Anda di halaman 1dari 22

Manajemen Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Winarno

A. Pendahuluan
Sebagai sebuah profesi, guru dituntut memiliki empat (4) kompetensi
yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional (UU No 14
tahun 2005; Permendiknas No 16 tahun 2007). Yang dimaksud dengan
kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta
didik. Yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan
kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi
teladan peserta didik. Yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah
kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Yang
dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk
berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik,
sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Jadi adalah
suatu hal yang ideal apabila keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam
kinerja seorang guru.
Terkait dengan kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik
(kompetensi pedagogik) inilah guru berkepentingan untuk melakukan
manajemen pembelajaran. Istilah manajemen secara luas dipahami sama
dengan istilah pengelolaan, atau pengaturan. Jadi dengan melakukan
manajemen pembelajaran pada dasarnya guru melakukan proses pen gelolaan
atau pengaturan kegiatan pembelajaran untuk para siswa. Untuk memiliki
kemampuan ini, tentu saja guru perlu memahami hal-hal apa saja yang
berkaitan dengan manajemen pembelajaran

B. Pengertian Manajemen Pembelajaran


Kata manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno “ménagement”, yang
memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Kata manajemen mungkin
berasal dari bahasa Italia “maneggiare” yang berarti “mengendalikan,”
terutamanya “mengendalikan kuda” yang berasal dari bahasa latin “manus”
yang berati “tangan”. Kata ini lalu terpengaruh dari bahasa Perancis manège
yang berarti “kepemilikan kuda” (yang berasal dari Bahasa Inggris yang berarti
seni mengendalikan kuda), dimana istilah Inggris ini juga berasal dari bahasa
Italia. Bahasa Prancis lalu mengadopsi kata ini dari bahasa Inggris menjadi
ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur.
(www.id.wikipedia.org/wiki/manajemen)
Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara
universal. Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai
seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa
seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk

1
mencapai tujuan organisasi. Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen
sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan
pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan
efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan,
sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar,
terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.
Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan
melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer
dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan. Fungsi manajemen
dapat dikatakan sebagai tugas-tugas yang harus dilakukan oleh seorang
manajer. Fungsi manajemen pertama kali diperkenalkan oleh seorang
industrialis Perancis bernama Henry Fayol pada awal abad ke-20. Ketika itu, ia
menyebutkan lima fungsi manajemen, yaitu merancang, mengorganisir,
memerintah, mengordinasi, dan mengendalikan. Namun saat ini, kelima fungsi
tersebut telah diringkas menjadi empat, yaitu perencanaan, pengorganis asian,
pengarahan, dan pengevaluasian.
Perencanaan adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan
sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan
perusahaan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu.
Manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum mengambil
tindakan dan kemudian melihat apakah rencana yang dipilih cocok dan dapat
digunakan untuk memenuhi tujuan perusahaan. Perencanaan merupakan
proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan,
fungsi-fungsi lainnya tak dapat berjalan.
Fungsi kedua adalah pengorganisasian atau organizing. Pengorganisasian
dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan -
kegiatan yang lebih kecil. Pengorganisasian mempermudah manajer dalam
melakukan pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk
melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi tersebut. Pengorganisasian
dapat dilakukan dengan cara menentukan tugas apa yang harus dikerjakan,
siapa yang harus mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas tersebut
dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas tersebut, pada
tingkatan mana keputusan harus diambil.
Pengarahan atau directing adalah suatu tindakan untuk mengusahakan
agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai
dengan perencanaan manajerial dan usaha-usaha organisasi. Jadi actuating
artinya adalah menggerakkan orang-orang agar mau bekerja dengan sendirinya
atau penuh kesadaran secara bersama-sama untuk mencapai tujuan yang
dikehendaki secara efektif. Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah
kepemimpinan (leadership).
Pengevaluasian atau evaluating dalah proses pengawasan dan
pengendalian performa perusahaan untuk memastikan bahwa jalannya

2
perusahaan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Seorang manajer
dituntut untuk menemukan masalah yang ada dalam operasional perusahaan,
kemudian memecahkannya sebelum masalah itu menjadi semakin besar.
Belajar menurut Gagne dalam Dahar (1989) dapat didefinisikan sebagai
suatu proses dimana suatu oganisma berubah perilakunya sebagai akibat dari
pengalaman. Belajar pada hakekatnya adalah suatu aktivitas yang
mengharapkan perubahan tingkah laku pada diri individu yang sedang belajar
(Diknas, 2004) Dari konsep belajar muncul istilah pembelajaran. Degeng dalam
Wena (2009) mengartikan pembelajaran sebagai upaya membelajarkan siswa.
Gagne dan Briggs mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu rangkaian events
(kondisi, peristiwa, kejadian, dsb ) yang secara sengaja dirancang untuk
mempengaruhi pembelajar, sehingga proses belajarnya dapat berlangsung
mudah (Diknas, 2004)
Pembelajaran bukan hanya terbatas pada kegiatan yang dilakukan guru,
seperti halnya dengan konsep mengajar. Pembelajaran mencakup semua
kegiatan yang mungkin mempunyai pengaruh langsung pada proses belejar
manusia. Pembelajaran mencakup pula kejadian-kejadian yang diturunkan oleh
bahan-bahan cetak, gambar, program radio, televisi, film, slide maupun
kombinasi dari bahan –bahan itu. Bahkan saat ini berkembang pembelajaran
dengan pemanfaatan berbagai program komputer untuk pembelajaran atau
dikenal dengan e –learning.
Berpijak dari konsep manajemen dan pembelajaran, maka konsep
manajemen pembelajaran dapat diartikan proses mengelola yang meliputi
kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengendalian (pengarahan) dan
pengevaluasian kegiatan yang berkaitan dengan proses membelajarkan si
pebelajar dengan mengikutsertakan berbagai faktor di dalamnya guna
mencapai tujuan. Dalam “memanaje” atau mengelola pembelajaran, manajer
dalam hal ini guru melaksanakan berbagai langkah kegiatan mulai dari
merencanakan pembelajaran, mengorganisasikan pembelajaran, mengarahkan
dan mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan. Pengertian manajemen
pembelajaran demikian dapat diartikan secara luas dalam arti mencakup
keseluruhan kegiatan bagaimana membelajarkan siswa mulai dari perencanaan
pembelajaran sampai pada penilaian pembelajaran.
Pendapat lain menyatakan bahwa manajemen pembelajaran merupakan
bagian dari strategi pembelajaran yaitu strategi pengelolaan pembelajaran
(Made Wena, 2009). Manajemen pembelajaran termasuk salah satu dari
manajemen implementasi kurikulum berbasis kompetensi (Diknas, 2004)
Manajemen yang lain adalah manajemen sumber daya manusia, manajemen
fasilitas, dan manajemen penilaian. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam hal
menajemen pembelajaran sebagai berikut; jadwal kegiatan guru-siswa; strategi
pembelajaran; pengelolaan bahan praktik; pengelolaan alat bantu; pembelajaran
ber-tim; program remidi dan pengayaan; dan peningkatan kualitas

3
pembelajaran. Pengertian manajemen di atas hanya berkaitan dengan kegiatan
yang terjadi selama proses interaksi guru dengan siswa baik di luar kelas
maupun di dalam kelas. Pengertian ini bisa dikatakan sebagai konsep
manajemen pembelajaran dalam pengertian sempit.
Dengan berpijak dari beberapa pernyataan di atas, kita dapat
membedakan konsep manajemen pembelajaran dalam arti luas dan dalam arti
sempit. Manajemen pembelajaran dalam arti luas berisi proses kegiatan
mengelola bagaimana membelajarkan si pebelajar dengan kegiatan yang
dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan atau pengendalian
dan penilaian. Sedang manajemen pembelajaran dalam arti sempit diartikan
sebagai kegiatan yang perlu dikelola oleh guru selama terjadinya proses
interaksinya dengan siswa dalam pelaksanaan pembelajaran. Selanjutnya
dalam makalah ini yang dimaksudkan manajemen pembelajaran adalah
manajemen pembelajaran dalam arti luas. Kegiatan mengelola pembelajaran
mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan atau pengendalian dan
penilaian perlu dilakukan oleh manajer (guru) dengan maksud agar mencapai
tujuan pembelajaran yang diinginkan. Seorang guru PKn penting sekali untuk
memahami dan berikutnya mampu melaksanakan manajemen pembelajaran
secara benar pada mata pelajaran PKn di sekolah.

C. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran di sekolah


Menurut Udin S Winatapura (2001), pendidikan kewarganegaraan atau
citizenship education sudah menjadi bagian inheren dari instrumentasi serta
praksis pendidikan nasional Indonesia dalam lima status. Pertama, sebagai
mata pelajaran di sekolah. Kedua, sebagai mata kuliah di perguruan tinggi. Ketiga,
sebagai salah satu cabang pendidikan disiplin ilmu pengetahuan sosial dalam kerangka
program pendidikan guru. Keempat, sebagai program pendidikan politik yang dikemas
dalam bentuk Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Penataran
P4) atau sejenisnya yang pernah dikelola oleh Pemerintah sebagai suatu crash
program. Kelima, sebagai kerangka konseptual dalam bentuk pemikiran individual
dan kelompok pakar terkait, yang dikembangkan sebagai landasan dan
kerangka berpikir mengenai pendidikan kewarganegaraan dalam status perta-
ma, kedua, ketiga, dan keempat. Berdasar pendapat di atas maka pendidikan
kewarganegaraan sebagai mata pelajaran di sekolah merupakan satu dari lima
status PKn yang praksis di Indonesia.
Pada perkembangan terakhir kurikulum persekolahan di Indonesia yang
lebih dikenal dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),
pendidikan kewarganegaraan sebagai mata pelajaran dimunculkan dengan
nama mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (Permendiknas No 22
tahun 2006). Sebelumnya pendidikan kewarganegaraan bernama mata
pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Berdasar
permendiknas No 22 tahun 2006 tersebut , Pendidikan Kewarganegaraan

4
diartikan sebagai mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan
warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan
kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil,
dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan
tujuan dari pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) Berpikir secara kritis, rasional, dan
kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan, (2) Berpartisipasi secara aktif
dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi, (3) Berkembang
secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter -
karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-
bangsa lainnya , (4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan
dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi.
Adapun standar isi atau yang menjadi materi kajian mata pelajaran PKn
di sekolah mencakup 8 ruang lingkup. Kedelapan runag lingkup kajian tersebut
adalah :
1. Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan,
Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda,
Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam
pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik
Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan
2. Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga,
Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan -
peraturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, Sistim hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan
internasional
3. Hak asasi manusia meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban
anggota masyarakat, Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan,
penghormatan dan perlindungan HAM
4. Kebutuhan warga negara meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri
sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan
mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri ,
Persamaan kedudukan warga negara
5. Konstitusi Negara meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang
pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia,
Hubungan dasar negara dengan konstitusi
6. Kekuasan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan,
Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan
sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat
madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi

5
7. Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi
negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-
nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi
terbuka
8. Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri
Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional
dan organisasi internasional, dan Mengevaluasi globalisasi.

Menyimak maksud dan tujuan dari mata pelajaran Pendidikan


Kewarganegaraan di atas, maka Pendidikan Kewarganegaraan memiliki dan
sejalan dengan tiga fungsi pokok pendidikan kewarganegaraan sebagai wahana
pengembangan warganegara yang demokratis yakni mengembangkan
kecerdasan warganegara (civic intellegence), membina tanggung jawab
warganegara (civic responsibility) dan mendorong partisipasi warganegara (civic
participation). Tiga kompetensi warganegara ini sejalan pula dengan tiga
komponen pendidikan kewarganegaraan yang baik yaitu pengetahuan
kewarganegaraan (civic knowledge), ketrampilan kewarganegaraan (civic skills),
dan karakter kewarganegaraan (civic dispositions) (Branson. 1998). Warganegara
yang memiliki pengetahuan kewarganegaraan akan menjadi warganegara yang
cerdas. Warganegara yang memiliki ketrampilan kewarganegaraan akan
menjadi warganegara yang partisipatif, sedangkan warganegara yang memiliki
karakter kewarganegaraan akan menjadi warganegara yang bertanggung
jawab.
Apabila kita kaitkan kedelapan ruang lingkup PKn persekolahan dengan
tiga kompetensi pendidikan kewarganegaraan di atas, maka belum nampak
pemetaaan dari ketiga komponen tersebut. Kedelapan ruang lingkup belum
menunjukkan mana-mana yang termasuk dalam domain pengetahuan
kewarganegaraan (civic knowledge), ketrampilan kewarganegaraan (civic skills),
atau karakter kewarganegaraan (civic dispositions). Kejelasan akan hal itu dapat
kita temukenali dari sejumlah rumusan standar kompetensi (SK) dan
kompetensi dasar (KD) yang terjabar di masing-masing kelas. Rumusan dalam
standar kompetensi dan kompetensi dasar akan membawa kita untuk tahu
kearah domain mana seharusnya ruang linkup PKn itu dibelajarkan. Misalnya
SK 1 kelas VII yang berbunyi “Menunjukkan sikap positif terhadap norma-
norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara” mengarahkan kita kepada domain karakter kewarganegaraan (civic
dispositions). SK 2 kelas VII yang berbunyi “Mendeskripsikan makna
Proklamasi Kemerdekaan dan konstitusi pertama” menitikberatkan pada
domain pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge). Sedangkan SK 4 kelas
VII yang berbunyi “Menampilkan perilaku kemerdekaan mengemukakan
pendapat” menitikberatkan pada domain ketrampilan kewarganegaraan (civic
skills). Meskipun ketiga domain atau kompetensi pendidikan kewarganegaraan

6
di atas saling berhubungan dan sinergis, tetapi dengan pemberian penekanan
melalui standar kompetensi yang dirumuskan ini telah memberitahukan
kepada guru PKn bahwa kompetensi inilah yang ingin dicapai melalui
pembelajaran materi tersebut.

D. Pembelajaran PKn secara Demokratis


Konsekuen dengan paradigma Pendidikan Kewarganegaraan sebagai
wahana pengembangan warganegara yang demokratis maka menuntut pula
proses membelajarkan siswanya atau pembelajarannya dilakukan secara
demokratis pula. Guru PKn dituntut untuk menggunakan metode metode
pembelajaran yang lebih demokratis (demokratic learning) daripada metode
indoktrinatif. Dikatakan bahwa “democratic learning can tentatively and in general
be defined as learning in a system which supports democratic principles a long with
reaching the learning outcomes” (www.id.wikipedia/democraticlearning
Pembelajaran demokratis dapat diartikan sebagai suatu sisten pembelajaran
yang sejauh mungkin menggunkan prinsip-prinsip demokrasi dalam mencapai
tujuan pembelajarannya. Lebih lanjut oleh dikatakan Palle Qvist bahwa “More
exact democratic learning can now be defined as learning in a system where decisions,
processes and behaviour related to learning are established through argumentation
(discussion) or negotiation (dialog), voting or consensus (alone or in combination)
between those affected by the decision simultaneously reaching the learning outcomes,
the technical and professional knowledge and insight. The participants must in
principle be equal with equal rights and feel themselves committed to the values of
rationality and impartiality”. Dalam pembelajaran demokratis, pembuatan
keputusan dan perilaku dilakukan melalui proses dialogis, argumentasi,
negosiasi dimana siswa memiliki partisipasi dan hak-hak yang sama. Dalam
pembelajaran demokratis, amat penting diciptakan hubungan yang bersifat
kemitraan antara guru dengan siswa.
Pembelajaran demokratis secara filosofis merupakan pembelajaran yang
“membebaskan” daripada pembelajaran yang sifatnya “membelenggu” siswa
sebagai pebelajar. Ciri pembelajarannya adalah bersifat dialogis antara guru
dan siswa, tidak ada dominasi dari guru. Siswa sebagai subyek belajar dapat
memaksimalkan inisiatif, pemikiran, gagasan, ide, kreativitas, dan karya.
Pembelajaran yang memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk menjadi
subjek dalam proses pembelajaran. Pembelajaran yang demokratis adalah suatu
bentuk upaya menjadikan sekolah sebagai pusat kehidupan demokrasi melalui
proses pembelajaran yang demokratis. Secara singkat pembelajaran demokratis
merupakan proses pembelajaran yang dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi,
yaitu: (1) Penghargaan terhadap kemampuan., (2) Menjunjung keadilan.dan
(3) Menerapkan persamaan kesempatan, dan memperhatikan keragaman
peserta didik. (Diknas, 2004)

7
Pembelajaran demokratis menekankan pada bagaimana siswa belajar
(how we think) bukan apa yang harus dipelajari (what we think) prinsip belajar
ini dipengaruhi oleh pandangan John Dewey dengan paradigma “How we
think”. Dalam pembelajaran demokratis, siswa adalah subyek belajar yang aktif
dan berpartisipasi. Maka belajar adalah proses menemukan dan proses berfikir
yang reflektif (Reflective Inquiry). Sedangkan langkah berfikir reflektive
adalah 1) adanya masalah; 2) membuat hipotesis, 3) mengelaborasi implikasi
logis dari hipotesis, 4) menguji hipotesis dan 5) menarik kesimpulan .
Konsekwensi dari pembelajaran demokratis adalah perubahan paradigma
pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher centered) menjadi
pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Secara ekstrem,
dengan adanya tuntutan pembelajaran demokratis maka paradigma
pembelajaran bergerak dari ujung pendekatan yang ekspositori menuju ujung
lain yaitu pendekatan inkuiri diskoveri.
Secara umum ada tiga teori sekaligus model pembelajaran yang berlaku
yaitu teori atau model behavioris, kognitif dan konstruktif dan idealnya
kurikulum berbasis kompetensi menggunakan teori konstruktivisme
(Yulaelawati. 2004). Berpijak dari pendapat itu maka ideal pula bila
pembelajaran PKn yang juga berbasis pada kompetensi siswa menganut model
pembelejaran konstruktivisme bukan lagi behaviorisme. Model pembelajaran
yang menganut teori belajar konstruktivisme adalah model pembelajaran yang
mengarah pada keterlibatan aktif siswa Sedangkan model pembelajaran yang
mengarah pada keterlibatan aktif guru dikenal dengan model pembelajaran
yang menganut teori belajar behaviorisme.
Dengan demikian pembelajaran PKn perlu bergerak dari pembelajaran
behavioristik menuju konstruktivistik. Prinsip prinsip kontruktivistik itu
adalah sebagai berikut: : pengetahuan itu non- objektif, temporer, selalu
berubah; belajar adalah pemaknaan pengetahuan; mengajar adalah menggali
makna; mind berfungsi sebagai alat menginterpretasi sehingga muncul makna
yang unik; si belajar bisa memiliki pemahaman yang berbeda terhadap
pengetahuan yang dipelajari. Model pembelajaran yang berdasar
konstruktivisme lebih menekankan hal-hal sebagai berikut (1) Kecakapan yang
lebih tinggi (2) Proses belajar (3) Penemuan (4) Penggunaan lingkungan yang
lebih kaya (4) Motivasi instrinsik (5) Problem yang menantang siswa (6)
Pembelajaran dari kasus dan (7) Alat evaluasi tidak hanya tes. Beberapa model
pembelajaran berbasis konstruktivisme misalnya pembelajaran kontekstual,
pembelajaran berbasis masalah, dan pembelajaran kooperatif
Dalam naskah kurikulum 2004 yang menjadi cikal bakal KTSP telah pula
dikemukakan perlunya pembelajaran PKn yang sesuai dengan prinsip-prinsip
demokrasi. Dikatakan bahwa pembelajaran dalam mata pelajaran
Kewarganegaraan merupakan proses dan upaya dengan menggunakan
pendekatan belajar kontekstual untuk mengembangkan dan meningkatkan

8
kecerdasan, keterampilan, dan karakter warga negara Indonesia. Pendekatan
belajar kontekstual dapat diwujudkan antara lain dengan metode-metode: (1)
kooperatif, (2) penemuan, (3) inkuiri, (4) interaktif, (5) eksploratif, (6) berpikir
kritis, dan (7) pemecahan masalah. Metode-metode ini merupakan
kharakteristik dalam pembelajaran Kewarganegaraan.
Metode kooperatif dan interaktif adalah pembelajaran yang menerapkan
prinsip bekerjasama. Bekerjasama antar siswa, kerjasama siswa dengan guru,
siswa dengan tokoh masyarakat, dan siswa dengan lingkungan belajar lain.
Dengan bekerjasama maka akan terjadi interaksi yang intens sekaligus
menumbuhkan pembelajaran yang partisitorik.
Berfikir kritis pada hakekatnya mengembangkan unsur pemikiran
rasional dan empiris berdasar pengetahuan ilmiah. Pemikiran kritis adalah anti
dogmatis dan propaganda serta kebalikan dari pemikiran tradisional. Dengan
berfikir kritis maka dapat menemukan kebenaran secara obyektif, berani
mengkritisi pelbagai ketidak beresan di masyarakat , mampu menunjukkan
kelemahan-kelemahan selanjutnya sebagai bahan informasi untuk mengambil
tindakan rasional dalam bersikap terhadap sesuatu. Berpikir kritis merupakan
rekasi atas berfikir tardisional yang cenderung menutup-nutupi realitas , hanya
untuk mendukung status quo serta kelestarian kekuasaan yang ada.
Metode ekplorasi, penemuan, pemecahan masalah dan inkuri pada
hakeketnya merupakan metode belajar yang menerapkan pendekatan ilmiah
(the application of the scientific methods ) dalam rangka mencari, menemukan dan
mengatasi masalah. Metode ini sangat menunjang pembentukan sikap siswa
untuk peka terhadap permasalahan di masyarakat.
Metode-metode pembelajaran tersebut dapat dilaksanakan secara
bervariasi di dalam atau di luar kelas dengan memperhatikan ketersediaan
sumber-sumber belajar. Guru dengan persetujuan kepala sekolah selain dapat
membawa siswa menemui tokoh masyarakat dan pejabat setempat, juga dapat
mengundang tokoh masyarakat dan pejabat setempat ke sekolah untuk
memberikan informasi yang relevan dengan materi yang dibahas dalam
kegiatan pembelajaran.
Model pembelajaran lain yang sekarang dikembangkan dalam Pendidikan
Kewarganegaraan adalah Praktik Belajar Kewarganegaraan (PBK). Praktik
Belajar Kewarganegaraan (PBK) adalah suatu inovasi pembelajaran yang dirancang
untuk membantu peserta didik memahami teori kewarganegaraan melalui pengalaman
belajar praktik-empirik. Dengan adanya praktik, siswa diberikan latihan untuk
belajar secara kontekstual.
PBK untuk Kelas I, II, dan III dilakukan dengan penyelenggaraan
permainan dan simulasi yang menarik, merangsang proses berpikir,
membiasakan untuk bersikap dan berbuat sesuatu yang baik, dan
mengembangkan sikap positif terhadap lingkungannya. PBK untuk Kelas IV, V,
dan VI dilakukan dengan membuat karangan, menganalisis suatu isu atau

9
kasus yang dikutip oleh guru dari koran dan majalah, dan membuat laporan
tertulis tentang suatu kegiatan atau peristiwa.
PBK untuk Kelas VII, VIII, dan IX dilakukan dengan: (1) mengidentifikasi
masalah, (2) mengumpulkan dan mengevaluasi informasi berkaitan dengan
masalah, (3) menguji dan mengevaluasi pemecahan masalah, (4) memilih atau
mengembangkan alternatif pemecahan masalah yang direkomendasikan, (5)
mengembangkan rencana tindakan, dan (6) mengevaluasi pelaksanaan
tindakan.
PBK untuk Kelas X, XI, XII SMA dan MA dilakukan dengan
mengaplikasikan metode-metode ilmiah (the application of the scientific methods)
seperti metode pemecahan masalah (problem solving method) dan metode inkuiri
(inquiry method).
Langkah-langkah metode pemecahan masalah yaitu sebagai berikut: (1)
merumuskan masalah, (2) membuat kerangka untuk pemecahan masalah, (3)
menentukan sumber data, (4) mencari data, (5) menaksir kelayakan data, (6)
memilah dan memasukan data ke dalam kerangka, (7) meringkas dan
melakukan verifikasi data, (9) mengamati hubungan antar data, (10)
menafsirkan data, (11) menyimpulkan hasil penafsiran, dan (12)
mengkomunikasikan hasil pemecahan masalah. Untuk langkah-langkah
metode inkuiri yaitu sebagai berikut: (1) membuat fokus untuk inkuiri, (2)
menyajikan masalah, (3) merumuskan kemungkinan penyelesaian, (4)
mengumpulkan data, (5) menilai penyelesaian yang diajukan, dan (6)
merumuskan kesimpulan.

D. Beberapa Kelemahan dalam Pembelajaran PKn


Mata pelajaran PKn yang sebelumnya bernama PPKn belum bisa
dipahami sepenuhnya oleh banyak guru PKn. Pendapat –pendapat yang
berkembang di kalangan guru PKn dapat dirangkum sebagai berikut;
1. Pandangan bahwa pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang baru ini
tidak lebih dari pelajaran Kewarganegaraan masa lalu atau kita kembali
pada mata pelajaran Kewarganegaraan , Civics, atau Kewargaan Negara di
tahun 1960-an.
2. Pandangan bahwa pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan baru adalah
gabungan saja dari pelajaran PPKn dan pelajaran Tata Negara yang
diajarkan pada sekolah-sekolah menengah umum, sekaligus pula porsi
pelajaran Tata Negara mendapat tempat yang lebih pada pelajaran baru ini
3. Pandangan bahwa dengan pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan baru
akan semakin mudah dan enak dalam mengajarkan karena lebih banyak
materi sehingga tidak akan kehabisan materi sebagaimana dalam
mengajarkan PPKn

10
Jika diperhatikan, maka pandangan dan pendapat demikian menyimpan
kesalahan dan bisa menjadi faktor yang memperlemah pencapaian ideal
pendidikan kewarganegaraan di sekolah. Pandangan pertama
menyederhanakan makna, visi dan paradigma baru PKn karena terpaku hanya
pada istilah semata. Visi dan misi pendidikan kewarganegaraan paradigma
baru adalah jelas yaitu mewujudkan masyarakat demokratis melalui
pendidikan untuk mendukung tetap terjaganya negara Indonesia yang
demokratis. Konsep “demokrasi” menjadi kata kunci dalam pelajaran ini. Hal
ini berbeda dengan pendidikan kewarganegaraan masa lalu yang lebih
menekankan pada pengetahuan sebagai warganegara.
Pandangan kedua mengkaburkan landasan keilmuan dari pendidikan
kewarganegaraan paradigma baru. Dengan berlandaskan pada demokrasi
politik maka pelajaran ini menitikberatkan pada pembentukan pengetahuan,
karakter dan ketrampilan kewarganegaraan agar menjadi warganegara yang
kritis dan partisipatif dalam sistem politik demokrasi. Pelajaran PPKn dan Tata
Negara tidak mengarah pada pembentukan kompetensi kewarganegaraan
sebagaimana yang diharapkan pendidikan kewarganegaraan paradigma baru.
PPKn menitikberatkan pada pendidikan nilai moral yang serba Pancasila
sedangkan Tata Negara bersumberkan pada hukum yang sekedar kognitif.
Barangkali pendidikan nilai dan hukum adalah penting tetapi itu bukan misi
dari pendidikan kewarganegaraan.
Sedangkan pandangan ketiga menafikan basis kompetensi yang
merupakan ciri dari Kurikulum Berbasis Kompetensi termasuk pendidikan
kewarganegaraan paradigma baru. Dengan pandangan demikian justru akan
mengembalikan kurikulum pada basis materi. Kelemahan PPKn masa lalu
adalah materinya yang terlalu overload, tumpang tindih, banyak hal yang harus
diajarkan dan kurang ilmiah sehingga membebani siswa. Pendidikan
Kewarganegaraan paradigma baru berupaya untuk memperbaiki dengan cara
menyederhanakan materi, memperjelas landasan keilmuannya dan
menekankan pada kompetensi siswa. Mengajarkan Pendidikan
Kewarganegaraan tidak dengan menyampaikan sebanyak mungkin materi
pelajaran tetapi membelajarkan siswa dengan prinsip learning by doing (belajar
sambil melakukan). Menyampaikan materi banyak hanya akan membebani
siswa dan yang terjadi diibaratkan seperti memasukkan “sampah” Akan
keluar “sampah” pula yang tentu saja tidak berguna (garbage in garbage out).
Oleh karena itu alokasi waktu yang banyak dengan hanya materi yang cukup
dapat dilakukan dengan memperbanyak Praktik Belajar Kewarganegaraan.
Temuan lain juga menunjukkan beberapa kelemahan terutama yang
dihadapi guru PKn berkaitan dengan munculnya pelajaran baru ini. Hasil
temuan tersebut adalah 1) Pemahaman para guru PPKn masih terbatas
terhadap pelajaran PKn. Pelajaran Kewarganegaraan dipahami memiliki visi
dan tujuan yang sama dengan pelajaran PPKn sebelumnya. Dikatakan bahwa

11
materi keilmuan dari pelajaran PKn lebih banyak berkaitan dengan masalah
kenegaraan sebagaimana dalam pelajaran Tata Negara , 2) Guru PPKn dalam
menyiapkan pembelajaran Kewarganegaraan telah mendasarkan pada
Kurikulum Kewarganegaraan SMA, silabus dan skenario pembelajaran yang
disusun sendiri, menyiapkan buku pelajaran dan alat penilaian, 3) Guru PPKn
menghadapi kendala dengan adanya materi yang relatif baru dari pelajaran
Kewarganegaraan sehingga harus lebih dahulu belajar, kendala penggunaan
metode kerja kelompok dalam kelas besar serta kesulitan melakukan penilaian
dengan adanya format penilaian yang baru menurut kurikulum 2004 (Winarno,
2004)
Khusus yang berkaitan dengan manajemen pembelajaran PKn, guru telah
menyusun seperangkat rencana pembelajaran seperti, silabus dan skenario
pembelajaran PKn. Namun kebanyakan silabus dan skenario tersebut meskipun
disusun guru sendiri atau telah atas nama guru yang bersangkutan , silabus
dan skenario tersebut lebih banyak didapat dari copian guru lain, hasil
pelatihan yang sudah jadi atau dari lembaga yang telah menyusunnya
(MGMP). Alasan yang dikemukakan umumnya karena lebih praktis, tidak
menyita waktu dan yang lebih penting adalah pelaksanaannya.

E. Me”manaje” Pembelajaran untuk PKn


Kegiatan “memanej” atau mengelola pembelajaran untuk PKn bagi guru
PKn penting sekali dilakukan sebagai upaya maksimal dalam rangka mencapai
tujuan ideal pendidikan kewarganegaraan di Indonesia yaitu membentuk
warga negara yang cerdas, terampil dan berkarakter. Kegiatan manajemen
pembelajaran dalam PKn yang sejalan dengan fungsi-fungsi manajemen
hendaknya dilakukan mulai dari proses perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, dan pengevaluasian pembelajaran.
Dalam standar proses yang dikeluarkan Departemen Pendidikan
Nasional yaitu Permendiknas No 41 tahun 2007 tentang Standar Proses secara
tersurat sesungguhnya telah menganut prinsip dan fungsi fungsi manajemen
untuk pembelajaran. Pasal 1 menyatakan “Standar proses untuk satuan
pendidikan dasar dan menengah mencakup perencanaan proses pembelajaran,
pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan
pengawasan proses pembelajaran”. Kegiatan perencanaan proses pembelajaran,
pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan
pengawasan proses pembelajaran, pada dasarnya semua itu merupakan fungsi
dari suatu manajemen. Berdasar ketentuan dalam Permendiknas tersebut
semakin jelas dan menjadi amanat bersama akan pentingnya melakukan
manajemen dalam proses pembelajaran.
Selanjutnya kegiatan kegiatan apa saja yang ada dari masing-masing
fungsi manajemen pembelajaran dalam permendiknas tersebut ? Dalam tahap
perencanaan proses pembelajaran , kegiatan perencanaan mencakup

12
Perencanaan proses pembelajaran meliputi penyusunan silabus dan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar
kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi,
tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.
Pelaksanaan proses pembelajaran mencakup kegiatan persyaratan
pelaksanaan proses pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran. Persyaratan
pelaksanaan proses pembelajaran meliputi hal-hal sebagai berikut; ketentuan
tentang rombongan belajar, beban kerja minimal guru, buku teks pelajaran ,
dan pengelolaan kelas. Kegiatan pelaksanaan pembelajaran meliputi Kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup.
Penilaian pembelajaran adalah penilaian dilakukan oleh guru terhadap
hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta
didik, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil
belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian dilakukan secara
konsisten, sistematik, dan terprogram dengan menggunakan tes dan nontes
dalam bentuk tertulis atau lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap,
penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, portofolio, dan
penilaian diri. Penilaian hasil pembelajaran menggunakan Standar Penilaian
Pendidikan dan Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran.
Pengawasan proses pembelajaran meliputi kegiatan pemantauan , supervisi
, evaluasi, pelaporan dan tindak lanjut. Pemantauan mencakup pemantauan
proses pembelajaran yang dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan,
dan penilaian hasil pembelajaran. Pemantauan dilakukan dengan cara diskusi
kelompok terfokus, pengamatan, pencatatan, perekaman, wawacara, dan
dokumentasi. Kegiatan pemantauan dilaksanakan oleh kepala dan pengawas
satuan pendidikan. Kegiatan supervisi mencakup supervisi proses
pembelajaran pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil
pembelajaran. Supervisi pembelajaran diselenggarakan dengan cara pemberian
contoh, diskusi, pelatihan, dan konsultasi. Kegiatan supervisi dilakukan oleh
kepala dan pengawas satuan pendidikan. Kegiatan evaluasi dilakukan untuk
menentukan kualitas pembelajaran secara keseluruhan, mencakup tahap
perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, dan
penilaian hasil pembelajaran. Dalam tahap pelaporan, hasil kegiatan
pemantauan, supervisi, dan evaluasi proses pembelajaran dilaporkan kepada
pemangku kepentingan. Sedangkan dalam tahap tindak lanjut mencakup
kegitan 1) pemberian penguatan dan penghargaan diberikan kepada guru yang
telah memenuhi standar. 2) pemberian teguran yang bersifat mendidik
diberikan kepada guru yang belum memenuhi standar.dan 3). pemberian
kesempatan guru untuk mengikuti pelatihan/penataran lebih lanjut.
Secara skematis, manajemen pembelajaran sesuai Permendiknas No 41
tahn 2007 tentang Standar Proses , sebagai berikut;

13
Fungsi Cakupan Deskripsi
manajemen kegiatan
Perencanaan Penyusunan Silabus sebagai acuan pengembangan RPP
proses silabus dan Silabus dapat dikembangkan
pembelajaran Rencana oleh para guru secara mandiri atau
pelaksanaan berkelompok dalam sebuah sekolah/
pembelajaran madrasah atau beberapa sekolah, kelompok
(RPP) Musyawarah Guru Mata Pelajaran
(MGMP) atau Pusat Kegiatan Guru (PKG),
dan Dinas Pendidikan.
RPP) sebagai persiapan pembelajaran
memuat identitas mata pelajaran, standar
kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD),
indikator pencapaian kompetensi, tujuan
pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu,
metode pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan
sumber belajar

Pelaksanaan Kegiatan Persyaratan pelaksanaan proses


proses persyaratan pembelajaran meliputi hal-hal sebagai
pembelajaran pelaksanaan berikut; ketentuan tentang rombongan
proses belajar, beban kerja minimal guru, buku
pembelajaran teks pelajaran , dan pengelolaan kelas.
dan Kegiatan pelaksanaan pembelajaran
Pelaksanaan meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan
pembelajaran inti dan kegiatan penutup.

Penilaian hasil Penilaian dilakukan secara konsisten,


pembelajaran sistematik, dan terprogram dengan
menggunakan tes dan nontes dalam bentuk
tertulis atau lisan, pengamatan kinerja,
pengukuran sikap, penilaian hasil karya
berupa tugas, proyek dan/atau produk,
portofolio, dan penilaian diri
Pengawasan Pemantauan , Pemantauan dilakukan pada tahap
proses Supervisi , perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian
pembelajaran Evaluasi, hasil pembelajaran
Pelaporan dan Supervisi dilakukan pada tahap
Tindak lanjut. perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian
hasil pembelajaran

14
Hasil kegiatan pemantauan, supervisi, dan
evaluasi proses pembelajaran dilaporkan
kepada pemangku kepentingan
Tindak lanjut berupa pemberian penguatan
dan penghargaan, pemberian teguran dn
pemberian kesempatan untuk mengikuti
pelatihan/penataran lebih lanjut.

Fungsi-fungsi manajemen pembelajaran di atas berlaku untuk semua mata


pelajaran. Artinya secara umum guru dalam mengelola pembelajarannya dapat
mengacu pada fungsi-fungsi berikut kegiatan cakupannya. Pada penerapannya
untuk setiap bidang studi atau mata pelajaran, tentu saja kita dapat
mengembangkannya sesuai dengan karakter dan ciri khas dari pembelajaran
mata pelajaran yang diampunya.
Pendidikan kewarganegaraan sebagai bidang studi memiliki karakteristik
yang cukup berbeda dengan bidang studi lainnya. Salah satu ciri khasnya
adalah sebagai suatu bidang kajian yang bersifat multidimensional, amat peka
terhadap berbagai perubahan lokal, nasional maupun global serta secara umum
bertujuan mengembangkan warga negara yang “baik” sejalan dengan amanat
dasar negara Pancasila dan konstitusi negara UUD 1945. Pendidikan
kewarganegaraan suatu negara akan sejalan dengan kepentingan hidup
berbangsa dan bernegara. Pendidikan kewarganegaraan di Indonesia harus
sejalan dan mengarah pada pengembangan karakter warga negara Indonesia
yang berdasar Pancasila. Karakteristik ini mengisyaratkan bahwa pendidikan
kewarganegaraan termasuk PKn di sekolah pada dasarnya adalah pendidikan
karakter atau “value education” bangsa Indonesia yang berdasar Pancasila. Di
sisi lain PKn menuntut perlunya pembelajaran yang demokratis artinya
berpusat pada diri siswa. Tujuan menjadi warga negara yang baik
(berkarakter, cerdas dan terampil) hanya dapat dicapai jika siswa belajar
melakukan dan pembelajarannyapun bersifat “bagaimana melakukan”.
Berpijak dari pernyataan di atas dan dengan mengadopsi fungsi-fungsi
manajemen, maka secara skematis manajemen pembelajaran untuk PKn
direkomendasikan sebagai berikut;

Fungsi Cakupan Deskripsi Luaran


Manajamen Variabel
Perencanaan Kondisi
Pembelajaran pembelajaran

15
Tujuan PKn Tujuan PKn dirumuskan dengan Analisis
mendasarkan pada tujuan nasional, tujuan
tujuan pendidikan nasional, tujuan
mata pelajaran, dan kompetensi dasar
lulusan,
Karakteristik Terdiri atas 3 komponen : Analisis
isi PKn pengetahuan, sikap & ketrampilan bahan
kewarganegaraan
Tingkat kedalaman dan keluasan
Penentuan isi materi PKn dengan
memperhatikan subyek belajar
Subyek belajar Mencakup kualitas si pebelajar : usia, Analisis
pengetahuan awal, minat, motivasi, subyek
termasuk karakteristik warganegara
yang diinginkan.
Mencakup kuantitas : individu,
kelompok (kelas kecil atau besar)
Pelaksanaan Strategi
Pembelajaran pembelajaran
Strategi Memilih dan menata isi pembelajaran Bahan
pengorganisas : macam komponen (pengetahuan, ajar/
ian sikap atau ketrampilan) materi
Menentukan urutan, kedalaman ,
keluasan dan keterkaitan bahan ajar
Mendasarkan pada karakteristik
subyek belajar
Strategi Menentukan model, strategi , metode Langkah
penyampaian pembelajaran yang demokratis pembela
Mendasarkan pada macam komponen jaran
dan karakteristik subyek belajar
Menyampaikan isi pembelajaran
Stretegi Mengelola kelas yang demokratis Pengelo
pengelolaan Mengelola pola interaksi laan
Penjadwalan : tatap muka, tugas, pembela
studi lapangan jaran
Berkait dengan pengorganisasian dan
penyampaian
Penilaian Hasil
Pembelajaran pembelajaran

16
Keefektifan Diukur dengan indikator : Hasil
penguasaan perilaku yang dipelajari belajar
secara cermat, kecepatan unjuk kerja,
tingkat alih belajar dan tingkat retensi
Efisiensi Perbandingan antara efektifitas Hasil
dengan jumlah waktu dan biaya yang pembela
diperlukan jaran
Daya Tarik Diukur dengan tingkat kepuasan, dan Aceptabi
kecenderungan untuk terus belajar litas
mata
pelajaran
Pengendalian Proses
Pembelajaran pembelajaran
Umpan balik Membandingkan antara pelaksanaan Analisis
dan hasil penilaian dengan rencana refleksi
yang telah dibuat

Pada tahap perencanaan pembelajaran PKn sebelum menghasilkan


rencana pembelajaran, adalah melakukan analisis terhadap kondisi
pembelajaran yang terdiri 3 hal yaitu tujuan dari PKn , karakteristik PKn dan si
pebelajar. Tujuan PKn sekaligus pula akan menentukan macam karakteristik
warga negara yang kita inginkan. Tujuan PKn juga mempengaruhi penekanan
pada karakteristik isi PKn mana yang akan kita belajarkan pada siswa selaku
pebelajar. Jika tujuan PKn adalah pembentukan karakter (sikap ) warga negara
tentu saja isi PKn perlu lebih banyak memuat atau menekankan pada civic
disposition. Analisis terhadap si pebelajar misalnya tentang taraf
perkembangan akan menetukan seberapa besar luas dan dalam isi PKn itu
dibelajarkan, macam strategi yang sesuai dan media yang menarik bagi anak.
Kesemua itu perlu diolah oleh guru PKn yang selanjutnya hasil analis (analisis
tujuan, bahan dan subyek belajar) tersebut dimuatkan dalam perangkat rencana
pembelajaran
Dalam tahap pelaksanaan, guru sudah berhadapan dengan strategi
pembelajaran yang mencakup 3 hal: Strategi pengorganisasian (Organizational
Strategy), Strategi penyampaian (Delivery Strategy) , dan strategi pengelolaan (
Management Strategy). Pada strategi pengelolaan inilah kita memasuki konsep
manajemen pembelajaran dalam arti sempit sebagaimana dinyatakan pada
bagian sebelumnya. Ini artinya manajemen pembelajaran dalam arti sempit
berada pada tahapan pelaksanaan proses pembelajaran sebagai bagian dari
manajemen pembelajaran dalam arti secara luas.
Strategi pengorganisasian berisi cara-cara menetapkan isi suatu bidang
studi, berhubungan dengan tindakan pemilihan materi, penataan isi,

17
pembuatan diagram dan sejenisnya. Strategi penyampaian berisi cara- cara
menyampaikan pembelajaran kepada siswa dan atau untuk menerima serta
merespon masukan siswa sesuai dengan tingkat perkembangannnya. Cara
menyampaikan materi PKn ini berkaitan erat dengan berbagai model atau
metode pembelajaran PKn yang harus bercirikan sebagai pembelajaran
demokratis. Strategi pengelolaan berisi cara-cara untuk menata interaksi antara
siswa dan variable strategi pembelajaran lainnya. Berhubungan dengan
pemilihan strategi pengorganisasian dan strategi penyampaian. Strategi ini juga
berhubungan dengan penjadwalan, pencatatan kemajuan belajar dan motivasi.
Pada tahap penilaian, variabel yang perlu digarap adalah variabel hasil
pembelajaran yang terdiri atas 3 hal yaitu: kefektifan , efisiensi dan daya tarik.
Variabel hasil pembelajaran adalah semua efek yang dapat dijadikan indikator
tentang nilai dari penggunaan strategi pembelajaran dibawah kondisi yang
berbeda. Hasil pembelajaran biasanya hanya diukur tingkat efisien dan
efektivitas saja. Penting untuk dijalankan -apalagi untuk pembelajaran PKn-
adalah tentang daya tarik. Selama ini sering dikemukakan bahwa pembelajaran
PKn tidak menarik bagi siswa. Dengan adanya variable daya tarik, guru PKn
perlu untuk mengukur tentang daya tarik ini pada setiap selesainya
pembelajaran agar ke depannya bisa melakukan perbaikan-perbaikan guna
menjadikan PKn sebagai mata pelajaran yang menarik dan berwibawa bagi
siswa.
Pada tahap pengendalian, tugas ini dilakukan selama proses
pembelajaran berjalan terutama pada saat pelaksanaan dan penilaian. Guru
PKn perlu menggunakan variable umpan balik (feed back) dengan cara
membandingkan apakah pelaksanaan dan penilaian yang telah berjalan sesuai
tidak dengan perencanaan yang dibuat. Dalam tahap ini, guru menghasilkan
analisis refleksi untuk menjadi balikan bagi manajemen pembelajaran
berikutnya.

F. Ragam model pembelajaran demokratis PKn


Penting untuk diketengahkan tentang ragam model pembelajaran PKn
yang demokratis. Hal demikian sesuai dengan karakteristik warga negara yang
hendak kita tuju yaitu warga negara demokratis dan bertanggung jawab dan
karakteristik pembelajaran bidang PKn yang mana menuntut perlunya cara
pembelajaran yang berpijak pada prinsip-prinsip demokrasi. Dinyatakan dalam
Diknas (2007) bahwa PKn sebagai mata pelajaran yang menekankan pada
pembinaan dan pengembangan nilai demokrasi di sekolah dan masyarakat,
perlu diselenggarakan dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip pendidikan
yang demokratis dan bertanggung jawab.
Rath dan Kinchenbaum dalam Diknas (2007) dan Udin Winataputra
(2008) mengindentifikasi adanya beberapa model pembelajaran yang mampu
mengembangkan sikap demokratis siswa. Model-model demikian cukup

18
relevan dengan pembelajaran PKn yang juga mengamanatkan perlunya
pembelajaran demokratis. Model-model pembelajaran tersebut adalah;
1. PERTEMUAN KELAS BERITA BARU
Pertemuan kelas guna membahas berita aktual yang ada di media masa.
Contoh: Berita Demontran yang anarkhis.
2. CAMBUK BERSIKLUS
Pertemuan saling bertanya dan menjawab secara bergiliran. Setiap siswa
harus mendengarkan pertanyaan dan menyiapkan pertanyaan untuk siswa
lain bukan pemberi pertanyaan sebelumnya. Contoh: Siswa A bertanya
kepada siswa B “ Mengapa ada tawuran di sekolah”? Siswa B menjawab
pertanyaan itu. Dilanjutkan siswa B mengajukan pertanyaan terkait dengan
pertanyaan A, “ Bagaimana cara menjaga kerukunan antar siswa” dan
seterusnya .
3. WAKTU UNTUK PENGHARGAAN
Pertemuan untuk memberikan penghargaan atau penghormatan terhadap
orang lain, krn dgn cara ini siswa akan terasah nuraninya untuk selalu
menghormati orang lain karena prestasinya atau dedikasinya yg diberikan
kepada kepentingan umum.
4. WAKTU UNTUK YANG TERHORMAT
Melalui acara yang secara khusus diadakan atas inisiatif siswa untuk
memberikan penghargaan kepada orang yang sangat dihormati. Contoh:
Acara perpisahan Purna Tugas Guru di sekolah.
5. PERTEMUAN PERUMUSAN TUJUAN
Melalui pertemuan yang sengaja diadakan atas inisiatif guru dan/atau siswa
untuk merumuskan visi atau tujuan sekolah, program-program kegiatan
OSIS. Karena dgn cara ini siswa merasa memiliki sekolah dan pada
gilirannya menumbuhkan kecintaan dan tanggung jawab terhadp
sekolahnya.
6. PERTEMUAN LEGISLASI
Melalui pertemuan siswa diajak untuk merumuskan atau menyusun norma
atau aturan yang akan berlaku di sekolah. Melalui kegiatan ini siswa merasa
memiliki kesadaran untuk mentaati aturan yang dirumuskan oleh siswa
sendiri.
7. PERTEMUAN EVALUASI ATURAN
Pertemuan untuk mengevaluasi pelaksanaan norma atau aturan yang telah
disepakati dan berlaku di sekolah.
8. PERTEMUAN PERUMUSAN LANGKAH KEGIATAN
Pertemuan untuk menentukan prioritas atau tahapan kegiatan yang akan
dilakukan oleh siswa dibawah bimbingn sekolah.
9. PERTEMUAN EVALUASI DAN BALIKAN

19
Memberikan masukan terhadap pelaks kebijaksanaan sekolah ata dasar
hasil monitoring kelompok siswa dan atau guru yg sengajar ditugasi untuk
itu.
10. PERTEMUAN REFLEKSI BELAJAR
Pertemuan pengendapan dan evaluasi terhadap proses dan atau hasil
belajar setelah selesai satu atu beberapa pertemuan
11. FORUM SISWA
Pertemuan untuk memberi kesempatan siswa secara individu atau
kelompok menyajikan pendapatnya hasl pemahaman trhadap sumber
informasi atau proyek belajar yg dilakukan aas tugas guru atau inisiatif
sendiri.
12. PERTEMUAN PEMECAHAN MASALAH
Pertemuan terencana untuk memecahkan masalah yang ada di lingkungan
sekitar atau daerah yang menyangkut kehidupan siswa seperti
penyalahgunaan narkoba di kalangan siswa.
13. PERTEMUAN ISUE AKADEMIS
Pertemuan terencana untuk membahas akademis, misalnya pembahasan isu
gizi, cara hidup sehat, kourpsi terkait dgn lingkungan derah atau nasional.
14. KOTAK SARAN
Pengumpulan pendapat secara bebas dan rahasia untuk memecahkan
masalah di lingkungan sekolah.
15. PEMBAHASAN SITUASI PELIK
Pertemuan untuk memecahkan masalah yang terkait dengan keadan pelik
atau dilematik seperti penetapan pilihan atau melarang siswa untuk
melakukan pendakian gunung atau kegiatan yang mengandung resiko
16. PERTEMUAN PERBAIKAN KELAS
Merupakan strategi pengembangan sikap demokratis dan bertanggung
jawab melalui pertemuan kelas untuk membahas dan memecahkan
masalah yang menyangkut kehidupan siswa di kelas atau sekolahnya,
seperti pemecahan masalah bolos, tata tertib dan sebagainya
17. PERTEMUAN TINDAK LANJUT
Merupakan strategi pengembangan sikap demokratis dan bertanggung
jawab melalui pertemuan terencana untuk membahas tindak lanjut dari
suatu kegiatan berseri di sekolah. Misal simulasi rapat penyusunan
laporan kegiatan siswa
18. PERTEMUAN PERENCANAAN
Merupakan strategi pengembangan sikap demokratis dan bertanggung
jawab melalui pertemuan terencana untuk menyusun suatu rencana
bersama. Misal merencanakan pentas seni akhir tahun
19. PERTEMUAN PENGEMBANGAN KONSEP
Merupakan strategi pengembangan sikap demokratis dan bertanggung
jawab melalui pertemuan terencana untuk menyusun gagasan baru yang

20
dimaksudkan untuk mendapatkan bantuan atau menyarankan program.
Misal menyusun gagasan tentang Desa Sejahtera, Sekolah Unggulan.

G. Penutup
Manajemen pembelajaran dapat diartikan secara luas dan secara sempit.
Manajemen pembelajaran dalam pengertian luas adalah keseluruhan kegiatan
mengelola proses membelajarkan siswa sebagai pebelajar oleh guru melalui
tahap-tahap perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan pengendalian dengan
maksud mencapai tujuan pembelajaran itu sendiri. Manajemen pembelajaran
dalam pengertian sempit adalah kegiatan mengelola interaksi guru dengan
siswa yang terjadi pada saat pelaksanaan pembelajaran.
Pembelajaran untuk PKn sebagai mata pelajaran memerlukan pula
manajemen pembelajaran sebagai upaya maksimal guru PKn dalam
mewujudkan karakter siswa selaku warga negara Indonesia yang demokratis
dan bertanggung jawab. Kegiatan “memanej” pembelajaran PKn diawali
dengan kegiatan perencanaan yang memerlukan pemahaman yang benar
terlebih dahulu akan tujuan PKn yang ingin dicapai, karakteristik isi PKn dan
karakter subyek didik yang akan belajar. Dalam tahap pelaksanaan perlu sekali
memunculkan strategi pembelajaran PKn yang demokratis, penataan dan
pengorganisasian materi ajar yang mencakup pengetahuan, sikap atau
ketrampilan kewarganegaraan. Dalam tahap penilaian, selain mengukur
tingkat efisiensi dan efektifitas, perlu diukur pula tingkat daya tarik siswa
terhadap pelajaran PKn, sehingga di masa depan kita bisa menghasilkan
pembelajaran PKn yang menarik dan berwibawa. Pada tahap pengendalian
yang dilakukan selama proses pembelajaran, guru melakukan umpan balik.
Guru PKn merupakan menajer untuk melakukan proses manajemen
pembelajaran itu sendiri. Oleh karena itu kegiatan manajemen pembelajaran
PKn perlu didukung oleh guru-guru PKn yang memahami benar dan mau
terus belajar akan karakteristik pendidikan kewarganegaraan sebagai bidang
ilmu. Selain itu guru perlu menguasai berbagai strategi atau model
pembelajaran demokratis (demokratic leaning) untuk PKn.

Daftar Pustaka

Branson, Margaret Stimmann. 1998. Role of Civic Education, A Forthcoming


Education Policy Task Force Position Paper from the Communitarian Network
Udin S Winataputra. 2001. Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan sebagai
wahana sistematik pendidikan demokrasi. Disertasi. Bandung : PPS UPI
Udin S Winataputra. 2008. Model Generik Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi untuk Para Dosen PKN . Bahan
Presentasi

21
Palle Qvist. Democratic learning A definition. Aalborg University. Terdapat di
www.plan.aau.dk/~palle/pbldl/def_dem.pdf diunduh tanggal 6-16-2009
Suparlan, M Ed (dkk). 2009. PAKEM. Jakarta: Genesindo
Nyoman S. Degeng. Paradigma Pendidikan: Dari Behavioristik ke
Konstruktivistik Terdapat dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com/
dari_behavioristik_ke_konstruktivistik diunduh tanggal 16-6 2009
Syamsul Hadi. Profesionalisme Guru Dalam Menghadapi Tuntutan
Pembelajaran Demokratis dalam http: www.dalilskripsi.com diunduh
tanggal 16-6-2009
Bunyamin Maftuh. 2007. Pendidikan Resolusi Konflik. Bandung: SPS PKN UPI
Depdiknas. 2004. Kurikulum dan Hasil Belajar. Jakarta: Dikmenum
Depdiknas.2007. Sekolah sebagai Wahana Pengembangan Warga negara yang
Demokratis dan Bertanggung Jawab. Buku IV SMA. Pedoman
Pengembangan Silabus dan Model Pembelajaran. Jakarta: Direktorat
Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Made Wena.2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Suatu
Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta. Bumi Aksara
Ratna Wilis Dahar. 1989. Teori teori Belajar. Jakarta: Erlangga
Ella Yulaelawati. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran. Filosofi Teori dan
Aplikasi. Jakarta : Pakar Raya
Winarno. 2004. Kesiapan Guru PPKn untuk Mengajar Mata Pelajaran
Kewarganegaraan Berdasar Kurikulum 2004 Standar Kompetensi pada
Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Surakarta. Penelitian Dosen Muda.
Surakarta: FKIP UNS
Permendiknas No 22 tahun 2006 tentang Standar Isi
Permendiknas No 41 tahun 2007 tentang Standar Proses

22

Anda mungkin juga menyukai