang mementingkan diri sendiri, maka
bersabarlah hingga kamu menemukanku di telaga.
g. Matan hadis riwayat an-Nasaiy

‫ان رجل من النأصعاري جعاء إلع رسعول الع صعلخى الع علخيعه وسعلخم فقعال أل تستعملخن‬
‫كم ععا اس ععتعملخت فلنأ ععا فق ععال سع عتلخقون بع ععدي بع ععدي أث ععرة فاص ععبوا ح ععت تلخق ععون علخ ععى‬
.‫الوض‬
Artinya:
Seorang laki-laki dari kaum Ansar datang kepada
Rasulullah Saw. dan berkata: (Wahai Rasul Allah) ,
mengapa engkau tidak mengangkat saya menjadi pegawai

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


23

sebagaimana engkau telah mengangkat si Fulan? Rasul


bersabda : kamu akan menjumpai masa sesudahku sikap
pemimpin yang mementingkan diri sendiri, maka
bersabarlah hingga kamu menemukanku di telaga.
h. Matan hadis riwayat Ahmad bin Hambal

‫ان رجل م ععن النأص ععاري خإل برس ععول الع ع ص ععلخى الع ع علخي ععه وس ععلخم أل تس ععتعملخن كم ععا‬
.‫استعملخت فلنأا فقال إنأكم ستلخقون بعدي أثرة فاصبوا حت تلخقون علخى الوض‬
Artinya:
Seorang laki-laki dari kaum Ansar bersama Rasulullah Saw.
dan berkata: kenapa engkau (Ya Rasul) tidak mengangkat
saya menjadi pegawai sebagaimana engkau mengangkat
si Fulan? Rasul bersabda : kamu akan menjumpai masa
sesudahku sikap pemimpin yang mementingkan diri
sendiri, maka bersabarlah hingga kamu menemukanku di
telaga.
Dari pengklasifikasian hadis-hadis nepotisme di atas,

diketahui bahwa;

1. Hadis-hadis tentang sikap nepotisme terhadap satu

golongan ditakhrij oleh tiga ima mukharrij. Kesemuanya

adalah ; (1) Imam Bukhari sebanyak dua hadis; (2) Imam

Muslim, satu hadis;dan (3) Imam Ahmad bin Hambal,

sebanyak tiga hadis. Dengan demikian, hadis-hadis

tentang sikap nepotisme terhadap satu golongan

ditemukan sebanyak enam buah hadis.

2. Hadis-hadis tentang sikap nepotisme terhadap jabatan

ditakhrij oleh Imam mukharrij.Yakni; ( 1) Imam Bukhari,

satu hadis; (2) Imam Muslim, satu hadis;dan (3) Imam At-

Tirmidziy, sebanyak tiga hadis; (4) Imam An-Nasaiy,satu

hadis dan (5) Ahmad bin Hambal, satu hadis. Dengan

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


24

demikian, hadis-hadis tentang sikap nepotisme terhadap

jabatan ditemukan sebanyak lima buah hadis.

Sebelum menentukan kualitas hadis-hadis tentang

nepotisme, baik dari aspek sanad dan matannya, terlebih

dahulu penulis menjelaskan latar berlakang pentingnya kritik

hadis. Kegiatan kritik hadis mempunyai kedudukan yang

sangat penting. Kritik sanad dinyatakan penting, karena hadis

merupakan salah satu sumber ajaran islam. Dan munculnya

pemealsuan hadis sesudah zaman Nabi, penghimpunan

(tadwin) hadis secara resmi dan massal terjadi setelah

berkembangnya pemalsuan hadis. Kemudian, kritik matan

dinyatakan penting karena telah terjadi periwayatan hadis

secara makna.

Sejak dahulu hingga sekarang, umat islam telah sepakat,

kecuali sebagian kecil orang yang berpaling dan

mengingkarinya.33 Bahwa hadis (sunnah) merupakan sumber

kedua ajaran islam. Hal ini dipahami karena cukup banyak ayat

al-Qur’an yang memerintahkan oarang-orang beriman untuk

33
Lihat Mustafa al-Sebay, al-Sunnat wa Makanatuha fi al-Tasyri’ al-
Islamiy ( Berut: al-Maktabah al-Islamiyah, 1405 H/1985 M), h. 343

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


25

patuh dan mengikuti petunjuk Nabi Muhammad Saw. 34, salah

satu diantaranya adalah QS. Al-Hasyr (59) : 7 sebagai berikut :

.‫العقاب‬ ‫وما أتاكم الرسول وما ناكم عنه فانأتهوا واتقوا ال ان ال شديد‬
Terjemahan:
‘ . . . Apa yang diberikan Rasul kepadamu,maka terimalah
dia. Dan apa yang dilarang bagimu maka tinggalkanlah, dan
bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras
hukuman-Nya.35
Menurut ulama, ayat yang disebut pertama memberikan

petunjuk secara umum bahwa semua perintah dan larangan

yang berasal dari Nabi,wajib dipatuhi oleh orang-orang

beriman. 36
Jadi, jelaslah bahwa hadis (sunnah) berkedudukan

sebagai sumber kedua ajaran islam sesudah Al-Qur’an. Dengan

keyakinan itu, maka kritik hadis sangat penting dilakukan.

Di samping itu, Nabi Saw.pernah melarang shahabatnya

menulis hadis.37 namun pada akhirnya Nabi Saw. jugalah


34
Orang-orang yang menolak hadis sebagai ajaran Islam adalah
mereka yang tergabung dalam Ingkar al-Sunnah. Lihat M. Syuhudi Ismail.
Sunnah menurut Para pengingkarnya dan upaya Pelestarian Sunnah
Menurut Pembelanya (Ujungpandang: Yakis 1412H/1991M), h. 1-2, lihat juga
Muhammad Tahir Hakim, al-sunnah fi Muwajahat Abatilih, diterjemahkan
oleh Zainal Arifin Zam Zam dan Muhammad Ma’ruf Misbah dengan judul
Sunnah dan Tantangan Pengingkarnya (Jakarta: Geranda, 1984), h.69-70.
Ayat-ayat al-Qur’an yang memerintahkan agar Nabi Muhammad ditaati
jumlahnya lebih dari lima puluh ayat. Lihat Muhammad Fu’ad Abd. Baqi, al-
Mu’jam Mufahras li al-Faz al-Qur’an al-Karim (Bandung: Angkasa, t,th), h.
314-319,429-424 dan 463-464.
35
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Semarang:
Toha Putra, 1989), h..916.
36
Lihat Abd. Al-qasim Jaurillah Mahmud Ibn Umar al-Zamarksyariy, al-
Kassyaf an Haqaiq al-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil, Juz IV (Mesir: Mustafa al-
Babiy al-Halabiy wa Auladuh, 1392 H / 1972 M), h. 82. Lihat juga Abdullah
Bin Muhammad Ibnu Muhammad al-Anshariy al-Qurtubiy, al-Mu’jam li
Ahkam al-Qur’an, Juz IX, h. 13-14.
37
Lihat Muhammad Ibn Ali Muhammad al-Syaukaniy, Fath al-Qadir al-
Jami’ Bayan Fannay al-Riwayat wa al-Dirayat min Ilm al-Tafsir Juz I (Berut:

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


26

yangmemerintahkan mereka untuk menulis hadis. Hal tersebut

berimplikasi bahwa tidak seluruh hadis tertulis pada zaman

Nabi. Selanjutnya muncul pula berbagai pemalsuan hadis.

Orang membuat hadis palsu dalam berbagai bentuk

pernyataan, untuk kepentingan pribadi atau golongan. 38

Berbagai pemalsuan hadis tersebut telah menyulitkan umat

islam yang ingin mengetahui riwayat hadis yang benar-benar

dapat dipertanggungjawabkan berasal dari Nabi. Dengan

demikian, kenyataan tersebut menujukkan bahwa kegoatan

kritik hadis sangat diperlukan.

Faktor lain yang melatarbelakangi pentingnya kritik

hadis adalah proses penghimpunan hadis secara resmi yang

jarak waktunya antara masa penghimpunan hadis dan

kewafatan Nabi cukup lama, yakni pada masa pemerintahan

khalifah Umar bin Azis (w. 101 H/720 M). 39 Disisi lain, hadis

Nabi yang disampaikan oleh sahabat pada periwayatan lain

lebih banyak berlangsung secara lisan. Hadis Nabi yang

dimungkinkan diriwayatkan secara

Dar al-Fikr, t.th.), h. 333. Dan sabda-sabda Nabi yang melarang dan
menyuruh para sahabat menulis hadis antara lain ditakhrijkan oleh al-
Bukhari Juz I, op. Cit., h.41-41, Muslim, juz II, op.cit h. 988-989.
38
Lihat M. Syuhudi Ismail, Kaedah kesahihan Sanad Hadis Telaah Kritis
dan Tinjauan Denga Pendekatan Sejarah (Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang,
1988), h. 92. Lihat juga Muhammad Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadis; Ulumuh
wa Mustalahuh (Berut: Dar al-Fikr, 1989 M), h. 415-416. Lihat juga Abd.
Karim al-Khatib, al-Khilafat wa al-Imamah (Berut: Dar al-Ma’rifah, 1963), h.
198-199.
39
Lihat M. Syuhudi Ismail, Kaedah...op. cit., h. 98-104, lihat pula pada
M. Syuhudi Ismail, Metodologo Penelitian Hadis (Jakarta: Bulan Bintang,
1992), h. 16-17.

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


27

Lafal oleh para sahabat sebagai saksi pertama, hanyalah hadis

dalam bentuk sabda sedangkan yang lainnya hanya

dimungkinkan diriwayatkan secara makna. Kesulitan

periwayatan secara lafal bukan hanya karena tidak mungkin

seluruh sabda dihafal secara harfiah, melainkan juga

kemampuan hafalan dan tingkat kecerdasan shahabat Nabi

tidak sama.40 Kenyataan-kenyatan tersebut menunjukkan

bahwa kegiatan kritik hadis sangat urgen dan disignifikan

kedudukannya dalam kaitan dengan kedudukan hadis.

Terkait dengan uraian di atas, maka untuk menentukan

kualitas hadis, objek yang terlebih dahulu diteliti adalah : (1)

rangkaian para periwayat yang menyampaikan riwayat hadsi,

yakni penelitian terhadap sanad hadis dari tabaqah ke

tabaqah yang disebut naqd al-sanad; (2) susunan redaksi hadis

yang dikemukakan masing-masing periwayat, yakni penelitian

terhadap matan hadis yang disebut naqd al-sanad.

D. Naqd al-Sanad

Naqd al-sanad atau kritik sanad dapat pula diistilahkan

sebagai kritik sumber. Kaitannya dengan keshahian sanad,

maka unsur-unsur yang dikaji didalmnya adalah unsur mayor

dan minor dengan perician sebagai berikut :

1. Unsur mayor pertama adalah sanad bersambung dan

meliputi empat unsur minor, yakni : (1) bersambung

(muttasil), (2) bersandar pada Nabi Saw.(marfu’), (3)

40
M. Syuhudi Ismail, Kaedah...,op. Cit, h. 68

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


28

terhindar dari kejanggalan (mahfuz ‘an suzuz), (4) tidak

cacat (mu’allah).

2. Unsur mayor kedua adalah periwayatnya bersifat adil dan

meliputi empat unsur minor yakni : (1) beragama islam,

(2) mukallaf (baligh dan akal sehat), (3) melaksanakan

ketentuan agama islam, (4) memelihara muru’ah (adab

kesopanan pribadi yang membawa pemeliharaan diri

manusia kepada tegaknya kebajikan moral dan kebiasaan-

kebiasaan).

3. Unsur mayor ketiga periwatnya bersifat dhabit atau adbat

dan meliputi empat unsur minor,yakni: (1) hafal dengan

baik hadis yang diriwayatkannya, (2) mampu dengan baik

menyampaikan hadis yang dihafalnya kepada orang lain,

(3) terhindar dari syuzuz dan atau terhindar dari illat.41

Secara garis besarnya, kritik sanad hadis dimaksudkan

untuk memberi penilian terhadap para periwayat yang

tergabung didalamnya pada setiap tabaqah ke tabaqah dengan

cara men-tajrih atau men-ta’dil. Akan tetapi, untuk kepraktisan

penelitian dan tanpa mengurangi kredibilitas penelitian, maka

hadis-hadis yang telah ditakhrij tidak perlu diteliti secara

keseluruhan. Menurut M.Syuhudi Ismail, penelitian terhadap

41
Urain lebih lanjut lihat M.syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad
Hadis; Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah (Cet. I;
Jakarta: Bulan Bintang, 1988), h. 132-133.

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


29

satu sanad secara cermat dan mendalam sudah mewakili

sanad-sanad yang lain.42

Terkait dengan pernyataan M. Syuhudi Ismail di atas,

maka untuk sanad hadis-hadis yang dijadikan objek penelitian

disini diklasifikasikan kepada dua bagian. Pertama, satu jalur

sanad hadis tentang sikap nepotisme terhadap satu golongan

dan kedua, satu jalur sanad hadis tentang sikap nepotisme

kepemimpinan.

1. Untuk kritik sanad tetang hadis-hadis sikap nepotisme

terhadap satu golongan, penelitiannya difokuskan pada

jalur Ahmad bin hanbal dengan susunan periwayat dan

sanad seperti tabel 1 berikut :

42
Demikian juga dikemukakan M. Syuhudi Ismail, Ilmu Hadis IX
“Diktat” (Ujung Pandang: Fak. Syariah IAIN Alauddin, 1989), h. 21.

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


30

TABEL 1

SUSUNAN PERIWAYAT HADIS TENTANG SIKAP NEPOTISME

TERHADAP SATU GOLONGAN MENURUT JALUR AHMAD BIN HANBAL

YANG DIJADIKAN OBYEK PENELITIAN

NO Urutan sebagai Urutan sebagai


Nama Periwayat
periwayat sanad

1. Abu Sa’id al-Khudry Periwayat I Sanad VI

2. Abiy Saleh Periwayat II Sanad V

3. Al-‘Amasy Periwayat III Sanad IV

4. Ma’mar Periwayat IV Sanad III

5. Rabah Periwayat V Sanad II

6. Ibrahim bin Khalid Periwayat VI Sanad I

7. Ahmad bin Hanbal Periwayat VII Mukharrij

a. Abu Sa’id al-Khudry

Nama lengkapnya adalah Sa’ad ibn Malik ibn Sinan ibn Ubayd ibn

Salabah ibn al-Abjar Abu Said al-Khudry.Tahun wafatnya diperselisihkan ahli

sejarah. Al-Waqidiy berpendapat bahwa Abu Sa’id al-Khudri wafat tahun 74 H.

Sementara ulama lain, misalnya al-Madani menyatakan tahun 63 H; al-Asykari

menyatakan tahun 65, dan yang lainnya menyatakan tahun 64 H. 43 Dari

perbedaan penetapan tahun wafat tersebut, penulis belum menemukan data kuat

yang harus diperpegangi.

43
Izz al-Din bin al-Asir Abiy al-Hasan Aliy bin Muhammad al-Jaziriy,
Ushul al-Gabah, Juz IV (Berut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1994), h. 98.

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


31

Abu sa’id al-Khudry adalah salah seorang sahabat Nabi saw. Dengan

demikian, hadis-hadis yang diriwayatkannya diterima langsung dari Nabi saw.

Di samping itu, beliau juga menerima hadis-hadis dari kalangan sahabat Nabi

Saw. Misalnya, al-Khulafa’ al-Rasyidun, Abu Musa al-Asy’ary, Ubay bin

Ka’ab, Abdullah bin Mas’ud dan Abu Hurairah. Sementara itu, orang-orang

yang menerima hadis dari dirinya antara lain; dari kalangan sahabat adalah Ibn

Abbas, ibn ‘Umar, Ibn al-Musayyab, Abiy Saleh, Ibn Sirrin dan lain-lain.44

Abu Huzayfah menyatakan bahwa Abu Sa’id al-Khudry adalah sahabat

Nabi yang paling paham segala yang diucapkan Nabi Saw.. Sementara, al-

Khatib berpendapat bahwa Abu Sa’id al-Khudri adalah sahabat yang paling

afdhal dan banyak menghafal hadis. Ibn Sirrin memberikan penilaian asbat wa

siqah.45 Penilaian-penilaian ulama tersebut mengindikasikan bahwa Abu Sa’id

al-Khudri dapat diterima hadisnya, apalagi beliau tergolong sahabat Nabi Saw.,

yang tentu tidak ditakutkan mustahil untuk berbuat penyelewengan terhadap

hadis-hadis. Karena demikian halnya, maka kredibilas dan integritas Abu Sa’id

al-Khudry pada sanad ini tidak diragukan ke-siqah-annya dan wajib di terima

hadisnya.

b. Abiy Saleh

Yang dimaksud Abiy Saleh di sini adalah ‘Abd. Al-Rahman bin Qays

Abu Salih al-Hanafiy al-Kufiy.46 Mengenai tahun wafatnya, penulis belum

menemukan datanya, tetapi dipastikan bahwa beliau tergolong pembesar tabiin.

44
Lihat Syihab al-din Ahmad ibn Aliyibn Hajar al-Atsqalaniy, Tahzib al-
Tahzib Juz II (Cet,,I., Berut, Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1994), h. 35.
45
Lihat Ibid.
46
Lihat Ibid,. Juz IV; h. 230

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


32

Beliau berguru sekaligus meriwayatkan hadis dari bapaknya. Yakni, Abi

Qays dan saudaranya, yakni Tariq bin Qays. Disamping itu, beliau banyak

menerima hadis dari sahabat Nabi Saw., Misalnya; Ali, Huzayfah, Ibn Mas’ud,

Sa’id bin Abiy Waqqas, Abu Hurairah, ‘Aisyah dan Ibn Abbas. Kemudian

murid-muridnya adalah Ibn ‘Awn Muhammad bin Ubaydullah al-Saqafiy, Sa’id

bin Masruq, al-Swriy, al-‘A’masy, Isma’il bin Aby Khalid dan selainnya.47

Ishaq bin Mansur dari Ibn Ma’in berkata Abu Salih adalah periwayat

siqah. Ibn Hibban pun menggolongkannya sebagai periwayat yang siqah.

Diriwayatkan oleh al-Nasaiy dari Ishaq bin Rahwayhi dari al-Nadr bin Syamil

dan Abiy Amr dari Abiy Syu’bah dari Abiy ‘Anak-Saqafiy bahwa Abiy Salih al-

Hanafiy memiliki banyak riwayat hadis tentang zikr, Al-‘Ajliy mengemukakan

bahwa Abu Salih adalah periwayat yang siqah dari golongan tabiin.48

Penilaian di atas menujukkan bahwa Abu Salih adalah periwayat yang

memiliki integritas dan kredibilitas yang tidak tercela. Oleh karena itu, hadis

beliau dapat diterima, apabila adanya ketersambungan sanad dan pengakuan

guru murid antara Abu Sa’id al-Khudriy dengan beliau.

c. Al-A’masy

Nama lengkapnya adalah Sulayman Ibn Mihran al-Asady al Kahily al-

A’masy. Beliau berasal dari Tabristan yang lahir di Kufah dan wafat dalam usia

88 tahun. Tahun wafatnya adalah 47 H , pada bulan Rabiul al-Awal.49

Hadis-hadis yang diterima dari guru-gurunya yang melalui Anas,

Abdullah bin Abi Aufah, Abi Saleh, Zaid bin Wahab, Khusaimah bin Abd al-

Rahman al-Ja’fiy, Sa’ad bin Ubaidah, Aby Hazim al-Asyjaq, Sulaiman bin
47
Lihat Ibid.
48
Lihat Ibid.
49
Lihat Ibid, juz XX; h. 90

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


33

Mishar, Talhah bin Misraf, Munzir al-Sawry, Hilal bin Yusuf dan lain-lain.

Kemudian, murid-murid yangmenerima hadis darinya adalah al-Hikam bin

‘Utaybah, Ma’mar, Muhammad bin Wasi’, Syu’bah, Sufyan, Ibrahim bin

Tahmani, Jarir bin Hazim, dan lain-lain.50

Mengenai kredibilitas beliau, oleh para kritikus memberi penilaian yang

positif. ‘Imarah menyatakan sebagai periwayat yang paling kuat hafalannya,

al-‘Ajaly menyatakan beliau siqat, al-Nasaiy menyatakan beliau siqat, sabtan fi

al-hadis, Ibn Ma’in menyatakan beliau siqat sabtan.51 Dari penilaian ulama-

ulama terhadapnya, disimpulkan bahwa beliau adalah periwayat yang dapat

diterima hadisnya. Hal lain adalah karena terjadi ketersambungan sanad (I’tisal

al-sanad) antara guru dan murid.

d. Ma’mar

Nama lengkap Ma’mar adalah Ma’mar bin Rasyid al-Azdiy al-

Huddaniy. Laqabnya adalah Abu ‘Urwah bin Abiy Umar al-Basriy. 52 Beliau

menetap di Yaman. Pada masa hidupnya, beliau sempat menyaksikan jenazah

Hasan al-Basriy. Dengan demikian, beliau tergolong atba’ al-tabiin.

Ma’mar menerima hadis dari; Sabit al-Bananiy, Qatadah, al-Zuhriy,

‘Asim al-Ahwal, Asy’ab bin Abd. Allah al-Hadaniy, Sulayman bin Mihran

(al-‘A’masy), dan lain-lain. Sedangkan murid-muridnya adalah Yahya bin Abiy

Kasir, Abu Ishaq, ‘Abban, Isa bin Yunus, Rabah, dan lain-lain.53

e. R a b a h

50
Lihat Ibid.
51
Lihat Ibid.
52
Lihat Ibid, juz V, h. 119
53
Ibid.

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


34

Dalam kitab Tahzib al-Tahzib, nama Rabah sangat banyak \. Akan tetapi,

Rabah yang dimaksud di sini adalah Rabah bin Zaid al-Qarsiy yang berlaqab al-

San’aniy. Beliau awafat pada tahun 182 H pada umur 81 tahun.54

Beliau meriwayatkan hadis dari Ma’maar, ‘Abd. Allah bin Hijr Buhhayr

bin Raysan, ‘Umar bin Hubayb al-Makkiy dan lain-lain. Sedangkan muridnya

adalah Ibrahim bin Khalid, Abd. Al-Razzaq, Muhammad bin Abd. Al-Rahim

bin Syurus, Zaid bin al-Mubarak al-San’iyun, dan lain-lain.55

Harb menyatakan bahwa Rabah tergolong cakap dalam bidang hadis.

Adapun Abu Hatim berkata; Rabah sangat siqah. Ibn Sa’ad dari al-Waqidy

berkata; sungguh saya tidak melihat seorangpun yang meguasai hadis kecuali

Rabah. Al-Nasaiy pun berkata bahwa beliau adalah siqah.56

Dari pernyataan kritikus hadis di atas, diketahui bahwa Rabah adalah

salah seorang terpuji perilakunya. Karena tidak satu pun ulama hadis yang

mencelanya, maka hadis yang beliau terima dengan sanad yang bersambung

dari gurunya, yakni Ma’mar adalah sahih.

f. Ibrahim bin Khalid

Nama lengkapnya adalah Ibrahim bin Khalid bin Abiy al-Yaman Abu al-

Sawr al-Kalbiy al-Faqih al-Bagdadiy. Kuniahnya adalah Abu Abdullah

sedangkan laqabnya adalah Abu al-Sawr.25 Beliau wafat pada tahun 240 H.57

Ibrahim bin Khalid meriwayatkan hadis dari Ibn Uyaynah, Abiy

Mu’awiyah, Waki’, Rabah, al-Syafiiy dan lain-lain.Kemudian, orang-orang

yang meriwayatkan hadis dari dirinya adalah Ahmad, Abu Dawud, Ibn Majah,
54
Ibid., Juz III,.h. 209
55
Ibid.
56
Ibid.
57
Lihat ibid.,juz I; h. 107

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


35

Muslim, Abu Hatim, Muhammad bin Ibrahim bin Nasr al-Saraj, al-Bagwiy dan

lain-lain.58

Bila diperhatikann hubungan guru murid di atas, tampak bahwa antara

Ibrahim bin Khalid dengan Rabah sebagai gurunya telah terjadi

ketersambungan sanad.

Abu Bakar al-‘A’yun pernah bertanya kepada Ahmad bin Hanbal tentang

kredibilitas yang dimiliki Ibrahim bin Khalid. Lalu Ahmad bin Hanbal

menjawab bahwa orang tersebut menguasai hadis sejak umur 50 tahun. Al-

Nasaiy pun menyatakan bahwa Ibrahim bin Khalid adalah periwayat hadis

siqah dan ma’mun. Abu Hatim bin Hibban berkata bahwa Ibrahim adalah satu-

satunya Imam sebagai tempat merujuk dalam masalah fiqih. 59 Pernyataan yang

terakhir ini, memberikan informasi bahwa Ibrahim di samping menguasai hadis

beliau juga menguasai fiqih.

Integritas tinggi yang dimiliki Ibrahim bin Khalid, ditambah lagi adanya

ketersambungan sanad dengan bukti pengakuan guru sebagaimana

dikemukakan di atas menandakan bahwa riwayat hadis beliau ini dapat

dipercaya. Ma lengkapnya adalah Ahmad

g. Ahmad bin Hanbal

Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal al-Hilal

bin Asad al-Syaebani Abu Abd. Allah al-Muruziy al-Bagdadiy. 60Beliau lahir di

kota Baghdad tahun 164 H dan wafat pada hari Jum’at 12 Rabi’ul Awal 241 H

58
Lihat ibid,.h. 108.
59
Lihat ibid., h. 109.
60
Lihat Muhammad Abu Zahw, al-Hadis wa al-Muhaddisun (t.t.; al-
Maktabat al-Babiy al-Halabiy,.t.th), h. 351

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


36

ditempat kelahirannya pula. Ayahnya meninggal dunia ketika beliau berumur

lima tahun.61

Kehidupan Ahmad bin Hanbal tergolong miskin,namun tidak

menghalangi untuk belajar ke mana-mana sehingga guru-gurunya sangat

banyak, antara lain (beliau menerima hadis dari ) Abd al-Rahman bin Mahdiy,

Abdullah bin Numair al-Hamdan, Waqi, Ibrahim bin Khalid, Hasyim Ibn Basyir

dan lain-lain.62

Dalam menuntut ilmu hadis, beliau mengadakan perlawatan ke Mekkah,

Madinah, Syam dan Kufah. Selain menguasai hadis, pikiran-pikiran dan fatwa-

fatwanya di bidang fiqih dan sebagainya telah ditulis murid-muridnya. Salah

satu karyanya telah ditulis oleh muridnya Ahmad Ibn Muhammad al-Khalal

dalam kitab al-Jami’ al-Kabir yang terdiri atas 20 jilid. Kitab lainnya dan masih

populer saat ini adalah al-Mugni yang ditulis oleh Ibn Qudamah sebagai syarah

(ulasan) dari kitab al-Mukhtasar. Imam Ahmad juga tergolong sebagai mazhab

yang besar pengaruhnya. Bahkan saat ini, mazhab beliau dijadikan mazhab

resmi di kerajaan Arab Saudi. Dimasa tuanya, beliau dikecam oleh pemerintah

sultan al-Ma’mum al- Mu’tasim, al-Wasiq menganut aliran Mu’tazilah. Bahkan

aliran Mu’tazilah yang dijadikan aliran resmi negara ketika itu, mengakibatkan

Imam Ahmad berkali-kali dipenjara samapai masa Mutawakkil, karena menolak

konsep khalk al-Qur’an (Penciptaan Al-Qur’an).63

Ulama kritikus hadis menilai Imam Ahmad sebagai tokoh muhaddis

yang berkredibilitas tinggi. Mereka adalah antara lain (1) Al-Qattan menyatakan
61
Lihat ibid,.
62
Lihat Abu Abdillah Syamsuddin Muhammad al-Zahabiy, Tarikat al-
Huffaz, jilid II (Cet. VII; Berut: Dar al Ihya al-tiran al-Anbiy, t.th), h. 431
63
Lihat Harun Nasution, et.al., Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta:
Djambatan, 1989), h. 80-81.

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


37

bahwa tidak ada orang yang datang kepada saya melebihi Ahmad; dia adalah

hiasan umat di bidang ilmu hadis; (2) Ibn Ma’in menyatakan bahwa saya tidak

melihat orang sebaik Ahmad; (3) al-Syafi’iy menyatakan bahwa saya keluar

dari Baghdad dan saya tidak menemukan orang yang lebih faqih,zuhud,wara’,

alim daripasa Ahmad. Jumhur ulama menilainya sebagai periwayat yang adil,

dhabit, (siqah) dan tidak ditemukan kekurangan yang beliau miliki.64

Sebagai seorang mukharrij hadis, tentu Ahmad bin Hanbal takut untuk

menyelewengkan hadis-hadis yang diterima dari gurunya. Apalagi, pada jalur

ini terjadi ketersambungan sanad dari Ibrahim bin Khalid. Karena demikian

halnya, maka secara otomatis Ahmad bin Hanbal mesti diperpegangi riwayat-

riwat hadisnya.

E. Naqd al-Matan

Matan hadis tentang sikap nepotisme terhadap satu golongan merupakan

suatu fakta adanya praktek sikap simpatik yang ditujukan kepada golongan

tertentu saja. Misalnya pemberian harta rampasan perang kepada kaum mu’allaf

sementara yang lainnya tidak. Peristiwa tersebut terjadi ketika perang Hunayn,

sementara diketahui bahwa pada perang tersut banyak golongan yang terlibat.

Dalam mengkritik matan hadis, ada beberapa kriteria ditetapkan oleh

ulama. Namun, tidak disepakati unsur-unsur dalam kriteria yang dimaksud.

Kriteria penelitian matan yang ditetapkan oleh Salah al-Din al-Aqlabiy

adalah kriteria yang diperpegangi oleh jumhur ulama. Dalam hal ini, ada empat

kriteria keshahihah matan hadis yang beliau kemukakan, yaitu (1) matan yang

64
Lihat al-Atsqalani, op.cit., h. 66-68

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


38

tidak bertentangan dengan Al-Quran, (2) tidak bertentangan dengan hadis yang

lebih kuat; (3) tidak bertentangan dengan akal sehat; (4) susunann

periwayatannya membuktikan ciri-ciri sabda kenabian.67

Berdasarakan kriteria di atas, maka matan hadis yang dijadikan obyek

penelitian dalam ini dianalisis berdasarkan tolak ukur di atas.

1. Matan hadis tentang sikap nepotisme terhadap satu golongan

a. Matan tidak bertentangan denga Al-Quran

Ayatnya Al-Quran yang megutamakan pentingnya membantukaum

mu’allaf, khususnya bantuan materi di antaranya adalah firman Allah dalam

QS. Al-t-Tawbah (9): 60 sebagai berikut :


ِ ِ ‫ي يعيألخيعهععا والأميؤمليفعِة قنعلخعنعوبعهم وِفع البرقعيعا‬ِِ ِ ِ ِ ِ ‫صعديقا‬
‫ب يوالأغيععاِرم ي‬
‫ي‬ ‫نن أ ي‬ ‫ت لألخنفيقعيراء يوالأيميسععاكي يوالأيعععاملخ ي ي ي ن‬ ‫إِلنعيعا ال ل ي ن‬
‫ضة ِمين اللخلِه يواللخلهن يعِلخيمم يحِكيمم‬ ِ ِ
‫يوِف يسِبيِل اللخله يوابأِن اللسِبيِل فيِري ي‬
Terjemahnya :
‘Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-
orang-orang miskin, amil-amil zakat, para mu’allafyang dibujuk hatinya,
untuk memerdekakan budak, orang-orang berhutang, untuk jalan Allah dan
oarang-orang yang sedang dalaam perjalanan.65
Dalam terjemahan Departemen Agama, pada footnote 647 menjelaskan

bahwa yang dimaksud dengan al-mu’allaf qulubuhum. Pada ayat diatas adalah

orang-orang kafir yang ada harapan masuk isalam atau oarang yang baru masuk

islam, tetapi keimanannya masih lemah.66

Ibn Kasir menginterpretasikan kalimat al-mu’allaf qulubuhum pada ayat

di atas, dengan rumusan kesimpulan bahwa zakat tersebut diperuntukkan

kepada mereka ketika pembagiannya dilakukan pada akhir Ramadhan. Akan

tetapi, dalam berbagai kesempatan lain mereka pun berhak menerimanya. 70

65
Departemen Agama, op. Cit., h. 288
66
Ibid

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


39

Artinya, diluar Ramadahan pun penbagian zakat tersebut mesti diperuntukkan

kepada kaum mu’allaf. Karena diketahui bahwa ada saja zakat dikeluarkan di

luar Ramadahan,misalnya, zakat harta.

Pembagiaaan harta rampasan perang yang dibagi-bagikan Nabi

Saw.sebagaimana dalam matan hadis tersebut merupakan bantuan kepada yang

diperuntukkan kepada orang-orang mu’allaf guna menyenangkan hati mereka.

Diketahui pula bahwa ayat yang dikemukakan di atas mengandung suatu

perintah. Orang-orang mu’allaf mesti diberikan bantuan harta. Karenannya,

Nabi saw. dengan segera membagikan harta tersebut kepada kaum mu’allaf

menerima harta rampasan perang.

Memang di dalam pembagiaan harta rampasan perang, Nabi Shallallahu

alihi wa sallam memiliki otoritas untuk membagi hatra tersebut kepada siapa

yang beliau kehendaki. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman dalam QS.al-

Hasyr (59) : 6 bahwa :


‫وما أييفاء اللخلهن يعيلخى رسولِِه ِمأنعهم فيما أيوجأفتنم يعلخيأيِه ِمن يخإأيضل ول ِريكا ض‬
‫ب يوليِكلن اللخلهي ينيسعلخب ن‬
‫ط نرنسعلخيهن‬ ‫ي‬ ‫أ‬ ‫نأ ي أي أ‬ ‫ين‬ ‫يي ي‬
ِ ‫ض‬
‫يعيلخى يمأن يييشاءن يواللخلهن يعيلخى نكبل يشأيء قيديمر‬
Terjemahnya:
Dan apa saja harta rampasan (fa’i) yang diberikan Allah kepada Rasul-
Nya (dari harta benda) mereka, maka untuk mendapatkan itu kamu tidak
mengerahkan seekor kuda pun dan (tidak pula) seekor unta tetapi Allah
yang memberikan kekuasaan kepada RasulNya terhadap siapa yang
dikehendakinya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.71
Ayat di atas memberikan informasi bahwa ketika Nabi Saw.masih hidup,

beliaulah satu-satunya orang yang diberikan kewenangan untuk membagi harta

rampasan perang. Di samping itu, beliau juga berhak untuk menentukan siapa

yang berhak mendaptkan jatah dari harta tersebut. Oleh karena itu, ketetapan

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


40

Nabi Shallallaahu alaihi wa sallam umntuk memberi harta rampasan kepada al-

mu’allaf tidak dapat diganggu gugat.

Kedua ayat dan interpretansinya sebagaimana dikemukakan di atas jelas

merupakan suatu dalil untuk mendukung muatan matan hadis yang sedang

diteliiti in. Dengan demikian, maka hadis tentang sikap nepotisme terhadap satu

golongan, yakni sikap simpatik terhadap kaum mu’allaf saja tidak bertentangan

dengan ayat Al-Qur’an.

a. Matan tidak Bertentangan dengan Hadis yang Lebih Kuat

b. Dengan menelusuri hadis-hadis yang semakna melalui takhrij hadis,

berbagai hadis ditemukan dan telah dikutip sebagaimana termaktub pada

bab II terdahulu. Akan tetapi, penulis tidak menemukan adanya suatu

hadis yang menerangkan tentang tidak bolehnya kaum mu’allaf menerima

harta rampasan perang.

Namun, terdapat satu hadis yang syarahnya dapat dikaitkan dengan hadis

yang diteliti. Hadis yang dimaksud adalah sabda Nabi Saw.:

‫من أفاء أسهم للخرجال ولفرسه ثلخثمة اسهم سهمي لفرسه وسه له‬
Artinya:
Dari harta rampasan perang, sebagian untuk tentara yang berjalan dengan
kaki, tiga untuk tentara yang berkuda , dua bagian untuk kudanya dan
sebagian untuk dia sendiri.73
Abu Tayyib al-Abadiy menurut haasil penelitiannya manyatakan bahwa

hadis di atas berkualitas sahih.74 Menurut Muhammad Amin al-Khudtiy,

kandungan hadis di atas mengenai rincian pembagian harta rampasan perang.

Rinciannya tersebut seperlima sisa dari empat perlima tadi dibagi pula lima

bagian. Sebagian sisa, atau seperdua puluh lima dari semua adalah untu

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


41

Rasulullah. Pemabagian ini berlaku semasa beliau masih hidup dan selebihnya

untuk mereka yang berhajat.75

Dari penjelasan di atas, dapat dipahani bahwa orang-orang yang berhajat

perlu diberikan bagian dari harta rampasan perang. Nabi Saw.ketika itu, melihat

bahwa kondisi orang mu’allaf sangat lemah. Karena itu pula, Nabi

Saw.membagi harta tersebtu kepada kaum mu’allaf sebagai bantuan kepada

kaum yang lemah.

Hadis yang dikutip di atas merupakan salah satu dalil bahwa hadis yang

diteliti tidak bertentangan dengan hadis yang lebih kuat kualitasnya. Bahkan,

syarah hadis di atas merupakan dalil penguat bagi hadis yang diteliti.

b. Matan tidak bertentangan dengan Akal Sehat

Siapa pun orangnya, apakah fisiknya lemah dan kuat, postur tubuhnya

besar atau kecil, pasti ia tidak ingin hidup merana karena kekurangan harta.

Orang yang berstatus mu’alla tentu ingin terhindar dari kesengseraan.

Mereka ingin merasakan bagaimana islam menenteramkan jiwanya. Mereka

ingin melihat bagaimana prilaku Nabi Saw.yang mulia itu. Dalam kondisi yang

demikian ini, Nabi Shallallahu alihi wa sallam meresponi gejala yang timbul

pada diri kaum mu’allaf. Salh satu alternatif yang terbaik menurut Nabi

Shallallahu alihi wa sallam adalah memberikan bagian dari harta rampasan

perang kepada mereka.

Pada sisi lain, kaum mu’allaf tentu belum memiliki iman yang kokh.

Akan tetapi, adanya perhatian yang besar dari Nabi Saw.dengan memberikan

bagian kepada mereka dari harta rampasan perang disertai kerelaan kaum lain

(dalam matan adalah kaum Ansar) yang tidak menerima bagian merupakan

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


42

salah satu sikap simpatik bagi kaum mu’allaf untuk tetap tteguh dalam

keimanan. Bahkan, iman mereka akan bertambah.

Dari penjelaskan yang rasional sebagaimana penulis rumuskan di atas,

maka dipahami bahwa apa yang terkandung dalam matan hadis yang diteliti ini

tidak bertentangan dengan akal sehat.

c. Matan Membuktikan Ciri-ciri Sabda Kenabian

Ciri utama sabda kenabian suatu hadis adalah minimal memiliki sanad

yang menghubungkan para periwayat dari tabaqah ke tabaqah. Adanya susnan

periwayat atau sanad hadis yang mengakibatkan adanya matan merupakan

indikator bahwa matan tersebut betul-betul berasal dari Nabi Shallallahu alihi

wa sallam.

Sanad terdahulu yang dijadikan obyek penelitian utama adalah apa

melalui jalur Ahmad bin Hanbal. Periwayat yang terlibat di dalamnya ada tujuh,

yakni; (1) Abu Sa’id al-Khudry sebagai periwayat I sanad IV, (2) Abiy Saleh

sebagai periwayat II sanad V, (3) al-‘Amasy sebagai periwayat III sanad IV, (4)

Ma’mar sebagai periwayat IV sanad III, (5) Rabah periwayat V sanad II, (6)

Ibrahim bin Khalid sebagai periwayat VI sanad I dan (7) Ahmad bin Hanbal

sebagai periwayat VII mukharrij.

Jika ditelusuri lebih jauh mengenai susunan matan hadis yang diteliti

ini, ditemukan sejumlah redaksi yang bervariasi. Namun, makna yang

terkandung di dalamnya tidak saling bertentangan dengan yang lainnya.

Redaksi-redaksi yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1) Pada jalur Imam Bukhari, dimulai dengan;

..... ‫لا افاء ال علخى رسوله يوم حني قسم ف الناس ف اللخؤملفة قلخوبم‬
2) Pada jalur Imam Muslim, dimulai dengan;

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


43

..... ‫ان رسول ال لا فتح حنينا قسم الغنائم فأطى اللخؤملفة قلخوبم‬
3) Pada jalur Ahmad bin Hanbal, dimulai dengan;

...... ‫اجتمع الناس من النأصاري فقالوا أثر علخينا غينأا‬


Jika diperhatikan riwayat Bukhari, termaktub kata ‫ افاء‬. Kata tersebut

sama artinya dengan kata ‫ الغنائم‬pada riwayat Muslim. Pada bagian lain kata ‫يوم‬

‫ حنييين‬pada riwayat Bukhari sama artinya dengan kata ‫ فتييح حنينييا‬pada riwayat

Muslim. Adapun pada riwayat Ahmad bin Hanbal tidak tercantumkan kedua

kalimat di atas. Akan tetapi kalimat ‫ اجتمع الناس‬menunjukkan kejadian perang

Hunayn. Dengan demikian, semua kalimat di atas merupakan satu makna.

Pada sisi lain perbedaan ungkapan susunan redaksi pada awal matan

hadis di atas, juga tidak menunjukkan adanya perbedaan makna yang

terkandung sntara satu matan hadis dengan matan hadis lainnya. Karena itu, inti

kandungan awal matan hadis-hadis tersebut adalah ; sikap Nabi Saw.ketika usai

perang Hunayn, yakni harta rampasan perang kepada kaum mu’allaf sementara

kaum Ansar tidak memperoleh bagian.

Dalam ilmu hadis, perbedaan lafazh atau susunan kalimat pada matan

hadis namun memiliki kandungan yang sama disebut dengan hadis maknawi.

Dengan demikian, mata hadis tersebut diriwayatkan secara maknawi.76

Sampai di sini, dipahami bahwa matan hadis yang diteliti tetap memiliki

ciri-ciri sabda kenabian. Perbedaan lafazh dan susunan kalimatnya bukanlah

merupakan suatu kecacatan (illat) dan kejanggalan (syuzuz).

F. Natijah

Jika diperhatikan kembali tentang kapasitas keilmuan pada bidang hadis

yang dimiliki masing-masing periwayat, berikut integritas dan loyalitas

kepribadian mereka , boleh dikatan bahwa kesemuanyadapat diterima hadis-

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


44

hadisnya. Sebabnya adalah, para kritikus hadis menilai mereka dengan ta’dil.

Tidak ditemukan satu pun kritikus hadis yang menilainya dengan tarjih.

Pada aspek ketersambungan sanad oleh masing-masing periwayat,

ditemukan adanya pengakuan guru murid dari tabaqah ke tabaqah.

Berdasarkan uraian di atas, maka kualitas sanad tentang sikap nepotisme

, baik nepotisme terhadap satu golongan maupun sikap nepotisme dalam hal

jabatan dianggap shahih.

Kualitas sanad yang dimaksud turut mendukung kualitas matan.

Apalagi, matan-matan hadis yang telah diteliti telah memenuhi kaedah

keshahihan matan suatu hadis.

Karena matan hadis memiliki kedudukan yang sama pentingnya dengan

sanad hadis dalam penelitian. Keduanya sama-sama penting untuk diteliti dalam

hubungannya dengan kualitas kehujjahan hadis.67 Hadis yang sanadnya sahih

tetapi matannya tidak sahih (daif) atau sebaliknya, sanadnya daif dan matannya

sahih tidak dapat dinyatakan hadis shahih.

Yang jelas, hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa sanad dan

matan hadis masing-masing berkualitas shahih. Karena demikian halnya, maka

hadis-hadis tentang nepotisme berkualitas shahih lidzatih.

G. PEMAHAMAN TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL TERHADAP

HADIS-HADIS NEPOTISME

Praktek nepotisme dalam artian mengutamakan seseorang atau

kelompok tertentu untuk mendapatkan bagian, apakah berupa hadish atau

jabatan sungguh telah terjadi sejak zaman Nabi Saw..

67
Lihat: Salah al-Din Ibn Ahmad al-Adabi, Manhaj al-Naqd li al-Matan
(Beirut: Dar al-Afaq al-Jadidah, 1403 H./1983 M.), h. 254.

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


45

Praktek seperti itu ternyata berlanjut dari generasi ke generasinya.

Buktinya, sejak Nabi Saw.wafat (632 M) kaum Anshar menuntut untuk dipilih

dan diangkat menjadi khalifah, karena pada masa hidup Nabi Saw.merekalah

yang banyak membantu Nabi Saw., baik dalam keadaan aman maupun dalam

keadaan genting. Pada sisi lain, kaum Muhajirin pun meminta untuk dipilih dan

diangkat menjadi Khalifah dengan menjagokan Abu Bakar sebagai pilihan

tunggal yang terbaik. Dalam situasi yang demikian, tampil pula kaum Bani

Hasyim dengan mencalonkan Ali bin Abu Thalib. 168 Walupun pada akhirnya,

mereka sepakat menjatuhkan pilihan pada Abu Bakar al-Siddiq sebagai khalifah

pertama.

Demikianlah gambaran umum mengenai sikap sahabat Nabi Saw..

Mereka pada awalnya tetap mementingkan sikap nepotisme . Kejadian yang

serupa ini tetap tercermin pada periode berikutnya yakni, pada zaman al-

Khulafa’ al-Rasyidin (632-661 M), Bani Umayyah (661-750) , Bani Abbas

(750-1258 M)69 dan sebagian besar kalufah-khalifah Islam.

Tindakan mereka tersebut di atas apakah bisa digolongkan atau tidak

semuanya harus dilihat dari perspektif ada tidaknya hubungan darah atau

kekerabatan seseorang dari pihak tertentu. Demikaian pula, standar apa yang

dipakai dalam mengangkat seseorang dalam suatu jabatan.

Islam sendiri telah memberikan petunjuk mengenai pemilihan dan

pengangkatan seseorang untuk menjabat suatu kedudukan. Dasar

68
Lihat Ibn As\i>r, al-Ka>mil fi> al_Ta>rich, Jilid. II (Beirut: Da>r
S{a>dir, 1965 M.), h. 319-320.
69
Lihat: Ahmad Amin, Fajr al-Isla>m (Beirut: Da>r al-Kutub, t.th.), h.
252. Lihat pula: Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya(Cet.
IV; Jakarta: Bulan Bintang, 1989 M.), h. 58. Bandingkan dengan Badri Yatim,
Sejarah Peradaban Islam; Dirasah Islamiyah, Jilid III (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1997 M.), h. 49.

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


46

pertimbangannya adalah kapabilitas (kemampuandan rasa tanggung jawab) ,

profesionalitas (keahlian) dan moralitas (akhlak yang terpuji). Dengan kata lain,

seorang keluarga dekat dapat saja diangkat untuk menduduki suatu jabatan

tertentu asalkan saja memang mempunyai keterampilan (skil) dan kemampuan

yang teruji untuk jabatan yang dipangkunya. Disamping itu, ia memiliki

keahlian yang handal dan memiliki akahlak yang terpuji di tenganh masyarakat.

Dewasa ini, sikap nepotisme sering di nilai negatif karena kebanyakan

orang menganggapnya sebagai perilaku yang membawa ke mafsadatan ummat.

Walaupun demikian, ternyata sikap nepotisme yang dipraktekkan Nabi

Saw.justru membawa kemaslahatan ummat.70 Sikap Nabi Saw.tersebur

melahirkan rasa kepuasan pada segenap anggota masyarakat.

Menurut hadis-hadis yang telah ditakhrij terdahulu, ditemukan bahwa

Nabi Saw.pernah bersikap nepotisme terhadap satu golongan. Pada sisi lain,

Nabi Saw.juga bersikap nepotisme dalam masalah jabatan. Sikap nepotisme

yang dipraktekan oleh Nabi Saw.tersebut dijelaskan dalam bab bahasan ini.

70
Amir Shidqy, Studies in Islamic History (Karachi: Jam’iyah al-Fala>h
Publication, 1962), h.46.

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


47

1. Sikap Nepotisme terhadap Satu Golongan

Praktek nepotisme terhadap satu golongan yang dimaksud dalam

beragam matan ndhadis yang telah dikemukakan terdahulu adalah masalah

pembagian harata rampasan perang yang hanya diperuntukkan kepada kaum

tertentu, yakni kaum mu’allaf. Sementara itu, yang lainnya misalnya

segolongan sahabat Nabi Saw. dari kaum Anshar tidak mendapatkan bagian dari

harta rampasan perang.

Matan hadis yang dimaksud adalah:

‫لا أفاء ال علخى رسوله صلخى ال علخيعه وسعلخم يعوم حنيع قسعم فع النعاس فع الؤملفعة قلخوبم ولع‬
‫ يعا معشعر‬:‫يعط النأصار شيئا فكأنم وجدوا إذ لع يصعبهم معا أصعاب النعاس فخطبهعم فقعال‬
‫النأص ععار ألع ع أج ععدكم ض ععلل فه ععداكم الع ع بع ع وكنت ععم متفرقيع ع ف ععألفكم الع ع بع ع وكنت ععم عال ععة‬
71
...‫فأغناكم ال ب‬
Artinya:
Ketika terjadi Perang Hunayn,Rasulullah Saw.membagi harta rampasan
perang Hunayn, beliau membagikannya pada orang-orang yang baru
memeluk agama islam (al-mu’allaf qulubuhum), sementara oarang-orang
Ansar tidak mendapatkan bagian.Mereka (kaum Ansar) merasa belum
mendapatkan bagian sebagaimana diperoleh orang-orang selainnya.Maka
Rasulullah menyeru kepada mereka: Wahai kaum Ansar ! dari hasil
pembagian ini, saya tidak menemukan (menganggap) pada diri kalian
sebagai suatu kedzaliman. Allah senantiasa memberi kalian hidayah
karena aku, dan kalian bercerai berai maka Allah yang menyatukan kalian
karena aku, dan kalian dalam kemiskinan maka Allah menjadikan kalian
kaya karena aku…
Hadis di atas memberikan informasi tentang sikap nepotisme Nabi

Saw.dalam pembagian harta rampasan perang.72 Harta rampasan tersebut hanya

71
Lihat: Abu> ‘Abdillah Muhammad ibn Ismail al-Bukhari, al-Ja>mi’ al-
S}ahih, Jilid IV (Beirut: Da>r al-Fikr, t.th.), h. 599.
72
Rampasan perang tersebut diperoleh dari perang Hunain yang terjadi
pada tahun 630 M. Perang Hunain bermula dengan takluknya Mekkah,

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


48

diperuntukkan kepada golongan muallaf. Hal ini tergambar dari potongan

matan hadis sebagai berikut:

‫لا أفاء ال علخى رسوله صلخى ال علخيعه وسعلخم يعوم حنيع قسعم فع النعاس فع الؤملفعة قلخوبم ولع‬
73
...‫يعط النأصار شيئا‬
Artinya:
Ketika Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk membagi harta
rampasan dari hasil perang Hunain, beliau membagikannya kepada
orang-orang mu’allaf fiy qulubihim. Sementara itu, kaum Ansar tidak
mendapatkan bagian sedikit pun.
Secara tekstual, matan hadis di atas menunjukkan sikap nepotisme yang

dipraktekkan oleh Nabi Saw.yang ditujukan hanya kepada kaum mu’allaf

sedangkan kaum Ansar seakan-akan tidak diperhatikan keberadaannya.

Imam syafi’iy sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad Amin al-

Khudry menyatakan bahwa al-mu’allaf terklasifikasi dalam ; (1) orang yang

baru masuk islam, dan imannya belum teguh, (2) orang islam yang berpengaruh

dalam kaumnya, dengan harapan kalau ia di beri zakat, akan mempengaruhi

kaum lain untuk memeluk islamm, (3) orang islam yang berpengaruh terhadap

kekuasaan dan penentangan kaum Quraisy berkahir, akan tetapi kegiatan-


kegiatan dan persiapan-persiapan musuh dari kota-kota yang berdekatan
menuntut perhatian yang segera. Malik ibn ‘Auf, ketua suku Khawazin
mengumpulkan orang-orangnya dan orang-orang dari suku T}aif yang
bersekutu dengan meraka. Mereka diambil sumpahnya dan harus
bergabung untuk melawan Nabi Muhammad saw. Ketika Nabi mengetahui
perkembangan itu, dia menegaskan Abdullah Aslami untuk pergi ke sana
dan melaporkan keadaan yang sebenarnya. Dia membawa kabar bahwa
Bani Khawazin dan suku-suku lainnya sedang bersiap-siap berperang. Oleh
karena itu, Nabi Muhammad saw. tidak mempunyai pilihan lain kecuali
menyerang mereka dengan memimpin 12.000 pengikut. Di antaranya
10.000 orang berasal dari Madinah dan yang 2000 orang dari Mekkah.
Sedangkan musuh mempunyai kekuatan 20.000 orang kemudian kedua
Pasukan ini bertemu di lembah Hunain. Untuk lebih lengkapnya, lihat: Syed
Mahmud al-Nasir, Islam, its Concepts and History, diterjemahkan oleh Adang
Affandi, Islam, Konsepsi dam Sejarahnya (Cet. IV; Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1994 M.), h. 144-145.
73
Al-Bukhari, op.cit., Jilid

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


49

orang kafir, (4) orang yang menolak kejahatan. 74 Klasifikasi yang dikemukakan

imam Syafi’iy tersebut, jika dikaitkan dengan matan hadis, maka batasan yang

dapat diterima adalah sebagaimana yang termaktub dalam point 1. Muallaf

adalah orang yang baru masuk islam, dan imannya belum teguh. Dinyatakan

demikian, karena batasan tersebut sesuai dengan syarah hadis yang menyatakan

bahwa; 8
.‫الؤملفع ع ع ععة قلخع ع ع ععوبم هنع ع ع ععا نأع ع ع ععاس حع ع ع ععدثوا العهع ع ع ععد بالسع ع ع ععلم‬75 al-Mu’allaf

Qulu>buhum dalam matan hadis di atas adalah mereka yang tergolong baru

memeluk agama islam.76

Batasan umum yang digunakan untuk mu’allaf dewasa ain adalah

mereka yang dijinakkan atau dibujuk hatinya. Mereka dibujuk adakalanya

karena mereka baru memeluk agama islam sedang imannya belum teguh, atau

karena seseorang masuk islam itu adalah seseorang yang besar pengaruhnya di

kalangan dan besar kemungkinan banyak yang mengikutinya untuk memeluk

Islam.

Pihak yang dimaksud orang-orang Anshar di sini adalah umat islam

yang menetap di Madinah dan menerima kedatangan Nabi Saw.beserta

sahabatnya dari Mekkah ketika hijrah.77 Dalam sejarah islam diketahui bahwa

hubungan Nabi Saw.dengan orang-orang Madinah terbina secara intensih dua

tahun sebelum hijrah. Kedatangan beberapa orang Madinah menemui Nabi

74
Lihat: Syekh Muhammad Amin al-Kurdi al-Naqsabandi, Tanwi>r al-
Qulu>b fi Mu’a>malah al-‘Alla>m al-Guyub (t.t.; Maktabah Da>r Ihya>’ al-
Kutub al-‘Arabiyah, t.th.), h. 203.
75
Badr al-Di>n Abu> Muhammad Mahmud ibn Ahmad al-‘Aini>,
‘Umdah al-Qa>ri Syarh S}ah}i>h{ al-Bukha>ri, Juz. XVII (t.t.; Da>r al-Fikr,
t.th.), h. 308.
76
Uraian lebih lanjut, lihat Harun Nasution, et. Al. Ensiklopedi Islam
Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1992 M.), h. 130.
77
Lihat: al-‘Aini>, op. cit.

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


50

Saw.pada tahun 620 M memberikan alternatif lokasi buat basis kegiatan Nabi.

Setelah mendapat kepastian dari orang-orang Madinah tentang prospek dan

posisinya di Madinah lewat pertemuan-pertemuan di Aqabah dekat Mekah,

pada tahun 622 M Nabi Saw.pun menganjurkan kepada para pengikutnya yang

berkisar 70 orang pindah ke Madinah. Akhirnya, Nabi Saw. bersama dengan

Abu Bakar menyusul mereka.78 Inilah peranan penting yang dimainkan kaum

Anshar. Mereka bersedia menerima Nabi Saw.dan sahabat-sahabatnya. Bahkan,

kaum Anshar memberikan segala fasilitas untuk kepantingan Nabi Saw. dan

demi kelancaran dakwah islam.

Sehubungan dengan hadis yang dikaji ini, mengapa Nabi Saw.dengan

teganya tidak memberikan harta rampasan perang ketika terjadi perang hunain

bagi kaum Anshar, padahal mereka adalah penopang utama bagi Nabi

Saw.dalam mengembangkan islam.

Oleh karena itu, kaum Anshar menganggap bahwa perilaku Nabi

Saw.juga bersikap nepotisme. Karena demikian, maka muncul komfirmasi dari

kaum Anshar. Mereka menganggap bahwa kami dianak tirikan. Dalam

mengantisipasi keadaan yang demikian, maka lanjutan matan hadis menyatakan

bahwa Nabi Saw.mangadakan dialog dengan tokoh-tokoh kaum Anshar lalu

bersabda:

‫يععا معشععر النأصععار ألع أجععدكم ضععلل فهععداكم الع بع وكنتععم متفرقيع فععألفكم الع بع وكنتععم‬
79
...‫عالة فأغناكم ال ب‬
Artinya:
Wahai pemuka Anshar, saya melihat kalian dalam kesesatan dan Allah
memberikan kalian petunjuk karena aku, saya melihat kalian bercerai
berai dan Allah menyatukan kalian karena aku, saya melihat kalian dalam
78
Harun Nasution, et. al. op.cit., h. 121-122.
79
Lihat: al-Bukha>ri , op.cit.

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


51

kemiskinan dan Allah menganugerahkan kekayaan kepada kalian karena


aku”.
Jawaban Nabi Saw.tersebut sangat arif dan bijaksana. Secara kontekstual

dipahami bahwa oarang-orang Anshar telah diberikan materi (kekayaan) yang

cukup, sedangkan orang-orang muallaf masih dalam kemiskinan. Karenanya,

sangat wajar jika Nabi Saw.memperuntukan harta tersebut kepada oraang-orang

mu’allaf.

Kaum Anshar kembali menjawab; ‫( قع ععالوا الع ع ورسع عوله أمع ععن‬kami percaya

kepada Allah dan Rasul-Nya). Jawaban kaum Anshar ini menandakan bahwa

mereka menerima ketetapan Nabi saw. dengan penuh keimanan. Maksudnya,

mereka merelakan harta rampasan perang tersebut diperoleh oleh kaum

mu’allaf.

Sampai disini, timbul pertanyaan, apa yang melatarbelakangi Nabi

Saw.memperuntukkan harta rampasan untuk kaum mu’allh? Kenapa pula Kaum

Anshar menerima keputusan itu? Untuk kedua pertanyaan ini, jawabannyaa

terangkum dalam analisis kontekstual berikut :

a. Orang-orang mu’allaf masih memiliki keimanan yang lemah sedangkan

keimanan orang-orang Anshar sudah mantap. Karenanya, bantuan materi

yang diberikan untuk orang-orang mu’allaf atas jiwa sosial yang dimiliki

orang-orang Anshar.

b. Mayoritas orang-orang Anshar tergolong berkecukupan secara ekonomi.

Hal tersebut terungkapa dalam matan hadis bahwa ; . . . ARAB

sementara orang-orang mu’allaf belum ada jaminan bahwa mereka

berkecukupan.

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


52

c. Ada hak otoritas kepad Nabi Saw.untuk membagi harta rampasan perang

kepada siapa yang beliau kehendaki. Hal tersebut terangkum dalam QS.

Al-Hasyr (59) : 6 sebagai berikut :


ِ ‫ومععا أيفيععاء اللخعل عه علخيععى رسععولِِه ِمأنعهع عم فيمععا أيوجأفتعن عم علخييع عِه ِمع عن خإيع عضل ويل ِريكععا ض‬
‫ب يوليكع علن اللخعل عهي‬ ‫ن أ ي أ ي أ ي أ أ يأ ي‬ ‫يي ي ن ي ي ن‬
.‫ط نرنسلخيهن يعيلخى يمأن يييشاءن يواللخلهن يعيلخى نكبل يشأيضء قيِديمر‬ ‫ينيسلخب ن‬
Terjemahannya:
Dan apa saja harta rampasan (fa’i) yang diberikan ) Allah kepada
Rasul-Nya ( dari harta benda mereka, maka untuk mendapatkan itu kamu
tidak mengerahkan seekor kudapun dan (tidak pila) seekor unta tetapi
Allah yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap siapa
yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Sampai di sini, penulis perlu kemukakan bahwa kaum Anshar rela

menerima keputusan Nabi Saw.disebabkan keimanan mereka kepada Nabi

Saw.. Nabi senatiasa arif dam bijaksana dalam segala hal. Termasuklah disini

dalam hal pembagian harta rampasan perang.

Berdasar dari uraian-uraian terdahulu, dapat pula dikontekstualkan

bahwa pada mulanya kaum Anshar menganggap Nabi bersikap nepotisme

dalam arti negatif. Akan tetapi, setelah mendapat jawaban dari Nabi

Saw.sendiri, barulah mereka sadar bahwa Nabi Saw.bersikap nepotisme dalam

arti yang positif. Dengan demikian, sikap nepotisme yang dipraktekkan Nabi

Saw. jauh beda dengan sikap nepotisme yang telah menjadi perbincangan

publik ini.

Pada akhir matan hadis, Nabi saw. kembali memberikan ultimatum

bahwa:
80
.‫إنأكم ستلخقون بعدي أثرة فاصبوا حت تلخقون علخى الوض‬
Artinya:

80
Al-Bukha<ri, op.cit.

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


53

Sungguh kalian akan mendapatkan pemimpin sesudahku yang bersikap


nepotisme, maka bersabarlah niscya engkau menemukanku di telaga.
Pernyataan Nabi saw. di atas secara eksplisit mengandung makna bahwa

suatu saat nanti pasti ditemukan pemimpin yang bersikap mementingkan diri

sendiri atau mementingkan golongannya saja. Dalam keadaan yang demikian

ini, Nabi saw. menganjurkan kepada umatnya untuk tetap bersabar.

Uraian lebih lanjut megenai sikap pemimpin yang nepotisme dan

anjuran untuk bersabar akan dikemukakan pada sub bab tersendiri. Dasarnya

adalah bahwa kajiannya masih terkait dengan kandungan matan hadis ( sikap

nepotisme tentang jabatan ) yang akan dianalisis pada sub bab berikut ini.

2. Sikap Nepotisme terhadap Satu Jabatan

Praktek nepotisme yang dimaksudkan dalam beragam matan hadis yang

telah dikemukakan terdahulu adalah pengangkatan pegawai pada suatu jabatan

di masa Nabi Saw..

Matan hadis yang dimaksud adalah :

‫أن رجل من النأصار قعال يعا رسععول الع أل تسععتعملخن كمعا اسعتعملخت فلنأعا؟ قعال )سعتلخقون‬
(‫بعدي أثرة فاصبوا حت تلخقون علخى الوض‬
Artinya:
Seorang sahabat dari kaum Anshar bertanya pada Rasulullah
Saw.(katanya): Wahai Rasulullah! Tidakkah engkau angkat aku menjadi
pegawai sebagaimana si Fulan? Rasul menjawab: kalian akan
menjumpai sepeninggalku pemimpin yang bersikap mementingkan diri
sendiri. Maka bersabarlah hingga kalian menemukan kebahagian
bersamaku di hari akhirat.81
Secara tekstual, hadis di atas menginformasikan bahwa Nabi saw. telah

mengangkat pegawai pada satu jabatan, sementara itu seseorang dari kaum

Anshar merasa mampu untuk jabatan tersebut. Karenanya, ia mengadu kepada

81
Terjemahan penulis

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


54

Nabi Saw.: “kenapa engkau tidak mengangkatku menjadi sebagai pegawai

sebagaimana si Fulan”.

Dalam berbagai kitab syarah hadis, diketahui bahwa orang dari kaum

Anshar yang mengadu kepada Nabi Saw.adalah Usayd bin Hudayr.82 Informasi

lain yang ditemukan menyebutkan ia bernama Usayd al-Rawiy. 83 Akan tetapi,

dua nama tersebut tetap menunjukkan satu orang, yakni, Usayd bin Hudayr dan

biasa juga disebut Usayd bin al-Rawiy.84 Namun, nama yang terkenal adalah

sebutan nama Usayd bin Hudayr.

Yang melatarbelakangi Usayd bin Hudayr sehingga melontarkan

pernyataan di atas adalah ; karena ia melihat Nabi Saw.bersikap nepotisme

terhadap seseorang pada satu jabatan.

Pertanyaan tersebut terungkap dalam “ ‫فلنأ ععا‬ ‫أل تسععتعملخن كمععا اسععتعملخت‬.
yang bermakna ‫أي ال تعلخن عامل علخي الصععدق أو علخععي بلخععد‬.85 Maksudnya, Usayd

bi Hudayr meminta kepada Nabi Saw.agar ia diangkat menjadi gubernur pada

suatu daerah.

Keinginan Usayd bin Hudayr untuk diangkat pada suatu jabatan yang ia

inginkan, karena Nabi Saw.telah mengangkat seseorang dalam suatu jabatan

sebagaimana yang termaktub dalam suatu jabatan dalam kalimat ‫كمعا اسعتعملخت‬
‫فلنأا‬. Maksudnya, Nabi Saw.telah mengangkat si Fulan yakni ‘Amr bin al-‘As.86
82
Lihat al-Hafiz Ahmad bin ‘Albiy Ibn Hajar Al- Asqalaniy, Fath al- Bariy
Bisyrah Sahih Al- Bukhariy, jilid VIII ( Beirut:Dar al-Fikr, t.th) h. 154.
83
Lihat Abu Al-‘Abbas Syihab al- din ahmad bin Muhammad al-
Qasthalaniy, Irsyad al-sariy al- Syarh shahih al- Bukhary, jilid VI (t.t.: Dar al-
Fikr, t.th.), h. 154.
84
Lihat al- Asqalaniy, Tahzib al-Tahzib, jilid I ( cet. I: Beirut: Dar al-
Kutub ‘Ilmiyah, 1994), h. 315.
85
Lihat Ibn Hajar al-Asqalaniy, Fath al- Bariy … loc. Cit.
86
Lihat Ibid., lihat pula al-‘ayniy, op.cit, jilid VIII; h. 262.

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


55

Dalam sirah Amru bin al-‘As memang pernah ditunjuk oleh Nabi

Saw.untuk gubernur di Uman.87 Oleh karena itu, secara tekstual dipahami

bahwa jabatan yang dipangku oleh Amru bin al-‘As disini bukan sebagai

jabatan yang mengurusi masalah zakat. Akan tetapi, secara kontekstual, boleh

jadi kedua jabatan itu dipangkunya karena jabatan seorang Gubernur meliputi

segala bidang.

Pilihann Nabi Saw.kepada ‘Amru bin al-‘As pada jabatan tersebut,

didasarkan kenyataan atas kepribadiaan ‘Amru bin al-‘As yang sangat loyal

terhadap pemerintahan. Beliau adalah politikus senior di Madinah. Disamping

itu, beliau juga menguasai taktik dan strategi dalam peperangan. 88 Peranan dan

kecakapan yang beliau miliki ini mengakibatkan karirnya sangat mulus dalam

bidang politik dan pemerintahan.

Kepribadian “Amru bin al-‘As memang tidak selevel dengan Usayd bin

Hudayr, walaupun diketahui bahwa Usayd bin Hudayr sering tampil di depan

publik. Misalnya, dalam perang Badar, Ba’aih Aqabah I dan II.89 Sampai di sini,

87
Harun Nasution, et. Al, op.cit., h. 117.
88
Lihat Ibn Sa’ad, Tabaqat al-Kubray, jilid V ( Beirut: Dar al-Sadr, t.th.)
h. 93.Karir ;Amr Bin Al- ‘Ash terus menanjak pada masa khulafa’ a;-rasyidin.
Abu Bakar menunujukkan sebagai komandan dan pasukan yang berjumlah
kurang lebih 7.000 untuk mengamankan perbatasan Palestina bagian
selatan. Sebagai seorang pedang yang sering mendatangi daerah
tersebut, khususnya Gaza, beliau memahami kondisi dan pola
masyarakatnya. Karena, ia pun dengan mudah memenangkan simpati
penduduk setempat guna menumpas kaum perusuh maupun perlawanan
tentara Bizantium di situ. Pada zaman khalifah Umar Bin Khattab, beliau
ditunjuk lagi untuk memimpin pasukan di Elta Nil dan Iskandariah.
Sehingga, pada tahun 642 M. seluruh wilayah Mesir dan sekitarnya adalah
milik kekuasaan islam … ketika terjadi komplik antara Ali dan Mu’awiyah,
‘Amr bin al- ‘Ash tampil lagi mengusulkan kepada Mu’awiyah untuk
melakukan gencatan senjata, sehingga kedua kubu tersebut menghentikan
komplik politik. Di akhir hayat beliau, sempat lagi menjabat Gubernur di
Mesir dan disinilah beliau wafat . Yakni tahun 43 H./662 M. Lihay Harun
Nasution, et. Al, op. cit., h. 117-118.

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


56

penulis menegaskan kembali bahwa pilihan Nabi Saw.terhadap ‘Amr bin al-‘As

sebagai Gubernur di Uman sangat tepat.

Lanjut dari uaraian kandungan hadis, Nabi saw.meredam bahwa sikap

ambisius yang dikemukakan Usayd bin Hudayr untuk diangkat dalam suatu

jabatan. Secara arif dan bijaksana Nabi saw.bersabda:

‫إنأكم ستلخقون بعدي أثرة فاصبوا حت تلخقون علخى الوض‬


Sabda Nabi Saw. tersebut dapat dikontekstulkan sebagai upaya

penolakan halus atas permintaan Usayd bin Hudayr.

Potongann matan hadis yang terakhir disebutkan di atas akan diuraikan

secara komprehensif pada sub bab berikut ini. Susunan kalimat dan

kandungannya sangat serupa dengan matan hadis tentang sikap nepotisme

terhadap satu golongan sebagaimana diuraikan terdahulu.

3. Sikap Menghadapi Pemimpin yang Nepotisme

Secara sosial politik, masalah nepotisme melibatkan dua komponenn

masyarakat, yakni pemimpin dan rakyat.Itulah sebabnya, secara tegas Nabi

Saw.menyatakan :
90
‫ستلخقون بعدي أثرة فاصبوا حت تلخقون علخى الوض‬
Artinya:
Sungguh kalian akan menemukan masa sesudahku pemimpin yang bersikap
nepotisme. Maka bersabarlah kalian hingga menemukanku di telaga.91

89
Lihat Ibn Hibban, Kitab al- Siqah, juz III ( Beirut: Maktabah al-
‘Ilmiyah, t.th.), h. 7.
90
Lihat al-Bukhaiy, loc. Cit. lihat Muslim Ibn Hajjaj al-Quusyayri al-
naisaburi, sahih Muslim, jilid II (baerut: Isa al-Baby al-Halaby wa al-
Syurakah, 1395 H / 1955 M) h. 134 / lihat Abu Abd. Rahman ibn Syuaib,
Sunan al-Nasiy, jilid IV (Baerut Dar al-Fikr, 1980), h. 239. Lihat Abu Isa
Muhammad ibn isa al-Turmdziy, Sunan al-Turmudziy, jilid IV (Baerut: Dar al-
Fikr, 1980) h. 418. Lihat pula Ahamd ibn Hanbal, Musnad Ahmad ibn Hanbal,
jilid IV (Baerut: Maktabah al-Islamiyah, 1978), h. 352.
91
Terjemahan Penulis

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


57

Sabda Nabi Saw.di atas di jumpai di akhir matan hadis sikap nepotisme

terhadap satu golongan, dan akhir matan hadis sikap nepotisme tentang jabatan.

Untuk hadis tentang sikap nepotisme terhadap satu golongan, matan

hadis di atas merupakan solusi terbaik yang dikemukakan Nabi Saw. kepada

kaum Anshar yang menuntut agar pembagian harta rampasan dilakukan secara

adil. Sedangkan hadis nepotisme tentang jabatan, matan hadis di atas

merupakan penolakan Nabi Shalallallahu alaihi wa sallam secara halus atas

permintaan Usayd bin Hudayr untuk di angkat dalam jabatan Gubernur dan

jabatan sebagai pengelolah zakat.

Term ‫ اثععرة‬sebagaimana yang terdapat dalam matan hadis di atas, berasal


dari akar kata ‫ ر‬-‫ ث‬-‫ أ‬yang berarti; 92‫ اخإتار لنفسه دونم‬yakni, mengutamakan

dirinya atas kepentingan orang lain. Ringkasnya adalah sikap egois. 93 Batasan

tersebut dikemukakan pula oleh pensyarah Sunan al-Tirmidziy yang

menyatakan bahwa ‫اثر هو يفضل نأفسه‬94 berarti mengutamakan diri sendiri. Dari
berbagai batasan tentang term ‫أثع ععرة‬, maka batasan yang paling cocok untuk

dewasa ini adalah term ‫ أثرة‬berarti; sikap nepotisme.

Menurut Hassan Sadiliy, praktek dari sikap nepotisme ini, merupakan

kecenderungan untuk memberikan prioritas kepada sanak famili dalam haal

pekerjaan, jabatan, pangkat di lingkungan kekuasaan.95

92
Lois Ma’louf, Al-MunjidFiy al-lugah (Cet. XII; Baerut: Dar al-Masyriq,
1977), h. 3
93
Demikian yang dikemukakan Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia
(Jakarta: Hidakarya Agung, 1992), h. 33
94
Imam Abu Aliy Muhammad Abd. Al-Rahman al-Mubarakfuriy, Tuhfat
al-Ahwas liy Syarh al-Turmudziy, jilid VIII (baerut: Dar al-Fikr, 1979), h. 427.
95
Hasan Sadiliy, Ensiklopedia Indonesia (Jakarta: Ichtiar Baru-Van
Hoeve, 1983), h. 2361. Hal serupa terdapat pula dalam Noah Webste’s, New
Twintieth Century Dictinary of The English Lenguage (Cet. II; USA: William
Collin’s Publisher, 1979), h. 1025.

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


58

Batasan yang dikemukakan Hasan Sadiliy di atas, relevan dengan apa

yang dikemukakan al-‘Ayniy. Yakni, suatu sikap yang dimiliki penguasa dengan

mengutamakan dirinya dan keluarganya dalam mendapatkan keuntungan

duniawi.96

Dari batasan-batasan di atas, maka dapat disimpulakan bahwa nepotisme

adalah sikap monopoli dengan cara mementingkan diri sendiri atau golongan

dalam menuntut sesuatu.

Kalimat ‫ إنأكع ععم سع ععتلخقون بعع ععدي أثع ععرة فاصع ععبوا حع ععت تلخقع ععون علخع ععى الع ععوض‬adalah
ultimatum dari Nabi Saw.atas kepastian adanya sikap nepotisme yang

dipraktekkan para penguasa sepeninggalnya.

Pernyataan Nabi Saw.tersebut telah terbukti dalam cacatan sejarah.

Bahkan, sikap nepotisme yang dimaksud secara nyata telah dilakukan oleh

Khalifah ‘Usman bin Affan. Pra sejarahwan mencatat bahwa enam tahun

terakhir pemerintahan beliau merupakan masa yang penuh dengan pertikaian di

antara kaum muslimin. Hal ini diakibatkan ketidaksenangan warga terhadap

kebijakan-kebijakan dalam pemerintahan. ‘Usman dipandang telah

menjalankan politiknepotisme, karena banyak mementingkan kaum kerabat dan

famili dalam menjalankan roda pemerintahan. Beliau mengagkat Marwan bin

Ahkam (kemenakannya) sebagai sekretaris negara ?( jabatan yang sangat vital)

dalam pemerintahannya. Beliau mengangkat Mu’awiyah bin Abiy Sufyan

(sepupunya) sebagai Guberbur di Suriah.

Demikian secara berangsur-angsur, beliau memberikan jabatan-jabatan

penting kepada sanak familinya tanpa melihat loyalitas yang mereka miliki. 97

96
Lihat al-ayniy, op. cit., h. 263.
97
Khalid Ibrahim Jindan, The Islamic Theory of Gofernment According
to Ibn Taymiyah diterjemahkan oleh Mufid dengan judul Teori pemerintahan

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


59

Dalam situasi yang demikian, ‘Usman terlalu lemah terhadap keluarganya dan

beliau bagaikan boneka dihadapan mereka. Di samping itu, gaya tersebut

melahirkan kritikan-kritikan dari berbagai pihak. Pada akhirnya, mencul

gerakan anti ‘Usman, baik di Mesir, Kufah Basrah dan daerah-daerah lainnya

yang mengakibatkan tragedi berdarah dan menyebabkan runtuhnya tatanan

pemerintahan ‘Usman bin Affan.98

Kasus di atas terjadi di masa awal berkembangnya Islam. Belum lagi,

sikap yang serupa berlangsung terus sesudah masa al-Khulafa al-Rasyidin.

Misalnya, masa Bani Abbasiyah (750-1258 M) bukan saja berbau nepotisme,

tetapi sudah dirsuki sikap kolusi.99

Kasus serupa terjadi pula pada zaman Khalifah Fatimiyah (909-1171) di

Mesir. Di samping mempraktekkan kepemimpinan nepotisme penguasa, juga

menerapkan sistem diktator dengan memaksakan pemberlakuan ajaran

Syi’ah.100 Sistem pemerintahan yang demikian rupanya terjadi turun temurun

pada setiap zaman. Di Indonesia pun, praktek yang demukian telah menbudaya,

walaupun harus diakui bahwa praktek-praktek nepotisme yang dimaksud tidak

semuanya merembes pada diri setiap penguasa.

Solusi yang ditawarkan oleh Nabi Saw.ketika ditemukan pemimpin yang

bersikap nepotisme adalah sebagai mana lanjutan sabdanya : ‫ فاصييبروا‬yakni

hendaklah kalian bersabar. Perintah untuk bersabar disini bukann hanya

diperuntukkan kepada kaum Anshar atau secara khusus kepada Usayd bin

Menurut Ibn Taymiyah (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), h. 7.


98
Lihat Badri Yatim, loc. Cit.
99
Ibid
100
Lihat K. Ali, A Study of Islamic History (Cet. I; India: Idarah al-
Arabiyah, 1975), h. 352

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


60

Hudayr, tetapi untuk kita semua. Alsannya adalah bahwa pernyataan Nabi

Saw.tersebut berbentuk jamak. Oleh karena itu, peruntah bersabar di sini

diperuntukkan kepada segenap lapisan masyarakt islam.

Mengenai pemaknaan ‫ فاص ع ع ععبوا‬dalam maatan hadis tersebut, tidak

dijelaskan oleh Al-Asqalaniy, akan tetapi Muhammad Abu Bakr al-Raziy

menyatakan bahwa sabar di sini adalah menahan diri (nafsu) dari keluh

kesah.101 Muhammad Farid Wajdiy mendefenisikannya dengan sikap

meninggalkan keluhan atau pengaduan selain kepada Allah.102

Karena pentingnya untuk merealisasikan pola hidup yang sabar di

tengah-tengah penguasa yang nepotisme, sampai-sampai Al-Qur’an berkali kali

mengemukakannya.103 Bahkan, term al-sabr disebutkan lebih dari 70 tempat

dalam ayat-ayat Al-Qur’an.104 Belum lagi, masih ada term-term lain yang

senada dengan al-sabr, misalnya : (1) iffah, 105yang terulang sebanyak empat

kali,106 (2) hilm,107 yang terulang sebanyak 21,108 (3) qana’ah,46 yang etrulang

sebanyak dua kali,47 dan (4) zuhud,48 yang disebut satu kali.49

101
Lihat Muhammad Abu Bakar al-Raziy, Muktar al-Sihhah (Baerut: Dar
al-Fikr, 1991), h. 323.
102
Lihat Muhammad Farid Wajdiy, Dairah al-Ma’arif al-Qarn al-Isyrin, jilid
V (Baerut: Dar al-Fikr, 1979), h. 105.
103
Lihat misalnya, QS. Al-Nahl (16) 126-127; QS. Al-Ahzab (33): 35; QS.
Al-Kahfi (18) 28; QS. Ibrahim (14): 21; QS. Al-Ra’d (13): 22 dan lain-lain.
104
Muhammad Fu’ad Abd. Al-baqiy, al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfaz al-
Qur’an al-Karim, (Cet. III; t.t. : Dar al-Fikr , 1412 H. / 1992 M.) h.509-510
105
Iffah berarti meninggalkan hawa nafsu yang hina; mensucikan jiwa
raga. Lihat Lois Ma’luf, op. cit., h. 514.
106
Muhammad Fu’ad Abd. Al-Baqiy, op. cit., h. 466
107
Hilm artinya sabar dari lekas marah; memelihara diri dari tabiat
terhadap bangkitnya kemarahan. Lihat Muhammad Idris al-Marbawiy,
Qamus al-Marbawiy, jilid I (Cet. I; Baerut: Dar al-Fikr, t.th.), h. 146.
108
Muhammad Fu’as Abd. Al-Baqiy, op. cit., h. 64-65

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


61

Menurut penulis, anjuran Nabi Saw.untuk bersabar memilki dimensi

ganda. Artinya, kesabarann tersebut berimplikasi internal dan eksternal. Secara

internal, Nabi Saw.mengajak umatnya bahwa kesabaran perlu dibudayakan,

sehingga apabila suatu saat diserahi amanah, ia tetap isttiqamah pada ketentuan-

ketentuan yang telah ditetapkan agama. Di samping itu, kemampuan

membudayakan sikap sabar mencegah seseorang untuk bersikap nepotis.

Menurut al-berpikir sepihak dan sesaat.50 Sedangkan secara eksternal, seruan

untuk bersabar dimaksudkan agar seluruh lapisan masyarakat tidak megadakan

perlawanan atau tindak akarki yang dapat menimbulkan kekacauan sehingga

akan menimbulkan kemafsadatan yang besar.

Terkait dengan uraian di atas, secara tegas Al-Qur’an telah memaparkan

kisah kenabian Musa alaihi sallam dan Harun Alaihi salam tentang sikapnya

dalam menghadapi Fir’aun yang bersikap nepotisme dan otoriter itu.

Dikisahkan bahwa Nabi Musa Alaihi salam adalah seorang Nabi yang

cukup menghadapi aturan-aturan Fir’aun yang lahir dari kepentingan dirinya

sendiri. Dalam keadaan demikian, Nabi Musa alaihi salam dengan penuh

kesabaran senantiasa melakukan pendekatan persuasif melalui dialog-dialog

dan dakwah yang baik. Lalu NabI Musa Alaihi salam memohon kepada Allah,

agar Harun saudara kandungnya menjadi wazir51 (pembantu dalam berdakwah)

karena ia dinilai afsah lisan52 yang lebih mampu berkomunikasi dengan baik.

Ringkas kisah, keduanya berhasil menundukkan Fir’aun. Bahkan, dengan

kesabaran yang mereka miliki, keduanya mampu keluar dari kebiadaban

Fir’aun itu. Demikianlah salah satu contoh sikap kesabaran (Nabi Musa Alaihi

salam dan Harun Alaihi salam) dalam menghadapi Fir’aun yang nepotisme itu.

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


62

Selanjutnya, dipahami pula bahwa anjuran bersabar dalam akhir matan

hadis tersebut merupakan gagasan untuk menikmati kesengan hidup di akhirat

nanti. Hal tersebut terangkum dalam kalimat : ARAB . Maksudnya, mereka

yang seantiasa menanamkan nilai-nilai kesabaran niscaya akan mendapatkan

kesenangan bersama Nabi Saw.di hari kemudian.

Term al-hawd dari segi bahasa, ia berarti kolam atau telaga. 53 Tetapi,

yang dimaksud al-Hawd di sini adalah 54ARAB , yakni, sesuatu kebaikan yang

diperoleh umat Muhammad Saw.dengan jumlah yang banyak bagaikan bintang-

bintang. Al-Mubarakfuriy menambahkan bahwa kebaikan tersebut adalah telaga

syurga di akhirat kelak.55

Dari batasan di atas, sengajaa penulis menggunakan istilah kebahagiaan

untuk term al-Hawd karena ujung-ujung dari kesabaran adalah kebaikan.

Kebaikan tersebut bisa saja diperoleh di dunia tau di akhirat kelak, malahan di

keduanya.

Akan tetapi, kebaikan yang dijanjikan oleh Nabi Saw.disini adalahh

kebahagiaan akhirat. Nabi Saw. mengharap agar sikap sabar tetap direalisasikan

dalam hidup ini hingga akhir hayat. Hal tersebut dimaksudkan agar umat islam

mampu menahan diri dan secara arif berusaha melihat fenomena yang terjadi

secara bijak. Artinya, Nabi Saw.menanamkan kesadaran kepada ummatnya agar

dalam upaya mengantisipasi kemafsadatan sampai akhirat, diperlukan

kesabaran.

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


63

III: PENUTUP

A. Kesimpulan

Term nepotisme berasal dari bahasa Latin, yakni nepos yang berarti

keponakan atau cucu dan pada mulanya digunakan untuk menjelaskan praktik

favoritisme. Pengertian dan penggunaan term nepotisme ini kemudian

berkembang hingga dewasa ini menjadi istilah. Nepotisme adalah paham

mengutamakan kepntingan diri sendiri, hubungan kekeluargaan, kekerabatan

atau golongan pada suatu jabatan tanpa melihat kemampuan profesionalisme.

Dalam berbagai hadis, ditemukan topik yang berkenaan dengan

nepotisme. Hadis-hadis tersebut dalam . ini, telah diuji kapabilitasnya

berdasarkan penelitian-penelitian yang akurat. Dari hasil penelitian tentang

hadis-hadis nepotisme tersebut dikemukakan kesimpulan dengan rumusan

sebagai berikut:

Dari kegiatan takhrij, ditemukan bahwa hadis-hadis tentang praktik

nepotisme terdiri atas dua klasifikasi, yakni :

1. Hadis-hadis tentang nepotisme terhadap satu golongan. Yang dimaksud di


sini pada golongan mu’allaf. Kasus ini terjadi pada perang Hunain di

tahun 630 M.

2. Hadis-hadis tentang sikap nepotisme jabatan. Kasus ini terjadi ketika

Nabi Shallallahu alaihi wa saallam mengangkat ‘Amru bin ‘As sebagai

Gubernur di Aman. Ketika itu, Usayd bin Hudayr menanyakan

pengangkatan ‘Amru bin ‘As. Karena, Usayad bin Hudayri juga

menganggap dirinya mampu pada jabatan tersebut.

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


64

Dari kegiatan naqd al-sanad tentang hadis-hadis nepotisme, baik yang

berkenaan dengan nepotisme terhadap satu golongan maupun yang berkenaan

dengan suatu jabatan, ditenukan bahwa: (a) sanad-sanadnnya bersambung

(ittisal al-sanad) dari tabaqah ke tabaqah, (b) periwayat yang terlibat di

dalamnya memiliki integritas yang terpuji, yakni; adil,dhabit, dan Tsiqah.

Karena demikian halnya, maka yang ditinjau dari aspek kegiatan naqd al-matan,

ditemukan bahwa hadis-hadis tersebut ; (a) tidak bertentangan dengan Al-

Qur’an, (b) tidak bertentangan dengan hadis yang lebih kuat, (c) kandungannya

dapat diterima secara rasional, dan (d) memiliki ciri-ciri sabda kenabian.

Karena demikian halnya, maka ditinjau dari aspek matan, hadis-hadis tersebut

juga berkualitas sahih. Karena sanad da matan hadis tentang nepotisme

berkualitas sahih, maka hadis-hadis yang dimaksud berkualitas shahih lidzatih.

Nepotisme terhadap satu golongan ternyata telah dipraktekkan oleh Nabi

saw. ketika dibagikannya harta rampasan hanya diperuntukkan untuk kaum

mu’allaf saja. Faktor utama yang menyebabkan Nabi saw. melakukan hal itu

adalah kaum mu’allaf saat itu dalam keadaan krisis ekonomi yang sangat

memerlukan harta benda, sedangkan kaum (golongan) lainnya tidak demikian.

Berikut nepotisme dalam masalah jabatan, Nabi Shalallahu alaihi wa

sallam tidak suka terhadap orang yang amabisi dalam suatu jabatan. Secara

subtansial, kedua kasus tersebut oleh Nabi Saw. adalah positif. Oleh karena itu,

dalam keadaan tertentu praktik nepotisme boleh saja dilakukan.

B. Implikasi

Bersikap nepotisme dalam arti membantu orang-orang yang kritis,

misalnya kaum mu’allaf dalam kesusahan boleh saja dilakukan. Di samping itu,

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


65

bersikap nepotisme dalam arti tidak memberikan jabatan kepada mereka yang

ambisi, juga boleh dilakukan hal tersebut.

Sikap nepotisme seperti yang dikemukakan di atas, tergambar dalam

hadis-hadis yang telah diteliti terdahulu. Hadis-hadis tersebut berkualitas shahih

lidzatih. Karena itu, perealisasikannya perlu diterapkan dalam kehidupan.

Seseorang yang belum mendapatkan bagian, apakah berupa harta atau

jabataan akibat nepotisme, hendaknya ia bersabar, karena dengan kesabaran

tersebut akan mengantarkannya untuk memperoleh kebahagiaan.

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


66

DAFTAR PUSTAKA

Muhammad bin Mukarram bin Manz}ur, Lisa>n al-‘Arab. Mesir:


Da>r al-Mis}riyah, t.th.

Al-Sabbaq, Muhammad. al-Hadi>s\ al-Nabawi. t.tp: Maktab al-


Isla>mi>, 1972 M.
S}ubh}i al-S}a>lih}, Maba>his\ fi ‘Ulu>m al-H{adi>s\. Beirut:
Da>r al-‘Ilm li al-Mala>yi>n, 1977 M.
Fathurrahman Djamil, KKN dalam Perspektif Hukum dan Moral
Islam, dalam Mimbar Hukum, Edisi Mei-Juni, No. 42.
Jakarta: Al-Hikmah, 1999 M.
Taqiy al-Di>n Abu> al-‘Abba>s ibn Taimiyah, al-Siya>sah al-
Syar’iyyah fi Is}la>h} al-Ra’i wa Raiyyah. Bearut: Da>r
al-Afa>q al-Jadi>dah, 1988 M.
Salim Bahreisy, Terjemahan al-lu’lu wa al-Marjan, Juz II.
Surabaya : Bina Ilmu, t.th.
M. Syuhudi Ismail. Metodologi Penelitian Hadis Nabi. Jakarata:
Bulan Bintang, 1992 M.
Mahmud at-T}ah}h}a>n, Us}u>l al-Takhri>j wa Dira>sat al-
Asa>nid. t.t: Matba’ah al-Arabiyah, 1938 H/1978 M.
Abu Muhammad Abdul Hadi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi,
“Turu>q Takhri>j al-Hadi>s\ Rasulillah saw”
diterjemahkan oleh H. S. Aqil Husein al-Munawwar
dengan judul Metode Takhrij al-Hadis. Cet. I; Semarang:
Dina Utama, 1994 M.
Arnol John Wensick, et al, Corcordance et Indices DeEla
tradition Musulmanne, ditrjemahkan ke dalam bahasa
Arab oleh Muhammad Fu’ad Abd. Baqy dengan judul al-
Mu’jam Mufahras al-hadis al-nabawy, Jilid I. Leiden :
E.J.Brill, 1936 M.
Abu> ‘Abd al-Rahma>n Ahmad ibn Syu’aib al-Nasa>i, al-Sunan
al-Kubra> li al-Nasa>i. Beirut: Da>r al-Ma’rifah, 1420 H.
Mahmud Tahhan, Taysi<r Mus}t}alah al-H}adi>s\,
diterjemahkan oleh Zainul Muttaqien dengan judul;

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


67

Ulumul Hadis; Studi Kompleksitas Hadis Nabi Cet. I;


Yogyakarta; Titian Ilahi Press dan LP2KI, 1997 M.
Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Hadis. Cet. I; Jakarta: Bumi
Aksara, 1997 M.
Hasan Sadiliy, Ensiklopedia Indonesia. Jakarta : Ikhtiar Baru-Van
Hoeve,1983 M.
Noah Webster’s Neww Twentieht Century Dictionary Of The
Ennlish Language. Cet. II; USA: William Collin’s
Publihser,1979 M.
Zakariyah Ibnu Husain Ibnu Faris, Maqa>yis al-Lugah. Juz I.
Cet.II; Mesir : Musthafah al-Baby al-Halaby, t.th.
Mustafa al-Siba>y, al-Sunnat wa Makanatuha fi al-Tasyri’ al-
Islamiy. Berut: al-Maktabah al-Islamiyah, 1405 H/1985 M.
M. Syuhudi Ismail. Sunnah menurut Para pengingkarnya dan
upaya Pelestarian Sunnah Menurut Pembelanya.
Ujungpandang: Yakis 1412 H/1991 M.
Muhammad Tahir Hakim, al-Sunnah fi Muwa>jahat
Aba>t}i>lih, diterjemahkan oleh Zainal Arifin Zam Zam
dan Muhammad Ma’ruf Misbah dengan judul Sunnah dan
Tantangan Pengingkarnya. Jakarta: Geranda, 1984 M.
Muhammad Fu’ad Abd. Baqi, al-Mu’jam Mufahras li al-Faz al-
Qur’an al-Karim. Bandung: Angkasa, t.th.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya.
Semarang: Toha Putra, 1989 M.
Abd al-Qa>sim Jaurillah Mahmud Ibn Umar al-Zamarksyariy, al-
Kassyaf an Haqaiq al-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil. Juz IV.
Mesir: Mustafa al-Babiy al-Halabiy wa Auladuh, 1392 H /
1972 M.
Abdullah Bin Muhammad Ibnu Muhammad al-Ans}a>ri al-
Qurt}ubiy, al-Mu’jam li Ahka>m al-Qur’an, Juz IX.
Muhammad Ibn Ali Muhammad al-Syaukaniy, Fath al-Qadir al-
Jami’ Bayan Fannay al-Riwayat wa al-Dirayat min Ilm al-
Tafsir Juz I. Berut: Dar al-Fikr, t.th.

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


68

M. Syuhudi Ismail, Kaedah kesahihan Sanad Hadis Telaah Kritis


dan Tinjauan Denga Pendekatan Sejarah. Cet. I; Jakarta:
Bulan Bintang, 1988 M.
Muhammad Ajjaj al-Khat}i>b, Us}u>l al-H{adi>s\; Ulumuh wa
Mustalahuh. Berut: Dar al-Fikr, 1989 M.
Abd. Karim al-Khatib, al-Khilafat wa al-Imamah. Berut: Dar al-
Ma’rifah, 1963 M.
M. Syuhudi Ismail, Ilmu Hadis IX “Diktat”. Ujung Pandang: Fak.
Syariah IAIN Alauddin, 1989 M.
Izz al-Di>n bin al-Asir Abiy al-Hasan Aliy bin Muhammad al-
Jaziriy, Us}u>l al-Ga>bah. Juz IV. Beirut: Da>r al-Kutub
al-Ilmiyah, 1994 M.
Syihab al-din Ahmad ibn Aliyibn Hajar al-Atsqalaniy. Tahzib al-
Tahzib. Juz II. Cet. I; Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1994
M. \
Muhammad Abu Zahw, al-Hadis wa al-Muhaddisun. t.t.; al-
Maktabat al-Babiy al-Halabiy,.t.th.
Abu> Abdillah Syamsuddin Muhammad al-Zahabiy. Tarikat al-
Huffaz. Jilid II. Cet. VII; Beirut: Dar al Ihya al-tiran al-
Anbiy, t.th.
Harun Nasution, et.al., Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta:
Djambatan, 1989 M.
Salah al-Din Ibn Ahmad al-Adabi. Manhaj al-Naqd li al-Matan.
Beirut: Dar al-Afaq al-Jadidah, 1403 H./1983 M.
Ibn As\i>r. al-Ka>mil fi> al_Ta>rich. Jilid. II. Beirut: Da>r
S{a>dir, 1965 M.
Ahmad Amin. Fajr al-Isla>m. Beirut: Da>r al-Kutub, t.th.
Harun Nasution. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Cet. IV;
Jakarta: Bulan Bintang, 1989 M.
Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam; Dirasah Islamiyah. Jilid
III. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997 M.
Amir Shidqy, Studies in Islamic History. Karachi: Jam’iyah al-
Fala>h Publication, 1962 M.

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


69

Abu> ‘Abdillah Muhammad ibn Ismail al-Bukhari. al-Ja>mi’ al-


S}ahih. Jilid IV. Beirut: Da>r al-Fikr, t.th.
Syed Mahmud al-Nasir. Islam, its Concepts and History.
diterjemahkan oleh Adang Affandi, Islam, Konsepsi dam
Sejarahnya. Cet. IV; Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994
M.
Syekh Muhammad Amin al-Kurdi al-Naqsabandi. Tanwi>r al-
Qulu>b fi Mu’a>malah al-‘Alla>m al-Guyub. t.t.;
Maktabah Da>r Ihya>’ al-Kutub al-‘Arabiyah, t.th.
Badr al-Di>n Abu> Muhammad Mahmud ibn Ahmad al-‘Aini>.
‘Umdah al-Qa>ri Syarh S}ah}i>h{ al-Bukha>ri. Juz. XVII.
t.t.; Da>r al-Fikr, t.th.
Harun Nasution, et. Al. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta:
Djambatan, 1992 M.
Hafiz Ahmad bin ‘Albiy Ibn Hajar Al- Asqalani. Fath al- Bariy
Bisyrah Sahih Al- Bukhariy. Jilid VIII. Beirut:Dar al-Fikr,
t.th.
Abu Al-‘Abbas Syihab al- din ahmad bin Muhammad al-
Qasthalaniy, Irsyad al-sariy al- Syarh shahih al- Bukhary.
jilid VI. t.t.: Dar al-Fikr, t.th.
Ibn Sa’ad. Tabaqat al-Kubray. jilid V. Beirut: Dar al-Sadr, t.th.
Ibn Hibban. Kitab al- S|iqa>t. Juz III. Beirut: Maktabah al-
‘Ilmiyah, t.th.
Muslim Ibn Hajja>j al-Qusyairi al-Naisaburi, S}ah}ih} Muslim.
Jilid II. Baerut: Isa al-Baby al-Halaby wa al-Syurakah. 1395
H / 1955 M.
Abu Isa Muhammad ibn isa al-Turmdziy. Sunan al-Turmudziy.
Jilid IV. Baerut: Dar al-Fikr, 1980 M.
Ahamd ibn Hanbal. Musnad Ahmad ibn Hanbal. Jilid IV. Baerut:
Maktabah al-Islamiyah, 1978 M.
Lois Ma’louf. al-MunjidFiy al-lugah. Cet. XII; Baerut: Dar al-
Masyriq, 1977 M.
Mahmud Yunus. Kamus Arab Indonesia. Jakarta: Hidakarya
Agung, 1992 M.

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui


70

Imam Abu Aliy Muhammad Abd. Al-Rahman al-Mubarakfuriy.


Tuhfat al-Ahwas liy Syarh al-Turmudziy. Jilid VIII. Baerut:
Dar al-Fikr, 1979 M.
Hasan Sadiliy. Ensiklopedia Indonesia. Jakarta: Ichtiar Baru-Van
Hoeve, 1983 M.
Noah Webste’s. New Twintieth Century Dictinary of The English
Lenguage. Cet. II; USA: William Collin’s Publisher, 1979 M.
Khalid Ibrahim Jindan. The Islamic Theory of Gofernment
According to Ibn Taymiyah diterjemahkan oleh Mufid
dengan judul Teori pemerintahan Menurut Ibn Taymiyah.
Jakarta: Rineka Cipta, 1994 M.
K. Ali. A Study of Islamic History. Cet. I; India: Idarah al-
Arabiyah, 1975 M.
Muhammad Abu Bakar al-Raziy. Muktar al-Sihhah. Baerut: Dar
al-Fikr, 1991 M.
Muhammad Farid Wajdiy. Dairah al-Ma’arif al-Qarn al-Isyrin. Jilid
V. Baerut: Dar al-Fikr, 1979 M.
Muhammad Fu’ad Abd. Al-baqiy. al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfaz
al-Qur’an al-Karim. Cet. III; t.t.: Dar al-Fikr , 1412 H. /
1992 M.
Muhammad Idris al-Marbawiy. Qa>mus al-Marbawi. Jilid I. Cet. I;
Baerut: Dar al-Fikr, t.th.

Nepotisme dalam perspektif Hadis maudhui

Anda mungkin juga menyukai