Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Globalisasi selalu diikuti dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan


teknologi. Hal ini telah memberi dampak signifikan dalam berbagai aspek
konstelasi kehidupan, tak terkecuali dalam membangun paradigma masyarakat
yang menjadikan kondisi ini sebagai sebuah sistem nilai kehidupan. Keadaan ini
berpotensi untuk melahirkan marginalisasi budaya yang pada akhirnya akan
mereduksi nilai budaya otentik dan hilangnya identitas bangsa. Selain dari itu
keadaan ini telah membawa dampak buruk pada rendahnya karakter bangsa
Indonesia, yang tidak mampu menjadikan nilai budaya sebagai perisai dalam
menjalani kehidupan di tengah perubahan dan dinamika budaya yang
berkembang. Pendidikan sebagai sektor esensial dalam kehidupan manusia yang
merupakan syarat mutlak dalam membangun sebuah peradaban tinggi, hendaknya
mampu menjalankan perannya dalam pengembangan mutu manusia Indonesia
seutuhnya berdasarkan pendekatan budaya atau dalam latar kehidupan sosial
budaya yang dinamis dan berpijak pada kearifan nilai budaya bangsa Indonesia,
sehingga pendidikan dapat menjalankan fungsinya untuk mempertahankan dan
menjaga sistem nilai budaya yang bertujuan untuk mengembangkan karakter
insan-insan pendidikan Indonesia. Pendidikan berbasis kearifan Etnik merupakan
pendidikan yang berorientasi pada upaya untuk menjaga kelestarian budaya dari
reduksi akibat globalisasi serta menumbuhkan sikap positif dan konstruktif demi
terciptanya integrasi sosial yang harmonis dalam kehidupan masyarakat. Selain
dari itu, tujuan utama pendidikan kearifan Etnik adalah untuk membekali
insaninsan pendidikan yang memiliki kemampuan adaptif, dan futuristik yang
mengedepankan aspek intelektual, aspek moral dan sosial kultural, serta sebagai
upaya dalam mewujudkan harapan masa depan bangsa Indonesia sebagai bangsa
yang bermartabat dan memiliki identitas kepribadian.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa hakikat pedagogik yang berbasis kearifan lokal?


2. Mengapa tujuan pedagogik berbasis kearifan lokal?
3. Bagaimana implementasi pedagogik yang berbasis kearifan lokal?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Kearifan Lokal

Kearifan lokal berasal dari dua kata, yaitu kearifan (wisdom), dan lokal
(local). Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami
sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan,
bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Kearifan
lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi
geografis dalam arti luas. “Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu
yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai
lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal”
(Permana 2012).

Secara umum, budaya lokal atau budaya daerah dimaknai sebagai budaya
yang berkembang di suatu daerah, yang unsur-unsurnya adalah budaya suku
bangsa yang tinggal di daerah itu. Dalam pelaksanaan pembangunanan
berkelanjutan oleh adanya kemajuan teknologi membuat orang lupa akan
pentingnya tradisi atau kebudayaan masyarakat dalam mengelola lingkungan,
seringkali budaya lokal dianggap sesuatu yang sudah ketinggalan di abad
sekarang ini, sehingga perencanaan pembangunan seringkali tidak melibatkan
masyarakat.

Kearifan lokal sesungguhnya mengandung banyak sekali keteladanan dan


kebijaksanaan hidup. Pentingnya kearifan lokal dalam pendidikan kita secara luas
adalah bagian dari upaya meningkatkan ketahanan nasional kita sebagai sebuah
bangsa. Budaya nusantara yang plural dan dinamis merupakan sumber kearifan
lokal yang tidak akan mati, karena semuanya merupakan kenyataan hidup (living
reality) yang tidak dapat dihindari.

B. Hakikat Pedagogik Berbasis Kearifan Lokal

3
Indonesia merupakan negeri majemuk yang ditandai dengan kebudayaan
nusantara yang sangat beragam dan kaya, baik budaya, suku, agama, Bahasa dan
adat istiadat. Dalam kemajemukan tersebut masyarakat Indonesia perlu menjaga
kerukunan hidup dalam suatu interaksi sosialantarwarga yang harmonis
internalisasi nilai esensial, yakni sikap saling menghargai. Namun, hal tersebut
seakan menjadi konssep wacana semata. Sikap primordialisme berbasis budaya,
suku, agama dan lainnya kian menguat dan mengakibatkan degradasi terhadap
nilai-nilai persatuan yang berdampak pada adanya disentegrasi dan perpecahan.
Kondisi tersebut menjadi gema lonceng kematian bagi bangsa Indonesia sehingga
perlu adanya upaya penanggulangan untuk menghadapi problematika tersebut
yaitu yang hanya dapat diwujudkan melalui pendidikan yang berbasis kearifan
lokal.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa kearifan lokal adalah


suatu tatanan kehidupan masyarakat lokal, baik social maupun politik, ekonomi
dan budaya yang bersifat dinamis berkelanjutan dalam bentuk seperrangkat
aturan, pengetahuan, ketrampilan, serta tata nilai dan etika yang mengatur tatanan
sosial komunitas yang terus hidup dan berkembang dari generasi ke generasi.

Pendidikan Menurut John Dewey1 adalah proses pembentukan kecakapan


fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia.
Tujuan pendidikan dalam hal ini agar generasi muda sebagai penerus dapat
menghayati, memahami, mengamalkan nilai-nilai atau norma-norma tersebut
dengan cara mewariskan segala pengalaman, pengetahuan, kemampuan dan
keterampilan yang melatar belakangi nilai-nilai dan norma-norma hidup dan
kehidupan.

Berdasarkan pendapat di atas, pendidikan sebagai pranata sosial tidak


hanya berfungsi untuk melakukan transformasi yaitu perubahan dan pembaharuan
masyarakat beserta nilai-nilai budayanya, melainkan juga berfungsi dalam
melakukan konservasi, yaitu untuk mentransmisikan/ mewariskan atau
melestarikan nilai-nilai budaya masyarakat dan atau mempertahankan
kelangsungan eksistensi masyarakat. Hal ini sejalan dengan pendapat Zhang &

1
Muslich, M. Pendidikan Karakter.( Jakarta : Bumi Aksara, 2011), hlm. 67

4
Cheng2 yang mengungkapkan bahwa nilai adalah inti dari sebuah sistem budaya,
dan inti budaya terdiri atas serangkaian konsep pada umumnya dan sistem nilai
pada khususnya. Selain dari itu pendidikan sebagai pranata sosial yang melakukan
fungsi konservatif di dasari atas pertimbangan bahwa di dalam masyarakat
terdapat nilai-nilai, pengetahuan, dan perilakuperilaku berpola yang masih relevan
dan dipandang baik yang harus tetap dilestarikan. Hal ini sejalan dengan pendapat
Alwasilah3yang mengungkapkan bahwa pendidikan dipandang bermakna
deliberatif, artinya setiap masyarakat berusaha mentransmisikan dan
mengabadikan gagasan kehidupan yang baik, yang berasal dari kepercayaan
masyarakat yang fundamental yang berkenaan dengan hakikat dunia,
pengetahuan, dan nilai-nilai. Dalam kaitannya, pendidikan sebagai pranata sosial
yang memiliki fungsi konservatif berfokus pada sebuah tinjauan kearifan etnik
yang merupakan bentuk revitalisasi atau menghidupkan kembali spirit kekayaan
kultural yang pada gilirannya akan mewarnai pendidikan Indonesia dalam
menemukan identitas dirinya. Berdasarakan pengertian diatas, dasarnya
pendidikan tidak dapat dilepaskan dari suatu kebudayaan yang terdapat pada
sebuah nilai-nilai kemasyarakatan.

C. Tujuan Pedagogik Berbasis Kearifan Lokal

Proses pendidikan tidak dapat dilakukan secara seragam melainkan harus


memahami konteks kultural dari hasil identifikasi pada khazanah budaya lokal
sebagai pranata sosial secara fungsional berperan sebagai seperangkat teknik
pemecahan masalah yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Tilaar 4 “ pengenalan budaya lokal


kepada peserta didik sangat diperlukan sehingga mereka dapat menghayati
budayanya dan dirinya sendiri”. Dengan demikian, lembaga pendidikan sebagai
pusat budaya juga merupakan pusat dialog dan komunikasi antar warga lokal

2
Lutan, R. Keniscayaan Pluralitas Budaya Daerah: Analisis Dampak Sistem Nilai Budaya
terhadap Eksistensi Bangsa.( Bandung : Angkasa, 2011), hlm. 32
3
Alwasilah, A. C, et al. Etnopedagogi : Landasan Praktik Pendidikan dan Pendidikan Guru.
(Bandung : Kiblat Buku Utama, 2009), hlm. 16
4
Tilaar, H.A.R. Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia. (Jakarta : Rineka
Cipta, 2002)

5
sehingga dapat bertukar pikiran, kerja sama, saling menghargai dan memandang
perbedaan sebagai potensi yang berguna bagi berbagai pihak. Dan pendidikan
kearifan lokal merupakan salah satu strategi dalam membangun keberadaban
bangsa Indonesia dengan nilai dan praktik-praktik kebijaksanaan.

D. Implementasi Pedagogik Berbasis Kearifan Lokal

Implementasi pendidikan berbasis kearifan lokal merupakan sebuah proses


internalisasi nilai-nilai budaya yang dilakukan secara terencana dan terprogram
yang diorientasikan pada kesadaran akan pentingnya budaya lokal sebagai
identitas diri yang harus dijaga, dilestarikan, dikembangkan dan dijadikan
pedoman hidup. Akan tetapi, dalam kenyataan, budaya lokal mengalami
keterasingan pada posisinya dalam dinamika kehidupan yang berformat global.
Hal ini disebabkan oleh paradigma masyarakat yang menganggap budaya lokal
dan segala yang berada didalamnya bukanlah menjadi bagian dari kehidupan
modern. Kejadian ini merupakan dampak dari globalisasi yang telah mengaburkan
batasan geografis dan demografis berimplikasi pada kemestian adanya kompetensi
budaya dalam berbagai profesi. Nieto dan Booth5 menyatakan, “With increasing
globalization, cultural competence is steadily becoming essential for all
professionals to be more effective.” Pengintegrasian kompetensi budaya dalam
berbagai profesi akan menjadi penentu kebermaknaan pelayanan profesisional,
termasuk juga dalam layanan pendidikan.

Oleh karena itu, budaya lokal semakin mengalami alienasi yang


sebenarnya menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan.dan salah satu langkah
preventif untuk menanggulangi keadaan tersebut adalah melalui sebuah langkah
strategis. Sebagaimana yang dikemukakan Asmani6 bahwa terdapat tahapan
strategi implementasi sekolah berbasis kearifan lokal sebagai berikut:

1. Tahap Inventarisasi Keunggulan Lokal

5
Nieto, C., Booth, M.Z. Cultural Competence: Its Influence on the Teaching and Learning of
International Education. (dalam Jurnal of Studies in International Education, 2010), 14 (4), 406-425.
6
Asmani, J.M. Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal. (Yogyakarta : Diva Press, 2012)

6
Tahap ini dilakukan untuk mengidentifikasi seluruh keunggulan
lokal yang ada di daerah yang meliputi sumber daya manusia, sumber daya
alam, geografis, sejarah, dan budaya melalui teknik observasi, wawancara
atau studi literature.
2. Tahap Analisis Kesiapan Suatu Pendidikan
Pada tahap ini pendidik ditugaskan menganalisa semua keunggulan
internal dan eksternal satuan pendidikan yang dilihat dari berbagai aspek
dengan mengelompokkan keunggulan yang berkaitan satu sama lain.
3. Tahap Penentuan Tema dan Jenis Keunggulan Lokal
Tahap ini mempertimbangkan tiga hal, yaitu:
a.) Hasil inventarisasi keungggulan lokal yang dihasilkan
b.) Hasil analisis internal dan eksternal suatu pendidikan
c.) Minat dan bakat peserta didik

Anda mungkin juga menyukai