Masitoh *)
masitohstkipm64@gmail.com
ABSRACT
This article presents about the study of remember and bring it back the local
genius based on harmony education among Lampung ethnic society. The
purpose of the study was to describe the noble values in local genius Lampung
ethnic society regarding the activities of harmonious and peaceful life in the
midst of multicultural society. The focus of the study was the philosophy of
Lampung people, it was Piil Pesenggiri that had some values: Nemui Nyimah,
Nengah Nyappur, Sakai Sambaian, and Juluk Adek/Adok. Those values were
hold tight, become spirit, source identity self, dignity, the grandeur of life, etic
code/moral (what is Good) in life of Lampung etnic society. This study were
collected throught any research paper about Piil Pesenggiri. The results showed
that Piil Pesenggiri could play a role in developing the awareness of the
importance of group life and encourage cooperation to achieve commons goals.
tangan, pandai, ramah, dan suka dalam Piil Pesenggiri dapat diolah menjadi
bergaul. Mengolah bersama
modal budaya dan modal simbolik dalam
pekerjaan besar dengan tolong-
menolong). ranah kontestasi dengan pendatang. Akan
tetapi, menurutnya, Piil Pesenggiri perlu
Melalui uraian di atas, sekurang-
redefinisi dan nilai-nilainya disegarkan
kurangnya dapat dideskripsikan bahwa
kembali (invensi). Nilai-nilai Piil
karakter dan kepribadian masyarakat adat
Pesenggiri dalam hubungannya dengan
Lampung memiliki koherensi dengan cita-
multikultur dapat dijadikan modal
cita besar pendidikan harmoni, yakni
hubungan antaretnis di Indonesia sehingga
menciptakan pola-pola kehidupan
resistensi dapat dilakukan secara halus dan
harmonis, damai, dan dinamis. Dinamika
tanpa disadari konflik dapat dieliminasi.
hidup damai tampak pada proses realisasi
Sejalan dengan itu, Nurdin
pembangunan yang sedang berjalan.
(2009:94—95) mengatakan, Piil Pesenggiri
Terlihat tidak hanya satu etnik yang
merupakan acuan moral, etika, dan
dominan dalam proses ini, tetapi juga para
pandangan hidup dinamis yang
pendatang yang berasal dari beragam etnik
mengandung nilai-nilai, ajaran moral yang
yang ada turut andil; berkontribusi, bahu-
merupakan jati diri yang terbuka untuk
membahu memajukan pembangunan di
menjawab tantangan budaya asing yang
daerah Lampung. Sinergi yang terjalin ini
cenderung negatif dalam proses
merupakan kronologis perjalanan
transformasi sosial budaya. Di lain pihak,
multikulturalis Lampung yang terkonstruksi
Yusuf (2016:172) juga mengemukakan,
sejak lama, bukan sesuatu yang tiba-tiba
nilai-nilai atau filsafat hidup masyarakat
dan instan. Dengan bermodalkan budaya
Lampung khususnya beradat Pepadun, tidak
dan adat istiadat itu, para pendahulu orang
bertentangan dengan nilai-nilai agama
Lampung telah mampu meretas tatanan
(Islam). Akan tetapi, diakui Yusuf
kehidupan masyarakat harmonis dan damai.
(2016:181—182) bahwa pada taraf tertentu,
Idealnya, keberhasilan ini bisa menjadi
dialektika antara nilai-nilai filsafat hidup
parameter bagi generasi sekarang dan yang
dengan nilai-nilai agama (Islam) masih
akan datang untuk dapat menciptakan
sering mengganggu kreativitas dan aktivitas
kembali dialog tentang nilai-nilai kearifan
kehidupan masyarakat Lampung. Hal ini
lokal ke dalam realitas keberagaman yang
berdampak pada falsafah hidup mereka
ada.
yang dikenal dengan sebutan Piil
Irianto dan Margaretha (2011:149)
Pesenggiri, menjadi terasingkan dari
mengatakan bahwa nilai yang terkandung
kehidupan masyarakat sehari-hari. Padahal,
65
Edukasi Lingua Sastra Volume 17 Nomor 2
berbagai nilai dan filsafat hidup Piil depan, kerja sama, sosial, dan perubahan
Pesenggiri secara filosofis sesungguhnya organisasi.
koheren dengan nilai-nilai Islam dan Kebudayaan menurut Parson dalam
bahkan juga relevan dengan nilai-nilai Uhi (2016:72), sebagai pola nilai dan norma
Pancasila. dominan yang menstruktur proses-proses
Berpijak pada penjelasan di atas, tindakan sosial. Oleh karenanya, jika akar
artikel ini bertujuan untuk mengingatkan budaya serta nilai-nilainya tidak lagi
dan memperkenalkan kembali nilai-nilai menjadi acuan bertindak dan bersikap—
dan falsafah hidup Piil Pesenggiri akibat terkontaminasi dan atau tereduksi,
masyarakat adat Lampung sebagai upaya akan memunculkan partisi atau sekat bagi
resolusi konflik horizontal yang terkadang masing-masing kelompok. Keberlangsung-
terjadi di tengah masyarakat. Lebih dari itu, an ini dikhawatirkan akan menimbulkan
nilai-nilai luhur yang terkandung dalam mata rantai yang hilang (missing link)
falsafah hidup Piil Pesenggiri ini dapat terhadap pemaknaan budaya yang telah
dijadikan sebagai modal dan kemandirian dikenalnya. Imbasnya, rasa kepercayaan
budaya untuk membentuk formula (feeling confidence) yang telah tertanam
pendidikan harmoni berbasis (local genius). akan luntur. Hal ini disebabkan nilai-nilai
Di tengah gelombang kemajemukan luhur yang ada dalam kearifan lokal, yang
masyarakat Lampung, konflik berposisi selama ini telah diyakini dapat dijadikan
bagaikan “bara dalam sekam” jika tersulut modal budaya sebagai “perekat” antara
sedikit masalah, akan mudah terbakar dan pribumi dan pendatang, dikesampingkan
menjadi bentuk kekerasan. keberadaannya.
Beranjak dari femomena di atas, Menyikapi kondisi ini, Idrus
anasir kebudayaan masyarakat adat (2007:392) dalam sebuah pernyataannya
Lampung tampak sedang mengalami mengingatkan bahwa pada situasi dan
pergeseran nilai dan makna. Padahal, kondisi demikian ini, hanya kemandirian
kebudayaan menjadi “hak paten” yang budayalah yang dapat memengaruhi cara
melekat dan diimplementasikan setiap pandang seseorang dalam memahami dunia.
individu, kelompok, dan masyarakat di Kuncinya, kembali pada sikap diri masing-
dalam kehidupan sehari-hari. Kebudayaan masing, bagaimana menempatkan dan
merupakan aksi, kerja nyata, tindakan serta memosisikan nilai budaya yang telah ada.
sikap, sehingga implikasi dari wujud Jangan sampai kesadaran sistem ketahanan
kebudayaan adalah berkaitan dengan masa budaya lokal yang telah terbentuk sejak
lama ini, dikesampingkan begitu saja
66
Mengingat Dan Mendekatkan Kembali Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Piil Pesenggiri) Sebagai
Dasar Pendidikan Harmoni Pada Masyarakat Suku Lampung (Masitoh)
67
Edukasi Lingua Sastra Volume 17 Nomor 2
”Piil Pesenggiri secara harfiah dan nilai-nilai ke-Tuhanan. Oleh karena itu,
berarti perbuatan atau perangai
Piil Pesenggiri merupakan local genius
manusia yang agung dan luhur di
dalam nilai dan maknanya. Oleh yang terbentuk dari akumulasi pengetahuan
karena itu, patut diteladani dan
dan kebijakan yang tumbuh berkembang
pantang untuk diingkari. Dalam
dokumen literatur resmi, Piil dalam komunitas atau masyarakat adat
Pesenggiri diartikan sebagai segala
Lampung, dalam hal ini merepresentasikan
sesuatu yang menyangkut harga diri,
perilaku, dan sikap hidup yang harus perspektif teologis, kosmologis, dan
menjaga dan menegakkan nama
sosiologis.
baik, martabat pribadi maupun
kelompok. Secara totalitas, Piil Dalam lingkup kehidupan nyata,
Pesenggiri mengandung makna
nilai-nilai kearifan lokal (local genius) adat
berjiwa besar, mempunyai
perasaan malu, rasa harga diri, Lampung sangat relevan dengan perubahan
ramah, suka bergaul, tolong-
dan perwujudan tingkah laku individu dan
menolong, dan bernama besar”.
Sementara itu, di lain pihak, masyarakat. Kebiasaan dan tingkah laku
Hadikusuma (2004:119—123) mengatakan, masyarakat yang disandarkan pada nilai
falsafah hidup Piil Pesenggiri luhur ini akan menjadi gaya hidup (life
merupakan nilai- nilai budaya kerja, yang style) dan identitas tersendiri. Oleh karena
terdiri atas: nilai- nilai produktif (Nemui itu, bagi orang Lampung, baik Pepadun
Nyimah); nilai-nilai kompetitif (Nengah maupun Saibatin—kemandirian budaya ini
Nyappur); nilai-nilai kooperatif (Sakai dapat diposisikan sebagai wasilah dan
Sambaian); dan nilai- nilai inovatif (Juluk modal berharga untuk berinteraksi dengan
Adek/Adok). Tidak hanya itu, Yusuf sesama.
(2013: 117) berpendapat, secara esensial Lampung memiliki masyarakat
falsafah hidup Piil Pesenggiri bagi multikultural sebab Provinsi Lampung
masyarakat adat Lampung, berkaitan berjuluk “Gerbang Sumetera” ini dihuni
dengan eksistensi manusia hubungannya oleh beragam etnis dan suku, seperti;
dengan Tuhan, dengan sesama manusia, Lampung, Jawa, Minangkabau, Sunda,
dan alam lingkungannya. Dengan demikian, Bali, Batak, Bugis, Madura, dan Cina.
falsafah hidup Piil Pesenggiri terus tumbuh Keberagaman yang ada di Lampung perlu
dan berkembang dalam kesadaran disadari sebagai keniscayaan dan ketetapan.
masyarakat, baik berkaitan dengan Suatu masyarakat multikultural, menurut
kehidupan yang sakral maupun yang Parekh yang dikutip Adi (2008:263), tidak
bersifat profan. Tidak hanya mengandung dapat mengabaikan tuntutan
nilai kesamaan dan kebersamaan semata, keanekaragaman. Oleh karena itu, tidak
tetapi juga falsafah ini mengandung unsur hanya masyarakat adat Lampung yang
68
Mengingat Dan Mendekatkan Kembali Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Piil Pesenggiri) Sebagai
Dasar Pendidikan Harmoni Pada Masyarakat Suku Lampung (Masitoh)
bertugas menjaga “gawang” keberagaman bahasa. Hal inilah yang kemudian disebut
tersebut, melainkan para pendatang pun banyak orang, Lampung sebagai daerah
berkewajiban dan bertanggung jawab multikultural. Kondisi ini patut disyukuri
menjaga keberagaman yang telah bersama. Akan tetapi, dalam spektrum yang
digariskan itu. Realitas keragaman luas, multikultural di daerah ini diibaratkan
(heterogenitas atau diversitas) masyarakat bagai pisau yang bermata dua. Di satu sisi
dan kebudayaan di Lampung harus diakui menjadikan bangsa ini kaya akan khazanah
secara jujur, diterima dengan lapang dada, kebudayaan, di sisi lain, rentan akan
dikelola dengan cermat, dan dijaga dengan benturan, perselisihan, dan konflik. Oleh
penuh rasa syukur serta tanggung jawab sebab itu, ketika melaksanakan hidup dan
oleh seluruh elemen masyarakat yang ada. kehidupan di wilayah yang “serba”
Secara kodrati, keberlangsungan multikulutural, menurut Prihantoro
hidup bersama dan saling ketergantungan (2016:186), perlu menilik dan meninjau
merupakan kebutuhan dasar (basic needs) kembali konsep the other (yang lain: orang
manusia untuk bertahan hidup. Untuk dapat lain, agama/bangsa/budaya lain)—supaya
membangun masyarakat multikultural, tidak diacuhkan atau dikesampingkan
menurut Mudzhar (2005:18—19). paling keberadaannya begitu saja. Pernyataan ini,
tidak diperlukan 3 (tiga) pilar utama, yaitu: secara tidak langsung melatarbelakangi
1. adanya para pengambil kebijakan munculnya konsep pendidikan harmoni.
publik yang adil dan mampu Dari sisi teori pengembangan pendidikan,
mengantisipasi dampak negatif yang peluang ilmiah ini dapat dikaji dan
akan ditimbulkan oleh kebijakan dikembangkan keberadaanya untuk
publik yang akan diambilnya; dijadikan model atau formulasi pendidikan
2. adanya para pemimpin agama yang baru pada kawasan atau daerah yang
berwawasan kebangsaan yang luas dan beragam atau multikultural.
lebih mengedepankan agama sebagai Meski untuk kali pertamanya,
nilai daripada agama institusional; pendidikan harmoni merupakan istilah
3. adanya masyarakat yang berpendidikan pendidikan yang popular di Indonesia
dan rasional dalam menyikapi bagian timur, khususnya di Provinsi
keragaman keagamaan (religious Sulawesi Tengah. Akan tetapi, tidak
market) dan perubahan sosial. menutup kemungkinan, model pendidikan
Memang sudah menjadi kehendak ini akan bermanfaat bagi daerah lain.
Illahi, Lampung ditakdirkan memiliki Membangun dan merawat harmoni
keragaman agama, etnis, budaya, dan (perdamaian) bukanlah pekerjaan yang
69
Edukasi Lingua Sastra Volume 17 Nomor 2
70
Mengingat Dan Mendekatkan Kembali Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Piil Pesenggiri) Sebagai
Dasar Pendidikan Harmoni Pada Masyarakat Suku Lampung (Masitoh)
Nyimah, Nengah Nyappur, Sakai Sambaian, dan bahasa. Pelajaran ini mengisyaratkan
dan Juluk Adek/Adok. jika masyarakat adat Lampung telah
1.1 Nemui Nyimah: Pola Komunikasi mengawali dan menunjukkan jati dirinya
Hangat dan Terbuka untuk dapat hidup berdampingan secara
Bagi orang Lampung, Nemui Nyimah harmonis dengan siapa pun dengan setulus-
merupakan prinsip penghargaan dan tulusnya.
konsepsi tata nilai yang ditafsirkan sebagai Dari hasil wawancara Ahmad
wujud rasa kepedulian sosial, Muzakki (23 September 2015) Hidayat
kesetiakawanan, dan nilai-nilai Sanjaya mengatakan, “Masyarakat adat
kemanusiaan (human interest) lainnya. Lampung selalu terbuka dengan siapa saja.
Prinsip dan sikap di atas dapat ditujukan Kami tidak mau menutup diri, bahkan
dan ditunjukkan kepada siapa pun yang menolak tamu yang datang. Kami ingin
datang (bertamu), asalkan niat tulus memiliki banyak saudara, kawan, dan
membangun dan mengembangkan daerah teman. Sikap keramahtamahan dan mau
Lampung. Hal ini terbukti pada wujud sikap menerima orang lain tersebut adalah suatu
ramah dan mau menerima yang ditunjukkan bukti bahwa kami selalu berpegang teguh
kepada para kaum kolonis (baca; sebutan pada nilai-nilai filosofis, sebagaimana yang
para transmigran di zaman Belanda) yang telah diwariskan nenek moyang kami.”
berasal dari Pulau Jawa pada saat itu. Sementara itu, menurut Sarbini dan
Wujud rasa keberterimaan dari Khalik (2010:31), perilaku dan sikap ini
masyarakat adat Lampung itu berupa selaras dengan makna Nemui Nyimah
kerelaan dan ketulusan dari masyarakat adat secara bahasa. Nemui berarti menerima
Lampung Buay Nuban saat menghibahkan tamu dan Nyimah berarti memberikan
sebagian tanah leluhurnya untuk dijadikan sesuatu tanpa pamrih—kata ini dapat juga
lahan garapan dan permukiman bagi diartikan royal. Tampaknya, prinsip dan
saudara barunya yang berasal dari Jawa, konsep Nemui Nyimah mendeskripsikan
(Muzakki, 2015:90). warna dan ciri khas mutual identity
Kronologi di atas memperlihatkan, masyarakat adat Lampung yang terbuka,
masyarakat adat Lampung memiliki mau menerima, memegang prinsip tinggi,
keluhuran perilaku, sikap, dan budi pekerti. dan menghormati kepada siapa pun yang
Peristiwa tersebut mengandung nilai akan berkunjung dan dikunjungi. Dengan
fundamen, yakni dalam konteks menolong demikian, seseorang sudah dapat dikatakan
dan “menerima tamu”, mereka tidak pernah Simah apabila dia telah mampu
mempersoalkan latar belakang suku, agama, memberikan sesuatu kepada orang lain.
71
Edukasi Lingua Sastra Volume 17 Nomor 2
Inilah salah satu sifat dan ciri khas orang menjalani aktivitas kehidupan. Apabila
Lampung, yaitu: rasa memiliki hutang budi. nilai-nilai ini terinternalisasi dengan baik,
Dalam konteks masyarakat Lampung tidak menutup kemungkinan akan lahir
yang multikultural, ditambah dengan era generasi-generasi tangguh, kuat, dan tanpa
“dunia tanpa batas” (borderless world), pamrih, yang dapat memikul tugas berat
menemukan dan mengembangkan kembali sebagai pencipta sistem integrasi sosial
sikap-sikap yang terdapat dalam mutual yang harmonis di tengah-tengah
identity adalah keniscayaan. Penemuan masyarakat.
kembali nilai-nilai ini dapat dijadikan Secara tekstual dan kontekstual, nilai-
karakter dan modal dalam berkomunikasi nilai karakter yang terkandung dalam
secara luas. Aspek komunikasi menjadi falsafah Nemui Nyimah merupakan
kanal, sebagai pintu masuk mewujudkan kemandirian budaya dari masyarakat adat
tatanan masyarakat yang harmonis. Faktor setempat, sebagai pola komunikasi dan
utama yang memiliki kontribusi terhadap interaksi di tengah masyarakat.
terciptanya perdamaian pada suatu Terwujudnya pola dan saluran komunikasi
masyarakat adalah saluran komunikasi yang efektif akan membuka peluang bagi
yang efektif. Terdapat dua landasan untuk anggota masyarakat untuk dapat
menciptakan integrasi suatu sistem sosial, berkontribusi bagi perkembangan
yaitu: (1) suatu masyarakat yang masyarakatnya. Dengan menggunakan
terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus di pola-pola komunikasi yang efektif ini,
antara norma-norma kemasyarakatan yang problematika yang muncul di tengah
bersifat universal dan fundamental; (2) masyarakat dapat didiskusikan dan
karena bermacam-macam anggota diselesaikan dengan baik. Sebaliknya jika
masyarakat sekaligus menjadi anggota dari saluran komunikasi yang ada “tersumbat”,
berbagai kesatuan sosial. problematika yang sedang dihadapi dapat
Berkenaan dengan itu, Nemui Nyimah menimbulkan potensi ketidakharmonisan,
merupakan prinsip-prinsip dalam akan muncul benih-benih perpecahan
berkomunikasi yang berhasil digali dari antaranggota masyarakat terutama pada
khazanah lokal genius adat setempat. masyarakat yang heterogen. Sekali lagi,
Dalam taraf implementasi, Nemui Nyimah Nemui Nyimah merupakan bentuk nilai-
menjadi pengetahuan (knowledge), nilai kearifan lokal (local genius)
sekaligus keyakinan (conviction) bagi masyarakat adat Lampung yang dapat
pelakunya, sehingga menjadi penuntun dijadikan modal budaya, sebagai fondasi
(guide) dan pedoman (orientation) dalam dalam membangun anatomi pendidikan
72
Mengingat Dan Mendekatkan Kembali Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Piil Pesenggiri) Sebagai
Dasar Pendidikan Harmoni Pada Masyarakat Suku Lampung (Masitoh)
73
Edukasi Lingua Sastra Volume 17 Nomor 2
74
Mengingat Dan Mendekatkan Kembali Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Piil Pesenggiri) Sebagai
Dasar Pendidikan Harmoni Pada Masyarakat Suku Lampung (Masitoh)
bentuk aplikasi pertolongan ini tidak hanya konstruk pendidikan harmoni di tengah
terbatas pada sesuatu yang bersifat material, masyarakat multikultural.
melainkan juga dalam arti moral, termasuk
sumbangan tenaga, pemikiran, dan lain 1.4 Juluk Adek/Adok: Fadilat dan
sebagainya. Dengan demikian, Sakai Keluhuran Budi Pekerti
Sambaian berarti tolong-menolong dan Juluk Adek/Adok merupakan sebuah
bergotong-royong, artinya memahami gelar kehormatan secara adat yang
makna kebersamaan atau guyub. diberikan kepada seseorang remaja atau
Eksistensi Sakai Sambaian hakikatnya dewasa yang telah mapan. Konteks
menunjukkan rasa partisipasi serta mapan di sini tidak hanya dimaknai
solidaritas yang tinggi terhadap berbagai sebagai orang yang telah mampu atau
kegiatan pribadi dan sosial kemasyarakatan kuasa secara materi semata. Akan tetapi,
pada umumnya. lebih dari itu, yakni apabila seseorang telah
Selanjutnya, dalam ruang dan konteks mampu mengaplikasikan,
bernegara, wujud nyata Sakai Sambaian mengejawantahkan, dan
selaras dengan ideologi Pancasila, yang menginternalisasikan pilar-pilar penyangga
secara jelas meniscayakan untuk bergotong- sebelumnya (Nemui Nyimah, Nengah
royong. Demikian halnya dengan adat Nyappur, Sakai Sambaian). Sebagaimana
Lampung, seseorang akan merasa kurang dikatakan Abu Tholib Khalik Gelar
terpandang apabila tidak mampu Tuan Gusti Adat bahwa orang yang
berpartisipasi dalam suatu kegiatan telah memiliki Bejuluk Beadek, tidaklah
kemasyarakatan yang ada di sekitarnya. menjamin bahwa dia harus punya prestise
Sikap dan karakter ini menggambarkan di dalam masyarakat. Salah satu penyebab
rasa toleransi kebersamaan. Oleh sebab orang tersebut bernilai karena menjalankan
itulah, mereka rela memberikan apa saja faktor-faktor lainnya, seperti Nemui
apabila pemberiannya memiliki nilai Nyimah, Nengah Nyappur, dan Sakai
manfaat bagi orang atau anggota Sambayan, (hasil wawancara Muzakkir,
masyarakat lain yang membutuhkan. Etos 2015).
Sakai Sambaian ini dapat diterjemahkan Memperhatikan uraian di atas, Juluk
dan diinternalisasikan dengan baik secara Adek/Adok dapat dikatakan sebagai
bersamaan oleh Ulun Lampung dan para prestise dan keluhuran budi pekerti yang
pendatang maka tidak mustahil akan menjadi “pamungkas” seseorang setelah
menjadi bagian penting bagi terciptanya berkontribusi secara nyata dalam kehidupan
bermasyarakat. Proses memperoleh gelar
75
Edukasi Lingua Sastra Volume 17 Nomor 2
(adek/adok) tidaklah mudah, tetapi harus tidaklah terjadi secara tiba-tiba. Seseorang
melewati tahap dan syarat tertentu setelah hendaknya telah memiliki konsep
memperoleh prestasi. Maksudnya, kesempurnaan diri, memiliki tata krama dan
seseorang telah melakukan perubahan yang berpegang teguh pada titie gemati adat
urgen dalam kehidupan manusia, seperti atau hidup tertib. Dengan kata lain,
pencanangan idealisme atau cita-cita dan indikator kesempurnaan diri bagi Ulun
tercapainya cita-cita yang luhur di tengah Lampung adalah manakala dia telah
masyarakat. Setelah tahapan itu terlaksana, mampu menginternalisasikan konsep Nemui
peristiwa semacam ini tidak dapat dibiarkan Nyimah, Nengah Nyappur, dan Sakai
begitu saja, harus diperingati dan diberi Sambaian dalam kehidupan sehari-hari di
hadiah berupa gelar kehormatan secara tengah masyarakat yang majemuk.
adat. Dasar inilah yang kemudian Juluk
Adek/Adok ditafsirkan dengan makna 2. Piil Pesenggiri: Jantung Pendidikan
inovatif. Biasanya, inovasi yang dilakukan Harmoni Berbasis Nilai-nilai Kearifan
bersifat terus-menerus; antara idealisme Lokal
hingga menjadi sebuah realita. Berdasarkan (Local Genius)
realita atau cita-cita yang telah diraihnya itu Menggagas pendidikan harmoni berbasis
maka dia berhak mendapatkan Juluk nilai-nilai kearifan lokal (local genius)
Adek/Adok. bukanlah suatu perkara yang mudah.
Terwujudnya gelar adat seseorang Muzakki (2017:95) mengatakan, suku dan
harus dibarengi dengan perjuangan dalam etnis yang ada di Lampung masing-masing
meningkatkan kesempurnaan diri, hidup telah memiliki bentuk dan jenis local
tertib, dan memiliki tata krama. Kesemua genius-nya sendiri. Namun, dengan
ini akan dapat terwujud apabila telah meminjam istilah Johnson & Johnson,
mempraktikkan nilai-nilai yang terkandung penguatan identitas menjadi titik tekan
dalam Nemui Nyimah, Nengah Nyappur, dalam menumbuhkan pendidikan harmoni.
dan Sakai Sambaian. Dalam realitas Mengapa? Oleh karena di dalam penguatan
sosial, tata krama seseorang akan menjadi berpendar sikap-sikap positif yang
indikator dan penilaian orang terhadap diri senantiasa perlu diupayakan agar tumbuh
seseorang. Apabila seseorang mengabaikan berkembang pada setiap manusia. Adapun
ketiga prinsip tersebut, akan sulit untuk salah satu sikap positif yang mesti
mendapatkan gelar atau Juluk Adek/Adok. dikembangkan adalah sikap menjadikan
Menindaklanjuti hal di atas, identitas budaya tinggi sebagai basis nilai
penyematan gelar adat (Juluk Adek/Adok) dalam masyarakat plural. Identitas budaya
76
Mengingat Dan Mendekatkan Kembali Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Piil Pesenggiri) Sebagai
Dasar Pendidikan Harmoni Pada Masyarakat Suku Lampung (Masitoh)
itu dengan sendirinya dapat bertindak konsepsi nilai yang hidup di alam pikiran
sebagai identitas komunikasi dari sistem sebagian besar masyarakatnya, yang
perilaku verbal dan nonverbal, yang sekaligus berfungsi sebagai pedoman
memiliki arti dan yang dibagikan di antara tertinggi bagi sikap mental, cara berpikir,
anggota kelompok, yang memiliki rasa dan tingkah laku manusia. Secara bersama
saling memiliki dan yang membagi tradisi, kedua aspek ini menegaskan bahwa di
warisan, bahasa, dan norma-norma yang mana ada pendidikan, di situ kebudayaan
sama. menyertainya. Oleh sebab itu, tidak ada
Sejalan dengan itu, konstruksi budaya kebudayaan tanpa pendidikan dan begitu
dan nilai-nilai budaya lokal Piil Pesenggiri pula praksis pendidikan selalu berada dalam
memiliki urgensi sebagai simbol dan lingkup kebudayaan.
identitas masyarakat adat Lampung. Dalam konteks masyarakat adat
Mestinya, nilai-nilai ini menjelma dalam Lampung, Piil Pesenggiri memiliki ruang
karakter dan kepribadian sebagai identitas yang seluas-luasnya untuk menciptakan
komunikasi bagi setiap individu yang ada. pendidikan harmoni. Piil Pesenggiri;
Oleh karena itu, dengan sendirinya, simbol Nemui Nyimah, Nengah Nyappur, Sakai
dan identitas ini akan menjadi “pakem”, Sambaian, dan Juluk Adek/Adok dapat
penuntun, dan penghubung bagi masyarakat menjadi modal budaya dan “denyut
adat dalam berinteraksi. Konstruksi budaya jantung" bagi terwujudnya harga diri dan
dan kearifan lokal semacam ini dipercayai martabat. Jika hal ini terpenuhi, dengan
dan diakui sebagai elemen penting yang sendirinya seseorang akan menjadi
mampu mempertebal kohesi sosial di antara sempurna (baca; insan kamil) yang
warga masyarakat. Dengan demikian, local memiliki produktivitas di bidangnya
genius dapat menjadi basis dan tata kelola masing-masing, memiliki daya saing yang
menciptakan pendidikan harmoni bagi sangat tinggi, mampu melaksanakan kerja
masyarakat. sama yang baik, kooperatif, dan
Proses pendidikan harmoni berbasis menemukan inovasi-inovasi baru. Sebagai
local genius merupakan upaya berkelindan produk local genius masyarakat adat
dua unsur sekaligus, yaitu unsur pendidikan Lampung, Piil Pesenggiri mengandung inti
dan kebudayaan. Di satu sisi, pendidikan ajaran nilai-nilai sosial (social values), etika
bertugas mentransformasikan sistem sosial atau moralitas (morality values), dan nilai
budaya dari satu generasi ke generasi yang keagamaan (relegious values).
lain. Sementara di sisi lain, di tengah- Keberadaan dan posisi Piil Pesenggiri
tengah masyarakat telah terdapat konsepsi- sebagai falsafah hidup bagi tuan rumah
77
Edukasi Lingua Sastra Volume 17 Nomor 2
78
Mengingat Dan Mendekatkan Kembali Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Piil Pesenggiri) Sebagai
Dasar Pendidikan Harmoni Pada Masyarakat Suku Lampung (Masitoh)
premis dan nilai-nilai budaya lama melalui sebuah mekanisme bersama untuk
bentuk-bentuk pendidikan. Memperhatikan menepis berbagai kemungkinan yang dapat
hal ini maka upaya dan strategi meredusir, bahkan merusak solidaritas
menemukenali kembali nilai-nilai budaya komunal, yang dipercaya berasal dan
merupakan keniscayaan yang harus segera tumbuh di atas kesadaran bersama, dari
diwujudkan di era modern ini. Mengingat, sebuah komunitas yang terintegrasi.
banyak upaya pelemahan yang dilakukan Kiranya, dalam konteks masyarakat
dengan berbagai cara dan metode terhadap multikultural, perlu ada upaya dari masing-
sistem ketahanan budaya lokal secara masif. masing kelompok etnik untuk secara
Penyampingan dan upaya pelemahan nilai- legowo merevitalisasi budaya etniknya agar
nilai kearifan lokal dapat memengaruhi mampu menyerap nilai-nilai eksternal
kesadaran berbudaya kita. Hal ini membuat universal; seperti demokrasi, perdamaian,
posisi budaya dan nilai-nilainya semakin kontekstual dengan kondisi struktur sosial,
lemah, terpojokkan, dan terpinggirkan. ekonomi, politik, dan budaya. Dengan
Padahal, menurut Talcott yang dikutip demikian, dalam perspektif multikultural
Malihah (2010:181), nilai-nilai kebudayaan masyarakat Lampung—etnik Lampung
dapat menjiwai kepribadian dan maupun etnik-etnik lainnya yang ada di
mempengaruhi struktur kebutuhan, dapat Lampung, dapat mengapresiasi gagasan
menentukan kehendak seseorang atau komunitas bayangan tersebut sehingga
kelompok dalam menerapkan peranan tidak akan terjadi lagi pengesampingan
sosialnya. nilai-nilai kearifan lokal (local genius),
Pembumian kembali nilai-nilai luhur norma, dan agama dari masing-masing etnis
local genius di tengah masyarakat yang ada. Akhirnya, di tengah masyarakat
heterogen dan multikultural memiliki Lampung yang multikultural, tidak lagi
energi positif. Menurut Haba yang dikutip tumbuh sikap subjektivitas dan sikap
Abdullah (2008:34—35), kearifan lokal ekslusivitas. Sadar atau tidak, munculnya
dapat menyediakan piranti yang cukup kedua sikap ini, sekaligus dipupuk dan
lengkap, yaitu: berupa aspek kohesif yang ditambah dengan budaya yang bersumber
terdiri atas elemen perekat lintas agama, pada globalisasi; seperti gaya hidup
lintas warga, dan kepercayaan. Selain itu, konsumtif dan individualis-hedonis, akan
kearifan lokal dapat juga memberikan mengganggu harmoni dan interelasi sosial
warna kebersamaan bagi sebuah komunitas masyarakat yang telah terbina sejak lama.
dan berfungsi mendorong terbangunnya
kebersamaan, apresiasi, sekaligus sebagai C. SIMPULAN
79
Edukasi Lingua Sastra Volume 17 Nomor 2
DAFTAR RUJUKAN
Abdullah, Irwan, ed. 2008. Agama dan Kearifan Lokal dalam Tantangan Global: Revitalisasi
Kearifan Lokal (Studi Resolusi Konflik di Kalimantan Barat, Maluku, dan
Poso).Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Fachruddin, and Haryadi. 1996. Falsafah Piil Pesenggiri sebagai Norma Tatakrama
Kehidupan Sosial Masyarakat Lampung. Bandar Lampung: CV. Arian Jaya.
Hadikusuma, Hilman. 2004. Masyarakat dan Adat Budaya Lampung. Bandung: Mandar
Maju.
Idrus, Muhammad. 2007a,b. “Makna Agama dan Budaya bagi Orang Jawa”. Dalam Jurnal
UNISIA Vol. XXX (66): 392
80
Mengingat Dan Mendekatkan Kembali Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Piil Pesenggiri) Sebagai
Dasar Pendidikan Harmoni Pada Masyarakat Suku Lampung (Masitoh)
Irianto, Sulistyowati, dan Risma Margaretha. 2011. “Piil Pesenggiri: Modal Budaya dan
Strategi Identitas Lampung". Dalam Jurnal Makara Sosial Humaniora 15 Vol.(2): 149
Muzakki, Ahmad. 2015. Rekam Jejak Menyusun Riwayat Kota: Sebuah Kajian Etnografi
Menemukenali Geneologi Kota Metro. Metro: Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga
(Disdikpora) Kota Metro Lampung.
Nursaid. 2015. “Integrasi Nilai Harmoni dalam Pendidikan Islam Melalui Keluarga dan
Sekolah”. Dalam Jurnal Palastren, Vol. 8 (1): 60—61
Prihantoro, Hijrian A. 2016. “Tekstur Baru Studi Islam: Prototipe Dialektika Agama dan
Realita”. Dalam Jurnal Millah, Vol. XV (2): 186
Sarbini, Abdurrahman dan Abu Tholib Khalik. 2010. Budaya Lampung: Versi Adat
Megou Pa’ Tulangbawang. Yogyakarta: Badan Penerbitan Filsafat UGM.
Uhi, Jannes Alexander. 2016. Filsafat Kebudayaan: Konstruksi Pemikiran Cornelis Anthonie
van Peursen dan Catatan Reflektifnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
81