Anda di halaman 1dari 12

Kesakralan Masyarakat

Emile Durkheim

Abstrak

Pendahuluan

Riwayat Hidup Emile Durkeim dan Perjalanan Karir

Durkheim adalah anak dari seorang Rabbi Yahudi. Ia dilahirkan pada


tahun 1858 di kota Epinal, dekat Strasourg, daerah timur laut Perancis.
Pemikirannya dipengaruhi oleh guru sekolahnya yang beragama Katholik Roma.
Durkheim adalah siswa cerdas, sehingga pada usianya yang ke-21 tahun, ia
diterima di Echole Normale Superiure pada jurusan sejarah dan filsafat. Ia tidak
menyukai cara belajar disana yang terlihat kaku. Meskipun ia tidak suka, namun
Durkheim tetap menyelesaikan belajarnya dengan menulis dua desertasi.
Selanjutnya ia mengajar di beberapa sekolah menengah yang ada di Paris. Ia juga
belajar Psikologi kepada Wilhem Wundt. Pada tahun 1887 ia menikah dengan
Louise Dreyfus dan mempunyai dua orang anak. Sekaligus ia mendapat gelar
Profesor di Universitas Bordeaux dalam bidang ilmu sosial dan pendidikan.1

Selama lima belas tahun berikutnya, di sela-sela bekerjanya, ia


menyempatkan diri melakukan riset sosial. Dan mempunyai tiga karya besar,
yaitu: (1) The Division of Labor in Society (1893), (2) The Rule of Sosiological
Method (1895), ( 3) L’Anne Sociologique kumpulan jurnal dan artikel para
sarjana. Pada tahun 1902 Durkheim diangkat sebagai professor Sosiologi dan
Pendidikan di Universitas Sarbonne, Paris. Ia menunjukkan bahwa minat dan
perhatiannya dalam bidang agama dan sosial, dengan terbitnya buku The
1
Daniel L Pals, Seven Theories of Religion, trans. Inyiak Ridwan Munzir (Yogyakarta: IRCiSoD,
2012), 134.
Elementary Forms of The Religious Life (1915). Dalam buku ini, ia mencoba
mengungkapkan elemen dasar terbentuknya agama. Durkheim mempunyai pikiran
bahwa arti penting teori agama dan pengaruh utama klaim pemikir-pemikir
lainnya secara panjang lebar. Kemudian awal tahun 1916, anaknya terbunuh, dan
ia terserang penyakit stroke, satahun kemudian ia meninggal.2

Ide-Ide dan Pengaruhnya

Pemikiran Durkheim dipengaruhi oleh seorang filsuf Prancis pada abda


ke-18, yaitu Baron de Montesqueieu. Karya beliau membuktikan bahwa struktur
sosial dapat diamati menggunakan kritik ilmiah. Ditambah bacaan tulisan Saint
Simon, pemikir sosialis bahwa kepribadian adalah milik Negara, dengan kata lain
semua milik pribadi diserahkan kepada Negara. Selain itu Durkheim juga
membaca tulisan Aguste Comte (1798-1857) bahwa pemikiran manusia pertama
kali dikendalikan oleh teologi, kemudian beralih pada ide abstrak filsuf dan
disempurnakan pada era positivistic atau santifik. Dengan kata lain, humanitas
menggantikan agama dan filsafat. Dari sinilah Durkheim menyimpulkan bahwa
manusia terikat pada satu komunitas. Kemudian ia menganalisa fenomena sosial
secara ilmiah.3

Selain tokoh diatas Durkheim juga membaca tulisan Ernest Renan yaitu
kritikus Bibel yang mengkritisi masalah sosial kemasyarakatan, baik zaman
Yunani Kuno dan masyarakat Kristen Kontemporer. Kemudian ilmuan dalam
bidang sejarawan klasik yaitu Numa Denys Fustel de Colenges. Beliau pengarang
buku The Ancien City (1869), berisi tentang kehidupan sosial dunia kuno. Analisis
scara mendalam tentang-negara-kota Yunani dan Romawi. 4
Dengan kata lain
Colenges memaparkan bagaimana sebuah tradisi dapat ditaati berdasarkan
kepercayaan masyarakat beragama.

2
Kamiruddin, “Fungsi Sosiologis Agama (Studi Profan Dan Sakral Menurut Emile Durkheim)” 3,
(July 2011).
3
Pals, Seven Theories of Religion.
4
Ibid.
Durkheim membangun pemikirannya berdasarkan ide dari tokoh-tokoh
diatas. Namun, situasi dan kondisi perancis modern juga berpengaruh. Bertepatan
pada awal revolusi industri (ekonomi) menjadi menjadi revolusi politis.
Berdasarkan situasi ini Durkheim membaginya menjadi empat pola yaitu:
pertama, masyarakat Eropa Tradisional menjadi individualism dan kepentingan
uang lebih berkuasa. Kedua, perihal perilaku dan moral, nilai sakral keagamaan
ditentang menjadi rasionalitas. Keiga, munculnya demokratis pada bidang politik
dan Negara sebagai tuntunan baru. Keempat, kebebasan individu menjadi urusan
serius, yaitu merasa kesepian dan terisolasi.5

Sosiologi dan Masyarakat

Dalam penelitian ilmiah terhadap masyarakat Durkheim mempunyai dua


prinsip penting, yaitu: pertama, sifat alami masyarakat sebagai objek penyelidikan
sistematis (khusus dalam bidang sejarah). Kedua, semua fakta sejarah
menggunakan metode ilmiah seobjektif dan semurni mungkin.

Sifat Alami Masyarakat

Dalam bukunya Division of Labour, Durkheim menegaskan bahwa


terbentuknya corak yang paling mendasar dalam kebudayaan manusia adalah
kehidupan sosial, sedangkan kenyataan ini kurang mendapat perhatian bagi
pemikir sebelumnya. Mereka juga mendasarkan diri pada sebatas ide- ide, seperti
kontrak sosial dan menyatakan bahwa masyarakat tercipta pertama kali dari du
individu yang sepakat bekerja sama. Menurut Durkheim, sejarah manusia yan riil
hal yang sama tidak bisa ditemukan. Bahkan dalam masyarakat pra sejarahpun,
seorang individu lahir ke dunia pun sudah menemukan kelompok-kelompok,
seperti keluarga, suku, klan dan bangsa, serta tumbuh dalam kelompok tersebut.6

Sebagai contoh, kontrak masyarakat purba selalu terikat dengan sumpah


sakral keagamaan yang memperlibatkan bahwa setiap kesepakatan yang terbentuk
dari mereka bukan hanya ikatan semata. Namun, dalam hal ini melibatkan adanya

5
Ibid.
6
Ibid.
Dewa, sebab yang akan merasakan akibat dari kesepakatan adalah seluruh anggota
masyarakat. Contoh lain adalah konsep kepemilikan pribadi. Pada saat itu mereka
mulai mengembangkan pemikiran pribadi dan masyarakat. Semisal sebidang
tanah muncul dengan alasan barang atau hak tersebut pada hakikatnya adalah
perpanjangan individualisasi satu pribadi. Tetapi, Durkheim berpendapat bahwa
fakta sejarah memperlihatkannya berbeda atau sebaliknya. Sistem kepemilikan
yang pertama kali muncul bukanlah sifat pribadi, melainkan sifat komunal dan
berlandaskan sesuatu yang sakral, bahwa masyarakat menganggap semua
kepemilikan tersebut tidak dikuasai oleh para pendeta atau orang-orang secara
pribadi, tapi oleh suku secara keseluruhan.7 Mulai dari konsep inilah ide-ide purba
membentuk kepemilikan. Maka ide tentang kepemilikan harus bersifat pribadi
yang dimiliki perorangan, dari ide publik yaitu benda dimiliki oleh masyarakat
secara keseluruhan adalah sesuatu yang sakral bagi seluruh klan.

Durkeim menyinggung tentang perbedaan mendasar antara masyarakat


purba dan modern adalah usaha menujudkan kesatuan. Sebagai contoh,
kecenderungan masyarakat purba selalu bergerak dalam “solidaritas mekanik”.
Perilaku baik dan benar dijamin oleh hukum-hukum yang diperuntukkan bagi
mereka yang melanggar aturan moral serta ditetapkan oleh kelompok.hal ini
menjadi kekuatan eksternal untuk menegakkan hukum. Sedangkan bagi
masyarakat modern “solodaritas mekanik” berpandangan bahwa aturan moral
berkembang dengan cara lain. Moral tidak muncul di bawah baying-bayang
hukum, tapi dari kenyataan bahwa seriap orang masih bergantung dengan orang
yang lain. Dari sinilah kekuatan penegakkan hukum muncul dari dalam (internal).
Terdapat perbedaan “Kesadaran kolektif” antara masyarakat purba dan modern.
Kesadaran kolektif masyarakat purba lebih kuat dan luas, karena terdapat satu
kata sepakat tentang ketentuan benar salah. Bebeda dengan masyarakat modern
yang ketentuanya dengan moral-individualisme. Perbedaan individu lebih
diutamakan maka kesadaran kolektif ini relative lebih lemah dan kecil dalam
menentukan beberapa hukum dan moral.8

7
Ibid., 137.
8
Ibid., 138.
Studi Ilmiah tentang Masyarakat

Dalam penelitian tentang masyarakat ini, Durkheim menjelaskan


bagaimana sosiologi seharusnya diterapkan seobjektif mungkin dan dijadikan
ilmu yang benar-benar independen dalam bukunya The Rule of Sosiological
Menthod (1895). Durkheim juga mempunyai dasar pemikiran yang yang sama
dengan Tylor dan para antropog inggrislain, yaitu dengan cara menganggap
masyarakat sebagai “budaya”. Bahkan beliau melangkah lebih jauh lagi dari para
ahli. Ia pun menegaskan bahwa fakta sosial tidak ada bedanya dengan batu atau
kerang di lautan. Fakta sosial sama “riil” dan sama padatnya dengan dua benda
tersebut.9

Menurutnya, masyarakat bukanlah sekedar sekelumit pemikiran yangada


dalam kepala seseorang, namun kumpulan sekian banyak fakta, mulai dari bahasa,
hukum, kebiasaan, ide, nilai, tradisi, teknik sampai kepada aneka jenis produk
yang dihasilkan masyarakat. Semuanya saling terikat satu sama lain dan
keberadaanya bersifat “eksternal”. Ada juga pendapat Durkheim tentang beberapa
fakta sosial yang riil dan independen sebenarnya mengungkung. Untuk bisa
membedakan fakta sosial yang mengungkung dan tidak, maka perlu disiplin ilmu
untuk mempelajarinya. Apaila satu makhluk hidup dijelaskan oleh aspek fisis dan
kimiawi saja, masih kurang, perlu adanya aspek biologi. Dari sinilah masyarakat
tidak hanya dijelaskan dengan biologi, ekonomi, psikologi saja, namun
masyarakat juga butuh sosiologi, karena disiplin lain belum memadai.10

Menurut Durkheim kunci untuk memahami setiap ilmu, bik sosial dan
alam, terletak pada pengumpulan bukti, perbandingna, pengelompokan dan
kesimpulan sebagai hukum. Sedangkan dalam sosiologi selain menerapkan pada
metodenya, namun juga metode yang lebih baik. Durkheim tidak mengekor pada
penelitian Tylor dan Frazer, untuk mendapatkan hukum general berdasar pada
keanekaragaman yang lain, dengan memilih ide-ide dan kebiasaan tertentu. Dan

9
Ibid., 139.
10
Ibid., 139–140.
menempatkan sebuah kategori general, misal “prinsip magis imitatif”. Namun,
penelitian ini kurang memperhatikan perbandingan konteks yang melatarinya..11

Buku The Golden Bough, dikritik oleh Durjheim bahwa penelitian ini
belum ilmiah. Karena buku ini hanya berdasar pada kesamaan-kesamaan yang
ditemukan dan sedikit menyinggung substansi permasalahan. Sedangkan dalam
sosiologi hati-hati dalam memaparkan perbandingan yang hanya dilakukan dan
menghasilkan hukum apabila kedua masyarakat diamati dari dekat dan sama-sama
memiliki tipe kesamaan umum. Durkheim menggunakan metode sosiologi dengan
pendekatan agama. Sebagai contoh bunuh diri, sebagian masyarakat, seperti
Jepang, memandang perilaku ini biasa saja, tapi tidak bagi masyarakat lain.
Seperti masyarakat primitif, melakukan poligami adalah perbuatan normal, tapi
pada masyarakat modern tidaklah berlaku. Jadi, normal atau tidaknya perilaku
berdasar pada penilaia yang dilakukan oleh kondisi sosial yang melakukannya.

Penentuan perilaku normal dan tak normal, adalah kategori fungsi dalam
satu masyarakat yang menduduki posisi dalam menjelaskan perilakau masyarakat.
Kategori ini perlu dipisah dari ide kausalitas. Bertahannya agama bisa sebab dari
wejangan-wejangan yang menggugah dari pemuk agama, namun bertahannya
fungsi sosial mungkin tidak disadari oleh setiap anggota masyarakat. Dilihat dari
pandangan sosiologi, keberhasilan seorang pemuka agama tidak dinilai dari
berapa banyak pendosa yang disadarkannya, namun dilihat dari sesuatu yang tidak
disadari oleh para pengikut agamawan. Yaitu peristiwa-peristiwa yang
mengembalikan perasaan bersama, saling berbagi rasa dan kepentingan tetangga
yang miskin dan terkucilkan.12

Durkheim menyimpulkan bahwa, rata-rata bunuh diri paling tinggi dalam


masyarakat protestan dan paling rendah pada masyarakat katholik, sedang yang
menganut agama heterogen cenderung rata-rata sedang. Dari sinilah, ia mngatakan
bahwa bunuh diri “egoistik”. Dalam pandangan sosiologi, terdapat perbedaan
penting dan menarik. Masyarakat protestan lebih memberikan kebebasan dalam

11
Ibid., 140.
12
Ibid., 141.
berfikir dan bertindak kepada penganutnya, “ pemilik utama dirinya” sebelum
Tuhan. Sebaliknya, pada agama Katholik memiliki masyarakat yang integritasnya
lebih kuat dengan system kependetaan. Serta pendeta sebagai perantara antara
masyarakat dengan Tuhannya. Dengan kata lain rata-rata bunuh diri pada
masyarakat berbanding terbalik dengan integritas sosialnya. Semakin kuat ikatan
sosialnya, maka tingkat bunuh diri semakin rendah.

Perbedaan antara “sebab” dn “fungsi” sangat relevan. Penyebab bunuh diri


dari satu kasus dengan yang lain tentu berbeda. Namun, secara fungsional buh
diri egoistic umumnya terlihat sebgai konsekuensi alami dari lemahnya ikatan dan
tekanan sosial. Durkheim juga menamai jenis bunuh diri dengan “anomik” yang
menunjukkan perasaan terkucil dan putus asa. Jadi sosiologi yang berpengalaman
akan melihat fenomena bunuh diri dengan wajah yang sangat berbeda dari apa
ynag dilihat oleh seorang pengamat biasa.13

Politik, Pendidikan dan Moral

Durkheim yakin bahwa perspektif sosiologi akan memberikan masukan


pada politik, pendidikan, moral dan terutama agama. Dalam kajian filsafat politik
mengenai sosialisme dan komunisme adalah dua paham sebagai respons terhadap
kekacauan kehidupan modern. Serta ia menolak ide perjuangan keras dan
kekuasaan Negara. Dalam bukunya Profesional Ethis and Civic Morals,
Durkheim berpendapat bahwa Negara harus mempunyai kekuatan-kekuatan
tertentu yang mampu meningkatkan kesejahteraan individu. Ia menekankan
pentingnya apa kekuatan sekunder, kelompok perntara misalnya, persaudaraan
lokal dan asosiasi profesi, guna membantu melindungi hak dan kesejahteraan
individu ketika kekuasaan pemerintah semakin kuat. Tugas utama Negara adalah
memperkenalkan nilai-nilai moral dan berperan dalam pendidikan sosial.14

Tujuan sekolah menurut Durkheim adalah pembekalan kemampuan teknis,


tapi juga memberikan nilai disiplin diri dan kesejahteraan masyarakat, beriringan
dengan kepentingan individu lainnya. Permasalahan- permasalahan moral lainnya
13
Ibid., 142.
14
Ibid., 143.
tidak akan terjawab tanpa melihat permasalahan agama. Kemudian ia melakukan
riset dan refleksi selama 10 tahun. Ia memuat diskusi tentang agama yang lebih
definitive dan sempurna dalam buku The Elementary From of Religious Life.15

Analisa

Dalam bukunya Durkheim The Elementary From of Religious Life, telah


menggemparkan kalangan ilmuan, terutama agama dengan kacamata sosiologi. Di
luar perancis, ide –ide Durkheim mendapat sambutan luas. Begitu kuatnya
pengaruh di Inggris dalam bidang antropologi. Bidang psikologi sosial pun,
mengalami hal yang sama, yaitu di Amerika seperti G.H Mead dan C.H Cooley,
mengadopsi ide-ide Durkheim ke dalam riset mereka. Sedangkan dalam studi
agama seperti, W. Lliyod Warner dalam bukunya The Family God, mengolah
simbolisme Kristen di masyarakat Amerika. Ada lagi studi kontemporer yang
dilakukan oleh Robert N. Bellah tentang agama dan masyarakat di Amerika.
Dengan inilah Durkheim dapat penghargaan dan celah–celah bagi penelitian yang
baru. Dalam analisisnya tentang agama sebagai salah satu bagian dari kehidupan
manusia telah membukakan jalan bagi penemuan dan penerapan hal-hal baru
dalam agama. Empat diantaranya adalah:

a. Masyarakat dan Agama


Durkheim menegaskan bahwa agama adalah sesuatu yang amat
bersifat sosial. Untuk melihat keunikan perspektif Durkheim, perlu melihat
kembali tulisan Tylor yang mengatakan bahwa agama masyarakat primitif
adalah buah pikiran dari filsof-filsof liar yang menemukan ide tentnag roh
atau dewa. Sedangkan Freud menelaah pentingnya keluarga dan
masyarakat, namun lebih ditekankan pada kepribadian individu. Dari
sinilah pandangan Durkheim berbeda yaitu pemahaman tentang arti
penting kekuatan sosial dan penekanan yang diberikan berupa perspektif
ini harus diterapkan dalam studi-studi di masa yang akan datang.
b. Metode ilmiah

15
Ibid., 143–144.
Durkheim sangat mengagumkan sains ilmiah. Ia pun sama seperti
teotikus yang lain, dengan mengumpulkan data, membandingkan,
mengklasifikasikan, kemudian generalisasi atau hukum untuk menjelaskan
fenomena yang diamati. Ia juga dipengaruhi oleh ide evolusi sosial. Ia pun
sepakat pada titik tolak untuk memulai penelitian pada masyarakat yang
sederhana menuju tahapan yang kompleks. Namun, Durkheim pun
menolak bangunan filsafat ynag dibangun oleh August Comte. Ia juga
menolak frazer yang mengatakan bahwa manusia bergerak dari magus,
agama dan akhirnya mencapai ilmu pengetahuan.
Durkheim menegaskan bahwa tidak menggunakan metode
komperasi untuk memilih adat istiadat dan kepercayaan dari seluruh
penjuru dunia. Kemudian menyusun skema perkembangan sejarah
tertentu, sehingga tercabutnya pada konteks yang asli. Hal tersebut
tudaklah baik. Seharusnya memusatkan pehatian pada satu masyarakat
saja, menelaah dengan hati-hati dan memperhatikan detail yang terjadi
dalam masyarakat. Kemudian barulah teoritikus melakukan perbandingan
–terbatas dengan masyarakat lain.disini Durkheim menegaskan bahwa
akan bekerja dengan perlahan-lahan dimulai dari beberapa spesimen yang
diamati secara dekat, bukan dari jumlah yang banyak dan dilakukan
tergesa-gesa.
Setelah perang dunia I, metode Durkheim ini sangat berpengaruh
dalam antropologi, tertama Inggris dan Amerika. Di Inggris teoritikus
soisal A.R Radcliffe-Brown dan Antopolog Bronislaw Malinowski yang
menulis tentang agama dan beberapa masalah lain yang terdapat dalam
kebudayaan primitif. Setelah ini dalam ilmu sosial menerapkan prinsip
investigasi mendalam. Prinsip ini telah mengubur dalam-dalam ambisi
Tylor, Frazer dan ilmuan lain yang sezaman era antropologi Victorian.16

c. Ritual dan kepercayaan

16
Ibid., 165–166.
Ritual dan kepercayaan yang dicetuskan oleh Tylor dan Frazer
berbeda dengan Durkheim. Pendekatan “intelektualisme” Tylor dan Frazer
menganggap keyakinan dan ide tentang dunia adalah elemen penting
dalam hidup beragama. Jadi keyakinan lebih muncul dahulu daripada
ritual, ide lebih dahulu dari pada praktik. Durkheim memiliki pendapat
yang berbeda yaitu ritual keagamaan lebih utama, karena ritual sebagai
fundamental dan melahirkan keyakinan. Dengan ritual setiapp anggota
diingatkan kembali bahwa kepentingan kelompok lebih utama dari pada
keinginan pribadi. Fungsi ritual agama selalu konstan, sedangkan muatan
intelektual agama mengalami perubahan. Keyakinan adalah sisi spekulatif.
Artinya agama –agama yang ada di dunia boleh saja berbeda dalam hal
ide, namun kebutuhan mengadakan upacaraakan selalu ada, karena sumber
dari kesatuan dan pengikat utama seluruh anggota masyarakat.17

d. Penjelasan fungsional
Arti penting ritual keagamaan akan membawa teori Durkheim yaitu
penjelasan fungsional. Dalam pendekatan intelektual, keyakinan dan ide-
die yang disubut oleh Durkheim sebagai sisi spekulatif agama adalah kata
kunci untuk menjelaskan kebadayaan lain. Pandangan Tylor memahami
ritual keagamaan menggunakan prinsip magis imitatif sesuatu yang
absurd. Tapi Durkeim menjawab masalah lain yaitu fungsi sosialnya.
Hakikat agama tidak akan ditemukan dipermukaan, tapi dalam dasar
agama itu sendiri. dilihat dari agama tetomisme Australia, arti penting
Agama terletak pada upacara-upacara yang dapat memberikan semangat
baru pada individual –individu kelompok masyarakat. Ritual menciptakan
satu simbol yang menggambarkan ide-ide tentang roh-roh leluhur dan
dewa. Masyarakat memerlukan ritual agar tetap eksis, maka
konsekuensinya tidak ada masyarakat yang tidak memiliki agama atau

17
Ibid., 166–167.
Sesutu yang berfungsi sama dalam agama. Jadi ide dianggap absurd oleh
sebagian kalangan, namun perilaku akan selalu ada dalam masyarakat.18

Kritik
Teori Durkheim ini mengapreasi kuatnya pengaruh yang ditimbulkan oleh
struktur sosial dengan menyatakan bagian dari yang sakral dan profan. Meski
begitu, ada hal lain tentnag teorinya yang mempunyai keterbatasan. Kritikan ini
dikelompokkan menjadi tiga isu penting, yaitu:
a. Asumsi-asumsi Durkheim
Durkheim mendasarkan agama menjadi dua aitu sakral dan profan.
Perhatian agama ditunjukkan pada hal utama yaitu sakral., terikat
dengan peristiwa besar dalam klan, sedangkan profan bagian dari
kehidupan pribadi. Dengan kata lain agama adalah kebutuhan sosial.
Penyelidikan Durkheim dimulai dari tempat yang seharusnya dituju.
Yang sajkral bersifat sosial, sedangkan agama bersifat sosial.
Masalah tersebut akan terlihat rumit lagi ketika Durkheim ingin
mematahkan definisi teoritikus lainnya. Misal, agama sebagai
keyakinan terletak di wilayah supranatural, kareana masyarakat
primitif pemeluk agama, tidak memiliki konsep supranatural.
Masyarakat primitive bolehsaja tidak memiliki konsep supranatural
namun memiliki konsep mistik dan peristiwa ajaib yang mirip dengan
konsep modern. Pada saat yang sama masyarakat tidak memisahkan
antara yang sakral dan profane, namun Durkheim menegaskan bahwa
keduanya terpisah.

b. Bukti
Diantara kritikus seorang sosiolog bernama Gaston Richard
menyelidiki lebih lanjut masyarakat Australia dan memperlihatkan
bahwa di beberapa tempat Australia ditemukan beberapa bukti yang
justru berlawanan dengan teori Durkheim. Teori Durkheim dibangun

18
Ibid., 167–168.
tanpa menelaah lebih lanjut laporan-laporan mengenai masyarakat
Australia. Kemudian Arnold Von Gennep mengatakan bahwa analisa
teori Durkheim dipenuhi oleh fakta-fakta etnografi yang tidak
memuaskan. Serta dalam kurun waktu sepuluh tahun mendatang
analisis tentang masyarakat primitif Australia akan ditolak.19

c. Reduksionis
Durkheim masuk pada aliran fungsionalis-reduksionis yang agresif.
Tujuannya mereduksi agama sebagai penampakan luar. Meski
penjelasan fungsionalis memperlihatkan kelebihan selama beberapa
tahun, namun permasalahan reduksinis dalam aliran fungsionalis
adalah permasalahan, karena mulai ditinggalkan oleh kritikus. Dalam
kaca mata iman agama, pendekatan reduksionalis telah salah
memahami apa yang sebenarnya ada di dalam agama tersebut.20

19
Ibid., 171.
20
Ibid., 172.

Anda mungkin juga menyukai