Anda di halaman 1dari 9

PERKEMBANGAN AGAMA ISLAM dan BUDAYA DALAM

MASYARAKAT

DOSEN MATAKULIAH AGAMA

Drs.H.Sabaruddin, M.Ag

Nama : Wanikmal Wakil

Kelas : E-5

No. Absen: 20
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................................................... 2
BAB I.......................................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN....................................................................................................................................... 3
A. LATAR BELAKANG..................................................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah........................................................................................................................... 3
C. Tujuan............................................................................................................................................. 3
BAB II......................................................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................... 4
A. Pendidikan....................................................................................................................................... 4
B. Pendidikan Agama Islam..................................................................................................................... 4
C. Tujuan Utama Pendidikan Islam.......................................................................................................... 5
D. Pendidikan Agama dalam Keluarga................................................................................................. 5
E. Peran Keluarga dalam Pendidikan................................................................................................... 5
F. Peran Perkembangan Budaya dan Agama dalam Masyarakat..........................................................6
BAB III........................................................................................................................................................ 8
PENUTUP................................................................................................................................................... 8
A. KESIMPULAN................................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................. 9
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia dikenal sebagai negara yang majemuk karena memiliki
berbagai macam budaya dan adat-istiadat yang unik di setiap daerahnya.
Selain kemajemukan dalam hal budaya Indonesia juga memiliki
kemajemukan dalam hal agama. Agama menjadi aspek yang penting dalam
kehidupan bermasyarakat di Indonesia.
Fenomena kehidupan masyarakat dilihat dari aspek agama dan budaya
yang melekat setiap daerahnya memiliki keterkaitan satu sama lain masih
memiliki banyak salah persepsi, baik itu bagaimana penempatan posisi agama
dan posisi budaya dalam suatu kehidupan masyarakat. Dalam kehidupan
manusia, agama dan budaya memiliki hubungan yang erat namun juga saling
menegasikan.
Agama sebagai pedoman hidup manusia yang diciptakan oleh tuhan
dalam menjalani kehidupannya. Sedangkan, kebudayaan adalah sebagai
kebiasaan tata cara hidup manusia yang diciptakan oleh manusia itu sendiri.
Agama dan budaya dilakukan secara terpisah maupun bersamaan, perlu
adanya Pendidikan yang mengajarkan keterkaitan agama dan budaya maupun
penegasian agama dan budaya agar masyarakat lebih bijak dalam beragama
dengan tidak menghilangkan budaya-budaya di dalam masyarakat itu sendiri.
Pendidikan agama merupakan faktor yang sangat penting dalam
kehidupan bermasyarakat untuk menghindari pengaruh budaya asing yang
bertentangan dengan agama islam yang saat ini sudah banya mempengaruhi
bangsa Indonesia, terutama generasi muda.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran Pendidikan agama dakam keluarga dan masyarakat
2. Bagaimana Budaya dan agama dapat berkembang di dalam masyarakat

C. Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui peran Pendidikan agama
dalam keluarga dan sejauh mana agama dan budaya dapat berkembang di dlam
masyarakat
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendidikan
Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitassumber daya manusia.
Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah melalui
proses pembelajaran di lembaga pendidikan, dari tingkat anak usia dini sampai pada
usia pendidikan tinggi. Menurut Zuchdi (2010:23)(Djaelani, 2013) bahwa Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta ketrampilan atau karakter yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa, dan Negara. Secara akademis, pendidikan karakter dimaknai sebagai
pendidikan nilai, budi pekerti, moral, watak, atau akhlak yang bertujuan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik memberikan keputusan baikburuk,
memelihara apa yang baik itu dan mewu judkannya dalam kehidupan sehari-hari

Dengan demikian Pendidikan merupakan kata kunci untuk setiap manusia agar
ia mendapatkan ilmu. Hanya dengan pendidikanlah ilmu akan didapat dan diserap
dengan baik. Menurut Ratna Wilis (2006:98) bahwa Pendidikan juga merupakan
metode pendekatan yang sesuai dengan fitrah manusia yang memiliki fase tahapan
dalam pertumbuhan. Selanjutnya tujuan Pendidikan berkaitan erat dengan tujuan
hidup manusia, dan tujuan hidup ini pun berbeda-beda antara bangsa yang satu
dengan yang lainnya.

B. Pendidikan Agama Islam


Menurut Arifin Muzayyin (2010;34): Tujuan Pendidikan Keagamaan adalah
untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat menjalankan peranan yang menuntut
penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan. Seiring
dengan perkembangan waktu, maka Pendidikan Agama semakin menjadi perhatian
dengan pengertian bahwa pendidikan agama semakin dibutuhkan oleh setiap manusia
terutama mereka yang masih duduk di bangku sekolah. (Haryanto, 2015)

Pendidikan Islam memiliki 3 (tiga) tahapan kegiatan yaitu: (1) Tilawah;


membacakan ayat Allah, (2) Tazkiyah; mensucikan jiwa, (3) Ta’limul kitab wa
sunnah; mengajarkan al kitab dan al hikmah. Pendidikan agama dapat merubah
masyarakat jahiliyah menjadi umat yang baik. Pendidikan Islam mempunyai ciri
pembentukan pemahaman Islam yang utuh dan menyeluruh, pemeliharaan apa yang
telah dipelajarinya, pengembangan atas ilmu yang diperolehnya dan agar tetap pada
rel syariah. Hasil dari pendidikan Islam akan membentuk jiwa yang tenang, akal yang
cerdas dan fisik yang kuat serta banyak beramal. Pendidikan Islam terpadu dalam
pendidikan ruhiyah, fikriyah dan amaliyah (aktivitas).

Nilai Islam yang ditanamkan pada individu membutuhkan tahapan-tahapan


selanjutnya dan dikembangkan pada pemberdayaan di segala sektor kehidupan
manusia. Potensi yang dikembangkan kemudian diarahkan pada merealisasikan
potensi dalam berbagai kehidupan. Pendidikan yangdiajarkan Allah SWT melalui
Rasul-Nya bersumber kepada Al Qur’an sebagai rujukan dan pendekatan agar dengan
tarbiyah akan membentuk masyarakat yang sadar dan menjadikan Allah sebagai Ilah
saja, maka kehidupan mereka akan selamat di dunia dan akhirat. Hasil ilmu yang
diperolehnya adalah kenikmatan yang besar, yaitu berupa pengetahuan, harga diri,
kekuatan dan persatuan.

C. Tujuan Utama Pendidikan Islam


Tujuan utama dalam pendidikan Islam adalah agar manusia memiliki
gambaran tentang Islam yang jelas, utuh dan menyeluruh. Interaksi di dalam diri
manusia memberi pengaruh kepada penampilan, sikap, tingkah laku dan amalnya
sehingga menghasilkan akhlaq yang baik. Akhlaq ini perlu dan harus dilatih melalui
Latihan membaca dan mengkaji Al Qur’an, sholat malam, shoum (puasa) sunnah,
selalu bersilaturahim dengan keluarga dan masyarakat. Semakin sering ia melakukan
latihan, maka semakin banyak amalnya dan semakin mudah ia melakukan kebajikan.
Selain itu latihan akan menghantarkan dirinya memiliki kebiasaan yang akhirnya
menjadi gaya hidup sehari-hari.

D. Pendidikan Agama dalam Keluarga


Keluarga menduduki posisi terpenting di antaralembaga-lembaga sosial yang
memiliki perhatian terhadap pendidikan anak. Biasanya dalam keluarga ditanamkan nilai-nilai
agama untuk membentuk perilaku anak. Oleh karena itu, pendidikan agama dalam keluarga
sangat diperlukan untuk mengetahui batasan-batasan baik dan buruk dalam kehidupan sehari-
hari. Pendidikan agama diharapkan akan mendorong setiap manusia untuk mengerjakan
sesuatu dengan suara hatinya. Mengingat pentingnya pendidikan keluarga dalam membangun
sumber daya manusia (SDM) yang berakhlak dan bermoral, maka perlunya pemahaman
tentang pendidikan yang tepat.

E. Peran Keluarga dalam Pendidikan


Menurut etimologi peran keluarga dalam pertumbuhan anak ibarat baju besi yang
kuat yang melindungi manusia. Secara terminologis, keluarga berarti sekelompok orang
yang pertama berinteraksi dengan bayi. Pada tahun-tahun pertama hidup bayi bersama
keluarga. Bayi tumbuh dan berkembang mengikuti kebiasaan dan tingkah laku orang tua dan
orang-orang sekitamya.
F. Peran Perkembangan Budaya dan Agama dalam Masyarakat
Hubungan intern umat beragama, pada beberapa kelompok masyarakat, khsususnya yang
berada di wilayah tradisi dan budaya keagamaan dapat dilihat pada hubungan penganut Islam
Aboge di Banyumas Jawa Tengah dan penganut tradisi Tengger di Pasuruan Jawa Timur. Dua
lokus tersebut dapat menjadi gambaran tentang relasi agama dengan tradisi lokal dalam konteks
hubungan intern umat Islam. Masyarakatvpenganut Aboge dan Masyarakat Tengger yang
beragama Islam menyatukan aspek budaya local dengan keberagamaan mereka. Aliran Islam
Aboge sudah mulai ada divdaerah Pekuncen Banyumas sejak sebelum kemerdekaan. Aboge
sendiri adalah singkatan dari Alif Rebo Wage, yaitu suatu hitungan yang dipakai oleh penganut
Aboge untuk menentukan tanggal, bulan, dan tahun seperti halnya Hijriah atau Masehi. Penganut
aliran Aboge dalam menentukan bulan Ramadan tidak memakai kalender hijriah, akan tetapi
menggunakan kalender (almanac) Aboge.

Hal inilah yang menjadikan awal dan akhir bulan puasa bagi penganut aliran Islam Aboge
berbeda dengan umat Islam pada umumnya. Demikian pula dalam ibadah lainnya sama, hanya
yang khas dilakukan penganut Islam Aboge adalah Sholat Ied yang disebut sholat Ngitqi (Itqi)
setelah puasa Syawal pada tanggal delapan bulan Syawal pagi hari, dan sholat Rebo Wekasan
yang dilaksanakan pada hari Rabu pagi terakhir bulan Safar (Sodli, 2012) . Perbedaan tersebut
tidak menyebabkan adanya konflik di masyarakat lingkungan Aboge. Hubungan antara penganut
Islam Aboge dan umat Islam pada umumnya (Islam mainstream) berjalan dengan baik dan rukun.
Hal ini terlihat dari pelaksanaan shalat jamaah di masjid Islam Aboge, masjid Rabak yang tidak
hanya diikuti oleh penganut Aboge saja tetapi juga yang lain.

Demikian pula kegiatan tradisi lainnya seperti sedekah bumi dan slametan yang umumnya
diisi dengan tahlilan juga dilakukan bersama-sama, bahkan adakalanya dipimpin oleh pimpinan
Aboge Kyai Zaenal (Sodli, 2012). Hubungan umat Islam dengan masyarakat yang memegang
tradisi juga terjadi di lingkungan masyarakat Tengger, Jawa Timur. Daerah Tengger merupakan
wilayah lereng Gunung Bromo yang terkenal dengan tradisi Kasodo, yakni ungkapan rasa syukur
bagi Tuhan Yang Maha Esa dengan memberikan sesaji berbagai hasil bumi pada kawah Gunung
Bromo. Masyarakat Tengger pada masa lalu memiliki kepercayaan local Tengger.

Mulai tahun 1900-an ketika di daerah Tosari dibangun hotel oleh pemerintahan colonial
Belanda, di antara buruh-buruh bangunan adalah pemeluk Islam yang akhirnya menetap dan
mendakwahkan Islam di wilayah pegunungan Tengger. Tahun 1960 hingga 1967 merupakan
masa puncak masuknya warga Tengger ke dalam Islam, yakni dengan masuknya Nahdatul Ulama
(NU) ke Desa Tosari untuk mengembangkan dakwah Islam.

Selain itu, dilatarbelakangi peristiwa Gerakan 30 September 1965 yang melibatkan Partai
Komunis Indonesia, masyarakat Tengger banyak yang memeluk Islam untuk menyelamatkan diri
agartidak disangkutkan dengan PKI. Hingga kini,sudah banyak masyakarat Tengger yang
telahmemeluk Islam. Pendakwah Islam, terutama dari kalangan NU, diterima dengan tangan
terbukakarena mereka tidak mengusik tradisi masyarakat asli Tengger bahkan belajar adat
Tengger, dan bahkan oleh pendakwah Islam menjadi jalan untuk berdakwah. Bahkan ketika Islam
sudah masuk dimasyarakat Tengger, meskipun bukan muslim ketika ada peristiwa kematian maka
mereka meminta untuk ditahlilkan. Inilah yang disebut Upacara Entas-Entas (Rachmadani, 2012).
Akulturasi budaya dan penerimaan tradisitradisi local sebagai bagian dari lingkungan budaya
bersama menjadi faktor kuat terciptanya kerukunan di masyarakat. Kegiatan penganut Islam
Aboge seperti waktu memulai tanam padi, memanen padi, membuat rumah dan menempati rumah
baru berdasarkan pada almanak Aboge dan ditandai dengan kegiatan slametan. Kegiatan slametan
ini mengundang tetangga untuk membaca tahlil dan doa untuk para leluhur. Selain tradisi
slametan, tradisi sedekah bumi yang diadakan oleh pengurus RT atau RW pada bulan Syuro juga
menjadi ruang temu bagi penganut aliran Aboge dan masyarakat umum.

Hal yang sama juga ditunjukkan dalam hubungan umat Islam di Tengger. Masyarakat
Muslim Tengger hidup harmonis berdampingan dengan masyarakat Tengger yang beragama
Hindu dan masyarakat pendatang yang beragama Islam. Mereka melestarikan silaturahmi yang
disebut dengan Sonjo. Demikian pula dengan acara adat Kasada yang merupakan ruang
bertemu bersama masyarakat Tengger. Prosesi Kasada menunjukkan hubungan antara
dukundukun Tengger dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat terjalin secara harmonis.
Pembacaan mantera dilakukan oleh dukun dan tetua adat, termasuk kehormatan untuk pembacaan
mantera Junggring Saloka yang diberikan kepada tokoh agama Islam di Desa Tosari yang
merupakan gubahan dari do’a secara Islam dengan memakai bahasa Jawa. Konteks relasi agama
dan tradisi lokal dapat
dilihat dalam dinamika hubungan umat muslim yang sangat menarik. Umat Islam di luar dua
komunitas tersebut, Islam Aboge maupun Tradisi Tengger dapat menerima keberadaan tradisi
lokal tersebut sebagai bagian tak terpisahkan dari sejarah keberadaan Islam di lingkungan mereka.

Dengan demikian, hubungan antara kemunitas yang memegang tradisi lokal dengan umat
Islam lainnya berjalan secara positif. Analisis Geertz (1989: 527) yang membagi
masyarakat Jawa dalam tiga varian, priyayi, santri, dan abangan, mengembangkan
pandangan bahwa Islam yang dipeluk oleh orang Jawa adalah Islam artifisial yang dilumuri oleh
praktek-pratek sinkretisme. Agama hanya memberi sentuhan kulit luar budaya animisme, Hindu,
dan Budha yang telah berakar kuat dalam masyarakat Jawa.

Faktor daya tawar budaya dalam bentuk akulturasi menjadikan factor yang dapat
mendukung terjadinya relasi damai antarumat Islam sendiri. Masyarakat Jawa muslim dapat
menerima kelompok-kelompok muslim yang memegang tradisi lokalnya sebagai bagian dari
identitas sosial bersama. Hubungan harmonis antara agama dengan tradisi lokal sebenarnya bukan
hal baru. Menurut Kuntowijoyo (2001: 196), agama dan budaya adalah dua hal yang saling
berinteraksi dan saling mempengaruhi, baik dalam mengambil bentuk, simbol, maupun isi/nilai.

Proses penerimaan Islam dalam masyarakat tradisional, terutama masyarakat Jawa,


akulturasi antara agama dengan budaya lokal cukup kuat. Masyarakat Jawa berhasil
mengembangkan kebudayaan yang kaya raya dengan menyerap dan memanfaatkan unsur-unsur
agama dan kebudayaan HinduBudha, dengan menyesuaikannya dengan tradisi Kejawen (Hasan,
1990: 59).
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hubungan intern antara umat islam secara dinamis berkaitan dengan identitas-identitas
kelompok yang dikuatkan dengan identitas keagamaan maupun identitas budaya. Agama dan
budaya pada suatu hal memiliki hubungan yang erat namun juga adakalanya agama dan budaya
saling menegasikan dan tidak dapat disatukan. Agama adalah sebuah peraturan langsung dari sang
pencipta sebagai peraturan atau pedoman untuk umatnya, sedangkan budaya adalah peraturan
yang dibuat oleh manusia dan diwariskan secara turun temurun.

Baik agama maupun budaya harus diajarkan kepada masyarakat agar tetap dilestarikan
dan tidak melenceng dari apa yang sudah ditetapkan oleh pencipta maupun budaya yang di sana.
Pendidikan agama harus diajarkan sejak dini di lingkungan keluarga, hal ini akan mempengaruhi
akhlak anggota keluarga, dengan memiliki akhlak yang baik maka kehidupan bermasyrakatpun
bisa menciptakan lingkungan yang harmonis dan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Djaelani, S. (2013). PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM KELUARGA DAN MASYARAKAT. 1.

Haryanto, J. T. R. I. (2015). RELASI AGAMA DAN BUDAYA. 41–54.

Anda mungkin juga menyukai