LITURGIKA
Ibadah pada Zaman
Marthin Luther
NIM : 201641198
Kata Pengantar………………………………. 1
Daftar Isi…………………………………….. 2
Pendahuluan………………………………… 3
Pembahasan………………………………… 5
2.2.1 Liturgi…………………………………… 12
2.2.2 Musik……………………………………… 13
Refleksi Teologis…………………………….. 20
KESIMPULAN 24
KEPUSTAKAAN 25
PEMBAHASAN
Ibadah pada Zaman Martin Luther
4
2.1 Latar belakang situasi pembahasan
2
Herman Wegman, Christian Worship in East and West (New York:
Pueblo Publishing Company, 1987), hal. 297-298
3
Dr. F.D Wellem, M.Th, Riwayat hidup singkat Tokoh-Tokoh dalam
Sejarah Gereja (Jakarta BPK: Gunung Mulia, 2009) hal. 124
Ibadah pada Zaman Martin Luther
5
hujan lebat yang hebat. Luther sangat ketakutan. Ia merebahkan
dirinya ke tanah sambil memohon keselamatan dari bahaya kilat.
Luther berdoa kepada Santa Anna, yaitu orang kudus yang
dipercayai sebagai pelindung dari bahya kilat. Pada 16 Juli 505 ia
memasuki biara Serikat Eremit Augustinus di Erfurt dengan
diiringi oleh sahabat-sahabatnya. Luther berusaha untuk
memenuhi peraturan-pertaturan biara melebihi para biarawan.
Lainnya. Ia banyak berpuasa, berdoa, dan menyiksa diri
sehingga terlihat paling saleh dan raji di antara semua para
biarawan. Ia mengaku dosanya dihadapan imam setidaknya
sekali seminggu. Dalam setiap doa, Luther mengucapkan 27 kali
doa Bapa Kami dan Ave Maria. Luther membaca Alkitab
dengan rajin dan teliti. Semua itu diperbuatnya untuk mencapai
kepastian tentang keselamatannya. Sebenarnya, Luther
mempunyai pergumulan yang berat, yaitu bagaimana
memperoleh seorang Allah yang berbelas kasih. Gereja
mengajarkan bahwa Allah adalah seorang hakim yang akan
menghukum orang yang tidak benar dan melepaskan orang yang
benar. Luther merasa ia tidak mungkin menjadi orang yang
benar. Ia pasti mendapat hukuman dari Allah yang bertindak
sebagai hakim itu. Meski telah menjadi biarawan, pergumulan
rohani itu tidak kunjung selesai.4 Dalam pembaruannya, para
4
Bio-Kristi 3, Martin Luther.
http://googleweblight.com/i?u=http://m/biokristi.sabda.org/martin_lu
ther_1483_1546*hl=id-ID (Diakses: 15 Mei 2018, pukul: 06:57 WITA)
Ibadah pada Zaman Martin Luther
6
reformator juga menolak struktur hirarkhi gereja yang dianggap
bertentangan dengan Alkitab Perjanjian Baru. Titik tolak utama
dan prinsip reformasi gereja adalah “kembali kepada Alkitab”
(back to the Bible). Dengan menempatkan Alkitab sebagai dasar
pijakan satu-satunya (sola scriptura), maka perlahan-lahan
gerakan reformasi gereja pada abad XVI mengadakan pembaruan
dalam berbagai bidang kehidupan gereja. Umat diajak untuk
melihat kekayaan dan wibawa Alkitab sebagai firman Allah yang
menuntun kepada keselamatan.5 Di Roma, Luther melihat
keburukan-keburukan yang luar biasa. Para klerus hidup
seenaknya saja. Nilai-nilai kekristenan sangat merosot di kota
suci ini. Dalam kekecewaannya Luther berkata, “seandainya ada
neraka, maka kota Roma telah dibangun di dalam neraka.”
Luther memiliki kesan bahwa dahulu Roma adalah kota paling
suci di dunia, kini malah yang terburuk. Meski demikian
kepercayaan Luther terhadap Gereja Katolik Roma tidak
tergugat.
6
Cheslyn Jones (editor). The study of Liturgi, “Reformation Churches”
by. Paul F. Bradshaw, SPCK, Holy Trinity Church, Marylebone Road,
London, 198. Consultation on Common Texts (CCT), www.commontects.org
Ibadah pada Zaman Martin Luther
8
Tata ibadah yang digunakan Marthin Luther merupakan
salah satu dari 9 induk liturgi gereja-gereja protestan, yang
dikenal dengan istilah “Liturgi Protestan” yang bermula dari
konflik antara pimpinan Gereja Katolik Roma pada abad ke-16.
Perubahan liturgi diadakan oleh Luther berasal dari Alkitab,
Gereja mula-mula dan struktur misa Roma, terutama liturgi dari
zaman Patristik. Alkitab mendapat peran dominan dalam ibadah.
Selain itu, Luther juga membersihkan gereja dari segala unsur
yang dianggapnya kafir dan hanya merupakan “embel-embel
zaman”. Patung-patung dan lukisan orang kudus dihilangkan dari
ereja agar tidak ada hal dalam gereja yang menyerupai atau
mengimajinasikan dewa-dewi. Ia hanya mengizinkan adanya tiga
meja dalam gereja untuk pembacaan Alkitab, meja untuk
pembacaan Injil dan pemberitaan Firman, serta meja untuk
perjamuan kudus.7
2.2.1 Liturgi
9
Dr. F.D Wellem, M.Th, Riwayat hidup singkat Tokoh-Tokoh dalam
Sejarah Gereja (Jakarta BPK: Gunung Mulia, 2009) hal. 127-128
10
Rasid Eachman, Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi. (Jakarta: BPK
Gunung Mulia,2012) hal. 135-136
Ibadah pada Zaman Martin Luther
12
dengan Liturgi Katolik Roma. Ada unsur-unsur liturgi yang
dibuang. Semua nyanyian adalah dalam bahasa Latin diganti
dengan bahasa Jerman dan diubah istilahnya. Misalnya, Agnus
Dei digantikan dengan judul Christe, du Lamm Gottes.11
2.2.2 Musik
11
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Liturgi_Protestan (Diakses: 8 Mei
2018, pada 10:55 WITA)
Ibadah pada Zaman Martin Luther
13
2.2.3 Paduan Suara
12
Sarapan pagi Bilika, Martin Luther.
http://www.sarapanpagi.orh/martin-luther-vt69.html (diakses: 14 Mei
2018 pada 11:38 WITA)
13
Rasid Eachman, Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi. (Jakarta: BPK
Gunung Mulia,2012) hal. 142
Ibadah pada Zaman Martin Luther
14
dikenakan oleh seorang sarjana. Baju ini terkenal hamper
diseluruh Jerman. Juga diluar Jerman yaitu di Swiss dan di
Prancis, jemaat-jemaat protestan menggantikan “pakaian jabatan”
gereja Roma Katolik dengan pakaian “robe” (jubah panjang)
yang biasa dipakai di Geneva pada waktu itu. Ketika Calvin
berkhotbah dia mengenakan baju ini. Dan ini kemudian diikuti
oleh badan-badan sending yang datang ke Indonesia. Gereja-
gereja beraliran Reformeed (Calvinis) memakai “robe” (jubah
panjang) dan gereja-gereja beraliran Lutheran memakai “toga”
(jubah kesarjanaan = pakaian akademis). Tetang hal ini Luther
memberikan kebebasan penuh kepada pengikut-pengikutnya
dengan syarat kebebasan itu tidak disalah-gunakan. Pada
tahun 1854, Sinode Den Haag memutuskan bahwa toga harus
dipakai oleh para pelayan dalam pelayanannya, namun itu bukan
dipahami sebagai “pakaian jabatan” tetapi supaya kelihatan lebih
khidmat: “pelayanan yang khidmat harus dilayani dalam pakaian
yang khidmat”.
14
Abineno,J.L.Ch; Gereja dan Ibadah Gereja (Jakarta BPK-Gunung
Mulia, 1986) hlm. 160-168)
Ibadah pada Zaman Martin Luther
16
lebih luas dibandingkan dengan sekadar khotbah atau pidato.
Martin Luther menekankan perlunya pembacaan Alkitab secara
selektif (lectio selecta) dan teratur dari Perjanjian Lama
(Tanakh), surat rasuli (epistle) dan Injil (evangelium). Bagi
Martin Luther, melalui pemberitaan firman, Allah sedang
mengumpulkan dan menggembalakan umat. Karena itu
pemberitaan firman yang disebut “homili” (bukan sekedar
khotbah) harus disampaikan secara terbuka dan mendalam.
Melalui “homili” umat diajak untuk memahami kekayaan firman
Allah di mana Kristus sebagai Firman Hidup. Praktik pengajaran
yang benar adalah melalui homili. Asal kata homili sendiri
berasal dari kata homileo yang berarti berbicara, bercakap-cakap
dalam rangka mengajar. Dengan demikian pusat seluruh
pemberitaan firman adalah Kristus. Prinsip pemberitaan firman
demikian akan mencegah umat untuk memperoleh suatu
pengajaran yang melantur dan jauh dari nafas iman Kristen. 15
Oleh karena itu, khotbah yang menonton tidak dapat
berlangsung. Sakramen pun menjadi nyata dan sah hanya melalui
pemberitaan firman. Ada tiga kesewenang-wenangan yang
15
Pdt. Yohanes Bambang Mulyono, Sekilas Perkembangan Historis
Liturgi dari Reformasi sampai Masa Kini.
http://yohanesbm.com/2015/11/22/sekilas-perkembangan-historis-
liturgi-dari-reformasi-sampai-masa-kini/ (Diakses: 15 Mei 2018, pada
11:56)
Ibadah pada Zaman Martin Luther
17
mengakibatkan terjadinya penyelewengan dalam memberitakan
firman dalam ibadah, yaitu:
REFLEKSI TEOLOGIS
KEPUSTAKAAN