Anda di halaman 1dari 11

PAK KONTEKSTUAL

“PAK DALAM PENNDIDIKAN NASIONAL”

DOSEN:
PDT. MIEKE SENDOW, M.PD.K

OLEH KELOMPOK 8:
ZWINGLY Z. N AGOW
JELVI EKLESIA EMOR
EXEL P. WAJONG
BERENSTEIN TURANGAN

YAYASAN GMIM Ds. A.Z.R. WENAS


UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA TOMOHON
FAKULTAS TEOLOGI
2018
1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas anugerah-
Nya kami bisa meneyelesaikan Tugas Pendidikan Agama Kristen Kontekstual dalam Pendidikan
Nasional. Kami mengucapkan terimah kasih juga kepada Pdt.Mieke Sendow yang merupakan
Dosen mata kuliah PAK Kontekstual di Universitas Kristen Indonesia Tomohon (UKIT)
Fakultas Teologi yang sudah memberikan kepercayaan kepada kami untuk menyelesaikan tugas
ini.

Kami sangat berharap makalah ini akan bermanfaat dalam rangka menambah
pengetahuan terhadap pendidikan yang dipelajari. Dan semoga makalah ini bisa dipahami dan
bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Kamipun menyadari bahwa didalam makalah ini, masih terdapat kekurangan dan masih jauh dari
kata sempurna. Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangatlah kami
harapkan demi perbaikan makalah ini.

Tomohon, Maret 2018

Penyusun kelompok 8

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB 1

PEMBAHASAN

1. Pengertian Pendidikan Nasional dan Pendidikan Agama 4


2. Tujuan Pendidikan Nasional 5
3. Arti dan Peranan PAK dalam Pendidikan Nasional 6

BAB II PENUTUP

Kesimpulan 10

DAFTAR PUSTAKA 11

3
BAB I

PEMBAHASAN

Pendidikan Agama Kristen dalam Pendidikan Nasional

1. Pengertian Pendidikan Nasional dan Pendidikan Agama

Menurut Dr. M. Fadhli al-jamaly menyatakan bahwa pendidikan sebagai upaya


mengembangkan, mendorong serta mengajak manusia lebih maju dengan berdasarkan nilai-nilai
yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik
yang berkaitan dengan akal, perasaan maupun perbuatan.

Menurut Redja Mudyahardjo pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung
dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup atau segala situasi hidup yang mempengaruhi
pertumbuhan individu.

Selain itu pendidikan dapat diartikan sebagai usaha yang terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memilih kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan
manusia. John Dewey menyatakan, bahwa pendidikan sebagai salah satu kebutuhan , fungsi
social, sebagai bimbingan, sarana pertumbuhan yang mempersiapkan dan membuktikan serta
membentuk disiplin hidup.

Dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah segala usaha yang terencana dalam proses
pembelajaran dengan tujuan agar peserta didik dapat mengembangkan segala potensi yang
dimilikinya dalam membentuk suatu karakter untuk pertumbuhan individunya.

Pernyataan ini setidaknya mengisyaratkan bagaimanapun sederhananya komunitas manusia,


memerlukan suatu adanya pendidikan. Maka dalam pengertian umum, kehidupan dari komunitas

4
tersebut akan ditentukan aktifitas pendidikan di dalamnya. Sebab pendidikan secara alami sudah
merupakan kebutuhan hidup manusia.1

2. Tujuan Pendidikan Nasional

sangat penting dan menarik untuk dicamkan bahwa Pembukaan UUD 1945 secara eksplisit
menyebutkan tentang "mencerdaskan kehidupan bangsa" sebagai salah satu tujuan dari
pembentukan pemerintah negara kita yang berdasarkan Pancasila. Dengan kata lain salah satu
cita-cita kemerdekaan yang hendak diwujudkan dengan pembentukan pemerintah negara kita itu
ialah terwujudnya kehidupan bangsa Indonesia yang cerdas. Berdasarkan ini kita memahami
mengapa Pasal 31, ayat 1 dari UUD 1945 dengan tegas mengamanatkan - bahwa "Tiap-tiap
warga negara berhak mendapat pengajaran". Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang
berpengajaran atau istilahnya yang lebih lazim digunakan sekarang yang berpendidikan. Oleh
sebab itu menjadi kewajiban pemerintah sebagai abdi dan alat negara untuk mengupayakan agar
setiap warga negara dapat memperoleh pengajaran/pendidikan yang menjadi haknya itu, demi
terwujudnya suatu kehidupan bangsa yang cerdas, yang menjadi cita-cita kemerdekaan nasional
kita.

Mengenai tujuan dari pendidikan nasional yang diselenggarakan oleh pemerintah dan
masyarakat, "Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila, bertujuan untuk meningkatkan kualitas
manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggungjawab,
mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani. Pendidikan nasional juga harus
mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta pada Tanah Air, mempertebal semangat
kebangsaan dan rasa kesetiakawanan sosial. Sejalan dengan itu dikembangkan iklim belajar dan
mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya pada diri sendiri serta sikap dan perilaku yang
inovatif dan kreatif. Dengan demikian pendidikan nasional akan mampu mewujudkan manusia-

1
http.//www.beranda-jiwa.info/pendekatan-tentang-pembelajaran-sosial.

5
manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung
jawab atas pembangunan bangsa".

Pendidikan nasional merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan nasional
sebagai pengamalan Pancasila. Pada Pihak lain pendidikan nasional juga berfungsi untuk
menjamin dan melestarikan keberhasilan pembangunan. Dengan demikian ada hubungan
dialektis antara pendidikan nasional dan pembangunan nasional. Dengan perkataan lain,
pendidikan nasional harus mampu mengantisipasikan dan mempengaruhi perkembangan dan
arah pembangunan, sedangkan pembangunan harus mampu menjamin terlaksananya pendidikan
sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan.2

3. Arti dan Peranan PAK dalam Pendidikan Nasional


Menurut Ilmu Sosiologi Agama, yaitu ilmu yang mempelajari agama dari sudut Ilmu
Sosiologi, terdapat hubungan yang fungsional antara agama dan masyarakat. Di dalam
kehidupan masyarakat agama memainkan sejumlah fungsi-fungsi tertentu, sehingga turut
mempengaruhi dan menentukan keadaan dan arah perkembangan masyarakat. Dalam hubungan
ini agama dapat disebut sebagai salah satu unsur pembentuk masyarakat. Sebagai unsur
pembentuk masyarakat, peranan agama dapat bersifat positif atau negatif. Positif, artinya
menunjang atau mengukuhkan keadaan dan perkembangan masyarakat. Sedangkan yang
dimaksudkan dengan negatif ialah fungsinya sebagai penjaga dan pengritik keadaan serta
perkembangan yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat, yang tidak sesuai dengan, atau tidak
dapat dibenarkan oleh kaidah-kaidah keagamaan yang dianut. Peran positif atau negatif yang
disebutkan di atas terutama menyangkut sikap atau reaksi agama terhadap masyarakatnya.
Positif, kalau menunjang dan mengukuhkan; negatif, kalau melawan atau menghambat. Dalam
hubungan ini perlu kita sadari bahwa sebenarnya yang positif itu belum berarti selalu yang baik,
sedang sebaliknya yang negatif itu juga tidak selalu berarti buruk. Yang positif bisa justru yang
tidak baik, sedangkan yang negatif itulah justru yang baik. Untuk jelasnya baiklah kita ambil

2
Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan, cet.2, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001)

www.blogspot.pendidikan-nasional.com

6
contoh keadaan masyarakat dan pemerintahan Hitler di Jerman sebelum dan selama Perang
Dunia Kedua. Gereja-gereja di Jerman pada waktu itu terpecah menjadi dua. Golongan pertama,
yang merupakan mayoritas, sikapnya mendukung dan membenarkan Hitler dan suasana
kebangsaan Jerman pada saat itu. Jadi, positif. Sedangkan golongan kedua tidak dapat dan tidak
mau mengikuti Hitler dan mayoritas penduduk yang memuja-muja faham Naziisme, bahkan
melawannya dengan membentuk gerakan-gerakan bawah tanah untuk menumbangkan Hitler.
Jadi sikapnya negatif. Dalam hal ini jelas, bahwa yang negatif itu justru yang baik, sedang yang
positif justru yang buruk. Contoh lain yang dewasa ini masih sangat aktual ialah situasi
keagamaan di Afrika Selatan. Gereja Gereformeerd Kulit Putih di sana sikapnya positif terhadap
pemerintahan Apartheid yang rasialis. Gereja itu tidak hanya mendukung, tetapi bahkan juga
menjadi pembelanya yang gigih. Di sini, kepositifan Gereja itu jelas justru tidak baik dan tidak
dapat dibenarkan.

Contoh-contoh yang dikemukakan mengenai Jerman dan Afrika Selatan di atas kiranya
menyadarkan kita agar kita bersikap kritis, baik terhadap keadaan dan perkembangan masyarakat
kita, maupun terhadap ajaran-ajaran keagamaan kita sendiri. Sebagai umat beragama, tentu saja
sikap positif atau negatif kita terhadap keadaan dan perkembangan masyarakat harus didasarkan
pada keyakinan dan ajaran keagamaan yang kita anut. Namun kita juga harus bersikap kritis,
apakah ajaran-ajaran keagamaan kita itu memang sudah benar dan tepat dinilai dari tuntutan-
tuntutan kebenaran dan keadilan berdasarkan iman? Selanjutnya, sebagaimana di depan telah
disinggung, tujuan pendidikan nasional kita secara ringkas dan padat dapat dirumuskan sebagai
upaya untuk "meningkatkan harkat dan martabat manusia", sehingga manusia-manusia Indonesia
itu akan memiliki kualitas-kualitas kemanusiaan yang religius, berpendidikan dan berkeahlian
profesional untuk menunjang dan mengembangkan kehidupannya, berperikemanusiaan dan
berkesadaran sosial yang tinggi, dsb. Kualitas-kualitas tersebut, yang difahami sebagai pancaran
dan aspek-aspek dari harkat dan martabat kemanusiaan yang ingin diwujudkan, kiranya sejalan
dengan pemahaman imaniah kita mengenai manusia sebagai citra Allah seperti yang dinyatakan
di dalam Alkitab. Dalam hubungan ini kita dapat mengacu khususnya Kitab kejadian 1 dan 2.
Sebagai makhluk ciptaan Allah, manusia harus menghormati dan bertakwa kepada Sang
Penciptanya. Sebagai pengemban mandat Allah untuk menguasai, mengembangkan dan
mengelola bumi beserta segala isinya, ia dikaruniai potensi akal budi dan keluhuran jiwa yang
harus dikembangkan dan digunakannya dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggungjawab.

7
Karena setiap dan semua manusia adalah citra Allah sendiri, maka di dalam kehidupannya
manusia harus saling menghormati dan mengasihi satu sama lain, melalui solidaritas dan peri
kemanusiaan yang dijunjung tinggi. Pada sebelah lain Alkitab juga mengajarkan kepada kita
tentang hakikat manusia sebagai makhluk. Oleh kemakhlukannya itu manusia harus menyadari
akan keterbatasan-keterbatasannya dan kelemahan-kelemahannya. Tidak hanya itu. Alkitab juga
mengajarkan tentang kenyataan manusia yang berada di bawah ancaman dan cengkeraman kuasa
dosa. Oleh sebab itu manusia juga dapat dan memang sering salah dan keliru, melawan dan
memberontak terhadap tuntutan kebenaran dan keadilan Sang Pencipta. Itulah sebabnya manusia
harus kritis terhadap dirinya sendiri maupun sesamanya. Dengan segala potensi yang
dimilikinya, manusia tidak hanya dapat membangun dirinya sendiri dan sesamanya, tetapi juga
merusak dan menghancurkannya. Syukur, bahwa Alkitab tidak hanya berhenti sampai di situ.
Alkitab juga mengajarkan kepada kita bahwa Allah, berdasarkan kasih-Nya kepada manusia,
berkenan menyelamatkan dan melindungi manusia, asal manusia mau mendengarkan dan
mentaati petunjuk-petunjukNya, serta percaya dan hidup di dalam karya penyelamatan-Nya.
Itulah sebabnya, bagi orang-orang beriman hidup ini selain penuh dengan perjuangan dan
kesulitan, juga selalu masih tetap mengandung pengharapan dan kemungkinan-kemungkinan
baru untuk mengupayakan dan mencapai sesuatu yang lebih baik.

Oleh pemahaman berdasarkan pernyataan Alkitab mengenai hakikat dan realitas manusia
seperti diuraikan di atas, maka pandangan dan sikap kita sebagai penganut iman Kristen
mengenai manusia dan kehidupannya di dunia ini akan diwarnai dengan sesuatu yang sifatnya
tidak terlalu optimistis (memuja dan mengagung-agungkan secara mutlak), tetapi juga tidak
pesimistis (curiga dan negatif), melainkan realistis kritis. Artinya, mengakui secara utuh bahwa
manusia itu memang dikaruniai oleh Tuhan potensi dan kekuatan-kekuatan yang hebat, namun
juga tidak lepas dari kelemahan, kekurangan dan dosa-dosa. Di samping manusia dengan segala
prestasinya itu memang patut dipuji dan dibanggakan, ia tidak kebal terhadap kekeliruan dan
kesalahan, sehingga perlu dikecam dan dipersalahkan. Lain daripada itu, iman kepada karya
penyelamatan Allah di dalam Kristus yang menjanjikan dan menjamin akan adanya pembaruan
hidup secara, terus menerus sampai terwujudnya Langit dari dan Bumi Baru pada akhir zaman,
membuat para orang beriman akan selalu berpengharapan, sehingga pantang menyerah dan
berputus asa di dalam pergumulan dan perjuangan. Baik pandangan mengenai hakikat manusia,
maupun keyakinan iman akan selalu adanya pengharapan itu hendaknya tidak hanya kita simpan

8
dan terapkan di dalam lingkup kehidupan pribadi dan persekutuan Kristen saja, melainkan harus
pula kita pancarkan dan persaksikan keluar, bagi dan di dalam kehidupan masyarakat luas.
Pemberitaan, kesaksian dan keterlibatan kita di dalam kehidupan masyarakat harus merupakan
perwujudan nyata dari keyakinan imaniah kita mengenai hakikat dan realitas manusia dan dunia
sebagaimana dinyatakan oleh Alkitab: realistis kritis berpengharapan.3

Di tengah-tengah kehidupan dan perjuangan masyarakat, bahaya dan godaan untuk menjadi
terlalu optimistis atau pesimistis, memutlakkan apa yang sifatnya duniawi, tak sempurna dan tak
kekal atau menjadi putus asa dan frustrasi, selalu mengancam. Dalam keadaan kenyataan yang
sedemikian itu keyakinan keagamaan yang kita anut dan pegangi perlu kita beritakan dan pancar
luaskan. Di sinilah menurut hemat saya kita temukan kaitan relevansi agama atau iman Kristen
kita dengan pendidikan nasional yang seperti telah diungkapkan di depan bertujuan untuk
meningkatkan harkat dan martabat manusia Indonesia. Dan kaitan tersebut sekaligus juga
merupakan panggilan yang harus kita penuhi.

BAB II

3
Jalaludin, Teologi Pendidikan, ( Jakarta PT raja Grafindo Persada), 2003.

9
PENUTUP

Kesimpulan

Dalam peningkatan pengetahuan tentu harus berpendidikan, dimana, pendidikan


merupkan upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak manusia lebih maju dengan
berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang
lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan maupun perbuatan.

Dalam hubungan ini agama dapat disebut sebagai salah satu unsur pembentuk
masyarakat. Sebagai unsur pembentuk masyarakat, peranan agama dapat bersifat positif atau
negatif. Positif, artinya menunjang atau mengukuhkan keadaan dan perkembangan masyarakat.
Sedangkan yang dimaksudkan dengan negatif ialah fungsinya sebagai penjaga dan pengritik
keadaan serta perkembangan yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat, yang tidak sesuai
dengan, atau tidak dapat dibenarkan oleh kaidah-kaidah keagamaan ini. Pendidkan Agama
Kristen juga mempunyai peran dalam pembentukan Karakter untuk menjadikan seseorang
memiliki iman spiritual yang tinggi dengan mengenal lebih dekat mengenai Allah pemberi
hidup.

10
Daftar Pustaka
Jalaludin, Teologi Pendidikan, ( Jakarta PT raja Grafindo Persada), 2003.

Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan, cet.2, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001)

www.blogspot.pendidikan-nasional.com

http.//www.beranda-jiwa.info/pendekatan-tentang-pembelajaran-sosial.

11

Anda mungkin juga menyukai