PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
Kearifan lokal berasal dari dua kata, yaitu kearifan (wisdom), dan lokal
(local). Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami
sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan,
bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Kearifan
lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi
geografis dalam arti luas. “Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu
yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai
lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal”
(Permana 2012).
Secara umum, budaya lokal atau budaya daerah dimaknai sebagai budaya
yang berkembang di suatu daerah, yang unsur-unsurnya adalah budaya suku
bangsa yang tinggal di daerah itu. Dalam pelaksanaan pembangunanan
berkelanjutan oleh adanya kemajuan teknologi membuat orang lupa akan
pentingnya tradisi atau kebudayaan masyarakat dalam mengelola lingkungan,
seringkali budaya lokal dianggap sesuatu yang sudah ketinggalan di abad
sekarang ini, sehingga perencanaan pembangunan seringkali tidak melibatkan
masyarakat.
3
Indonesia merupakan negeri majemuk yang ditandai dengan kebudayaan
nusantara yang sangat beragam dan kaya, baik budaya, suku, agama, Bahasa dan
adat istiadat. Dalam kemajemukan tersebut masyarakat Indonesia perlu menjaga
kerukunan hidup dalam suatu interaksi sosialantarwarga yang harmonis
internalisasi nilai esensial, yakni sikap saling menghargai. Namun, hal tersebut
seakan menjadi konssep wacana semata. Sikap primordialisme berbasis budaya,
suku, agama dan lainnya kian menguat dan mengakibatkan degradasi terhadap
nilai-nilai persatuan yang berdampak pada adanya disentegrasi dan perpecahan.
Kondisi tersebut menjadi gema lonceng kematian bagi bangsa Indonesia sehingga
perlu adanya upaya penanggulangan untuk menghadapi problematika tersebut
yaitu yang hanya dapat diwujudkan melalui pendidikan yang berbasis kearifan
lokal.
1
Muslich, M. Pendidikan Karakter.( Jakarta : Bumi Aksara, 2011), hlm. 67
4
Cheng2 yang mengungkapkan bahwa nilai adalah inti dari sebuah sistem budaya,
dan inti budaya terdiri atas serangkaian konsep pada umumnya dan sistem nilai
pada khususnya. Selain dari itu pendidikan sebagai pranata sosial yang melakukan
fungsi konservatif di dasari atas pertimbangan bahwa di dalam masyarakat
terdapat nilai-nilai, pengetahuan, dan perilakuperilaku berpola yang masih relevan
dan dipandang baik yang harus tetap dilestarikan. Hal ini sejalan dengan pendapat
Alwasilah3yang mengungkapkan bahwa pendidikan dipandang bermakna
deliberatif, artinya setiap masyarakat berusaha mentransmisikan dan
mengabadikan gagasan kehidupan yang baik, yang berasal dari kepercayaan
masyarakat yang fundamental yang berkenaan dengan hakikat dunia,
pengetahuan, dan nilai-nilai. Dalam kaitannya, pendidikan sebagai pranata sosial
yang memiliki fungsi konservatif berfokus pada sebuah tinjauan kearifan etnik
yang merupakan bentuk revitalisasi atau menghidupkan kembali spirit kekayaan
kultural yang pada gilirannya akan mewarnai pendidikan Indonesia dalam
menemukan identitas dirinya. Berdasarakan pengertian diatas, dasarnya
pendidikan tidak dapat dilepaskan dari suatu kebudayaan yang terdapat pada
sebuah nilai-nilai kemasyarakatan.
2
Lutan, R. Keniscayaan Pluralitas Budaya Daerah: Analisis Dampak Sistem Nilai Budaya
terhadap Eksistensi Bangsa.( Bandung : Angkasa, 2011), hlm. 32
3
Alwasilah, A. C, et al. Etnopedagogi : Landasan Praktik Pendidikan dan Pendidikan Guru.
(Bandung : Kiblat Buku Utama, 2009), hlm. 16
4
Tilaar, H.A.R. Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia. (Jakarta : Rineka
Cipta, 2002)
5
sehingga dapat bertukar pikiran, kerja sama, saling menghargai dan memandang
perbedaan sebagai potensi yang berguna bagi berbagai pihak. Dan pendidikan
kearifan lokal merupakan salah satu strategi dalam membangun keberadaban
bangsa Indonesia dengan nilai dan praktik-praktik kebijaksanaan.
5
Nieto, C., Booth, M.Z. Cultural Competence: Its Influence on the Teaching and Learning of
International Education. (dalam Jurnal of Studies in International Education, 2010), 14 (4), 406-425.
6
Asmani, J.M. Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal. (Yogyakarta : Diva Press, 2012)
6
Tahap ini dilakukan untuk mengidentifikasi seluruh keunggulan
lokal yang ada di daerah yang meliputi sumber daya manusia, sumber daya
alam, geografis, sejarah, dan budaya melalui teknik observasi, wawancara
atau studi literature.
2. Tahap Analisis Kesiapan Suatu Pendidikan
Pada tahap ini pendidik ditugaskan menganalisa semua keunggulan
internal dan eksternal satuan pendidikan yang dilihat dari berbagai aspek
dengan mengelompokkan keunggulan yang berkaitan satu sama lain.
3. Tahap Penentuan Tema dan Jenis Keunggulan Lokal
Tahap ini mempertimbangkan tiga hal, yaitu:
a.) Hasil inventarisasi keungggulan lokal yang dihasilkan
b.) Hasil analisis internal dan eksternal suatu pendidikan
c.) Minat dan bakat peserta didik