Nama Kelompok : 1. Faradilla Hafizhah (23303020) 2. Fitriyatunnisa (23303023) 3. Indri Yani Adrevi (23303026) 4. Kartika Simanjuntak (23303029) 5. Levira Okri (23303032) 6. Mel Lati Afriani (23303035)
1. Apa kekuatan konteks sosio-kultural (nilai-nilai luhur budaya) di daerah Anda
yang sejalan dengan pemikiran KHD? Konteks dan nilai dalam budaya lokal juga menjadi unsur penting dalam mendidik anak. Pengertian dari sosio-kultural adalah gagasan atau sistem yang mengatur tingkah laku manusia. Soekanto (2004: 3) menyatakan bahwa Sosio-Kultural adalah suatu wadah atau proses yang menyangkut hubungan antara manusia dankebudayaan. Dimana proses tersebut menyangkut tingkah laku manusia dan diatur olehnya, terjadi proses yang saling mengikat antara unsur-unsur kebendaan dan spiritual. Menurut KHD, mendidik dan mengajar adalah proses memanusiakan manusia, sehingga harus memerdekakan manusia dan segala aspek kehidupan baik secara fisik, mental, jasmani dan rohani. Meskipun mengajar dan mendidik memiliki perbedaan, keduanya merupakan elemen yang penting dalam pendidikan. Mengajar berfokus pada transfer pengetahuan dan keterampilan akademis, sementara mendidik lebih luas dan mencakup pembentukan kepribadian, nilai-nilai, dan keterampilan sosial. Ki Hajar Dewantara (KHD) dalam pemikirannya menjelaskan bahwa pendidikan dan pengajaran di Indonesia merupakan upaya yang dilakukan sebagai usaha bersama dalam mempersiapkan dan menyediakan kebutuhan hidup manusia baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun berbudaya. Upaya tersebut dilakukan sebagai langkah untuk mempersiapkan pelajar Indonesia sebagai masyarakat global namun sesuai dengan Pancasila dan kearifan lokal. Oleh sebab itu tujuan utama dari pendidikan nasional harus sejalan dengan pemikiran KHD. Budaya minangkabau yang menjadi dasar dalam pendidikan anak yaitu : a. Kato nan ampek Kato Nan Ampek adalah aturan yang mengikat bagi putera/i Minangkabau dalam berkomunikasi dan mengungkapkan pemikirannya di kehidupannya sehari-hari. Semakin halus penghayatan seseorang terhadap Kata Yang Empat ini, semakin bernilailah keberadatan orang yang bersangkutan. Sebaliknya, bagi mereka yang tak menerapkan Kato Nan Ampek ini dalam berkomunikasi, semakin rendahlah keadabannya (disebut dengan celaan : Tidak tahu adat). Kato nan ampek ini terdiri dari : 1. Kato Mandaki (kata mendaki), maksudnya bagaimana kita menyatakan pikiran kita baik dalam komunikasi dengan maupun ketika kita membicarakan tentang seseorang yang posisinya lebih tua dari kita, seperti orangtua, guru, ulama, tokoh masyarakat, termasuk pemimpin negara. Merupakan hal yang terlarang kita menyebut mereka dengan namanya saja, atau memberi kata sandang ‘Si’. 2. Kato Manurun (kata menurun) adalah cara berkomunikasi dengan atau membicarakan tentang seseorang yang posisinya di muda dari kita atau memang kepada remaja dan bocah. 3. Kato Mandata (kata mendatar), merupakan cara berbahasa dengan teman sebaya dalam pergaulan. 4. Kato Malereng (kata melereng), adalah bagaimana cara berkomunikasi dengan pihak yang rasanya janggal apabila mengungkapkan perasaan/ pikiran kepadanya secara gamblang dan terus terang. Dalam kata melereng ini digunakan kata-kata berkiasbanding. Umpama komunikasi antara mertua dengan menantu dan sebaliknya. b. Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah bertujuan untuk memperjelas kembai jati diri etnis Minangkabau sebagai sumber harapan dan kekuatan yang mampu menggerakkan ruang lingkup kehidupan. Penerapan Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah merupakan kolaborasi antara adat dan agama yang diaplikan dalam kehidupan sosial budaya Minangkabau. Hal ini dapat dilakukan dengan pembinaan generasi muda di surau-surau, masjid dan lembaga yang ada di setiap kelurahan dan nagari. Ada empat macam adat yang sudah disepakati di Minangkabau, yaitu adaik nan sabana adaik (adat yang sebenar adat), adaik nan diadai- kan (adat yang diadatkan), adaik nan taradaik (adat yang teradat), dan adaik istiadaik (adat istiadat). Adat yang sebenar adat merupakan ajaran Islam yang bersumber pada kitab suci Al Qur'an dan Hadits. Adat yang diadatkan merupakan aturan-aturan yang mengatur kehidupan masyarakat. Adat yang teradat merupakan ketentuan adat yang disusun di nagari untuk menjalankan adat nan sabana adat, serta adat nan diadatkan. Adat istiadat merupakan jenis adat Minangkabau yang dibuat oleh para pemangku adat, pemerintahan nagari dan lainnya terhadap sebuah masalah atau kondisi tertentu.
2. Bagaimana pemikiran KHD dapat dikontekstualkan sesuai dengan nilai-nilai
luhur kearifan budaya daerah asal yang relevan menjadi penguatan karakter peserta didik sebagai individu sekaligus sebagai anggota masyarakat pada konteks lokal sosial budaya di daerah Anda? Ki Hajar Dewantara menekankan pentingnya pendidikan yang berbasis budaya lokal. Ia percaya bahwa pendidikan harus memperkuat identitas dan kearifan budaya setempat. Dalam konteks ini, pemikiran Ki Hajar Dewantara dapat dikontekstualkan dengan nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah Minangkabau, seperti: a. Gotong Royong: Ki Hajar Dewantara mengajarkan pentingnya kerjasama dan saling membantu dalam pendidikan. Nilai gotong royong ini dapat dikontekstualkan dengan kearifan budaya daerah Minangkabau yang juga menghargai kerjasama dan kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari. b. Adat Istiadat: Ki Hajar Dewantara menghormati adat istiadat setempat dan mengajarkan peserta didik untuk menghargai dan memahami adat istiadat daerah asal mereka. Dalam konteks Minangkabau, nilai-nilai adat istiadat seperti adanya upacara Tabuik, batagak panghulu, turun mandi dan lain sebaginya c. Seni dan Budaya: Ki Hajar Dewantara mendorong pengembangan seni dan budaya sebagai bagian integral dari pendidikan. Di daerah Minangkabau, seni dan budaya seperti tari piring, randai dan saluang merupakan warisan budaya yang kaya. Mengintegrasikan seni dan budaya lokal dalam pendidikan dapat memperkuat karakter peserta didik dan membangun rasa kebanggaan terhadap identitas budaya mereka. 3. Sepakati satu kekuatan pemikiran KHD yang menebalkan laku peserta didik di kelas atau sekolah Anda sesuai dengan konteks lokal sosial budaya di daerah Anda yang dapat diterapkan. Satu kekuatan pemikiran KHD yang menebalkan laku peserta didik di kelas sesuai dengan konteks lokal sosial budaya yaitu pendidikan yang berbudaya. Di daerah Minangkabau, seni dan budaya seperti tari piring, randai dan saluang merupakan warisan budaya yang kaya. Mengintegrasikan seni dan budaya lokal dalam pendidikan dapat memperkuat karakter peserta didik dan membangun rasa kebanggaan terhadap identitas budaya mereka.