Anda di halaman 1dari 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Falsafah Piil Pesenggiri


Piil Pesenggiri merupakan nilai kearifan lokal (local wisdom) yang
dipegang erat oleh setiap individu suku Lampung sebagai pedoman hidupnya.
Piil Pesenggiri disebut sebagai falsafah hidup masyarakat Lampung, baik yang
beradat Pepadun maupun yang beradat Saibatin. 1 Piil Pesenggiri dimaknai
sebagai “Keharusan seseorang untuk berperilaku sopan dan santun atau
bermoral, berjiwa besar, serta dapat memahami kedudukannya sebagai makhluk
hidup dan makhluk sosial.” Hadikusuma dalam Ariyani dan kawan-kawan
mendefinisikan kata Piil sebagai “rasa malu” atau “rasa memiliki harga diri”,
sedangkan kata Pesenggiri artinya “pantang mundur”. Mereka juga
menyebutkan bahwa kata Piil berasal dari kata serapan Bahasa Arab, yaitu Fiil
yang artinya perilaku, dan kata Pesenggiri berarti bermoral tinggi, berjiwa besar,
tahu diri, serta tahu akan hak dan kewajibannya. 2 Sani. A (2012) menjelaskan
bahwa Piil Pesenggiri merupakan harga diri yang berkaitan dengan perasaan
kompetensi dan nilai-nilai pribadi atau sebagai perpaduan antara kepercayaan
dan penghormatan diri.3 Fauzi (2014) menyebutkan bahwa Piil Pesenggiri
adalah filsafat hidup, etos, dan nilai-nilai dasar yang berbasis naluri positif, serta
malu melakukan pekerjaan hina menurut agama, dan memiliki harga diri. 4
Berdasarkan definisi Piil Pesenggiri di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Piil
Pesenggiri adalah sikap memiliki harga diri yang baik, berakhlak terpuji,
berjiwa besar, memiliki kepribadian yang teguh, dapat bertanggung jawab, serta
mampu melaksanakan kewajibannya sebagai individu dalam masyarakat dan
hamba Allah SWT.
1
Himyari Yusuf, “Nilai-Nilai Islam Dalam Falsafah Hidup Masyarakat Lampung,” Kalam: Jurnal Studi
Agama Dan Pemikiran Islam 10, no. 1 (2016): 167–92, https://doi.org/10.24042/klm.v10i1.340.
2
Farida Ariyani et al., Konsepsi Piil Pesenggiri Menurut Masyarakat Adat Lampung Way Kanan Di
Kabupaten Way Kanan (Sebuah Pendekatan Discourse Analysis), Cetakan Pe (Bandar Lampung: Aura
Printing & Publishing, 2015), http://repository.lppm.unila.ac.id/1466/1/KONSEPSI PIIL PESENGGIRI
MENURUT MASYARAKAT ADAT LAMPUNG WAYKANAN.pdf.
3
Hadi Pranoto and Agus Wibowo, “Identifikasi Nilai Kearifan Lokal (Local Wisdom) Piil Pesenggiri
Dan Perannya Dalam Pelayanan Konseling Lintas Budaya,” JBKI: Jurnal Bimbingan Konseling
Indonesia 3, no. 2 (2018): 36–42, https://dx.doi.org/10.26737/jbki.v3i2.714.
4
Ariyani et al., Konsepsi Piil Pesenggiri Menurut Masyarakat Adat Lampung Way Kanan Di Kabupaten
Way Kanan (Sebuah Pendekatan Discourse Analysis).
Piil Pesenggiri sebagai suatu integritas dari unsur-unsur yang
berpedoman pada adat kebudayaan dari leluhur masyarakat Lampung, terdiri
atas 4 unsur nilai, yaitu Bejuluk Beadek, Nengah Nyappur, Nemui Nyimah, dan
Sakai Sambayan.5 Menurut Christian Heru Cahyo (2011), Piil Pesenggiri
dimaknai sebagai prinsip kehormatan atau harga diri, Bejuluk Beadek sebagai
prinsip keberhasilan, Nengah Nyappur sebagai prinsip persamaan, Nemui
Nyimah sebagai prinsip penghargaan atau kemandirian, dan Sakai Sambayan
sebagai prinsip kerja sama.6 Berikut empat unsur nilai dari Piil Pesenggiri
menurut Setiawan, Joebagio, dan Susanto, diantaranya yaitu:
1. Bejuluk Beadek merupakan gelar terhormat yang diterima oleh seseorang
berdasarkan kesepakatan keturunan keluarga masyarakat Lampung. Bejuluk
Beadek menjadi identitas utama yang melekat pada pribadi seseorang yang
harus dijaga dengan menghindari perbuatan yang tidak terpuji. Dengan kata
lain, masyarakat Lampung suka dengan nama yang baik atau gelar yang
terhormat serta memiliki budaya malu ketika berbuat yang tidak baik.
Bejuluk Beadek memiliki makna bahwa berikhtiar untuk meningkatkan
kesempurnaan hidup serta memiliki tata tertib dan tata krama yang baik
adalah sebuah kewajiban.7
2. Nengah Nyappur adalah nilai-nilai mengenai bagaimana seseorang harus
saling menghargai dalam bergaul. Nenggah Nyappur bermakna berinteraksi
dan hidup berteman serta mengembangkan ide-ide/pemikiran dan
berpendapat dalam masyarakat sesuai dengan realitasnya adalah sebuah
bentuk kewajiban.8 Nengah Nyappur juga menunjukkan nilai-nilai
musyawarah untuk mencapai mufakat. Nengah Nyappur merupakan salah
satu upaya masyarakat Lampung untuk membekali diri sendiri, baik dari
segi intelektual maupun spiritual, sehingga memiliki kemampuan dalam

5
Fitra Endi Fernanda and Samsuri, “Mempertahankan Piil Pesenggiri Sebagai Identitas Budaya Suku
Lampung,” Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya 22, no. 02 (2020): 168–77,
https://doi.org/http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/ Jurnal.
6
Deni Eko Setiawan, Hermanu Joebagio, and Susanto, “Piil Pesenggiri: Kearifan Lokal Kultur Islam
Lampung Sebagai Sumber Belajar Toleransi,” Intelektiva: Jurnal Ekonomi, Sosial & Humaniora 01, no.
04 (2019): 27–35, https://www.jurnalintelektiva.com/index.php/jurnal/article/view/42/29.
7
Yusuf, “Nilai-Nilai Islam Dalam Falsafah Hidup Masyarakat Lampung.”
8
Yusuf.
mengorganisasi dan memanfaatkan isi alam secara optimal bagi
kemakmuran umat manusia.9
3. Nemui Nyimah diartikan sebagai nilai yang menjelaskan bahwa masyarakat
Lampung harus saling berbagi dalam kedaan suka maupun duka serta
menunjukkan bahwa pentingnya nilai-nilai kesamaan dan kebersamaan,
yang menimbulkan keakraban dan kerukunan yang berlandaskan nilai
religius yang diaktualisasikan melalui kewajiban menjalin silaturahmi
sebagai nilai sosialistis. Nemui Nyimah mengandung makna bahwa bersikap
hormat dan sopan santun terhadap sesama merupakan sebuah kewajiban.10
4. Sakai Sambayan mencirikan masyarakat Lampung yang berkewajiban untuk
saling memberi terhadap sesuatu yang diperlukan oleh orang lain atau saling
tolong menolong satu sama lain. Sakai Sambayan mengandung makna
bahwa memiliki jiwa sosial, rela bergotong royong dan tolong-menolong
dalam kebaikan bersama adalah sebuah keharusan. Sakai Sambayan lebih
relevan dengan nilai kehidupan dimana sebagai makhluk sosial harus dapat
menjalin hubungan dan kerja sama yang baik dengan pihak lain untuk
mempertahankan hidup 11.
Piil Pesenggiri merupakan refleksi dari sikap religius, kerja keras,
kemandirian, serta perilaku jujur yang memiliki relevansi dengan nilai-nilai
Pancasila dan koheren dengan ajaran Islam.12 Semua unsur nilai dalam Piil
Pesenggiri tersebut termuat dalam QS Ali `Imran (3) ayat 112 yang
menyebutkan bahwa sebagai manusia yang beriman wajib saling berhubungan
(menyambung tali silaturahmi) satu sama lain untuk menghindari konflik dalam
kehidupan bermasyarakat. Piil Pesenggiri sebagai falsafah hidup masyarakat
Lampung mengajarkan untuk berpikir secara moderat dalam beragama dan
bermasyarakat.13 Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Piil Pesenggiri dapat
dijadikan sebagai salah satu upaya untuk mencegah konflik agama dan etnis

9
Setiawan, Joebagio, and Susanto, “Piil Pesenggiri: Kearifan Lokal Kultur Islam Lampung Sebagai
Sumber Belajar Toleransi.”
10
Yusuf, “Nilai-Nilai Islam Dalam Falsafah Hidup Masyarakat Lampung.”
11
Yusuf.
12
Yusuf.
13
Setiawan, Joebagio, and Susanto, “Piil Pesenggiri: Kearifan Lokal Kultur Islam Lampung Sebagai
Sumber Belajar Toleransi.”
yang terjadi dalam kehidupan sosial.14 Dengan kata lain, dengan menerapkan
konsep Piil Pesenggiri dalam segala aspek kehidupan dapat menghindarkan kita
dari berbagai konflik yang dapat terjadi di dalam kehidupan sosial
bermasyarakat serta semakin menguatkan tali silaturahmi dan kekeluargaan
antar sesama manusia tanpa membeda-bedakan SARA sehingga dapat terjalin
kehidupan yang rukun, aman, dan tenteram antar umat manusia.

B. Karakteristik Perilaku Bullying di Sekolah


Bullying adalah suatu perilaku negatif yang dilakukan oleh seseorang
atau sekelompok orang dengan unsur kesengajaan menyakiti targetnya (korban),
baik secara mental maupun fisik.15 Bullying berasal dari kata serapan dalam
Bahasa Inggris “bully” yang berarti “penggertak”, yaitu orang yang mengganggu
orang yang lebih lemah.16 Dikutip dari Kompas.com, berdasarkan data KPAI
tahun 2022, terdapat 226 kasus kekerasan fisik dan psikis yang terjadi, termasuk
perundungan. Tindakan bullying banyak terjadi dalam kehidupan manusia
sehari-hari, baik dalam konteks komunitas, tempat kerja, masyarakat, sampai
lingkungan sekolah. Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (2001) mendefinisikan
School Bullying sebagai suatu perilaku agresif seseorang/sekelompok siswa akan
kekuasaan terhadap siswa lain yang lebih lemah secara berulang-ulang dengan
tujuan menyakiti siswa tersebut.17 Berikut bentuk-bentuk perilaku bullying yang
dikelompokkan ke dalam 5 kategori, yaitu:
1. Kontak fisik langsung, yang dapat berupa tindakan memukul, mendorong,
mencubit, serta tindakan yang memeras dan merusak barang-barang orang
lain.
2. Kontak verbal langsung, yang dapat berupa tindakan mengancam,
menggangu, mempermalukan/merendahkan, mencela/mengejek, memberi

14
Rimanto et al., “Examining Piil Pesenggiri Philosophy of Life Concept in the Context of Religious
Moderation,” Analisis: Jurnal Studi Keislaman 22, no. 1 (2022): 133–52,
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.24042/ajsk.v22i1.12445.
15
Rischa Pramudia Trisnani and Silvia Yula Wardani, “Perilaku Bullying Di Sekolah,” G-Couns Jurnal
Bimbingan Konseling 1, no. 1 (2016): 1–10, https://doi.org/https://doi.org/10.31316/g.couns.v1i1.37.
16
Masdin, “Fenomena Bullying Dalam Pendidikan,” Jurnal Al-Ta’dib 6, no. 2 (2013): 73–83,
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.31332/atdb.v6i2.306.
17
Ehan, “Bullying Dalam Pendidikan,” Bullying Dalam Pendidikan, n.d., 1–21,
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195707121984032-EHAN/
BULLYING_DALAM_PENDIDIKAN.pdf.
panggilan nama (name-calling), sarkasme, mengintimidasi, dan
menyebarkan gossip.
3. Perilaku non-verbal langsung, dapat berupa tindakan menjulurkan lidah,
melihat dengan sinis, serta menampilkan ekspresi muka yang
merendahkan/mengejek/mengancam, dan biasanya perilaku ini disertai
dengan tindakan fisik atau verbal.
4. Perilaku non-verbal tidak langsung, dapat berupa tindakan mendiamkan
seseorang, sengaja mengucilkan/mengabaikan, mengirimkan surat kaleng,
sampai memanipulasi persahabatan agar retak.
5. Pelecehan seksual, yaitu tindakan yang dapat dikategorikan perilaku
penyerangan fisik maupun verbal.
Terjadinya bullying di sekolah menurut Salmivalli dan kawan-kawan
merupakan proses dinamika kelompok yang di dalamnya memiliki klasifikasi
karakter masing-masing sebagai berikut.18
 Bully, yaitu siswa yang dikategorikan sebagai pemimpin yang memiliki
inisiatif serta terlibat aktif dalam perilaku bullying.
 Bully Assistant, yaitu orang yang turut terlibat aktif dalam perilaku bullying,
tetapi cenderung bergantung/mengikuti perintah bully.
 Rinfocer, yaitu orang-orang yang ada saat kejadian bullying terjadi, baik
yang menyaksikan maupun yang mengajak siswa lain untuk ikut
menonoton, menertawakan korban, memprovokasi bully, dan tindakan
serupa lainnya.
 Defender, yaitu orang-orang yang berusaha membela dan membantu
korban, sehingga seringkali dirinya turut menjadi korban bully.
 Outsider, yaitu orang-orang yang mengetahui bahwa tindakan bullying
terjadi, tetapi tidak melakukan apa-apa dan memilih untuk tidak peduli.
Ehan mengungkapkan tindakan Bullying merupakan sebuah siklus,
maksudnya pelaku bullying saat ini kemungkinan besar adalah korban dari
perilaku bullying sebelumnya.19 Dalam lingkungan sekolah, faktor penyebab
anak melakukan tindakan bullying beberapa diantaranya adalah karena guru
yang berbuat kasar kepada siswanya atau guru yang kurang memperhatikan
18
Ehan.
19
Ehan.
kondisi siswanya, baik dalam segi sosial, ekonomi, maupun prestasi anak, atau
karena perilaku anak tersebut di kelas atau di luar kelas dan bagaimana dirinya
bergaul dengan teman-temannya sehari-hari. Seorang Psikolog, Clara Wismanto
dari Jagadnita Counseling mengemukakan bahwa penyebab seseorang
melakukan bullying dapat berasal dari berbagai faktor, seperti faktor orang tua
yang terlalu memanjakan anaknya, keluarga yang tidak harmonis sehingga diri
anak tersisihkan dan tidak diperhatikan, atau hanya karena anak tersebut meniru
perilaku bullying dari lingkungan pertemanannya, serta dari tayangan televisi
atau pengaruh penggunaan internet yang memiliki unsur kekerasan dan tindakan
negatif.20
Perilaku bullying merupakan salah satu faktor risiko dari berkembangnya
depresi yang dapat memicu gangguan psikologis pada seseorang, seperti rasa
cemas dan takut yang berlebihan, sampai berkeinginan untuk melukai dirinya
bahkan bunuh diri.21 Penelitian yang dilakukan oleh Fajar Setiawan (2018)
menunjukkan bahwa tindakan bullying juga dapat membuat korban memiliki
kecenderungan bersikap minder atau suka menyendiri. hal tersebut dapat
berpengaruh pada kepercayaan dirinya dalam kehidupan sosialnya.22
Berdasarkan penelitian dari Tumon, upaya yang dapat dilakukan untuk
mencegah tindakan bullying yang berkelanjutan dibagi dalam 3 pihak eksekutor,
yaitu orang tua, sekolah, dan remaja. Orang tua diharapkan untuk dapat lebih
memperhatikan anaknya, baik terhadap kondisi maupun perilakunya serta
mampu memberikan edukasi mengenai pentingnya bertingkah laku yang baik
dan indahnya tali pertemanan. Pihak sekolah harus lebih tegas lagi dalam
memperhatikan dan menanggapi perilaku bullying serta perlu adanya
pengawasan khusus dan penyuluhan mengenai bullying kepada seluruh warga
sekolah. Bagi remaja tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan menambah
literasi dan wawasan mengenai bullying, baik bentuk-bentuk bullying,
karakteristik pelaku bullying, dampak bullying, serta cara

20
Ehan.
21
Matraisa Bara Asie Tumon, “Studi Deskriptif Perilaku Bullying Pada Remaja,” Calyptra: Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Universitas Surabaya 3, no. 1 (2014): 1–17,
https://journal.ubaya.ac.id/index.php/jimus/article/view/1520/1239.
22
Itsna Afiyani, Cicih Wiarsih, and Dhi Bramasta, “Identifikasi Ciri-Ciri Perilaku Bullying Dan Solusi
Untuk Mengatasinya Di Sekolah,” Jurnal Mahasiswa BK An-Nur: Berbeda, Bermakna, Mulia 5, no. 3
(2019): 21–25, https://doi.org/http://dx.doi.org/10.31602/jmbkan.v5i3.2433.
menghindari/mencegah tindakan bullying, seperti dengan segera melaporkan
tindakan bullying yang terjadi kepada pihak sekolah/orang tua/orang lebih
paham dan mampu bersikap adil.23 Dengan adanya kerja sama antara pihak
orang tua, guru, dan remaja/diri anak sendiri tersebut, tindakan bullying dapat
dicegah dan anak dapat berintraksi dengan teman-teman dan lingkungannya
dengan persaan aman dan nyaman tanpa merasa tertekan atau tidak percaya diri.

C. Efektivitas Penggunaan Komik Digital Literasi


KOMIK
komik digital
manfaatnya
piil pesenggiri dan mencegah bullying
manfaat
Bejuluk Beadek mengarahkan masyarakat untuk tidak melakukan tindakan yang
tercela, termasuk perilaku bullying supaya tidak me

D. abcd
E. efgh

23
Tumon, “Studi Deskriptif Perilaku Bullying Pada Remaja.”
DAFTAR PUSTAKA

Afiyani, Itsna, Cicih Wiarsih, and Dhi Bramasta. “Identifikasi Ciri-Ciri Perilaku
Bullying Dan Solusi Untuk Mengatasinya Di Sekolah.” Jurnal Mahasiswa BK An-
Nur: Berbeda, Bermakna, Mulia 5, no. 3 (2019): 21–25.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.31602/jmbkan.v5i3.2433.

Ariyani, Farida, Hery Yufrizal, Eka Sofia Agustina, and Ali Mustofa. Konsepsi Piil
Pesenggiri Menurut Masyarakat Adat Lampung Way Kanan Di Kabupaten Way
Kanan (Sebuah Pendekatan Discourse Analysis). Cetakan Pe. Bandar Lampung:
Aura Printing & Publishing, 2015.
http://repository.lppm.unila.ac.id/1466/1/KONSEPSI PIIL PESENGGIRI
MENURUT MASYARAKAT ADAT LAMPUNG WAYKANAN.pdf.

Ehan. “Bullying Dalam Pendidikan.” Bullying Dalam Pendidikan, n.d., 1–21.


http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195707121984032-
EHAN/BULLYING_DALAM_PENDIDIKAN.pdf.

Endi Fernanda, Fitra, and Samsuri. “Mempertahankan Piil Pesenggiri Sebagai Identitas
Budaya Suku Lampung.” Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya 22, no. 02
(2020): 168–77. https://doi.org/http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/ Jurnal.

Masdin. “Fenomena Bullying Dalam Pendidikan.” Jurnal Al-Ta’dib 6, no. 2 (2013): 73–
83. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.31332/atdb.v6i2.306.

Pranoto, Hadi, and Agus Wibowo. “Identifikasi Nilai Kearifan Lokal (Local Wisdom)
Piil Pesenggiri Dan Perannya Dalam Pelayanan Konseling Lintas Budaya.” JBKI:
Jurnal Bimbingan Konseling Indonesia 3, no. 2 (2018): 36–42.
https://dx.doi.org/10.26737/jbki.v3i2.714.

Rimanto, Agus Hermanto, Mufid Arsyad, and Ari Rodmawati. “Examining Piil
Pesenggiri Philosophy of Life Concept in the Context of Religious Moderation.”
Analisis: Jurnal Studi Keislaman 22, no. 1 (2022): 133–52.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.24042/ajsk.v22i1.12445.
Setiawan, Deni Eko, Hermanu Joebagio, and Susanto. “Piil Pesenggiri: Kearifan Lokal
Kultur Islam Lampung Sebagai Sumber Belajar Toleransi.” Intelektiva: Jurnal
Ekonomi, Sosial & Humaniora 01, no. 04 (2019): 27–35.
https://www.jurnalintelektiva.com/index.php/jurnal/article/view/42/29.

Trisnani, Rischa Pramudia, and Silvia Yula Wardani. “Perilaku Bullying Di Sekolah.”
G-Couns Jurnal Bimbingan Konseling 1, no. 1 (2016): 1–10.
https://doi.org/https://doi.org/10.31316/g.couns.v1i1.37.

Tumon, Matraisa Bara Asie. “Studi Deskriptif Perilaku Bullying Pada Remaja.”
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya 3, no. 1 (2014): 1–17.
https://journal.ubaya.ac.id/index.php/jimus/article/view/1520/1239.

Yusuf, Himyari. “Nilai-Nilai Islam Dalam Falsafah Hidup Masyarakat Lampung.”


Kalam: Jurnal Studi Agama Dan Pemikiran Islam 10, no. 1 (2016): 167–92.
https://doi.org/10.24042/klm.v10i1.340.

Anda mungkin juga menyukai