Anda di halaman 1dari 26

HOMILETIKA-

LITURGIKA
Ibadah pada Zaman
Marthin Luther

NAMA : APRILINI K. KAWENAS

NIM : 201641198

DOSEN : Pdt. ROY DECKY TAMAWEOL Th.M

YAYASAN Ds. A.Z.R. WENAS


UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA TOMOHON
FAKULTAS TEOLOGI
2018
.
KATA PENGANTAR Ibadah pada
Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan yang MahaZamanEsa,
yang sudah melimpahkan hikmat, kemampuan dan berkatnya Martin Luther
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul
"Ibadah pada Zaman Martin Luther"

Maksud dan tujuan dari penulisan ini untuk memenuhi


tugas akhir semester untuk mata kuliah Homiletka-Liturgika
kelas dari dosen Pdt. Roy D. Tamaweol Th,M. Dalam penulisan
tugas akhir ini cukup sering saya temui berbagai hambatan, tapi
berkat bimbingan, pertolongan, nasihat serta saran dari semua
pihak akhirnya saya dapat menyelesaikan pembuatan tugas
akhir ini. Walaupun begitu, saya tahu masih terdapat banyak
keterbatasan dan kekurangan dalam penulisan ini, maka dari itu
saya sangat membutuhkan dan menerima berbagai saran dan
kritik yang membangun agar dimasa yang akan datang saya
dapat membuat tulisan yang lebih baik lagi.

Ibadah pada Zaman Martin Luther


1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………. 1

Daftar Isi…………………………………….. 2

Pendahuluan………………………………… 3

Pembahasan………………………………… 5

2.1 Latar belakang situasi pembahasan ……… 6

2.2 Praktek-pratek ibadah…………………… 10

2.2.1 Liturgi…………………………………… 12

2.2.2 Musik……………………………………… 13

2.2.3 Paduan Suara……………………………… 14

2.2.4 Simbol-simbol liturgi…………………… 15

2.2.5 Pemberitaan Firman…………………… 17

Refleksi Teologis…………………………….. 20

KESIMPULAN 24

KEPUSTAKAAN 25

Ibadah pada Zaman Martin Luther


2
PENDAHULUAN

Ibadah Kristen merupakan perbuatan atau


pernyataan bakti terhadap Allah. Tata ibadah adalah salah
satu usaha gereja dalam rangka mengektifkan hubungan
(dialog) antara Allah dan manusia, sekaligus dalam rangka
p14:26-33). Dan Khotbah erat kaitannya dengan liturgi,
karena merupakan bagian dalam liturgi. Liturgi tanpa
khotbah, tidaklah lengkap demikian sebaliknya. Homiletika
(ilmu berkhotbah) dan liturgi pun tidak lepas kaitannya
dengan sejarah perkembangan serta pengaruhnya dalam
gereja. Marthin Luther berkata khotbah adalah unsur
termulia.1 Dengan demikian pemimpin ibadah harus
mengetahui perkembangan dari gereja di mana homiletika-
liturgika pun sama-sama mengalami perubahan-perubahan
di dalamnya. Lewat mengetahui sejarah perkembangan dan
unsur-unsur ibadah yang digunakan, maka pemimpin
ibadah akan menemukan keunikan-keunikan dalam ibadah,
penyebab terjadinya perubahan dalam liturgi terlebih
khusus Abad Pertengahan, serta pengkhotbah juga akan
mempelajari bahaya apa saja yang selalu mengancam dalam
gereja. Dalam hal ini, topik ini akan membahas tentang
1
Jacko, Apa itu Homiletika. http://jalovi-jacko.blogspot.cp.od/p/apa-
itu-homiletika.html?m=1 (diakses : 8 Mei 2018, pada 10:47 WITA)
Ibadah pada Zaman Martin Luther
3
Ibadah khususnya “Ibadah pada Zaman Marthin Luther”.
Tujuan penulisan topik ini juga untuk memenuhi tugas
akhir semester genap mata kuliah Homiletika Liturgika.

PEMBAHASAN
Ibadah pada Zaman Martin Luther
4
2.1 Latar belakang situasi pembahasan

Reformasi gereja abad ke-16 adalah salah satu tahap


penting dalam sejarah liturgi. Setidaknya bagi pembentukan
liturgi gereja-gereja Reformasi kemudian. Para Reformator tidak
hanya mengguncang tata gereja. Mereka juga membarui praktik
liturgi Abad-abad pertengahan, terutama Abad-abad pertengahan
kedua. Paus yang memiliki kuasa dalam urusan sekuler dan pajak
yang dikenakan kepada umat ditentang. Akan timbulnya sebuah
reformasi telah tampak menjelang Abad-abad pertengahan.
Pembaruan tersebut menyangkut pembaruan negara dan gereja.
Masyarakat, yaitu kaum terpelajar dan warga negara, telah
dikecewakan oleh dua lembaga tersebut, terutama oleh gereja. 2

Martin Luther dikenal sebagai seorang tokoh reformator gereja di


Jerman. Gerekan Reformasi yang diusahakannya telah
menyebabkan berdirinya sebuah gereja lain di samping Gereja
Katolik Roma, yaitu Gereja Lutheran. 3
Pada tahun 1505 Luther
menyelesaikan studi persiapannya dan ia boleh memasuki
pendidikan ilmu hukumnya. Namun, pada 2 Juni 1505 terjadi
suatu peristiwa yang membelokkan seluruh kehidupannya.
Dalam perjalanan pulang dari Mansfels ke Erfurt tiba-tiba turun

2
Herman Wegman, Christian Worship in East and West (New York:
Pueblo Publishing Company, 1987), hal. 297-298
3
Dr. F.D Wellem, M.Th, Riwayat hidup singkat Tokoh-Tokoh dalam
Sejarah Gereja (Jakarta BPK: Gunung Mulia, 2009) hal. 124
Ibadah pada Zaman Martin Luther
5
hujan lebat yang hebat. Luther sangat ketakutan. Ia merebahkan
dirinya ke tanah sambil memohon keselamatan dari bahaya kilat.
Luther berdoa kepada Santa Anna, yaitu orang kudus yang
dipercayai sebagai pelindung dari bahya kilat. Pada 16 Juli 505 ia
memasuki biara Serikat Eremit Augustinus di Erfurt dengan
diiringi oleh sahabat-sahabatnya. Luther berusaha untuk
memenuhi peraturan-pertaturan biara melebihi para biarawan.
Lainnya. Ia banyak berpuasa, berdoa, dan menyiksa diri
sehingga terlihat paling saleh dan raji di antara semua para
biarawan. Ia mengaku dosanya dihadapan imam setidaknya
sekali seminggu. Dalam setiap doa, Luther mengucapkan 27 kali
doa Bapa Kami dan Ave Maria. Luther membaca Alkitab
dengan rajin dan teliti. Semua itu diperbuatnya untuk mencapai
kepastian tentang keselamatannya. Sebenarnya, Luther
mempunyai pergumulan yang berat, yaitu bagaimana
memperoleh seorang Allah yang berbelas kasih. Gereja
mengajarkan bahwa Allah adalah seorang hakim yang akan
menghukum orang yang tidak benar dan melepaskan orang yang
benar. Luther merasa ia tidak mungkin menjadi orang yang
benar. Ia pasti mendapat hukuman dari Allah yang bertindak
sebagai hakim itu. Meski telah menjadi biarawan, pergumulan
rohani itu tidak kunjung selesai.4 Dalam pembaruannya, para

4
Bio-Kristi 3, Martin Luther.
http://googleweblight.com/i?u=http://m/biokristi.sabda.org/martin_lu
ther_1483_1546*hl=id-ID (Diakses: 15 Mei 2018, pukul: 06:57 WITA)
Ibadah pada Zaman Martin Luther
6
reformator juga menolak struktur hirarkhi gereja yang dianggap
bertentangan dengan Alkitab Perjanjian Baru. Titik tolak utama
dan prinsip reformasi gereja adalah “kembali kepada Alkitab”
(back to the Bible). Dengan menempatkan Alkitab sebagai dasar
pijakan satu-satunya (sola scriptura), maka perlahan-lahan
gerakan reformasi gereja pada abad XVI mengadakan pembaruan
dalam berbagai bidang kehidupan gereja. Umat diajak untuk
melihat kekayaan dan wibawa Alkitab sebagai firman Allah yang
menuntun kepada keselamatan.5 Di Roma, Luther melihat
keburukan-keburukan yang luar biasa. Para klerus hidup
seenaknya saja. Nilai-nilai kekristenan sangat merosot di kota
suci ini. Dalam kekecewaannya Luther berkata, “seandainya ada
neraka, maka kota Roma telah dibangun di dalam neraka.”
Luther memiliki kesan bahwa dahulu Roma adalah kota paling
suci di dunia, kini malah yang terburuk. Meski demikian
kepercayaan Luther terhadap Gereja Katolik Roma tidak
tergugat.

Di Universitas Wittenberg, Luther mulai menguliahkan


tafsiran Kitab Mazmur, kemudian surat Roma, Galatia dan Surat
Ibrani. Sementara itu pergumulan rohaninya terus berjalan, yaitu
mencari Allah yang rahmani. Ia menemukan pengertian yang
baru tentang perkataan-perkataan Paulus dalam Roma 1:16-17.
5

Ibadah pada Zaman Martin Luther


7
Luther mengartikan kebenaran Allah tidak lain daripada rahmat
Allah, yang menerima orang-orang yang berdosa serta berputus
asa terhadap dirinya, tetapi menolak dirinya baik. Kebenaran
Allah adalah sikap Allah terhadap orang-orang berdosa yang
membenarkan manusia berdosa karena kebenaran-Nya. Tuhan
Allah memandang manusia berdosa sebagai orang-orang benar.
Dan Luther menyampaikan penemuannya itu di dalam kuliah-
kuliahnya. Penemuan ini menjadi titik meletusnya gerakan
reformasi Luther. Titik meletusnya gerakan reformasi Luther
adalah masalah penjualan surat indulgensia (penghapusan siksa)
pada masa pemerintahan Paus Leo X untuk membangun gedung
Gereja Rasul Petrus di Roma dan pelunasan utang Uskup Agung
Albrecht dari Mainz. Luther tak dapat menerima praktik seperti
itu dengan berdiam diri saha. Hatinya memberontak. Itulah
sebabnya ia mau mengundang para intelektual Jerman untuk
mengadakan perdebatan teologis mengenai surat indulgensia.
Demi maksud itu Luther merumuskan 95 Dalilnya dan
ditempelkannya di pintu gerbang gereja Istana Wittenberg, 31
Oktober 1517. Dalil-dalil Luther sudah tersebar di seluruh
Herman dalam tempo sebulan saja dan gerakan reformasi Luther
terus berjalan.6

6
Cheslyn Jones (editor). The study of Liturgi, “Reformation Churches”
by. Paul F. Bradshaw, SPCK, Holy Trinity Church, Marylebone Road,
London, 198. Consultation on Common Texts (CCT), www.commontects.org
Ibadah pada Zaman Martin Luther
8
Tata ibadah yang digunakan Marthin Luther merupakan
salah satu dari 9 induk liturgi gereja-gereja protestan, yang
dikenal dengan istilah “Liturgi Protestan” yang bermula dari
konflik antara pimpinan Gereja Katolik Roma pada abad ke-16.
Perubahan liturgi diadakan oleh Luther berasal dari Alkitab,
Gereja mula-mula dan struktur misa Roma, terutama liturgi dari
zaman Patristik. Alkitab mendapat peran dominan dalam ibadah.
Selain itu, Luther juga membersihkan gereja dari segala unsur
yang dianggapnya kafir dan hanya merupakan “embel-embel
zaman”. Patung-patung dan lukisan orang kudus dihilangkan dari
ereja agar tidak ada hal dalam gereja yang menyerupai atau
mengimajinasikan dewa-dewi. Ia hanya mengizinkan adanya tiga
meja dalam gereja untuk pembacaan Alkitab, meja untuk
pembacaan Injil dan pemberitaan Firman, serta meja untuk
perjamuan kudus.7

2.2 Praktek-pratek ibadah

Selain pemberitan Firman pada hari Minggu, Luther


menerapkan ibadah harian atau ofisi. Ada tiga waktu doa
komunal setiap hari, yaitu ibadah pagi, ibadah siang, dan ibadah
senja. Ibadah siang dilakukan setelah makan siang. Ibadah siang
7
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Liturgi_Protestan (Diakses: 8 Mei
2018, pada 10:55 WITA)

Ibadah pada Zaman Martin Luther


9
ini wajib dilakukan terutama bagi mereka yang tidak melakukan
ibadah pagi dan senja.

Pembacaan Perjanjian Lama memegang peran penting


dalam ibadah pagi. Ibadah pagi dalam pola ibadah harian
disarankan untuk dilayankan pada sekitar pukul 04.00 atau 05.00
setiap hari. Pastor atau pengkhotbah memilih salah satu Kitab
Perjanjian Lama dan membacakannya. Siapapun boleh
membacakan Alkitab sejumlah setengah atau satu-dua pasal
hingga selesai. Hal ini bertujuan agar umat tetap melatih diri
terampil dan pandai dalam memahami Alkitab.

Setelah nas Alkitab ditafsirkan, umat mengucap syukur


kepada Allah, memuji Dia, dan berdoa. Mazmur-mazmur,
responsoria, dan beberapa antifon yang baik dari Katolik Roma
tetap digunakan. Keseluruhan waktu yang dipakai untuk ibadah
pagi ialah sekitar satu jam. Lebih dari itu, ibadah harian dapat
membuat orang menjadi keras kepala dan berkepala batu.
Mungkin yang dimaksud adalah khotbah terlalu lama tidak
membuat umat lebih banyak mendengar; justru sebaliknya, umat
lebih tidak mendengarkannya.

Kemudian umat dapat mengikuti ibadah senja pada


waktu 17.00 atau pukul 18.00. walaupun pembacaan perjanjian
lama dapat dibacakan kembali, akan lebih baik jkikam membaca
Pernjanjian Baru. Sebagaimana daftar nas, nyanyian jemaat dan

Ibadah pada Zaman Martin Luther


10
Mazmur-mazmur pun dipilih oleh Pastor atau Pendeta.
Pembacaan Alkitab pada liturgi hari Minggu adalah Injil untuk
kebaktian pagi dan surat rasuli untuk kebaktian senja.

Pada kenyataannya, dan disadari oleh Luther, ibadah


harian untuk dihadiri oleh seluruh umat. namun, mereka yang
terpanggil sebagai pendeta atau calon pendeta sebaiknya
menghadirinya. Liturgi hari Minggu harus dihadiri oleh segenap
umat, sedangkan ibadah harian adalah waktu beribadah untuk
kelompok kecil. Hingga kini, di Indonesia praktik ibadah hampir
lenyap dalam kegiatan gereja-gereja Lutheran atau gereja-gereja
Lutheran atau gereja-gereja Reformasi secara umum. 8

Dalam salah satu karangan Martin Luther ia menjelaskan


pandangan teologinya dalam buku De Captivitate Babylonica
Ecclesiae (Pembuangan Babel untuk Gereja), Oktober 1520. Ia
membahas sakramen-sakramen. Menurut Luther, ketujuh
sakramen yang ada dalam Gereja Katolik Roma menawan orang
Kristen sejak ia lahir hingga masuk kubur. Padahal, menurut
kesaksian Alkitab, hanya dua sakramen yang diperintahkan oleh
Tuhan Yesus, Yaitu Baptisan Kudus dan perjamuan
Kudus.Mengenai perjamuan Kudus, Luther mencatat tiga
kesalahan, kaum awam, ajaran transsubstansiasi, dan kurban
misa. Menurut Luther, praktik tidak diberikannya caean kepada
8
Rasid Eachman, Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi. (Jakarta: BPK
Gunung Mulia,2012) hal. 142
Ibadah pada Zaman Martin Luther
11
umat bertentangan dengan Alkitab. Matius, Markus, Lukas dan
Paulus bersaksi bahwa semua sakramen dimaksudkan baik untuk
para klerus maupun untuk kaum awam (umat).9

2.2.1 Liturgi

Reformasi gereja abad ke-16 adalah salah satu tahap


penting dalam sejarah liturgi. Agar tidak menimbulkan
kegelisahan dalam umat, Marthin Luther memperbaharui liturgi
secara bertahap. Marthin Luther adalah seorang pembaru gereja
yang sabar dan hati-hati dalam hal liturgi. 10Pertama-tama, dalam
buku Formula Misae, Luther memberikan contoh bahwa umat
berhak menerima roti dan anggur dalam ekaristi. Khotbah
menjadi unsur utama dalam kebaktian karena menurutnya liturgi
adalah pemberitaan firman. Pembacaan Alkitab dan khotbah
disampaikan dalam bahasa pribumi, sementara hal-hal yang
lainnya, misalnya nyanyian jemaat, boleh disampaikan dalam
bahasa latin. Imam bebas memilih pakaian, asalkan tidak
menonjolkan kemewahan dan kemegahan. Luther melakukan
pembaruan selanjutnya yang ditulis tahun 1526 dalam buku
Deeutsche Messe (Misa Jerman). Dalam buku ini, perbedaan
Liturgi yang diperbaharui oleh Luther tampak semakin berbeda

9
Dr. F.D Wellem, M.Th, Riwayat hidup singkat Tokoh-Tokoh dalam
Sejarah Gereja (Jakarta BPK: Gunung Mulia, 2009) hal. 127-128
10
Rasid Eachman, Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi. (Jakarta: BPK
Gunung Mulia,2012) hal. 135-136
Ibadah pada Zaman Martin Luther
12
dengan Liturgi Katolik Roma. Ada unsur-unsur liturgi yang
dibuang. Semua nyanyian adalah dalam bahasa Latin diganti
dengan bahasa Jerman dan diubah istilahnya. Misalnya, Agnus
Dei digantikan dengan judul Christe, du Lamm Gottes.11

2.2.2 Musik

Martin Luther adalah seorang pecinta musik. Dia sangat


menghargai kekayaan musik gerejawi. Ia cukup produktif
menggubah lagu untuk dinyanyikan jemaat. Luther juga memakai
teknik parodi yaitu membubuhkan syair sakral pada melodi lagu
sekuler seperti lagu rakyat. Demikian pula, banyak lagu gereja
sebelumnya (gregorian Chant) diolah kembali dengan
mengenakan syair yang baru. Lagunya yang terkenal sepanjang
masa seperti “Allah, Bentengku yang kukuh” (Ein Feste Burg ist
Unser Gott). Pada waktu tahun 1524, Luther dibantu Johan
Walther menerbitkan buku nyanyian (Wittenberg Gesangbuch).
Dalam ibadah, Luther juga mengizinkan pemakaian alat musik
sejauh tidak mengganggu penyampaian pesan Alkitab atau lagu
kepada jemaat. Dalam pengantar “Missa Jerman” yang
dikarangnya pada tahun 1526, Luther tidak keberatan seandainya
aneka alat musik dipakai sejauh mendukung pemberitaan dan
pendidikan Firman.12

11
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Liturgi_Protestan (Diakses: 8 Mei
2018, pada 10:55 WITA)
Ibadah pada Zaman Martin Luther
13
2.2.3 Paduan Suara

Menurut Luther, nyanyian jemaat harus bervariasi dan


menjemaat. Kyrie eleison dinyanyikan oleh pendeta dan umat
bersama-sama sebagaimana pada zaman Patristik dan
dipraktikkan oleh Gereja Timur. Jangan hanya menyerahkan
nyanyian ini kepada paduan suara atau anak-anak sebagai praktik
liturgi Abad-abad pertengahan. Lagunya pun sebaiknya dibuat
bervariasi sesuai dengan tahun liturgi. Setelah Kyreie eleison,
menyusul himne malaikat, yakni Gloria in exelsis.13

2.2.4 Simbol-simbol liturgi

Pada tahun 1524 Luther berkhotbah di Wittenberg


dengan pakaian toga-sarjananya (bukan seperti pakaian para
klerus) yang dinamai dengan “Schaube” dan dari  pakaian toga-
sarjananya inilah timbul apa yang kemudian dalam gereja-gereja
Luteran disebut “talar injili” (=tunica talaris) yaitu baju toga
(pakaian akademis) berwarna hitam sebagai baju biasa yang

12
Sarapan pagi Bilika, Martin Luther.
http://www.sarapanpagi.orh/martin-luther-vt69.html (diakses: 14 Mei
2018 pada 11:38 WITA)
13
Rasid Eachman, Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi. (Jakarta: BPK
Gunung Mulia,2012) hal. 142
Ibadah pada Zaman Martin Luther
14
dikenakan oleh seorang sarjana. Baju ini terkenal hamper
diseluruh Jerman. Juga diluar Jerman yaitu di Swiss dan di
Prancis, jemaat-jemaat protestan menggantikan “pakaian jabatan”
gereja Roma Katolik dengan pakaian “robe” (jubah panjang)
yang biasa dipakai di Geneva pada waktu itu. Ketika Calvin
berkhotbah dia mengenakan baju ini. Dan ini kemudian diikuti
oleh badan-badan sending yang datang ke Indonesia. Gereja-
gereja beraliran Reformeed (Calvinis) memakai “robe” (jubah
panjang) dan gereja-gereja beraliran Lutheran memakai “toga”
(jubah kesarjanaan = pakaian akademis). Tetang hal ini Luther
memberikan kebebasan penuh kepada pengikut-pengikutnya
dengan syarat kebebasan itu tidak disalah-gunakan. Pada
tahun 1854, Sinode Den Haag memutuskan bahwa toga harus
dipakai oleh para pelayan dalam pelayanannya, namun itu bukan
dipahami sebagai “pakaian jabatan” tetapi supaya kelihatan lebih
khidmat: “pelayanan yang khidmat harus dilayani dalam pakaian
yang khidmat”.

 Warna sesuai dengan tema perayaan liturgi

Warna Putih ; umumnya dipandang sebagai symbol


kemurnian, kesucian; ketidaksalahan, terang yang yang
tak terpadamkan dan kebenaran mutlak. (digunakan pada
masa Natal s/d Minggu Epifanias; Paskah; Minggu
Trinitatis).

Ibadah pada Zaman Martin Luther


15
Warna Merah ; Merupakan warna api dan darah. Warna
merah ini dihubungkan dengan penumpahan darah para
martir sebagai saksi-saksi iman sebagaimana Yesus
sendiri menumpahkan darahNya bagi kehidupan dunia.
Dalam tradisi Romawi Kuno warna merah merupakan
symbol kuasa tertinggi. (digunakan pada Minggu Adven
ke-3, Minggu Sengsara, Pentakosta)
Hijau ; dipandang sebagai warna yang tenang
(kontemplatif), menyegarkan, melegakan dan memberi
suasana pengharapan. (digunakan pada Minggu-mingg
biasa)
Ungu ; merupakan symbol kebijaksanaan, keseimbangan,
sikap berhati-hati dan mawas diri. (digunakan pada Masa
Adven – Malam Natal; Pra-paskah).
Hitam ; symbol ketiadaan, kegelapan, pengorbanan,
malam, kematian, dan kerajaan orang mati. Maka warna
hitam dapat melambangkan kesedihan dan kedukaan
hati. (digunakan pada Jumat Agung)14

2.2.5 Pemberitaan Firman

Luther adalah seorang pengkhotbah yang kuat,


bertenaga, dan yang senang didengarkan oleh banyak telinga.
Menurut Luther, pemberitaan Firman Tuhan memiliki arti yang

14
 Abineno,J.L.Ch; Gereja dan Ibadah Gereja (Jakarta BPK-Gunung
Mulia, 1986) hlm. 160-168)
Ibadah pada Zaman Martin Luther
16
lebih luas dibandingkan dengan sekadar khotbah atau pidato.
Martin Luther menekankan perlunya pembacaan Alkitab secara
selektif (lectio selecta) dan teratur dari Perjanjian Lama
(Tanakh), surat rasuli (epistle) dan Injil (evangelium). Bagi
Martin Luther, melalui pemberitaan firman, Allah sedang
mengumpulkan dan menggembalakan umat. Karena itu
pemberitaan firman yang disebut “homili” (bukan sekedar
khotbah) harus disampaikan secara terbuka dan mendalam.
Melalui “homili” umat diajak untuk memahami kekayaan firman
Allah di mana Kristus sebagai Firman Hidup. Praktik pengajaran
yang benar adalah melalui homili. Asal kata homili sendiri
berasal dari kata homileo yang berarti berbicara, bercakap-cakap
dalam rangka mengajar. Dengan demikian pusat seluruh
pemberitaan firman adalah Kristus. Prinsip pemberitaan firman
demikian akan mencegah umat untuk memperoleh suatu
pengajaran yang melantur dan jauh dari nafas iman Kristen. 15
Oleh karena itu, khotbah yang menonton tidak dapat
berlangsung. Sakramen pun menjadi nyata dan sah hanya melalui
pemberitaan firman. Ada tiga kesewenang-wenangan yang

15
Pdt. Yohanes Bambang Mulyono, Sekilas Perkembangan Historis
Liturgi dari Reformasi sampai Masa Kini.
http://yohanesbm.com/2015/11/22/sekilas-perkembangan-historis-
liturgi-dari-reformasi-sampai-masa-kini/ (Diakses: 15 Mei 2018, pada
11:56)
Ibadah pada Zaman Martin Luther
17
mengakibatkan terjadinya penyelewengan dalam memberitakan
firman dalam ibadah, yaitu:

1. Firman Allah telah dibisukan. Akibatnya, hanya ada


pembacaan Alkitab dan nyanyian yang tersisa dalam
gereja.
2. Pada waktu, firman Allah dibisukan, muncullah fabel-
fabel dan kebohongan non-Kristen melalui cerita
legenda, himne dan khotbah yang sia-sia.
3. Peribadahan tidak dilayankan sebagai karya anugerah
dan keselamatan Allah, tetapi telah menjadi bebas bagi
umat untuk terpaksa mendengar.

Oleh karena itu, setiap kali umat berkumpul harus ada


pemberitaan firman dan doa. Tanpa pemberitaan firman lebih
baik tidak ada nyanyian, pembacaan Alkitab, sakramen
perjamuan kudus, atau bahkan persekutuan itu sendiri.
Sakramen menjadi nyata dan sah hanya jika melalui
pemberitaan Firman. Tiada kebaktian tanpa homili atau
pesan mimbar. Namun, sayangnya, pembaruan Luther yang
menkenakan pemberitaan firman disalahpahami sehingga
menjadi sebatas khotbah. Padahal, maksudnya ialah
pemberitaan firman melalui khobah yang bernas. Juga sering
kali disalahpahami bahwa bukan maksud Luther
menempatkan pemberitaan firman sebagai pengganti

Ibadah pada Zaman Martin Luther


18
perjamuan kudus karena jarangnya perjamuan kudus
dirayakan di gereja. Bagi Luther, perjamuan kudus
mempunyai peran penting dalam hidup umat. baginya,
perjamuan kudus menjadi sia-sia tanpa pemberitaan Firman.
16

REFLEKSI TEOLOGIS

Ibadah atau liturgi oleh Martin Luther sebagai awal


reformasi, bukanlah dimaksudkan untuk suatu bentuk liturgi yang
kaku, bersifat tetap dan tidak dapat berubah. Sesuai dengan
prinsip gereja reformatoris gereja reformasi adalah gereja yang
senantiasa diperbarui. Namun harus diingat pula pembaruan
liturgi tidak dimaksudkan suatu pembaruan yang lahir dari
“manasuka”. Pembaruan liturgi tidak boleh dilepaskan dari akar
yang mendasar yaitu Alkitab “back to the bible”. Pembaruan
liturgi pada zaman modern memiliki suatu cita-cita yang mulia,
yaitu gereja pada masa kini dan sepanjang zaman mampu untuk
menjelmakan kembali Kristus dalam kehidupan riel. Karena itu
16
Rasid Eachman, Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi. (Jakarta: BPK
Gunung Mulia,2012) hal. 140
Ibadah pada Zaman Martin Luther
19
pembaruan liturgi pada hakikatnya suatu keharusan teologis, agar
melalui pembaruan liturgi tersebut Kristus dihayati secara nyata
dan terkonteks. Pembaruan liturgi janganlah dijadikan alasan
untuk menjauhkan diri dari ibadah “Janganlah kita menjauhkan
diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan
oleh beberapa orang tetapi marilah kita saling menasehati, dan
semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang
mendekat” Ibrani 10:25. Pertumbuhan gereja bukan ditentukan
apa yang digemari oleh umat dan pengkhotbah, tetapi bagaimana
umat hidup dalam ketaatan terhadap seluruh kesaksian Alkitab
dan tradisi gereja, sehingga spiritualitas umat tetap mengalami
kesinambungan (kontinuitas) dan pembaruan. Makna
kesinambungan di sini adalah karena pemberitaan Firman pada
masa kini terkait erat dengan penyataan Allah sebagaimana
terangkum dalam kesaksian Alkitab. Sedang makna pembaruan
karena kehidupan umat perlu senantiasa diperbaharui dalam
terang karya keselamatan dan penebusan Kristus “….karena
kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan
telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus
diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar
menurut gambar Khaliknya;” Kolose 3:9,10. Sebagaimana
kesaksian kitab-kitab Perjanjian Lama memancarkan sinar
pencerahan akan hal bagaimana umat percaya seharusnya
memandang Yesus, dan pada saat yang sama bagaimana sikap

Ibadah pada Zaman Martin Luther


20
iman kepada Kristus dapat memperjelas jelas maksud dan tujuan
Torah dan seluruh kitab nabi. Demikian pula dengan kehidupan
umat pada masa kini.

Menurut Luther, nyanyian jemaat harus bervariasi dan


menjemaat. Jangan hanya menyerahkan nyanyian ini kepada
paduan suara atau anak-anak sebagai praktik liturgi Abad-abad
pertengahan. Setiap kali umat berkumpul harus ada pemberitaan
Firman dan doa. Artinya semua harus berpesan aktif dalam
nyanyian beribadah kepada Allah, “Bernyanyilah bagi Tuhan,
hai segenap bumi, kabarkanlah keselamatan yang dari pada-Nya
dari hari ke hari” 1 Tawarikh 16:23. Melalui pemberitaan
Alkitab secara utuh dan teratur, umat pada masa kini dapat
mengalami bagaimana kekayaan Firman Tuhan yang menerangi
kehidupan mereka, sehingga mereka mampu memandang dan
memperlakukan Yesus sebagai Tuhan dan Juru-selamatnya. Dan
pada saat yang sama, umat yang telah mengalami perjumpaan
dengan Kristus yang hidup dan bangkit, mampu memandang
kesaksian Alkitab dengan perspektif iman yang baru. Karena itu
melalui liturgi yang mereka hayati secara rutin menurut tahun
gerejawi, umat dapat menjadi agen-agen pembaruan di dalam
kehidupan masyarakat dan berjemaat.

Ibadah pada Zaman Martin Luther


21
KESIMPULAN
Martin Luther adalah tokoh pertama yang berperan
dalam perubahan unsur-unsur ibadah Kristen Protestan dan
pembentukan liturgi gereja-gereja Reformasi kemudian.
Perubahan liturgi diadakan oleh Luther berasal dari Alkitab,
Gereja mula-mula dan struktur misa Roma, terutama liturgi dari
zaman Patristik. Praktik pengajaran yang benar adalah melalui
homili. Asal kata homili sendiri berasal dari kata homileo yang
berarti berbicara, bercakap-cakap dalam rangka mengajar.
Alkitab mendapat peran dominan dalam ibadah. Selain
pemberitan Firman pada hari Minggu, Luther menerapkan ibadah
harian atau ofisi. Ada tiga waktu doa komunal setiap hari, yaitu

Ibadah pada Zaman Martin Luther


22
ibadah pagi, ibadah siang, dan ibadah senja. Ibadah siang
dilakukan setelah makan siang. Ibadah siang ini wajib dilakukan
terutama bagi mereka yang tidak melakukan ibadah pagi dan
senja. Marthin Luther adalah seorang pembaru gereja yang sabar
dan hati-hati dalam hal liturgi. Dalam liturginya, Pembacaan
Alkitab dan khotbah disampaikan dalam bahasa pribumi,
sementara hal-hal yang lainnya, misalnya nyanyian jemaat, boleh
disampaikan dalam bahasa latin. Imam bebas memilih pakaian,
asalkan tidak menonjolkan kemewahan dan kemegahan. Ada
unsur-unsur liturgi yang dibuang. Semua nyanyian adalah dalam
bahasa Latin diganti dengan bahasa Jerman dan diubah
istilahnya. Martin Luther adalah seorang pecinta musik. Dia
sangat menghargai kekayaan musik gerejawi. Dalam ibadah,
Luther juga mengizinkan pemakaian alat musik sejauh tidak
mengganggu penyampaian pesan Alkitab atau lagu kepada
jemaat. Dalam pengantar “Missa Jerman” yang dikarangnya pada
tahun 1526, Luther tidak keberatan seandainya aneka alat musik
dipakai sejauh mendukung pemberitaan dan pendidikan Firman.
Menurut Luther, nyanyian jemaat harus bervariasi dan
menjemaat. Kyrie eleison dinyanyikan oleh pendeta dan umat
bersama-sama sebagaimana pada zaman Patristik dan
dipraktikkan oleh Gereja Timur. Jangan hanya menyerahkan
nyanyian ini kepada paduan suara atau anak-anak sebagai praktik

Ibadah pada Zaman Martin Luther


23
liturgi Abad-abad pertengahan. Setiap kali umat berkumpul harus
ada pemberitaan Firman dan doa.

KEPUSTAKAAN

Bio-Kristi 3, Martin Luther. http://googleweblight.com/i?


u=http://m/biokristi.sabda.org/martin_luther_1483_1546*hl=id
-ID (Diakses: 15 Mei 2018, pukul: 06:57 WITA)

Dr. F.D Wellem, M.Th, Riwayat hidup singkat Tokoh-Tokoh


dalam Sejarah Gereja (Jakarta BPK: Gunung Mulia, 2009) hal.
124

Herman Wegman, Christian Worship in East and West (New


York: Pueblo Publishing Company, 1987), hal. 297-298
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Liturgi_Protestan (Diakses: 8
Mei 2018, pada 10:55 WITA)

Ibadah pada Zaman Martin Luther


24
Jacko, Apa itu Homiletika.
http://jalovi-jacko.blogspot.cp.od/p/apa-itu-homiletika.html?
m=1 (diakses : 8 Mei 2018, pada 10:47 WITA)

Pdt. Yohanes Bambang Mulyono, Sekilas Perkembangan Historis


Liturgi dari Reformasi sampai Masa Kini.
http://yohanesbm.com/2015/11/22/sekilas-perkembangan-
historis-liturgi-dari-reformasi-sampai-masa-kini/ (Diakses: 15
Mei 2018, pada 11:56)

Rasid Eachman, Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi. (Jakarta:


BPK Gunung Mulia,2012) hal. 140

Sarapan pagi Bilika, Martin Luther.


http://www.sarapanpagi.orh/martin-luther-vt69.html (diakses:
14 Mei 2018 pada 11:38 WITA)

Abineno,J.L.Ch; Gereja dan Ibadah Gereja (Jakarta BPK-


Gunung Mulia, 1986) hlm. 160-168)

Cheslyn Jones (editor). The study of Liturgi, “Reformation


Churches” by. Paul F. Bradshaw, SPCK, Holy Trinity

Church, Marylebone Road, London, 198. Consultation on


Common Texts (CCT), www.commontects.org
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Liturgi_Protestan (Diakses: 8
Mei 2018, pada 10:55 WITA)

Ibadah pada Zaman Martin Luther


25

Anda mungkin juga menyukai