Anda di halaman 1dari 9

DIKLAT PENYULUH AGAMA NON-PNS

“ AGAMA DAN KEARIFAN LOKAL “

Oleh

H. Abdul Hamid.S,Ag M.M.Pd

Widyaiswara Ahli Madya IV/c

KEMENTERIAN AGAMA

BALAI DIKLAT KEAGAMAAN BANJARMASIN

TAHUN 2020

1
2
Agama & K e a r i f a n L o k a l
Oleh :

H.Abdul Hamid.S,Ag M.M.Pd.


Pembina Utama Muda IV/c

A. Pendahuluann
Pendidikan karakter saat ini memang menjadi isu utama pendidikan, selain
menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa, pendidikan karakter
inipun diharapkan mampu menjadi pondasi utama dalam mensukseskan Indonesia
Emas 2025. Dalam UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada
Pasal 3, menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.

Selanjutnya pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa Jalur pendidikan


terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal dapat saling melengkapi dan
memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar
dalam keberhasilan pendidikan. Peserta didik mengikuti pendidikan di sekolah hanya
sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari 30%. Selebihnya (70%), peserta didik berada
dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu,
pendidikan di sekolah berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil pendidikan
peserta didik.

Selama ini, pendidikan informal terutama dalam lingkungan keluarga belum


memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan
pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan aktivitas kerja orang tua yang
relatif  tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak di lingkungan
keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh media elektronik
ditengarai bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pencapaian hasil
belajar peserta didik. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan

3
tersebut adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu memadukan dan
mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan keluarga dengan
pendidikan formal di sekolah. Dalam hal ini, waktu belajar peserta didik di sekolah
perlu dioptimalkan agar peningkatan mutu hasil belajar dapat dicapai, terutama dalam
pembentukan karakter peserta didik .

Dengan demikian jelas sekali bahwa fungsi dan tujuan pendidikan di setiap
jenjang berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu
bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Hal
ini dapat dibuktikan dari hasil penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali
Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata
oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh
kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan,
bahwa kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80
persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil
dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini
mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk
ditingkatkan. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan
dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan
kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan
berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.

B. Pengertian
Kearifan lokal didefinisikan sebagai suatu kekayaan budaya lokal yang
mengandung kebijakan hidup; pandangan hidup (way of life) yang mengakomodasi
kebijakan (wisdom) dan kearifan hidup. Di Indonesia yang kita kenal sebagai
Nusantara, kearifan lokal itu tidak hanya berlaku secara lokal pada budaya atau etnik
tertentu, tetapi dapat dikatakan bersifat lintas budaya atau lintas etnik sehingga
membentuk nilai budaya yang bersifat nasional.
Indonesia juga terdapat kearifan lokal yang menuntun masyarakat kedalam hal
pencapaian kemajuan dan keunggulan, etos kerja, serta keseimbangan dan
keharmonisan alam dan sosial. Dalam hal keharmonisan sosial dan alam, hampir
semua budaya di Indonesia mengenal  prinsip gotong royong dan toleransi. Dalam
suku tertentu yang bermukim di pedalaman juga dikenal kearifan lokal yang bersifat
menjaga dan melestarikan alam sehingga alam (misalnya kayu di hutan) hanya
dimanfaatkan seperlunya, tidak dikuras habis.

4
Sumber daya alam yang melimpah di negeri ini kadang-kadang juga tidak
menjadi berkah. Gas alam diekspor ke luar negeri dengan harga jual yang lebih
rendah daripada harga jual untuk pasar dalam negeri. Hutan dieksploitasi secara luar
biasa untuk mengejar perolehan devisa yang pada akhirnya hanya mendatangkan
kerusakan ekosistem alam yang disusul dengan bencana (banjir;longsor).
Kearifan lokal dapat dipandang sebagai identitas bangsa, terlebih dalam konteks
Indonesia yang memungkinkan kearifan lokal bertransformasi secara lintas budaya
yang pada akhirnya melahirkan nilai budaya nasional. Di Indonesia,  kearifan lokal
adalah filosofi dan pandangan hidup yang mewujud dalam berbagai bidang kehidupan
(tata nilai sosial dan ekonomi, arsitektur, kesehatan, tata lingkungan, dan sebagainya).
Pancasila sebagai ideologi negara pada dasarnya telah mengakomodasi kearifan
lokal yang hidup di Nusantara (antara lain nilai gotong royong sehingga salah satu sila
Pancasila adalah “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”). UUD 1945 (yang
dijiwai oleh Pancasila) juga mengamanatkan hal yang sama, terutama  dalam Pasal
33. Akan tetapi, saat ini Pancasila dapat dikatakan menjadi sekadar aksesori politik
belaka.
Kearifan lokal (yang sesungguhnya dapat dipandang sebagai identitas bangsa)
tidak akan bermakna apa pun tanpa dukungan ideologi yang berpihak kepadanya.
Dalam konstelasi global, ketika perang dingin telah berakhir dengan runtuhnya Uni
Soviet (dan negara yang masih menganut Marxisme pun telah menerapkan sistem
ekonomi kapitalistik seperti Cina dan Vietnam), tanpa ideologi yang berpihak pada
kepentingan nasional, kita akan semakin kehilangan identitas dalam percaturan global
dan hanyut dalam arus globalisasi yang “didikte” oleh negara maju.

C. Ciri-Ciri Kearifan Lokal


Kearifan Lokal memiliki beberapa ciri-ciri, yaitu :
1. Mempunyai kemampuan mengendalikan.
2. Merupakan benteng untuk bertahan dari pengaruh budaya luar.
3. Mempunyai kemampuan mengakomodasi budaya luar.
4. Mempunyai kemampuan memberi arah perkembangan budaya.
5. Mempunyai kemampuan mengintegrasi atau menyatukan budaya luar dan budaya
asli.
Kearifan Lokal merupakan pengetahuan eksplisit yang muncul dari periode yang
panjang dan berevolusi bersama dengan masyarakat dan lingkungan di daerahnya

5
berdasarkan apa yang sudah dialami. Jadi dapat dikatakan, kearifan lokal disetiap
daerah berbeda-beda tergantung lingkungan dan kebutuhan hidup.
Contoh Kearifan Lokal
1. Hutan Larangan Adat ( Desa Rumbio Kec. Kampar Prov. Riau ) Kearifan
Lokal ini dibuat dengan tujuan untuk agar masyarakat sekitar bersama-sama
melestarikan hutan disana, dimana ada peraturan untuk tidak boleh menebang
pohon dihutan tersebut dan akan dikenakan denda seperti beras 100 kg atau
berupa uang sebesat Rp 5.000.000,-  jika melanggar.
2. Awig-Awig ( Lombok Barat dan Bali )
Merupakan aturan adat yang menjadi pedoman untuk bertindak dan bersikap
terutama dalam hal berinteraksi dan mengolah sumber daya alam dan lingkungan
didaerah Lombok Barat dan Bali.
3. Cingcowong ( Sunda / Jawa Barat ) Merupakan upacara untuk meminta hujan,
tradisi Cingcowong ini dilakukan turun temurun oleh masyarakat Luragung guna
untuk melestarikan budaya serta menunjukan bagaimana suatu permintaan
kepada yang Maha Kuasa apabila tanpa adanya patuh terhadap perintahNya.
4. Bebie ( Muara Enim – Sumatera Selatan ) Merupakan tradisi menanam dan
memanen padi secara bersama-sama dengan tujuan agar pemanenan padi cepat
selesai, dan setelah panen selesai akan diadakan perayaan sebagai bentuk rasa
syukur atas panen yang sukses.

D. Pendidikan Karakter
Azra memberikan pengertian bahwa pendidikan merupakan suatu proses di
mana suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan
dan ntuk memenuhi tujuan hidup secara efektif dan 7 Ditegaskan bahwa pendidikan
lebih dari sekedar pengajaran. Pendidikan adalah suatu proses di mana suatu bangsa
atau negara membina dan mengembangkan kesadaran diri di antara individu-
individu.
Jadi, pendidikan pada dasarnya merupakan upaya Peningkatan kemampuan
sumber daya manusia supaya dapat menjadi manusia yang mandiri serta dapat
berkonstribusi terhadap masyarakat dan bangsanya.
Proses pendidikan yang profesional dapat membentuk karakter peserta didik.
Karakter dapat dimiliki apabila kita memiliki integritas. Menurut McCain, integritas
adalah kesetiaan pada nurani dan kejujuran pada diri sendiri sehingga akan
membentuk karakter. Karena itu, inti dari integritas adalah kejujuran pada diri sendiri

6
maupun kepada orang lain. Masih menurut McCain bahwa prinsip tersebut merupakan
harta milik yang terpenting. Bukan penampilan, kemampuan, bakat, kenyamanan atau
kenikmatan, pekerjaan, rumah, mobil, mainan, berapa banyak teman yang mereka
miliki, atau berapa banyak uang yang mereka hasilkan, namun kejujuran merupakan
harta yang tidak ternilai dapat memberikan ketenangan hidup. Oleh karena itu,
McCain dalam bukunya “Karakter-Karakter yang Menggugah Dunia” mengisahkan
individu yang memiliki karakter istimewa yang membawa hidup dan dunia mereka
lebih baik. Karakter tersebut membawa keteguhan dalam menjalani kehidupan yang
penuh tantangan, penuh semangat yang tinggi dan tidak mengenal lelah untuk
mencapai cita-cita.
Dalam kisah sukses tokoh-tokoh, mereka pasti memiliki karakter yang
istimewa dalam mengatasi permasalahan yang ada pada dirinya. Karakter-karakter
tersebut seperti kejujuran, rasa hormat, kesetiaan, martabat, idealisme, berbudi luhur,
kepatuhan, anggung jawab, kerja sama, keberanian, kendali diri, kepercayaan diri,
kelenturan, penuh harapan, cinta kasih, belas kasih, toleransi, pengampunan,
kemurahan hati, keadilan, merendahkan diri, penuh syukur, humor, kesantunan, cita-
cita, keingin tahuan, antusiasme, keunggulan, mencintai orang lain tanpa pamrih dan
kepuasaan hidup. Pengertian karakter merupakan standar-standar batin yang
terimplementasi dalam berbagai bentuk kualitas diri.
Heritage Foundation merumuskan beberapa bentuk karakter yang harus ada
dalam setiap individu bangsa Indonesia, di antaranya adalah: cinta kepada Allah dan
alam semesta beserta isinya, tanggung jawab, disiplin, mandiri, jujur, hormat dan
santun, kasih sayang, peduli dan kerja sama, percaya diri, kreatif, kerja keras dan
pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan, baik dan rendah hati, toleransi, cinta
damai dan persatuan. Dst.
perilaku buruk. Sebaliknya, apabila seseorang berperilaku jujur, suka
menolong, tentulah orang tersebut memanifestasikan karakter mulia. Kedua,istilah
karakter erat kaitannya dengan “personality ”. Seseorang baru bisa disebut ‘orang
yang berkarakter’ (a person of character ) apabila tingkah lakunya sesuai kaidah
moral.

E. Simpulan
- Kearifan Lokal merupakan pengetahuan eksplisit yang muncul dari periode
yang panjang dan berevolusi bersama dengan masyarakat dan lingkungan di

7
daerahnya berdasarkan apa yang sudah dialami. Jadi dapat dikatakan, kearifan
lokal disetiap daerah berbeda-beda tergantung lingkungan dan kebutuhan hidup.
- Membangun karakter melalui kearifan lokal mengandung nilai-nilai yang
relevan dan berguna bagi pendidikan. Oleh karena itu pendidikan karakter
berbasis kearifan lokal dapat dilakukan dengan merevitalisasi budaya lokal.
Untuk mewujudkan pendidikan karakter berbasis kearifan lokal memerlukan
adanya pengertian, pemahaman, kesadaran, kerja sama, dan partisipasi seluruh
elemen warga belajar.
- Dalam dialektika hidup-mati (sesuatu yang hidup akan mati), tanpa pelestarian
dan revitalisasi, kearifan lokal pun suatu saat akan mati. Bisa jadi, nasib
kearifan lokal mirip pusaka warisan leluhur, yang setelah sekian generasi akan
lapuk dimakan rayap. Sekarang pun tanda pelapukan kearifan lokal makin kuat
terbaca.
- Kearifan lokal acap kali terkalahkan oleh sikap masyarakat yang makin
pragmatis, yang akhirnya lebih berpihak pada tekanan dan kebutuhan ekonomi.
Sebagai contoh, di salah satu wilayah hutan di Jawa Barat, mitos pengeramatan
hutan yang sesungguhnya bertujuan melestarikan hutan/alam telah kehilangan
tuahnya sehingga masyarakat sekitar dengan masa bodoh membabat dan
mengubahnya menjadi lahan untuk berkebun sayur.
-

8
Daftar Pustaka
- Azyumardi Azra, “Paradigma Baru Pendidikan Nasional Rekonstruksi dan
Demokratisasi. Jakarta: Kompas, 2002, h.4.
- Dahana, Radhar Panca. 2011. “Saya Mohon Ampun” dalam Kompas, 20 April
2011,  Jakarta.
- Hargens, Boni. 2011. “Indonesia, ‘Halo Soekarno” dalam Kompas, 16 April
2011,  Jakarta.
- Jati, Wasisto Raharjo. 2011. “Pembangunan Gerus Kearifan Lokal” dalam
Kompas, 20 April 2011, Jakarta.
- Kartodirdjo, Sartono. 1994a. Kebudayaan Pembangunan dalam Perspektif
Sejarah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
- Kartodirdjo, Sartono. 1994b. Pembangunan Bangsa tentang Nasionalisme,
Kesadaran dan Kebudayaan Nasional. Yogyakarta: Aditya Media.
- Koentjaraningrat, 1984. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Cetakan ke-
11. Jakarta: Gramedia.
- Koentjaraningrat, 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Cetakan ke-6. Jakarta:
Aksara Baru.
- McCain, John & Mark Salter. Karakter-Karakter yang Menggugah Dunia. Terj.
T. Hermaya, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009. h.50-53.
- Muhtadi, Dedi. 2011. “Ketika Kearifan Lokal Tergerus Zaman” dalam Kompas,
23 April 2011, Jakarta.
- Sedyawati, Edi. 2007. Keindonesiaan dalam Budaya: Buku 1 Kebutuhan
Membangun Bangsa yang Kuat. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.
- Sedyawati, Edi. 2008. Keindonesiaan dalam Budaya: Buku 2 Dialog Budaya
Nasional dan Etnik, Peranan Industri Budaya dan Media Massa, Warisan
Budaya dan Pelestarian Dinamis. Jakarta: Wedatama Widya Sastra

Anda mungkin juga menyukai