Anda di halaman 1dari 18

MENGINGAT DAN MENDEKATKAN KEMBALI NILAI-NILAI KEARIFAN

LOKAL (PIIL PESENGGIRI) SEBAGAI DASAR PENDIDIKAN HARMONI PADA


MASYARAKAT SUKU LAMPUNG

Masitoh *)
masitohstkipm64@gmail.com

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


Universitas Muhammadiyah Kotabumi

ABSRACT

This article presents about the study of remember and bring it back the local
genius based on harmony education among Lampung ethnic society. The
purpose of the study was to describe the noble values in local genius Lampung
ethnic society regarding the activities of harmonious and peaceful life in the
midst of multicultural society. The focus of the study was the philosophy of
Lampung people, it was Piil Pesenggiri that had some values: Nemui Nyimah,
Nengah Nyappur, Sakai Sambaian, and Juluk Adek/Adok. Those values were
hold tight, become spirit, source identity self, dignity, the grandeur of life, etic
code/moral (what is Good) in life of Lampung etnic society. This study were
collected throught any research paper about Piil Pesenggiri. The results showed
that Piil Pesenggiri could play a role in developing the awareness of the
importance of group life and encourage cooperation to achieve commons goals.

Kata kunci: kearifan lokal, piil pesenggiri, masyarakat suku Lampung.

A. PENDAHULUAN banyak varian. Piil Pesenggiri juga


Tulisan ini menginformasikan tentang berkaitan dengan jati diri dan kepribadian
spektrum pergaulan dan interaksi secara orang bersuku Lampung. Hal tersebut dapat
luas yang dianut oleh orang bersuku dirujuk melalui pendapat Hadikusuma
Lampung, yaitu Piil Pessinggiri yang di (2004:119) berikut ini.
dalamnya terkandung nilai-nilai, seperti: “Tando nou ulun Lappung, wat pi’il
pesinggiri, you balak pi’il ngemik
Nemui Nyimah, Nengah Nyappur, Sakai
maleu ngigau diri. Ulah nou bejuluk
Sambaian, dan Juluk Adek/Adok. Muzakki you beadek, iling mewari ngejuk
ngakuk Nemui Nyimah ulah nou
(2017:262) mengemukakan bahwa bagi
pandai you Nengah you Nyapur,
orang bersuku Lampung, Piil Pesinggiri nyubali jejamou, begawey balak,
Sakai Sambaian”.
merupakan seperangkat norma, etika, dan
tata nilai yang dapat digunakan untuk (Tandanya orang Lampung, ada Piil
Pesenggiri, dia berjiwa besar,
berinteraksi di tengah komposisi karakter
mempunyai malu dan harga diri,
sosial masyarakat Lampung yang memiliki bernama besar dan bergelar, suka
bersaudara, beri memberi terbuka

*) Dosen Universitas Muhammadiyah Kotabumi


Mengingat Dan Mendekatkan Kembali Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Piil Pesenggiri) Sebagai
Dasar Pendidikan Harmoni Pada Masyarakat Suku Lampung (Masitoh)

tangan, pandai, ramah, dan suka dalam Piil Pesenggiri dapat diolah menjadi
bergaul. Mengolah bersama
modal budaya dan modal simbolik dalam
pekerjaan besar dengan tolong-
menolong). ranah kontestasi dengan pendatang. Akan
tetapi, menurutnya, Piil Pesenggiri perlu
Melalui uraian di atas, sekurang-
redefinisi dan nilai-nilainya disegarkan
kurangnya dapat dideskripsikan bahwa
kembali (invensi). Nilai-nilai Piil
karakter dan kepribadian masyarakat adat
Pesenggiri dalam hubungannya dengan
Lampung memiliki koherensi dengan cita-
multikultur dapat dijadikan modal
cita besar pendidikan harmoni, yakni
hubungan antaretnis di Indonesia sehingga
menciptakan pola-pola kehidupan
resistensi dapat dilakukan secara halus dan
harmonis, damai, dan dinamis. Dinamika
tanpa disadari konflik dapat dieliminasi.
hidup damai tampak pada proses realisasi
Sejalan dengan itu, Nurdin
pembangunan yang sedang berjalan.
(2009:94—95) mengatakan, Piil Pesenggiri
Terlihat tidak hanya satu etnik yang
merupakan acuan moral, etika, dan
dominan dalam proses ini, tetapi juga para
pandangan hidup dinamis yang
pendatang yang berasal dari beragam etnik
mengandung nilai-nilai, ajaran moral yang
yang ada turut andil; berkontribusi, bahu-
merupakan jati diri yang terbuka untuk
membahu memajukan pembangunan di
menjawab tantangan budaya asing yang
daerah Lampung. Sinergi yang terjalin ini
cenderung negatif dalam proses
merupakan kronologis perjalanan
transformasi sosial budaya. Di lain pihak,
multikulturalis Lampung yang terkonstruksi
Yusuf (2016:172) juga mengemukakan,
sejak lama, bukan sesuatu yang tiba-tiba
nilai-nilai atau filsafat hidup masyarakat
dan instan. Dengan bermodalkan budaya
Lampung khususnya beradat Pepadun, tidak
dan adat istiadat itu, para pendahulu orang
bertentangan dengan nilai-nilai agama
Lampung telah mampu meretas tatanan
(Islam). Akan tetapi, diakui Yusuf
kehidupan masyarakat harmonis dan damai.
(2016:181—182) bahwa pada taraf tertentu,
Idealnya, keberhasilan ini bisa menjadi
dialektika antara nilai-nilai filsafat hidup
parameter bagi generasi sekarang dan yang
dengan nilai-nilai agama (Islam) masih
akan datang untuk dapat menciptakan
sering mengganggu kreativitas dan aktivitas
kembali dialog tentang nilai-nilai kearifan
kehidupan masyarakat Lampung. Hal ini
lokal ke dalam realitas keberagaman yang
berdampak pada falsafah hidup mereka
ada.
yang dikenal dengan sebutan Piil
Irianto dan Margaretha (2011:149)
Pesenggiri, menjadi terasingkan dari
mengatakan bahwa nilai yang terkandung
kehidupan masyarakat sehari-hari. Padahal,

65
Edukasi Lingua Sastra Volume 17 Nomor 2

berbagai nilai dan filsafat hidup Piil depan, kerja sama, sosial, dan perubahan
Pesenggiri secara filosofis sesungguhnya organisasi.
koheren dengan nilai-nilai Islam dan Kebudayaan menurut Parson dalam
bahkan juga relevan dengan nilai-nilai Uhi (2016:72), sebagai pola nilai dan norma
Pancasila. dominan yang menstruktur proses-proses
Berpijak pada penjelasan di atas, tindakan sosial. Oleh karenanya, jika akar
artikel ini bertujuan untuk mengingatkan budaya serta nilai-nilainya tidak lagi
dan memperkenalkan kembali nilai-nilai menjadi acuan bertindak dan bersikap—
dan falsafah hidup Piil Pesenggiri akibat terkontaminasi dan atau tereduksi,
masyarakat adat Lampung sebagai upaya akan memunculkan partisi atau sekat bagi
resolusi konflik horizontal yang terkadang masing-masing kelompok. Keberlangsung-
terjadi di tengah masyarakat. Lebih dari itu, an ini dikhawatirkan akan menimbulkan
nilai-nilai luhur yang terkandung dalam mata rantai yang hilang (missing link)
falsafah hidup Piil Pesenggiri ini dapat terhadap pemaknaan budaya yang telah
dijadikan sebagai modal dan kemandirian dikenalnya. Imbasnya, rasa kepercayaan
budaya untuk membentuk formula (feeling confidence) yang telah tertanam
pendidikan harmoni berbasis (local genius). akan luntur. Hal ini disebabkan nilai-nilai
Di tengah gelombang kemajemukan luhur yang ada dalam kearifan lokal, yang
masyarakat Lampung, konflik berposisi selama ini telah diyakini dapat dijadikan
bagaikan “bara dalam sekam” jika tersulut modal budaya sebagai “perekat” antara
sedikit masalah, akan mudah terbakar dan pribumi dan pendatang, dikesampingkan
menjadi bentuk kekerasan. keberadaannya.
Beranjak dari femomena di atas, Menyikapi kondisi ini, Idrus
anasir kebudayaan masyarakat adat (2007:392) dalam sebuah pernyataannya
Lampung tampak sedang mengalami mengingatkan bahwa pada situasi dan
pergeseran nilai dan makna. Padahal, kondisi demikian ini, hanya kemandirian
kebudayaan menjadi “hak paten” yang budayalah yang dapat memengaruhi cara
melekat dan diimplementasikan setiap pandang seseorang dalam memahami dunia.
individu, kelompok, dan masyarakat di Kuncinya, kembali pada sikap diri masing-
dalam kehidupan sehari-hari. Kebudayaan masing, bagaimana menempatkan dan
merupakan aksi, kerja nyata, tindakan serta memosisikan nilai budaya yang telah ada.
sikap, sehingga implikasi dari wujud Jangan sampai kesadaran sistem ketahanan
kebudayaan adalah berkaitan dengan masa budaya lokal yang telah terbentuk sejak
lama ini, dikesampingkan begitu saja

66
Mengingat Dan Mendekatkan Kembali Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Piil Pesenggiri) Sebagai
Dasar Pendidikan Harmoni Pada Masyarakat Suku Lampung (Masitoh)

sehingga mudah dipelintir, atau bahkan terus-menerus oleh masyarakat. Local


diarahkan pada ketahanan budaya global genius merupakan nilai positif dari perilaku
yang tidak jelas nilai manfaatnya bagi jati manusia yang dirujuk dari bermacam
diri dan kepribadian masyarakat kita. sumber, baik nilai-nilai agama, adat istiadat,
Pada posisi ini, pertumbuhan dan petuah nenek moyang maupun budaya
perkembangan sistem nilai budaya yang setempat. Perilaku dan nilai-nilai positif ini
ada, baik yang telah diterima dengan sadar terbangun secara orisinal, natural, dan
maupun yang tidak, idealnya direfleksi berkelanjutan. Implikasinya adalah, dapat
kembali serta diaktualisasikan dalam beradaptasi dan berinteraksi dengan alam
kehidupan sehari-hari agar tidak mudah serta lingkungan sekitarnya oleh komunitas
terombang-ambing di tengah benturan tertentu. Sampai pada akhirnya, secara
budaya lain. turun temurun, sikap, dan perilaku positif
ini berkembang menjadi sebuah identitas
B. NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL dan budaya tersendiri.
(PIIL PESENGGIRI) SEBAGAI
Sebagaimana yang telah disinggung
DASAR PENDIDIKAN HARMONI
PADA MASYARAKAT SUKU sebelumnya bahwa masyarakat adat
LAMPUNG
Lampung telah memiliki bentuk nilai-nilai
1. Masyarakat Suku Lampung dan Nilai- kearifan lokal (local genius) bernama Piil
Nilai Kearifan Lokal (Local Genius) Pesenggiri. Bagi masyarakat adat
Dalam mengungkap bentuk kearifan Lampung, Piil Pesenggiri menjadi gagasan
lokal masyarakat suku Lampung, beberapa konseptual yang nyata-nyata hidup di
ahli menggunakan istilah local genius. masyarakat. Piil Pesenggiri adalah suatu
Meski banyak istilah dan penyebutan gagasan ideal yang berlaku bagi
tentang hal ini, secara garis besar memiliki masyarakat Lampung, Piil Pesenggiri
subtansi yang sama. Kearifan lokal dapat merupakan prinsip dan harga diri. Piil
dipahami sebagai gagasan-gagasan adalah prinsip dan Pesenggiri adalah harga
setempat (local) yang bersifat bijaksana, diri. Artinya, unsur-unsur Pesenggiri
penuh kearifan, bernilai baik, yang merupakan prinsip-prinsip yang apabila
tertanam dan diikuti oleh anggota prinsip itu ditegakkan, harga diri seseorang
masyarakatnya Nilai-nilai kearifan lokal dengan sendirinya akan baik atau prestise
(local genius) adalah produk budaya masa seseorang akan menjadi baik atau tinggi
lalu yang mengandung nilai kebenaran, dengan melakukannya. Berkaitan dengan
etika dan estetika, yang dijadikan pegangan Piil Pesenggiri, Iskandar Syah (1999:24—
dan pandangan hidup (way of life) secara 25) mengatakan sebagai berikut:

67
Edukasi Lingua Sastra Volume 17 Nomor 2

”Piil Pesenggiri secara harfiah dan nilai-nilai ke-Tuhanan. Oleh karena itu,
berarti perbuatan atau perangai
Piil Pesenggiri merupakan local genius
manusia yang agung dan luhur di
dalam nilai dan maknanya. Oleh yang terbentuk dari akumulasi pengetahuan
karena itu, patut diteladani dan
dan kebijakan yang tumbuh berkembang
pantang untuk diingkari. Dalam
dokumen literatur resmi, Piil dalam komunitas atau masyarakat adat
Pesenggiri diartikan sebagai segala
Lampung, dalam hal ini merepresentasikan
sesuatu yang menyangkut harga diri,
perilaku, dan sikap hidup yang harus perspektif teologis, kosmologis, dan
menjaga dan menegakkan nama
sosiologis.
baik, martabat pribadi maupun
kelompok. Secara totalitas, Piil Dalam lingkup kehidupan nyata,
Pesenggiri mengandung makna
nilai-nilai kearifan lokal (local genius) adat
berjiwa besar, mempunyai
perasaan malu, rasa harga diri, Lampung sangat relevan dengan perubahan
ramah, suka bergaul, tolong-
dan perwujudan tingkah laku individu dan
menolong, dan bernama besar”.
Sementara itu, di lain pihak, masyarakat. Kebiasaan dan tingkah laku
Hadikusuma (2004:119—123) mengatakan, masyarakat yang disandarkan pada nilai
falsafah hidup Piil Pesenggiri luhur ini akan menjadi gaya hidup (life
merupakan nilai- nilai budaya kerja, yang style) dan identitas tersendiri. Oleh karena
terdiri atas: nilai- nilai produktif (Nemui itu, bagi orang Lampung, baik Pepadun
Nyimah); nilai-nilai kompetitif (Nengah maupun Saibatin—kemandirian budaya ini
Nyappur); nilai-nilai kooperatif (Sakai dapat diposisikan sebagai wasilah dan
Sambaian); dan nilai- nilai inovatif (Juluk modal berharga untuk berinteraksi dengan
Adek/Adok). Tidak hanya itu, Yusuf sesama.
(2013: 117) berpendapat, secara esensial Lampung memiliki masyarakat
falsafah hidup Piil Pesenggiri bagi multikultural sebab Provinsi Lampung
masyarakat adat Lampung, berkaitan berjuluk “Gerbang Sumetera” ini dihuni
dengan eksistensi manusia hubungannya oleh beragam etnis dan suku, seperti;
dengan Tuhan, dengan sesama manusia, Lampung, Jawa, Minangkabau, Sunda,
dan alam lingkungannya. Dengan demikian, Bali, Batak, Bugis, Madura, dan Cina.
falsafah hidup Piil Pesenggiri terus tumbuh Keberagaman yang ada di Lampung perlu
dan berkembang dalam kesadaran disadari sebagai keniscayaan dan ketetapan.
masyarakat, baik berkaitan dengan Suatu masyarakat multikultural, menurut
kehidupan yang sakral maupun yang Parekh yang dikutip Adi (2008:263), tidak
bersifat profan. Tidak hanya mengandung dapat mengabaikan tuntutan
nilai kesamaan dan kebersamaan semata, keanekaragaman. Oleh karena itu, tidak
tetapi juga falsafah ini mengandung unsur hanya masyarakat adat Lampung yang

68
Mengingat Dan Mendekatkan Kembali Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Piil Pesenggiri) Sebagai
Dasar Pendidikan Harmoni Pada Masyarakat Suku Lampung (Masitoh)

bertugas menjaga “gawang” keberagaman bahasa. Hal inilah yang kemudian disebut
tersebut, melainkan para pendatang pun banyak orang, Lampung sebagai daerah
berkewajiban dan bertanggung jawab multikultural. Kondisi ini patut disyukuri
menjaga keberagaman yang telah bersama. Akan tetapi, dalam spektrum yang
digariskan itu. Realitas keragaman luas, multikultural di daerah ini diibaratkan
(heterogenitas atau diversitas) masyarakat bagai pisau yang bermata dua. Di satu sisi
dan kebudayaan di Lampung harus diakui menjadikan bangsa ini kaya akan khazanah
secara jujur, diterima dengan lapang dada, kebudayaan, di sisi lain, rentan akan
dikelola dengan cermat, dan dijaga dengan benturan, perselisihan, dan konflik. Oleh
penuh rasa syukur serta tanggung jawab sebab itu, ketika melaksanakan hidup dan
oleh seluruh elemen masyarakat yang ada. kehidupan di wilayah yang “serba”
Secara kodrati, keberlangsungan multikulutural, menurut Prihantoro
hidup bersama dan saling ketergantungan (2016:186), perlu menilik dan meninjau
merupakan kebutuhan dasar (basic needs) kembali konsep the other (yang lain: orang
manusia untuk bertahan hidup. Untuk dapat lain, agama/bangsa/budaya lain)—supaya
membangun masyarakat multikultural, tidak diacuhkan atau dikesampingkan
menurut Mudzhar (2005:18—19). paling keberadaannya begitu saja. Pernyataan ini,
tidak diperlukan 3 (tiga) pilar utama, yaitu: secara tidak langsung melatarbelakangi
1. adanya para pengambil kebijakan munculnya konsep pendidikan harmoni.
publik yang adil dan mampu Dari sisi teori pengembangan pendidikan,
mengantisipasi dampak negatif yang peluang ilmiah ini dapat dikaji dan
akan ditimbulkan oleh kebijakan dikembangkan keberadaanya untuk
publik yang akan diambilnya; dijadikan model atau formulasi pendidikan
2. adanya para pemimpin agama yang baru pada kawasan atau daerah yang
berwawasan kebangsaan yang luas dan beragam atau multikultural.
lebih mengedepankan agama sebagai Meski untuk kali pertamanya,
nilai daripada agama institusional; pendidikan harmoni merupakan istilah
3. adanya masyarakat yang berpendidikan pendidikan yang popular di Indonesia
dan rasional dalam menyikapi bagian timur, khususnya di Provinsi
keragaman keagamaan (religious Sulawesi Tengah. Akan tetapi, tidak
market) dan perubahan sosial. menutup kemungkinan, model pendidikan
Memang sudah menjadi kehendak ini akan bermanfaat bagi daerah lain.
Illahi, Lampung ditakdirkan memiliki Membangun dan merawat harmoni
keragaman agama, etnis, budaya, dan (perdamaian) bukanlah pekerjaan yang

69
Edukasi Lingua Sastra Volume 17 Nomor 2

ringan. Pengelolaannya membutuhkan sama-sama sebagai makhluk ciptaan Tuhan


durasi waktu yang panjang, memerlukan untuk dihargai, dihormati, dan disayangi
ketekunan dari para penggiatnya selama sebagaimana sifat Tuhan Yang Maha
bertahun-tahun. Meski demikian, menurut Pengasih dan Penyayang. Untuk itulah,
Nursaid (2015:60), untuk mewujudkan hal diperlukan sebuah konstruk yang mapan
ini paling tidak membutuhkan integrasi 3 agar cita-cita besar tersebut dapat terwujud.
(tiga) aspek, yaitu: tujuan bersama (mutual Diskursus local genius masyarakat
goals), pencapaian tujuan yang saling adat Lampung merupakan fenomena
menguntungkan (mutual benefts from menarik untuk dikaji—terlebih jika dapat
achieving goals), dan saling menguatkan dijadikan sebagai sumbangsih pemikiran,
identitas (mutual identity). Ketiganya mesti kritik, dan saran dalam upaya
terkonstruk secara sistemik dan apik. memperkenalkan kembali pendidikan
Akan tetapi, di antara ketiga aspek harmoni berbasis nilai-nilai kearifan lokal
itu, mutual identity menjadi faktor (local genius). Mengungkap nilai-nilai local
dominan dan paling diprioritaskan. Menurut genius orang Lampung secara komprehensif
Johnson & Johnson (dalam Nursaid bukanlah hal yang mudah. Oleh karenanya,
2015:61), mutual identity mengandung pada tahap ini dilakukan penelusuran
beberapa sikap yang perlu diupayakan agar pustaka dari beberapa artikel yang relevan.
senantiasa tumbuh dan berkembang dalam Sebagaimana yang telah diuraikan
setiap diri manusia. Sikap itu meliputi: (1) terdahulu, Piil Pesenggiri merupakan
peduli dan menyadari identitas budaya yang martabat dan harga diri orang Lampung.
dimilikinya; (2) menghormati identitas Secara prinsip, Piil Pesenggiri merupakan
budaya orang lain; (3) mengembangkan satu kesatuan yang saling terhubung dan
identitas budaya tinggi yang beragam; dan terintegrasi. Dengan demikian, martabat
(4) menjadikan identitas budaya tinggi dan harga diri ini tidak akan tegak berdiri
sebagai basis nilai dalam masyarakat plural. apabila tidak ditopang oleh prinsip dan
Beberapa sikap di atas, “mendalangi” fundamen yang lain. Menurut Ahmad
munculnya terminologi ‘damai’ dengan arti Muzakki (2017:265) ketika mewawancarai
yang bervariatif antara satu budaya dan Humaidi Elhudri (15 September 2015),
budaya yang lain, begitu juga dengan tidak akan ada guna dan artinya, seorang
konteks implementasinya. Pada akhirnya paham dengan falsafah ini, tetapi tidak
pendidikan harmoni adalah terwujudnya melaksanakan empat prinsip penyangga
sebuah kesadaran bahwa masyarakat Piil Pesenggiri yang lainnya, yakni: Nemui
sebagai komunitas yang sama dan berbeda,

70
Mengingat Dan Mendekatkan Kembali Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Piil Pesenggiri) Sebagai
Dasar Pendidikan Harmoni Pada Masyarakat Suku Lampung (Masitoh)

Nyimah, Nengah Nyappur, Sakai Sambaian, dan bahasa. Pelajaran ini mengisyaratkan
dan Juluk Adek/Adok. jika masyarakat adat Lampung telah
1.1 Nemui Nyimah: Pola Komunikasi mengawali dan menunjukkan jati dirinya
Hangat dan Terbuka untuk dapat hidup berdampingan secara
Bagi orang Lampung, Nemui Nyimah harmonis dengan siapa pun dengan setulus-
merupakan prinsip penghargaan dan tulusnya.
konsepsi tata nilai yang ditafsirkan sebagai Dari hasil wawancara Ahmad
wujud rasa kepedulian sosial, Muzakki (23 September 2015) Hidayat
kesetiakawanan, dan nilai-nilai Sanjaya mengatakan, “Masyarakat adat
kemanusiaan (human interest) lainnya. Lampung selalu terbuka dengan siapa saja.
Prinsip dan sikap di atas dapat ditujukan Kami tidak mau menutup diri, bahkan
dan ditunjukkan kepada siapa pun yang menolak tamu yang datang. Kami ingin
datang (bertamu), asalkan niat tulus memiliki banyak saudara, kawan, dan
membangun dan mengembangkan daerah teman. Sikap keramahtamahan dan mau
Lampung. Hal ini terbukti pada wujud sikap menerima orang lain tersebut adalah suatu
ramah dan mau menerima yang ditunjukkan bukti bahwa kami selalu berpegang teguh
kepada para kaum kolonis (baca; sebutan pada nilai-nilai filosofis, sebagaimana yang
para transmigran di zaman Belanda) yang telah diwariskan nenek moyang kami.”
berasal dari Pulau Jawa pada saat itu. Sementara itu, menurut Sarbini dan
Wujud rasa keberterimaan dari Khalik (2010:31), perilaku dan sikap ini
masyarakat adat Lampung itu berupa selaras dengan makna Nemui Nyimah
kerelaan dan ketulusan dari masyarakat adat secara bahasa. Nemui berarti menerima
Lampung Buay Nuban saat menghibahkan tamu dan Nyimah berarti memberikan
sebagian tanah leluhurnya untuk dijadikan sesuatu tanpa pamrih—kata ini dapat juga
lahan garapan dan permukiman bagi diartikan royal. Tampaknya, prinsip dan
saudara barunya yang berasal dari Jawa, konsep Nemui Nyimah mendeskripsikan
(Muzakki, 2015:90). warna dan ciri khas mutual identity
Kronologi di atas memperlihatkan, masyarakat adat Lampung yang terbuka,
masyarakat adat Lampung memiliki mau menerima, memegang prinsip tinggi,
keluhuran perilaku, sikap, dan budi pekerti. dan menghormati kepada siapa pun yang
Peristiwa tersebut mengandung nilai akan berkunjung dan dikunjungi. Dengan
fundamen, yakni dalam konteks menolong demikian, seseorang sudah dapat dikatakan
dan “menerima tamu”, mereka tidak pernah Simah apabila dia telah mampu
mempersoalkan latar belakang suku, agama, memberikan sesuatu kepada orang lain.

71
Edukasi Lingua Sastra Volume 17 Nomor 2

Inilah salah satu sifat dan ciri khas orang menjalani aktivitas kehidupan. Apabila
Lampung, yaitu: rasa memiliki hutang budi. nilai-nilai ini terinternalisasi dengan baik,
Dalam konteks masyarakat Lampung tidak menutup kemungkinan akan lahir
yang multikultural, ditambah dengan era generasi-generasi tangguh, kuat, dan tanpa
“dunia tanpa batas” (borderless world), pamrih, yang dapat memikul tugas berat
menemukan dan mengembangkan kembali sebagai pencipta sistem integrasi sosial
sikap-sikap yang terdapat dalam mutual yang harmonis di tengah-tengah
identity adalah keniscayaan. Penemuan masyarakat.
kembali nilai-nilai ini dapat dijadikan Secara tekstual dan kontekstual, nilai-
karakter dan modal dalam berkomunikasi nilai karakter yang terkandung dalam
secara luas. Aspek komunikasi menjadi falsafah Nemui Nyimah merupakan
kanal, sebagai pintu masuk mewujudkan kemandirian budaya dari masyarakat adat
tatanan masyarakat yang harmonis. Faktor setempat, sebagai pola komunikasi dan
utama yang memiliki kontribusi terhadap interaksi di tengah masyarakat.
terciptanya perdamaian pada suatu Terwujudnya pola dan saluran komunikasi
masyarakat adalah saluran komunikasi yang efektif akan membuka peluang bagi
yang efektif. Terdapat dua landasan untuk anggota masyarakat untuk dapat
menciptakan integrasi suatu sistem sosial, berkontribusi bagi perkembangan
yaitu: (1) suatu masyarakat yang masyarakatnya. Dengan menggunakan
terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus di pola-pola komunikasi yang efektif ini,
antara norma-norma kemasyarakatan yang problematika yang muncul di tengah
bersifat universal dan fundamental; (2) masyarakat dapat didiskusikan dan
karena bermacam-macam anggota diselesaikan dengan baik. Sebaliknya jika
masyarakat sekaligus menjadi anggota dari saluran komunikasi yang ada “tersumbat”,
berbagai kesatuan sosial. problematika yang sedang dihadapi dapat
Berkenaan dengan itu, Nemui Nyimah menimbulkan potensi ketidakharmonisan,
merupakan prinsip-prinsip dalam akan muncul benih-benih perpecahan
berkomunikasi yang berhasil digali dari antaranggota masyarakat terutama pada
khazanah lokal genius adat setempat. masyarakat yang heterogen. Sekali lagi,
Dalam taraf implementasi, Nemui Nyimah Nemui Nyimah merupakan bentuk nilai-
menjadi pengetahuan (knowledge), nilai kearifan lokal (local genius)
sekaligus keyakinan (conviction) bagi masyarakat adat Lampung yang dapat
pelakunya, sehingga menjadi penuntun dijadikan modal budaya, sebagai fondasi
(guide) dan pedoman (orientation) dalam dalam membangun anatomi pendidikan

72
Mengingat Dan Mendekatkan Kembali Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Piil Pesenggiri) Sebagai
Dasar Pendidikan Harmoni Pada Masyarakat Suku Lampung (Masitoh)

harmoni di tengah masyarakat dan selalu bisa menyesuaikan diri terhadap


multikultural. perkembangan zaman” (Hasil Wawancara
1.2 Nengah Nyappur: Sikap Suka Ahmad Muzakki dengan Sihabuddin pada
Berbaur 25 September 2015).
Di tengah-tengah masyarakat Memperhatikan uraian di atas,
multikultural, Muzakki (2017:265) Nengah Nyappur menggambarkan
mengemukakan bahwa Nengah Nyappur eksistensi masyarakat adat Lampung
dapat bertindak sebagai jembatan dalam berinteraksi dengan masyarakat
penghubung antara tata nilai adat dan sikap lainya. Mereka lebih mengutamakan rasa
toleransi yang tercermin dalam pergaulan kekeluargaan dan persahabatan dengan
sehari-hari orang Lampung. Sikap toleran siapa saja—dengan tidak membedakan
ini dapat meminimalisasi bahkan suku, agama, tingkatan, asal usul, dan
mengeliminasi munculnya perbedaan- golongan. Sebagai bentuk manifestasi dari
perbedaan yang ada di tengah masyarakat nilai-nilai luhur, karakter yang melekat
sehingga hidup menjadi mudah dan dalam Nengah Nyappur, dapat dijadikan
bermakna. sebagai modal budaya dalam membina
Menyikapi hal di atas, Sarbini dan hubungan yang baik di tengah masyarakat
Khalik (2010:32) mengatakan bahwa multikultural. Sikap luhur ini perlu
Nengah; berada di tengah (khalayak), dan ditularkan secara masif. Mengingat,
Nyappur berarti berbaur. Nengah Nyappur interaksi sosial adalah kunci dari semua
merupakan pola hidup bermasyarakat, tidak kehidupan sosial. Tanpa adanya interaksi
mengisolasi diri dari orang atau suku, sosial maka tidak akan mungkin ada
maupun bangsa lain. Disebut Nengah kehidupan bersama.
Nyappur karena sikap suka bergaul, suka Dalam konteks mewujudkan
bersahabat, dan toleran antar- sesama. kehidupan multikultural yang harmonis,
“Nengah Nyappur adalah sikap dan nilai-nilai luhur Nengah Nyappur perlu
tata nilai masyarakat adat Lampung dalam diterjemahkan dan diinternalisasikan secara
berinteraksi dengan cara membuka diri masif pada lintas forum. Mulai dari yang
dengan masyarakat umum. Adapun tujuan bersifat formal, informal, dan nonformal
dari Nengah Nyappur, yaitu agar hingga pada tingkatan struktur masyarakat
berpengetahuan luas, ikut berpartisipasi yang ada. Pada proses interaksi sosial,
terhadap segala sesuatu yang sifatnya Nengah Nyappur dapat dimaknai sebagai
positif—baik dalam pergaulan dan kegiatan wujud dan bentuk kompetisi untuk
masyarakat yang dapat membawa kemajuan mencapai kebaikan, tidak ada lawan, tetapi

73
Edukasi Lingua Sastra Volume 17 Nomor 2

berlomba-lomba bekerja keras untuk dengan semangat saling menghargai dan


mencapai prestasi yang baik. Sebab itulah, menghormati sesamanya.
ditegaskan Fachruddin (2005, 16—18), 1.3 Sakai Sambaian: Prinsip Guyub Hati
dalam berkompetisi yang baik dibutuhkan dan Solidaritas di Ranah Sosial
tiga kemampuan pokok, yaitu: (a) Menurut Sihabuddin, dari hasil
kemampuan merumuskan gagasan; (b) wawancara Muzakki (25 September 2015),
kemampuan mengungkapkan gagasan Sakai Sambaian mengandung nilai saling
dalam bentuk rencana strategi dan rencana tolong-menolong dan gotong-royong dalam
operasional, serta (c) kemampuan bertetangga dan berkerabat, termasuk
mengevaluasi strategi dan operasional urusan dalam mengadakan upacara
dimaksud di atas. Ketiga syarat ini sudah pernikahan dalam adat Lampung dan lain
ada dalam Nengah Nyappur, konsep ini sebagainya. Sebagai produk nilai-nilai
menggambarkan sebuah ajaran yang mirip kearifan lokal, Sakai Sambaian merupakan
dengan teori manajemen pengelolaan secara konsepsi yang berupa hasil (output) dan
modern. tindakan nyata dari wujud jiwa sosial
Keberadaan Nengah Nyappur bagi yang tinggi dari masyarakat adat
orang Lampung, setidaknya dapat dijadikan Lampung. Sebagaimana dikatakan Bukri
wasilah untuk membentuk karakter dan (dalam Sarbini dan Khalik (2010:33) bahwa
kepribadian kuat. Nengah Nyappur Sakai Sambaian merupakan bentuk
melambangkan sikap nalar yang baik, kewajiban seseorang untuk berjiwa sosial,
tertib, dan sekaligus juga dapat menjadi gotong royong, berbuat baik dengan sesama
embrio dari kesungguhan untuk manusia, dengan balas jasa atau pun tidak.
meningkatkan pengetahuan serta sikap Berpijak pada penjelasan di atas,
adaptif terhadap perubahan. Konsep Sakai Sambaian merupakan bentuk nilai-
Nengah Nyappur dalam konteks kehidupan nilai kearifan lokal (local genius) yang
dan relasi sosia di tengah komunitas yang diterjemahkan ke dalam wujud perilaku dan
multikultural, memiliki kekuatan sebagai tindakan nyata seseorang. Hal ini yang
piranti pencipta suasana sosial yang tidak hanya terbatas pada perihal adat
kondusif. Olek karenanya, dengan Lampung semata, melainkan lebih luas dari
memahami, mengangkat, dan menerapkan itu. Tindakan yang dimaksudkan Sakai
kembali konsepsi in idealnya dapat Sambaian adalah tolong-menolong, bahu-
memberikan peran dan sumbangan bagi membahu, dan saling memberikan sesuatu
tertatanya hubungan sosial yang harmoni kepada pihak lain yang sangat memerlukan
bantuan dan pertolongan. Menariknya,

74
Mengingat Dan Mendekatkan Kembali Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Piil Pesenggiri) Sebagai
Dasar Pendidikan Harmoni Pada Masyarakat Suku Lampung (Masitoh)

bentuk aplikasi pertolongan ini tidak hanya konstruk pendidikan harmoni di tengah
terbatas pada sesuatu yang bersifat material, masyarakat multikultural.
melainkan juga dalam arti moral, termasuk
sumbangan tenaga, pemikiran, dan lain 1.4 Juluk Adek/Adok: Fadilat dan
sebagainya. Dengan demikian, Sakai Keluhuran Budi Pekerti
Sambaian berarti tolong-menolong dan Juluk Adek/Adok merupakan sebuah
bergotong-royong, artinya memahami gelar kehormatan secara adat yang
makna kebersamaan atau guyub. diberikan kepada seseorang remaja atau
Eksistensi Sakai Sambaian hakikatnya dewasa yang telah mapan. Konteks
menunjukkan rasa partisipasi serta mapan di sini tidak hanya dimaknai
solidaritas yang tinggi terhadap berbagai sebagai orang yang telah mampu atau
kegiatan pribadi dan sosial kemasyarakatan kuasa secara materi semata. Akan tetapi,
pada umumnya. lebih dari itu, yakni apabila seseorang telah
Selanjutnya, dalam ruang dan konteks mampu mengaplikasikan,
bernegara, wujud nyata Sakai Sambaian mengejawantahkan, dan
selaras dengan ideologi Pancasila, yang menginternalisasikan pilar-pilar penyangga
secara jelas meniscayakan untuk bergotong- sebelumnya (Nemui Nyimah, Nengah
royong. Demikian halnya dengan adat Nyappur, Sakai Sambaian). Sebagaimana
Lampung, seseorang akan merasa kurang dikatakan Abu Tholib Khalik Gelar
terpandang apabila tidak mampu Tuan Gusti Adat bahwa orang yang
berpartisipasi dalam suatu kegiatan telah memiliki Bejuluk Beadek, tidaklah
kemasyarakatan yang ada di sekitarnya. menjamin bahwa dia harus punya prestise
Sikap dan karakter ini menggambarkan di dalam masyarakat. Salah satu penyebab
rasa toleransi kebersamaan. Oleh sebab orang tersebut bernilai karena menjalankan
itulah, mereka rela memberikan apa saja faktor-faktor lainnya, seperti Nemui
apabila pemberiannya memiliki nilai Nyimah, Nengah Nyappur, dan Sakai
manfaat bagi orang atau anggota Sambayan, (hasil wawancara Muzakkir,
masyarakat lain yang membutuhkan. Etos 2015).
Sakai Sambaian ini dapat diterjemahkan Memperhatikan uraian di atas, Juluk
dan diinternalisasikan dengan baik secara Adek/Adok dapat dikatakan sebagai
bersamaan oleh Ulun Lampung dan para prestise dan keluhuran budi pekerti yang
pendatang maka tidak mustahil akan menjadi “pamungkas” seseorang setelah
menjadi bagian penting bagi terciptanya berkontribusi secara nyata dalam kehidupan
bermasyarakat. Proses memperoleh gelar

75
Edukasi Lingua Sastra Volume 17 Nomor 2

(adek/adok) tidaklah mudah, tetapi harus tidaklah terjadi secara tiba-tiba. Seseorang
melewati tahap dan syarat tertentu setelah hendaknya telah memiliki konsep
memperoleh prestasi. Maksudnya, kesempurnaan diri, memiliki tata krama dan
seseorang telah melakukan perubahan yang berpegang teguh pada titie gemati adat
urgen dalam kehidupan manusia, seperti atau hidup tertib. Dengan kata lain,
pencanangan idealisme atau cita-cita dan indikator kesempurnaan diri bagi Ulun
tercapainya cita-cita yang luhur di tengah Lampung adalah manakala dia telah
masyarakat. Setelah tahapan itu terlaksana, mampu menginternalisasikan konsep Nemui
peristiwa semacam ini tidak dapat dibiarkan Nyimah, Nengah Nyappur, dan Sakai
begitu saja, harus diperingati dan diberi Sambaian dalam kehidupan sehari-hari di
hadiah berupa gelar kehormatan secara tengah masyarakat yang majemuk.
adat. Dasar inilah yang kemudian Juluk
Adek/Adok ditafsirkan dengan makna 2. Piil Pesenggiri: Jantung Pendidikan
inovatif. Biasanya, inovasi yang dilakukan Harmoni Berbasis Nilai-nilai Kearifan
bersifat terus-menerus; antara idealisme Lokal
hingga menjadi sebuah realita. Berdasarkan (Local Genius)
realita atau cita-cita yang telah diraihnya itu Menggagas pendidikan harmoni berbasis
maka dia berhak mendapatkan Juluk nilai-nilai kearifan lokal (local genius)
Adek/Adok. bukanlah suatu perkara yang mudah.
Terwujudnya gelar adat seseorang Muzakki (2017:95) mengatakan, suku dan
harus dibarengi dengan perjuangan dalam etnis yang ada di Lampung masing-masing
meningkatkan kesempurnaan diri, hidup telah memiliki bentuk dan jenis local
tertib, dan memiliki tata krama. Kesemua genius-nya sendiri. Namun, dengan
ini akan dapat terwujud apabila telah meminjam istilah Johnson & Johnson,
mempraktikkan nilai-nilai yang terkandung penguatan identitas menjadi titik tekan
dalam Nemui Nyimah, Nengah Nyappur, dalam menumbuhkan pendidikan harmoni.
dan Sakai Sambaian. Dalam realitas Mengapa? Oleh karena di dalam penguatan
sosial, tata krama seseorang akan menjadi berpendar sikap-sikap positif yang
indikator dan penilaian orang terhadap diri senantiasa perlu diupayakan agar tumbuh
seseorang. Apabila seseorang mengabaikan berkembang pada setiap manusia. Adapun
ketiga prinsip tersebut, akan sulit untuk salah satu sikap positif yang mesti
mendapatkan gelar atau Juluk Adek/Adok. dikembangkan adalah sikap menjadikan
Menindaklanjuti hal di atas, identitas budaya tinggi sebagai basis nilai
penyematan gelar adat (Juluk Adek/Adok) dalam masyarakat plural. Identitas budaya

76
Mengingat Dan Mendekatkan Kembali Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Piil Pesenggiri) Sebagai
Dasar Pendidikan Harmoni Pada Masyarakat Suku Lampung (Masitoh)

itu dengan sendirinya dapat bertindak konsepsi nilai yang hidup di alam pikiran
sebagai identitas komunikasi dari sistem sebagian besar masyarakatnya, yang
perilaku verbal dan nonverbal, yang sekaligus berfungsi sebagai pedoman
memiliki arti dan yang dibagikan di antara tertinggi bagi sikap mental, cara berpikir,
anggota kelompok, yang memiliki rasa dan tingkah laku manusia. Secara bersama
saling memiliki dan yang membagi tradisi, kedua aspek ini menegaskan bahwa di
warisan, bahasa, dan norma-norma yang mana ada pendidikan, di situ kebudayaan
sama. menyertainya. Oleh sebab itu, tidak ada
Sejalan dengan itu, konstruksi budaya kebudayaan tanpa pendidikan dan begitu
dan nilai-nilai budaya lokal Piil Pesenggiri pula praksis pendidikan selalu berada dalam
memiliki urgensi sebagai simbol dan lingkup kebudayaan.
identitas masyarakat adat Lampung. Dalam konteks masyarakat adat
Mestinya, nilai-nilai ini menjelma dalam Lampung, Piil Pesenggiri memiliki ruang
karakter dan kepribadian sebagai identitas yang seluas-luasnya untuk menciptakan
komunikasi bagi setiap individu yang ada. pendidikan harmoni. Piil Pesenggiri;
Oleh karena itu, dengan sendirinya, simbol Nemui Nyimah, Nengah Nyappur, Sakai
dan identitas ini akan menjadi “pakem”, Sambaian, dan Juluk Adek/Adok dapat
penuntun, dan penghubung bagi masyarakat menjadi modal budaya dan “denyut
adat dalam berinteraksi. Konstruksi budaya jantung" bagi terwujudnya harga diri dan
dan kearifan lokal semacam ini dipercayai martabat. Jika hal ini terpenuhi, dengan
dan diakui sebagai elemen penting yang sendirinya seseorang akan menjadi
mampu mempertebal kohesi sosial di antara sempurna (baca; insan kamil) yang
warga masyarakat. Dengan demikian, local memiliki produktivitas di bidangnya
genius dapat menjadi basis dan tata kelola masing-masing, memiliki daya saing yang
menciptakan pendidikan harmoni bagi sangat tinggi, mampu melaksanakan kerja
masyarakat. sama yang baik, kooperatif, dan
Proses pendidikan harmoni berbasis menemukan inovasi-inovasi baru. Sebagai
local genius merupakan upaya berkelindan produk local genius masyarakat adat
dua unsur sekaligus, yaitu unsur pendidikan Lampung, Piil Pesenggiri mengandung inti
dan kebudayaan. Di satu sisi, pendidikan ajaran nilai-nilai sosial (social values), etika
bertugas mentransformasikan sistem sosial atau moralitas (morality values), dan nilai
budaya dari satu generasi ke generasi yang keagamaan (relegious values).
lain. Sementara di sisi lain, di tengah- Keberadaan dan posisi Piil Pesenggiri
tengah masyarakat telah terdapat konsepsi- sebagai falsafah hidup bagi tuan rumah

77
Edukasi Lingua Sastra Volume 17 Nomor 2

(Ulun Lampung)—semestinya dapat diolah beranggapan “miring”, jika local genius


untuk menjadi sumber keunggulan dan sesuatu yang kuno dan tidak relevan lagi
kekuatan yang dinamis dengan dengan konteks kekinian. Sikap demikian
keunikannya di tengah pergumulan semakin menjadikan posisi local genius
masyarakat multikultural. Sebagai bentuk tidak atau belum “tergarap” secara
mutual identity, Piil Pesenggiri dapat maksimal. Dampaknya, keluhuran nilai-
menjadi “pondasi” pendidikan harmoni nilai local genius ini tidak mampu
yang berbasiskan kelokalan. Hal ini membumi, sekaligus menjadi kesadaran
disebabkan, falsafah ini dapat memainkan bersama di tengah masyarakat
peranannya sebagai katalisator dan filter multikultural.
untuk menyaring budaya-budaya yang Berkenaan dengan hal di atas
datang dari luar yang tidak sesuai dengan perlunya ikhtiar dari seluruh komponen
kepribadian bangsa ini. masyarakat untuk merefleksi dan
Semestinya, budaya asing yang datang melakukan penemuan kembali terhadap
tidak semua harus diterima glondongan, nilai-nilai luhur budaya bangsa atau
tetapi perlu “dinetralisasi” dulu revitalisasi—atau semacam tradisi yang
menggunakan “piranti” local genius yang diciptakan melalui gerakan nasional—
telah ada. Secara perlahan, fokus transfer dengan melibatkan seluruh komponen
nilai dari Piil Pesenggiri dapat sebagai konsensus yang lahir dari kesadaran
menciptakan serta meredefinisi proses nasional. Pernyataan ini menjadi “cambuk”
pemanusiaan manusia (humanisasi), yang agar selalu menilik dan memperhatikan
lebih berorientasi pada terbentuknya kondisi local genius yang telah diwariskan
individu yang mampu memahami realitas oleh nenek moyang kita. Idealnya, nilai-
dirinya dan masyarakat sekitarnya yang nilai luhur yang ada di negara kita—
beragam, multi etnik, dan multikultural. termasuk di dalamnya nilai-nilai Piil
3. Nilai-nilai Kearifan Lokal (Local Pesenggiri masyarakat adat Lampung—
Genius): Peluang atau Tantangan secara sadar dan yakin dapat
Bagi masyarakat multikultural terimplementasikan secara baik di tengah
modern, keberadaan local genius kian masyarakat multikultural.
hari kian mengkhawatirkan, berada dalam Menindaklanjuti pernyataan di atas,
ruang ketidakpastian, terpojokkan, dan Eko dan Tijan (2010:3) membeberkan
terpinggirkan. Eksistensi local genius formulasi strategi dan upaya yang tepat
seolah telah kalah dengan budaya global untuk digunakan menghadapinya, yaitu
dan modern. Oleh sebab itu, banyak yang dengan cara menguji kembali premis-

78
Mengingat Dan Mendekatkan Kembali Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Piil Pesenggiri) Sebagai
Dasar Pendidikan Harmoni Pada Masyarakat Suku Lampung (Masitoh)

premis dan nilai-nilai budaya lama melalui sebuah mekanisme bersama untuk
bentuk-bentuk pendidikan. Memperhatikan menepis berbagai kemungkinan yang dapat
hal ini maka upaya dan strategi meredusir, bahkan merusak solidaritas
menemukenali kembali nilai-nilai budaya komunal, yang dipercaya berasal dan
merupakan keniscayaan yang harus segera tumbuh di atas kesadaran bersama, dari
diwujudkan di era modern ini. Mengingat, sebuah komunitas yang terintegrasi.
banyak upaya pelemahan yang dilakukan Kiranya, dalam konteks masyarakat
dengan berbagai cara dan metode terhadap multikultural, perlu ada upaya dari masing-
sistem ketahanan budaya lokal secara masif. masing kelompok etnik untuk secara
Penyampingan dan upaya pelemahan nilai- legowo merevitalisasi budaya etniknya agar
nilai kearifan lokal dapat memengaruhi mampu menyerap nilai-nilai eksternal
kesadaran berbudaya kita. Hal ini membuat universal; seperti demokrasi, perdamaian,
posisi budaya dan nilai-nilainya semakin kontekstual dengan kondisi struktur sosial,
lemah, terpojokkan, dan terpinggirkan. ekonomi, politik, dan budaya. Dengan
Padahal, menurut Talcott yang dikutip demikian, dalam perspektif multikultural
Malihah (2010:181), nilai-nilai kebudayaan masyarakat Lampung—etnik Lampung
dapat menjiwai kepribadian dan maupun etnik-etnik lainnya yang ada di
mempengaruhi struktur kebutuhan, dapat Lampung, dapat mengapresiasi gagasan
menentukan kehendak seseorang atau komunitas bayangan tersebut sehingga
kelompok dalam menerapkan peranan tidak akan terjadi lagi pengesampingan
sosialnya. nilai-nilai kearifan lokal (local genius),
Pembumian kembali nilai-nilai luhur norma, dan agama dari masing-masing etnis
local genius di tengah masyarakat yang ada. Akhirnya, di tengah masyarakat
heterogen dan multikultural memiliki Lampung yang multikultural, tidak lagi
energi positif. Menurut Haba yang dikutip tumbuh sikap subjektivitas dan sikap
Abdullah (2008:34—35), kearifan lokal ekslusivitas. Sadar atau tidak, munculnya
dapat menyediakan piranti yang cukup kedua sikap ini, sekaligus dipupuk dan
lengkap, yaitu: berupa aspek kohesif yang ditambah dengan budaya yang bersumber
terdiri atas elemen perekat lintas agama, pada globalisasi; seperti gaya hidup
lintas warga, dan kepercayaan. Selain itu, konsumtif dan individualis-hedonis, akan
kearifan lokal dapat juga memberikan mengganggu harmoni dan interelasi sosial
warna kebersamaan bagi sebuah komunitas masyarakat yang telah terbina sejak lama.
dan berfungsi mendorong terbangunnya
kebersamaan, apresiasi, sekaligus sebagai C. SIMPULAN

79
Edukasi Lingua Sastra Volume 17 Nomor 2

Pendidikan harmoni berbasiskan sebagai sumbangsih pemikiran dalam upaya


nilai-nilai kearifan lokal (local genius) memperkenalkan kembali pendidikan
dalam konteks masyarakat adat Lampung harmoni berbasis local genius. Hal ini
dapat ditemukan di dalam falsafah Piil disebabkan, falsafah Piil Pesenggiri
Pesenggiri. Sebagai bentuk harga diri dan terkandung 4 (empat) pilar yang saling
martabat, idealnya, Piil Pesenggiri selalu berkelindan, yaitu: Nemui Nyimah, Nengah
melekat sejak dari lahir hingga meninggal Nyappur, Sakai Sambaian, dan Juluk
dunia. Bagi Ulun Lampung, Piil Pesenggiri Adek/Adok. Keempat nilai-nilai tersebut
dapat berperan sebagai penggerak dalam adalah pilar dan sendi-sendi Ulun
menumbuhkembangkan kesadaran akan arti Lampung dalam bermasyarakat. Nilai-nilai
penting hidup berkelompok dan mendorong falsafah hidup Piil Pesenggiri Ulun
kerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Lampung menggambarkan sebuah
Piil Pesenggiri dapat dijadikan modal komunitas yang cinta damai. Dengan
budaya untuk membangun karakter demikian, membumikan kembali produk
masyarakat Lampung secara keseluruhan— nilai-nilai kearifan lokal (local genius)
terutama dalam tujuan membangun warga dapat dijadikan media pendidikan harmoni
negara yang memiliki kesadaran hidup yang bersifat kohesif sebagai elemen
bermasyarakat yang multikultural. Dalam perekat lintas agama, lintas warga, dan
konteks masyarakat multikultural, nilai kepercayaan.
luhur Piil Pesenggiri dapat diidentifikasi

DAFTAR RUJUKAN

Abdullah, Irwan, ed. 2008. Agama dan Kearifan Lokal dalam Tantangan Global: Revitalisasi
Kearifan Lokal (Studi Resolusi Konflik di Kalimantan Barat, Maluku, dan
Poso).Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Eko,Handoyo dan Tijan. 2010. Model Pendidikan Karakter Berbasis Konservasi:


Pengalaman Universitas Negeri Semarang. Semarang: Widya Karya Press.

Fachruddin, and Haryadi. 1996. Falsafah Piil Pesenggiri sebagai Norma Tatakrama
Kehidupan Sosial Masyarakat Lampung. Bandar Lampung: CV. Arian Jaya.

Hadikusuma, Hilman. 2004. Masyarakat dan Adat Budaya Lampung. Bandung: Mandar
Maju.

Idrus, Muhammad. 2007a,b. “Makna Agama dan Budaya bagi Orang Jawa”. Dalam Jurnal
UNISIA Vol. XXX (66): 392

80
Mengingat Dan Mendekatkan Kembali Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Piil Pesenggiri) Sebagai
Dasar Pendidikan Harmoni Pada Masyarakat Suku Lampung (Masitoh)

Irianto, Sulistyowati, dan Risma Margaretha. 2011. “Piil Pesenggiri: Modal Budaya dan
Strategi Identitas Lampung". Dalam Jurnal Makara Sosial Humaniora 15 Vol.(2): 149

Iskandar Syah. 1999. Sejarah Kebudayaan Lampung. Lampung: Universitas Lampung.


Malihah, Elly. 2010. “Membangun Sinergi Positif dalam Masyarakat Multikultural”. Dalam
Jurnal Sekretariat Negara RI, No. 16: 181

Mudzhar, M. Atho. 2005. Pengembangan Masyarakat Multikultural Indonesia danTantangan


ke Depan (Tinjauan dari Aspek Keagamaan dalam Meretas Wawasan & Praksis
Kerukunan Umat Beragama di Indonesia). Jakarta: Badan Litbang dan Diklat
Keagamaan Puslitbang Kehidupan Beragama Depag RI.

Muzakki, Ahmad. 2015. Rekam Jejak Menyusun Riwayat Kota: Sebuah Kajian Etnografi
Menemukenali Geneologi Kota Metro. Metro: Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga
(Disdikpora) Kota Metro Lampung.

Muzakki, Ahmad. 2017. Memperkenalkan Kembali Pendidikan Harmoni Berbasis Kearifan


Lokal pada Masyarakat Adat Lampung. Dalam Jurnal Penamas Vol 3. (2): 262—265

Nursaid. 2015. “Integrasi Nilai Harmoni dalam Pendidikan Islam Melalui Keluarga dan
Sekolah”. Dalam Jurnal Palastren, Vol. 8 (1): 60—61

Parekh, Bikhu. Tanpa Tahun.Retinking Multiculturalism: Keberagaman Budaya dan Teori


Politik. Diindonesiakan oleh Bambang Kukuh Adi. 2008.Yogyakarta: PT Kanisius.

Prihantoro, Hijrian A. 2016. “Tekstur Baru Studi Islam: Prototipe Dialektika Agama dan
Realita”. Dalam Jurnal Millah, Vol. XV (2): 186

Sarbini, Abdurrahman dan Abu Tholib Khalik. 2010. Budaya Lampung: Versi Adat
Megou Pa’ Tulangbawang. Yogyakarta: Badan Penerbitan Filsafat UGM.

Uhi, Jannes Alexander. 2016. Filsafat Kebudayaan: Konstruksi Pemikiran Cornelis Anthonie
van Peursen dan Catatan Reflektifnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Yusuf, Himyari. 2013. Filsafat Kebudayaan, Strategi Pengembangan Kebudayaan Berbasis


Kearifan Lokal. Bandar Lampung: Harakindo Publishing.

81

Anda mungkin juga menyukai