Anda di halaman 1dari 44

A.

Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi


Pendidikan Agama Islam (PAI) di Perguruan Tinggi Umum (PTU) merupakan kelanjutan dari
pengajaran yang diterima oleh peserta didik mulai dari Tingkat Dasar, Sekolah Menegah
Pertama dan Atas. Namun berbagai persoalan muncul dalam proses pembelajaran PAI.
Materi yang diajarkan boleh dikatakan sama secara nasional. Banyaknya materi ajar dan
kurang berfariasinya pengajar dalam menyampaikannya, ditambah lagi dengan alokasi
waktu yang kurang memadai, menjadikan peserta didik (mahasiswa) kurang bergairah
dalam menyerap perkuliahan. Kesan yang sering muncul di kalangan mahasiswa adalah
mata kuliah wajib lulus ini seakan berubah menjadi wajib diluluskan karena kalau tidak
lulus akan menjadi hambatan bagi mata kuliah di atasnya. Secara sederhana bisa juga
dikatakan bahwa mahasiswa wajib lulus dan sang dosen wajib meluluskan.

Tentu ini menjadi masalah yang cukup serius. Sepanjang yang saya ketahui, sudah sering
dilakukan upaya peningkatan mutu PAI di PTU, baik bagi staf pengajarnya, materi kurikulum
dan usulan penambahan jumlah SKS-nya. Namun selalu terkendala dilapangan oleh
berbagai faktor, misalnya staf pengajar yang belum seragam dalam pendekatan
pembelajaran PAI karena perbedaan latar belakang disiplin ilmu masing-masing dalam
bidang keagamaan. Materi kurikulum yang ditetapkan secara nasional sering kali membuat
staf pengajar tidak mampu melakukan improfisasi sehingga tidak jarang kelas menjadi
monoton. Dilihat dari jumlah tatap muka sudah jelas tidak memadai hanya dengan 2 sks.
Berbagai upaya dilakukan untuk menambah jam pelajaran PAI, namun jawaban yang sering
didengar adalah sudah begitu banyak beban mata kuliah masiswa yang harus diselesaikan,
terutama mata kuliah Jurusan, sehingga tidak perlu diberi beban tambahan.

Melihat perubahan pola pikir mahasiswa dan berkembangnya ilmu pengetahuan, perlu
berbagai upaya untuk untuk mengoptimalkan buku IDI (Islam dan Disiplin Ilmu), perlu
pengembangan PAI melalui pendekatan ilmu yang ditekuni oleh masing-masing program
studi mahasiswa dengan melihat masing-masing sub pokok bahasan melalui disiplin ilmu
tertentu sebagai pengayaan PAI di PTU. Untuk mahasiswa Politeknik, hal ini dirasakan
masih belum memadai dan perlu dikembangkan.

Pendidikan agama merupakan upaya sadar untuk mentaati ketentuan Allah sebagai
guidance dan dasar para peserta didik agar berpengetahuan keagamaan dan handal dalam
menjalankan ketentuan-ketentuan Allah secara keseluruhan. Sebagian dari ketentuan-
ketentuan Allah itu adalah memahami hukum-hukum-Nya di bumi ini yang disebut dengan
ayat-ayat kauniyah. Ayat-ayat kauniyah itu dalam aktualisasinya akan bermakna
Sunanatullah (hukum-hukum Tuhan) yang terdapat di alam semesta. Dalam ayat-ayat
kauniyah itu terdapat ketentuan Allah yang berlaku sepenuhnya bagi alam semesta dan
melahirkan ketertiban hubungan antara benda-benda yang ada di alam raya.(Dep. Agama,
IDI EIII, 1996, h..4).

Untuk memahami hukum-hukum Tuhan itu, manusia perlu menggunakan akalnya yang
dibimbing oleh tauhid sebagai pembeda manusia dengan makhluk lain (QS. 7:199). Karena
itu pula hanya manusia yang dipersiapkan oleh Allah menjadi khalifah di muka bumi (QS.
2:30).

B. Kedudukan Pendidikan Agama di Perguruan Tinggi


Peran penting agama atau nilai-nilai agama dalam bahasan ini berfokus pada lingkungan
lembaga pendidikan, khususnya perguruan tinggi. Salah satu mata kuliah dalam lembaga
pendidikan di perguruan tinggi, yang sangat berkaitan dengan perkembangan moral dan
perilaku adalah Pendidikan Agama. Mata kuliah Pendidikan Agama pada perguruan tinggi
termasuk ke dalam kelompok MKU (Mata Kuliah Umum) yaitu kelompok mata kuliah yang
menunjang pembentukan kepribadian dan sikap sebagai bekal mahasiswa memasuki
kehidupan bermasyarakat. Mata kuliah ini merupakan pendamping bagi mahasiswa agar
bertumbuh dan kokoh dalam moral dan karakter agamaisnya sehingga ia dapat berkembang
menjadi cendekiawan yang tinggi moralnya dalam mewujudkan keberadaannya di tengah
masyarakat.

Tujuan mata kuliah Pendidikan Agama pada Perguruan Tinggi ini amat sesuai dengan dasar
dan tujuan pendidikan nasional dan pembangunan nasional. GBHN 1988 menggariskan
bahwa pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila bertujuan untuk meningkatkan
kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras,
bertanggung jawab, mandiri, cerdas, terampil serta sehat jasmani dan rohani dengan
demikian pendidikan nasional akan membangun dirinya sendiri serta bersama-sama
bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

Kualitas manusia yang ingin dicapai adalah kualitas seutuhnya yang mencakup tidak saja
aspek rasio, intelek atau akal budinya dan aspek fisik atau jasmaninya, tetapi juga aspek
psikis atau mentalnya, aspek sosial yaitu dalam hubungannya dengan sesama manusia lain
dalam masyarakat dan lingkungannya, serta aspek spiritual yaitu dalam hubungannya
dengan Tuhan Yang Maha Esa, Sang Pencipta. Pendidikan Tinggi merupakan arasy tertinggi
dalam keseluruhan usaha pendidikan nasional dengan tujuan menghasilkan sarjana-sarjana
yang profesional, yang bukan saja berpengetahuan luas dan ahli serta terampil dalam
bidangnya, serta kritis, kreatif dan inovatif, tetapi juga beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
yang Maha Esa, berkepribadian nasional yang kuat, berdedikasi tinggi, mandiri dalam sikap
hidup dan pengembangan dirinya, memiliki rasa solidaritas sosial yang tangguh dan
berwawasan lingkungan. Pendidikan nasional yang seperti inilah yang diharapkan akan
membawa bangsa kita kepada pencapaian tujuan pembangunan nasional yakni
masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual....
A. Kesimpulan
Agama sebagai pranata sosial berperan sangat penting dalam mempengaruhi perilaku para
penganutnya dalam kehidupan sehari-hari. Peranan penting agama dan nilai-nilai agama ini
antara lain terlihat dalam mata kuliah Pendidikan Agama. Mata kuliah ini merupakan
pendamping yang penting bagi mahasiswa agar bertumbuh dan kokoh dalam moral dan
karakter agamawinya sehingga ia dapat berkembang menjadi cendekiawan yang tinggi
moralnya dan benar serta baik perilakunya.

Perilaku kehidupan beragama di Indonesia masih kuat dibayang-bayangi tradisiformalisme


dan keberagamaan belum mempunyai kekuatan untuk mengoreksi distorsi moral dalam
kehidupan sosial. Musuh agama tidak hanya maksiat, tetapi juga korupsi dan kekerasan.
Dari hari ke hari kita semakin biasa mendengar dan melihat pembakaran, pengrusakan,
pengeroyokan, pembunuhan, dan teror bom. Sementara itu, masyarakat semakin apatis
terhadap pemberantasan korupsi yang masih berputar-putar pada isu.
Sebagai bangsa yang dikenal religius, seharusnya keberagamaan mempunyai kontribusi
untuk mengurangi kejahatan sosial di sekitar kita. Nyatanya, belum ada tanda-tanda
demikian. Sebuah pekerjaan rumah yang besar. Pertanyaan yang menggelitik, Apakah ada
yang salah dengan pendidikan agama di
sekolah sehingga lahir generasi seperti ini? Sebuah pertanyaan kecil yang patut
direnungkan.
B. Saran
Pendidikan agama Islam sebagaimana telah ditetapkan sebagai mata kuliah wajib pada
perguruan tinggi, diharapkan dapat mengembangkan sistem, metode, materi dan dosen
yang berkomptensi pada pengajaran. Sehingga diharapkan kedudukan pendidikan agama
Islam sebagai mata kuliah pengembang kepribadian di perguruan tinggi, mampu
menghasilkan mahasiswa yang berakhlak mulia.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Kapita Selecta Pendidikan Umum dan Agama, Semarang: Toha Putra, 1986.
B.S. Mardiatmaja, Tantangan Dunia Pendidikan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1996
Dirjen Perguruan Tinggi Agama Islam, Buku Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi
Umum, Depag. RI, 1988
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0212/14/opi02.html
Johannes Oentoro, Pendidikan di Abad ke-21
Judowibowo Poerwowidagdo, Agama, Pendikan dan Pembangunan Nasional, BPK Gunung
Mulia, Jakarta, 1996
Nasir, Sahilun A., Pokok-pokok Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi, Surabaya: Al
Ikhlas, Indonesia, 1984.

http://hardjasapoetra.blogspot.com/2010/03/pendidikan-agama-islam-di-
perguruan.html

pengertian PAI

Kata pendidikan dalam bahasa Yunani dikenal dengan nama paedagogos yang berarti penuntun
anak. Paedagogos berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (saya membimbing).[1]Dalam
wacana Islam, pendidikan lebih populer dengan istilah tarbiyah, talim, tadib dan riyadhah.
Istilah-istilah tersebut dijabarkan sebagai berikut.
1. Tarbiyah
Tarbiyah mengandung arti memelihara, membesarkan, mendidik, memelihara, merawat
dan lain sebagainya. Tarbiyah dari kata kerja rabba, yang mana kata ini termaktub dalam firman
Allah.

(AYAT TIDAK DAPAT DITAMPILKAN DI BLOG INI)

Artinya:
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah:
"Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku
waktu kecil".[2]
Menurut Fahr al-Razi, istilah rabbayani tidak hanya mencakup ranah kognitif, tetapi juga
afektif. Sementara Syed Quthub menafsirkan istilah tersebut sebagai pemeliharaan jasmani anak
dan menumbuhkembangkan kematangan mentalnya.[3]
Dalam pengertian yang sederhana, makna pendidikan adalah sebagai usaha manusia untuk
menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan, baik jasmani maupun rohani
sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan.[4]
2. Talim
Talim merupakan mashdar (kata benda buatan) yang berasal dari akar
kata allama.Sebagian para ahli menerjemahkan istilah talim dengan pengajaran yang lebih
cenderung mengarah pada aspek kognitif saja.
Muhammad Rasyid Ridha mengartikan talim dengan proses transmisi berbagai ilmu
pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu.[5]
3. Tadib
Tadib pada umumnya diterjemahkan dengan pendidikan sopan santun, tata krama, budi
pekerti, akhlak, moral, dan etika.[6] Tadib yang seakar dengan adab memiliki arti pendidikan
peradaban dan kebudayaan.
Menurut Naquib al-Attas,
Tadib berarti pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada
manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan,
sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuatan dan kegungan Tuhan.[7]

Istilah ini menunjukkan bahwa pendidikan mengarahkan pada pembentukan sosok manusia
yang memiliki tata krama serta akhlak mulia, memiliki adab kepada Allah, sesama manusia dan
lingkungannya.
4. Riyadhah
Riyadhah secara bahasa diartikan dengan pengajaran dan pelatihan. Menurut al-Bastani
dalam konteks pendidikan berarti mendidik jiwa anak dengan akhlak yang mulia. Sedangkan
menurut al-Ghazali, mengartikan pelatihan dan pendidikan kepada anak yang lebih menekankan
pada aspek psikomotorik dengan cara melatih. Pelatihan memiliki arti pembiasaan dan masa
kanak-kanak adalah masa yang paling cocok dengan metode pembiasaan ini.[8]
Terdapat beberapa perbedaan istilah Pendidikan Agama Islam yang dikemukakan oleh
pakar pendidikan. Pendidikan Agama Islam sebagaimana diungkapkan Zakiyah
Daradjat[9] yaitu,
(1) Pendidikan Agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik
agar setelah selesai dari pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam
serta menjadikannya sebagai pandangan hidup (way of life); (2) Pendidikan Agama Islam adalah
pendidikan yang dilaksanakan berdasarkan ajaran Islam. (3) pendidikan agama Islam adalah
pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap
anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan
mengamalkan ajaran agama Islam yang telah diyakininya, serta menjadikan keselamatan hidup
di dunia maupun di akhirat kelak.

Sahilun A. Nasir merumuskan Pendidikan Agama Islam adalah sebagai berikut.


Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha yang sistematis dan pragmatis dalam membimbing
anak didik yang beragama Islam dengan cara sedemikian rupa, sehingga ajaran-ajaran Islam itu
benar-benar dapat menjiwai, menjadi bagian yang integral dalam dirinya. Yakni ajaran Islam itu
benar-benar dipahami, diyakini kebenarannya, diamalkan menjadi pedoman hidupnya, menjadi
pengontrol terhadap perbuatan, pemikiran dan sikap mental.[10]
Sedangkan Arifin mendefinisikan pendidikan Islam adalah proses yang mengarahkan
manusia kepada kehidupan yang lebih baik dan yang mengangkat derajat kemanusiaannya,
sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah) dan kemampuan ajarannya.[11]
Dari pengertian-pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Pendidikan Agama
Islam adalah segenap kegiatan yang dilakukan seseorang untuk membantu seseorang atau
sekelompok peserta didik dalam menanamkan dan menumbuhkembangkan ajaran Islam dan
nilai-nilainya untuk dijadikan sebagai pandangan hidup yang diaplikasikan dalam kehidupannya
sehari-hari.

[1] Djumransjah, Filsafat Pendidikan, (Malang: Bayumedia Publishing, 2004), hlm. 22


[2] QS. Al-Isra/17: 24
[3] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), hlm. 12
[4] Djumransjah, op.cit., hlm 22
[5] Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, (Kairo: Dar al-Manar, 1373 H), Juz I, hlm. 262
[6] Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, hlm. 149
[7] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, op.cit., hlm. 21
[8] Ibid.
[9] Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), hlm. 15
[10] Aat Syafaat dan Sohari Sahrani, Peranan Pendidikan Agama Islam dalam Mencegah Kenakalan Remaja, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2008), hlm. 15
[11] M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta; Bumi Aksara, 1994), hlm. 14

Kedudukan Pendidikan Agama Islam dalam kurikulum nasional Pendidikan Tinggi adalah
merupakan mata kuliah wajib yang harus diikuti mahasiswa yang beragama Islam di seluruh
perguruan tinggi umum, di setiap jurusan, program dan jenjang pendidikan, baik di perguruan
tinggi negeri maupun swasta. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik memiliki kepribadian
muslim secara utuh, yakni selalu taat menjalankan perintah agamanya, bukan menjadikan
mereka sebagai ahli dalam bidang ilmu agama.[1]

[1] Wahyuddin, dkk. op.cit., hlm. 5

Fungsi pendidikan agama islam

Setiap tindakan dan aktifitas harus berorientasi pada tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini
menunjukkan bahwa pendidikan seharusnya berorientasi pada tujuan yang ingin dicapai, bukan
semata-mata berorientasi pada sederetan materi.[1]
Tujuan merupakan standar usaha yang dapat ditentukan, serta mengarahkan usaha yang
akan dilalui dan merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain. Di samping itu,
tujuan dapat membatasi ruang gerak usaha, agar kegiatan dapat terfokus pada apa yang dicita-
citakan dan yang terpenting lagi adalah dapat memberi penilaian pada usaha-usaha pendidikan.
[2]
Secara umum Zakiah Daradjat membagi tujuan Pendidikan Agama Islam menjadi empat
macam, yaitu:
1. Tujuan Umum
Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik
dengan pengajaran atau dengan cara lain.
2. Tujuan Akhir
Tujuan akhir adalah tercapai wujud insan kamil yaitu manusia yang telah mencapai
ketakwaan dan menghadap Allah dalam ketakwaannya.
3. Tujuan Sementara
Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak diberi sejumlah
pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal.
4. Tujuan Operasional
Tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan
pendidikan tertentu.[3]
Mata kuliah Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi juga memiliki visi dan misi
tersendiri. Adapun visinya adalah menjadikan ajaran agama Islam sebagai sumber nilai dan
pedoman yang mengantarkan mahasiswa dalam pengembangan profesi dan kepribadian Islam.
Sedangkan misinya adalah untuk membina kepribadian mahasiswa secara utuh dengan harapan
bahwa manusia kelak akan menjadi ilmuwan yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.[4]
Tujuan umum PAI di PTN adalah memberikan landasan pengembangan kepribadian
kepada mahasiswa agar menjadi kaum intelektual yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berpikir filosofis, bersikap rasional, dan dinamis
berpandangan luas, ikut serta dalam kerjasama antar umat beragama dalam rangka
pengembangan dan pemanfaatan ilmu dan teknologi serta seni untuk kepentingan nasional.[5]
Syahidin mengungkapkan tujuan khusus mata kuliah PAI di PTN adalah sebagai berikut.
1. Membentuk manusia bertakwa, yaitu manusia yang patuh dan takwa kepada Allah dalam
menjalankan ibadah dengan menekankan pembinaan kepribadian muslim yakni pembinaan
akhlakul karimah;
2. Melahirkan para agamawan yang berilmu. Bukan para ilmuwan dalam bidang agama, artinya
yang menjadi titik tekan PAI di PTN adalah pelaksanaan agama di kalangan calon para
intelektual yang ditunjukkan dengan adanya perubahan perilaku mahasiswa ke arah
kesempurnaan akhlak;
3. Tercapainya keimanan dan ketakwaan pada mahasiswa serta tercapainya kemampuan
menjadikan ajaran agama sebagai landasan penggalian dan pengembangan disiplin ilmu yang
ditekuninya. Oleh sebab itu, materi yang disajikan harus relevan dengan perkembangan
pemikiran dunia mereka;
4. Menumbuhsuburkan dan mengembangkan serta membentuk sikap positif dan disiplin serta cinta
terhadap agama dalam pelbagai kehidupan peserta didik yang nantinya diharapkan menjadi
manusia yang bertakwa kepada Allah, taat pada perintah Allah dan Rasul-Nya.[6]
Dari beberapa uraian di atas, jelaslah bahwa keberadaan Mata Kuliah PAI di Perguruan
Tinggi adalah sangat penting, yang mana bertujuan membina kepribadian mahasiswa secara utuh
dengan harapan bahwa kelak akan menjadi ilmuwan yang beriman dan bertakwa kepada Allah
SWT, dan mampu mengabdikan ilmunya untuk kesejahteraan umat manusia.

[1] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, op.cit., hlm. 71


[2] Ahmad D. Marimba, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Maarif, 1989), hlm. 45-46
[3] Akhmad Sudrajat, Tujuan Pendidikan Islam, artikel, (akhmadsudrajat.wordpress.com), di akses tanggal 28 Januari
2012
[4] Wahyudin, dkk. op.cit, hlm. 7
[5] Sesuai dengan SK Dirjen Dikti Nomor 38/DIKTI/Kep/2002, kemudian diperbarui dengan ditetapkannya Kep. Dirjen
Dikti Nomor 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian
(MPK) di Perguruan Tinggi.
[6] Syahidin, Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum, (Jakarta: Proyek Dikti, 2003), hlm. 3

PendidikanAgamaIslamPadaPerguruanTinggiUmum
(Kedudukan,ProblemdanProspeknya)
MAK ALAH

Oleh: Sri Rahayu

A. PENDAHULUAN

Islam adalah agama rahmatan lil alamin, fleksibel dan nilai-nilai ajarannya selalu dapat diterima seperti
apa pun dinamika perkembangan zaman. Tidak ada ajaran agama yang setolerir ajaran Islam. Sehingga
sungguh bijak jika pemerintah menjadikan pendidikan agama Islam menjadi salah satu komponen yang
dipelajari secara kontinyu dalam dunia pendidikan formal kita. Bahkan menjadi mata pelajaran wajib di
tingkat pendidikan dasar, menengah, dan mata kuliah wajib pada perguruan tinggi. Sekalipun pada
perguruan tinggi umum.

Pada dasarnya pendidikan agama di perguruan tinggi merupakan kelanjutan dari pendidikan agama yang
dilaksanakan pada jenjang pendidikan sebelumnya. Yaitu mulai dari jenjang TK dilanjutkan ke SD, lalu ke
SMP kemudian ke SMA. Dari SMA dilanjutkan ke perguruan tinggi.
Dinamika Pendidikan Agama di Perguruan Tinggi Umum telah terukir dalam sejarah pendidikan di tanah
air sejak awal hadirnya perguruan tinggi di negri ini. Bermula dari sebagai mata kuliah yang dianggap
kehadirannya tidak diperlukan hingga eksistensinya dihadirkan sebagai mata kuliah wajib.
Makalah ini akan membahas tentang Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum. Bagaimana
kedudukan, problem dan prospek Pendidikan Agama di Perguruan Tinggi Umum, itu lah yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini.

B. PEMBAHASAN

1. Kedudukan Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum.

Sejarah perkembangan pendidikan di Indonesia telah mencatat bahwa pada tahun 1910 pendapat umum
masih menyatakan bahwa Indonesia belum matang untuk suatu perguruan tinggi, karena belum
mempunyai sekolah menengah sebagai sumber murid yang potensial dapat menjadi calon mahasiswa
dan lebih penting lagi Indonesia belum mempunyai suasana intelektual tempat ilmu dapat bersemi.
Namun ada suara-suara yang menyatakan bahwa pada suatu saat Indonesia tak dapat tidak harus
mempunyai perguruan tinggi untuk melatih para ahli dan pekerja untuk kedudukan tinggi. Sebaliknya ada
pula pendapat bahwa pendidikan tinggi bagi orang Indonesia akan merusak pribadinya karena ia akan
tidak sesuai lagi dengan lingkungannya dan akan mengalami konflik untuk mengasimilasikan dirinya
dengan masyarakat Belanda. Ada pula keragu-raguan apakah orang Indonesia dapat dididik dalam ilmu
pengetahuan yang setaraf dengan orang Barat, sekalipun orang Indonesia telah menunjukkan prestasi
yang luar biasa dalam mencapai gelar akademik.
Secara historis sosial politik, pada saat itu Indonesia adalah Negara jajahan Belanda. Salah satu ciri
Belanda dalam menjajah ialah melakukan pembodohan terhadap Negara jajahannya. Jadi tidaklah
mengherankan jika situasi seperti ini yang muncul pada saat itu. Cara Belanda menjajah sangat berbeda
dengan cara Inggris. Kalau Inggris justru mencerdaskan Negara jajahannya. Apabila Negara jajahannya
mulai cerdas mereka memberi kemerdekaan.
Waktu terus berjalan dan dukungan terhadap perguruan tinggi di Indonesia bertambah kuat. Perang
Dunia I yang menghalangi banyak lulusan HBS melanjutkan pelajarannya di negeri Belanda membuat
perguruan tinggi di Indonesia sangat urgen. Sebagai tindakan darurat suatu lembaga untuk Pendidikan
Tinggi mengumpulkan dana di Nederland untuk membuka kursus persiapan dua tahun. Pada tahun 1919
dimulai pembangunan gedung perguruan tinggi teknik di Bandung yang secara resmi dibuka pada tahun
1920. Dengan ini lengkaplah sistem pendidikan di Indonesia yang memungkinkan seorang anak
menempuh pendidikan dari sekolah rendah sampai pendidikan tertinggi melalui suatu rangkaian sekolah
yang saling bertalian. Bagi anak Indonesia jalan ini masih sempit, akan tetapi jalan itu telah ada.
Dalam tahun akademis 1920-1921 Technische Hogeschool atau Sekolah Teknik Tinggi (yang kemudian
menjelma menjadi ITB) mempunyai 28 mahasiswa di antara 22 orang Belanda, 4 Cina dan 2 orang
Indonesia. Sekolah ini menghasilkan lulusannya pertama pada tahun 1923-1924 yakni 9 Belanda 3 Cina
dan tak seorang pun orang Indonesia. Orang Indonesia pertama lulus pada tahun akademis 1925-1926,
yakni sekaligus 4 orang di antaranya Ir.Soekarno yang kemudian menjadi Presiden pertama Republik
Indonesia.
Pembelajaran yang dapat kita ambil dari peristiwa ini adalah jangan pernah menyerah sebelum mencoba.
Karena Allah sendiri telah mengingatkan kita bahwa Dia tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali
oleh kaum itu sendiri (Q.S;13;11). Keep spirit and never give up.
Kemudian dalam perjalan sejarah pendidikan di Indonesia, pada tanggal 2 April 1950 tepatnya di
Yogyakarta muncullah UU No. 4 tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah
untuk seluruh Indonesia. Jika kita tinjau dari segi politik pada saat itu bentuk Negara Indonesia adalah
Republik Indonesia Serikat (RIS) dan ibukota Negara berada di Yogyakarta (RIS berdiri 27 Desember
1949 17 Agustus 1950). Undang-Undang ini seluruhnya terdiri dari 17 bab dan 30 pasal. Uniknya
Undang-Undang ini tidak begitu dikenal, sehingga sulit menemukannya dalam referensi Undang-Undang
pendidikan.
Kedudukan pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum dalam UU No. 4 tahun 1950 belum
dibicarakan secara spesifik. Baik itu dalam tujuan umum pendidikan maupun dalam tujuan pendidikan
tinggi. Berikut kutipan bunyi pasal 3, pasal 7 ayat 4 dan pasal 20 yang menunjukkan hal tersebut:
Pasal 3.
Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
Pasal 7
4. Pendidikan dan pengajaran tinggi bermaksud memberi kesempatan kepada pelajar untuk menjadi
orang yang dapat memberi pimpinan di dalam masyarakat dan yang dapat memelihara kemajuan ilmu
dan kemajuan hidup kemasyarakatan.
Pasal 20.
1. Dalam sekolah-sekolah Negeri diadakan pelajaran agama; orang tua murid menetapkan apakah
anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut.
2. Cara menyelenggarakan pengajaran agama di sekolah-sekolah Negeri diatur dalam peraturan yang
ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, bersama-sama dengan Menteri
Agama.
Dari rumusan pasal-pasal di atas, dapat dinyatakan bahwa tidak tercermin adanya perhatian terhadap
usaha pembinaan mental spiritual dan keagamaan secara terus menerus melalui proses pendidikan.
Dengan kata lain kedudukan pendidikan agama Islam dalam Undang-Undang ini masih sangat lemah.
Kondisi ini bisa dipahami jika kita meninjau perjalanan hadirnya Undang-Undang ini, bahwa Undang-
Undang No. 4 tahun 1950 tidak lahir dengan begitu saja, tapi melalui proses panjang seperti halnya
pembentukan UU Sisdiknas tahun 2003 yang sulit untuk disahkan karena banyak kepentingan, baik
secara politik, sosial, budaya, ekonomi dan emosi (sentiment) keagamaan turut ikut serta di dalamnya
(terutama jika mengingat tahun 1950-an Partai Komunis Indonesia masih berkuku di parlemen).
Selanjutnya Pendidikan Agama di Perguruan Tinggi baru dimulai sejak tahun 1960 dengan adanya
ketetapan MPRS No. II/ MPRS/1960 yang berarti pendidikan agama sebelum itu secara formalnya baru
diberikan di Sekolah Rakyat sampai dengan Sekolah Lanjutan Tingkat atas saja. Adapun dasar
operasionalnya, pelaksanaan pendidikan Agama di Perguruan Tinggi tersebut ditetapkan dalam UU No.
22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi. Dalam BAB III Pasal 9 ayat 2 sub b, terdapat ketentuan
sebagai berikut: Pada Perguruan Tinggi Negeri diberikan Pendidikan Agama sebagai mata pelajaran
dengan pengertian bahwa mahasiswa berhak tidak ikut serta apabila menyatakan keberatan.
Jika merujuk pada sejarah, dapat dipahami bahwa sebelum tahun 1965 salah satu organisasi politik yang
berpengaruh di parlemen adalah Partai Komunis Indonesia (PKI). Maka tidak heran jika dalam
mengambil kebijakan tentang pendidikan di parlemen, mereka tentu berusaha memasukkan missi-nya.
Agar segala sesuatunya tetap terlihat bijak, unsur pendidikan agama tetap dimasukkan dalam mata
kuliah, namun diberi kebebasan jika tidak berkenan untuk mengikutinya.
Kemudian setelah meletusnya G.30.S.PKI pada tahun 1965, diadakan sidang umum MPRS pada tahun
1966, maka mulai saat itu status pendidikan agama di sekolah-sekolah berubah dan bertambah kuat.
Dengan adanya ketetapan MPRS XXVII/ MPRS/1966 Bab I pasal 1 berbunyi: Menetapkan pendidikan
agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah mulai dari SD sampai dengan Universitas-Universitas
Negeri.
Peristiwa G.30.S.PKI memang rajutan sejarah yang telah memberikan luka mendalam serta pelajaran
mahal bagi bangsa Indonesia. Terlepas dari beberapa fakta yang memunculkan ada skenario apa
sebenarnya di balik peristiwa G.30.S.PKI, yang jelas peristiwa tersebut telah membuka mata bangsa
Indonesia untuk lebih waspada akan menyelusupnya paham-paham yang menjauhkan bangsa ini dari
kehidupan beragama.
Berikutnya pada tanggal 27 Maret 1989 hadirlah UU No. 2 tahun 1989. Kedudukan Pendidikan Agama
Islam di Perguruan Tinggi dalam Undang-Undang ini secara umum tertuang dalam tujuan Pendidikan
Nasional tercantum dalam Bab II pasal 4 yang berbunyi:
Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan
berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan
Kemudian dari segi kurikulum, telah dinyatakan dalam pasal 39 ayat 2, yaitu:
Isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikah wajib memuat:
a. pendidikan Pancasila;
b. pendidikan agama; dan
c. pendidikan kewarganegaraan.
Kemudian diperjelas dalam PP No. 30 tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi tanggal 10 Juli 1990. Dalam
PP ini tepatnya pada Bab II pasal 2 tentang Tujuan Pendidikan Tinggi dinyatakan:
(1) Tujuan pendidikan tinggi adalah:
1. Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau
profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan,
teknologi dan/atau kesenian;
2. Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian serta
mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya
kebudayaan nasional.
(2) Penyelenggaraan kegiatan untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
berpedoman pada:
1. tujuan pendidikan nasional;
2. kaidah, moral dan etika ilmu pengetahuan;
(3) Kepentingan masyarakat; serta memperhatikan minat, kemampuan dan prakarsa pribadi.
Dari kutipan pasal-pasal di atas, terlihat bahwa walaupun tujuan Pendidikan Tinggi menekankan pada
nilai-nilai akademik dan professional namun tetap berpedoman pada tujuan pendidikan nasional. Maka
dapat dinyatakan ada benang merah antara UU No. 2 tahun 1989 dengan PP No. 30 tahun 1990, yang
semuanya menunjukkan kedudukan Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi umum semakin
diperhitungkan.
Begitu juga dalam UU No. 20 tahun 2003, dalam Bab II pasal 3 dinyatakan bahwa Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Kemudian dalam pasal 37 ayat 2 tentang kurikulum dinyatakan:
(2) Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat:
a. pendidikan agama;
b. pendidikan kewarganegaraan; dan
c. bahasa.
Mengacu pada kutipan di atas, maka jelaslah bahwa kedudukan pendidikan agama Islam di Perguruan
Tinggi Umum dalam UU No. 2 tahun 1989 dan UU No. 20 tahun 2003 menempati posisi yang
diperhitungkan, yaitu sebagai mata kuliah wajib. Ataupun dengan kata lain pendidikan agama islam telah
menjadi bagian dalam sistem pendidikan nasional. Namun sayangnya masih ada Perguruan Tinggi
Umum yang belum melaksanakannya, terutama Perguruan Tinggi Umum swasta yang tidak memiliki
political will yang jelas.
Mata kuliah Pendidikan Agama pada perguruan tinggi dalam proses belajarnya menggunakan sistem
kredit semester yang masing-masing perguruan tinggi menggunakan jumlah dan besar SKS yang
bervariasi. Rata-rata pendidikan agama Islam di perguruan tinggi hanya mendapat 2 SKS dalam satu
semester awal yang dimasukkan dalam komponen mata kulian MKDU (Mata Kuliah Dasar Umum).
Kemudian muncul SK Mendiknas No.232/U/2000 pada tanggal 20 Desember 2000 tentang Pedoman
Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, pada Bab I; Ketentuan
Umum, yaitu pada pasal 1 ayat 7 dinyatakan bahwa Kelompok matakuliah pengembangan kepribadian
(MPK) adalah kelompok bahan kajian dan pelajaran untuk mengembangkan manusia Indonesia yang
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, berkepribadian
mantap, dan mandiri serta mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Selanjutnya PAI di perguruan tinggi umum, menurut Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas RI Nomor:
43/DIKTI/Kep/2006 Tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di
Perguruan Tinggi menjelaskan Visi dan Misi Mata kuliah Pengembangan Kepribadian serta Kompetensi
MPK sebagai berikut:
Pasal 1
Visi Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK)
Visi kelompok MPK di perguruan tinggi merupakan sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan
penyelenggaraan program studi guna mengantarkan mahasiswa memantapkan kepribadiannya sebagai
manusia Indonesia seutuhnya.
Pasal 2
Misi Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK)
Misi kelompok MPK di perguruan tinggi membantu mahasiswa memantapkan kepribadiannya agar
secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar keagamaan dan kebudyaan, rasa kebangsaan dan
cinta tanah air sepanjang hayat dalam menguasai, menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni yang dimilikinya dengan rasa tanggungjawab.
Pasal 3
Kompetensi Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK)
(1) Standar kompetensi kelompok MPK yang wajib dikuasai mahasiswa meliputi pengetahuan tentang
nilai-nilai agama, budaya, dan kewarganegaraan dan mampu menerapkan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan sehari-hari; memiliki kepribadian yang mantap; berpikir kritis; bersikap rasional, etis, estetis,
dan dinamis; berpandangan luas; dan bersikap demokratis yang berkeadaban.
(2) Kompetensi dasar untuk masing-masing mata kuliah dirumuskan sebagai berikut :
a. Pendidikan Agama
Menjadi ilmuwan dan profesional yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, dan memiliki etos kerja, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan kehidupan.
Dari kutipan di atas, jelaslah bahwa kedudukan pendidikan agama Islam di perguruan tinggi umum
secara yuridis telah mengalami restrukturisasi yang cukup signifikan. Eksistensinya semakin diakui dan
dibutuhkan dalam mengembangkan potensi sumber daya generasi muda (mahasiswa) di masa depan.
Kondisi ini tentu tidak terlepas dari para pengambil kebijakan di parlemen yang pasca reformasi makin
kelihatan upaya cerdas-nya, walaupun masih ada kebijakan dalam segmen lain yang mengecewakan.
Sementara itu Aminuddin dalam Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum memaparkan
bahwa untuk mewujudkan visi dan misi PAI di perguruan tinggi seperti yang diuraikan di atas maka
diberikan pokok-pokok ajaran Islam dengan materi-materi ajar antara lain sebagai berikut:
1. Konsep Ketuhanan, alam, dan manusia.
2. Sumber-sumber kebenaran.
3. Sumber-sumber ajaran Islam.
4. Akidah.
5. Syariah.
6. Khilafah.
7. Akhlak.
8. Akhlak dalam bidang ekonomi.
9. Islam, Pengetahuan, dan teknologi.
10. Keadilan, kepemimpinan, dan kerukunan.
Kesepuluh poin tersebut pada umumnya direalisasikan dengan alokasi waktu 2 SKS. Maka dapat
dinyatakan betapa perguruan tinggi umum membutuhkan tenaga pendidik (dosen) yang memiliki skill
yang tidak dapat diremehkan begitu saja. Bayangkan hanya dengan 2 SKS tujuan tersebut harus
tercapai. Hanya tenaga pendidik (dosen) yang memiliki ketrampilan mumpuni yang mampu menjalani
tugas ini dengan baik.

http://pelawiselatan.blogspot.com/2011/07/pendidikan-agama-islam-pada-
perguruan.html

Pengertian dan tujuan Pendidikan Agama Islam Menurut para


Ahli
Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pendidikan merupakan kata yang sudah sangat umum. Karena itu, boleh dikatakan bahwa setiap
orang mengenal istilah pendidikan. Begitu juga Pendidikan Agama Islam ( PAI ). Masyarakat
awam mempersepsikan pendidikan itu identik dengan sekolah , pemberian pelajaran, melatih
anak dan sebagainya. Sebagian masyarakat lainnya memiliki persepsi bahwa pendidikan itu
menyangkut berbagai aspek yang sangat luas,termasuk semua pengalaman yang diperoleh anak
dalam pembetukan dan pematangan pribadinya, baik yang dilakukan oleh orang lain maupun
oleh dirinya sendiri. Sedangkan Pendidikan Agama Islam merupakan pendidikan yang
didasarkan pada nilai-nilai Islam dan berisikan ajaran Islam.

Pendidikan sebagai suatu bahasan ilmiah sulit untuk didefinisikan. Bahkan konferensi
internasional pertama tentang pendidikan Muslim ( 1977 ) , seperti yang dikemukakan oleh
Muhammad al-Naquib al-Attas, ternyata belum berhasil menyusun suatu definisi pendidikan
yang dapat disepakati oleh para ahli pendidikan secara bulat .

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa :

"Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara" .

Sedangkan definisi pendidikan agama Islam disebutkan dalam Kurikulum 2004 Standar
Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam SD dan MI adalah :

"Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik
untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertakwa, berakhlak mulia, mengamalkan
ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Quran dan Hadits, melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman."

Sedangkan menurut Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk
menyiapkan siswa agar memahami ajaran Islam ( knowing ), terampil melakukan atau
mempraktekkan ajaran Islam ( doing ), dan mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-
hari ( being ).

Tujuan Pendidikan Agama Islam

Tujuan pendidikan merupakan faktor yang sangat penting, karena merupakan arah yang hendak
dituju oleh pendidikan itu. Demikian pula halnya dengan Pendidikan Agama Islam, yang
tercakup mata pelajaran akhlak mulia dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.
Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan
agama.

Tujuan pendidikan secara formal diartikan sebagai rumusan kualifikasi, pengetahuan,


kemampuan dan sikap yang harus dimiliki oleh anak didik setelah selesai suatu pelajaran di
sekolah, karena tujuan berfungsi mengarahkan, mengontrol dan memudahkan evaluasi suatu
aktivitas sebab tujuan pendidikan itu adalah identik dengan tujuan hidup manusia.
Dari uraian di atas tujuan Pendidikan Agama peneliti sesuaikan dengan tujuan Pendidikan
Agama di lembaga-lembaga pendidikan formal dan peneliti membagi tujuan Pendidikan Agama
itu menjadi dua bagian dengan uraian sebagai berikut :

1) Tujuan Umum
Tujuan umum Pendidikan Agama Islam adalah untuk mencapai kwalitas yang disebutkan oleh
al-Qur'an dan hadits sedangkan fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan
nasional yang tercantum dalam Undang-Undang dasar No. 20 Tahun 2003

Dari tujuan umum pendidikan di atas berarti Pendidikan Agama bertugas untuk membimbing dan
mengarahkan anak didik supaya menjadi muslim yang beriman teguh sebagai refleksi dari
keimanan yang telah dibina oleh penanaman pengetahuan agama yang harus dicerminkan dengan
akhlak yang mulia sebagai sasaran akhir dari Pendidikan Agama itu.

Menurut Abdul Fattah Jalal tujuan umum pendidikan Islam adalah terwujudnya manusia sebagai
hambah Allah, ia mengatakan bahwa tujuan ini akan mewujudkan tujuan-tujuan khusus. Dengan
mengutip surat at-Takwir ayat 27. Jalal menyatakan bahwa tujuan itu adalah untuk semua
manusia. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia menjadi manusia
yang menghambakan diri kepada Allah atau dengan kata lain beribadah kepada Allah.

Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya
sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup manusia itu menurut Allah adalah
beribadah kepada Allah, ini diketahui dari surat al-Dzariyat ayat 56 yang berbunyi :

Artinya : Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-
Ku (Q.S al-Dzariyat, 56)

2) Tujuan Khusus
Tujuan khusus Pendidikan Agama adalah tujuan yang disesuaikan dengan pertumbuhan dan
perkembangan anak sesuai dengan jenjang pendidikan yang dilaluinya, sehingga setiap tujuan
Pendidikan Agama pada setiap jenjang sekolah mempunyai tujuan yang berbeda-beda, seperti
tujuan Pendidikan Agama di sekolah dasar berbeda dengan tujuan Pendidikan Agama di SMP,
SMA dan berbeda pula dengan tujuan Pendidikan Agama di perguruan tinggi.

Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam adalah
untuk meningkatkan pemahaman tentang ajaran Islam, keterampilan
mempraktekkannya, dan meningkatkan pengamalan ajaran Islam itu dalam kehidupan
sehari-hari. Jadi secara ringkas dapat dikatakan bahwa tujuan utama Pendidikan Agama
Islam adalah keberagamaan, yaitu menjadi seorang Muslim dengan intensitas
keberagamaan yang penuh kesungguhan dan didasari oleh keimanan yang kuat.
Upaya untuk mewujudkan sosok manusia seperti yang tertuang dalam definisi
pendidikan di atas tidaklah terwujud secara tiba-tiba. Upaya itu harus melalui proses
pendidikan dan kehidupan, khususnya pendidikan agama dan kehidupan beragama.
Proses itu berlangsung seumur hidup, di lingkungan keluarga , sekolah dan lingkungan
masyarakat.

Salah satu masalah yang dihadapi oleh dunia pendidikan agama Islam saat ini, adalah
bagaimana cara penyampaian materi pelajaran agama tersebut kepada peserta didik
sehingga memperoleh hasil semaksimal mungkin.

Apabila kita perhatikan dalam proses perkembangan Pendidikan Agama Islam, salah
satu kendala yang paling menonjol dalam pelaksanaan pendidikan agama ialah masalah
metodologi. Metode merupakan bagian yang sangat penting dan tidak terpisahkan dari
semua komponen pendidikan lainnya, seperti tujuan, materi, evaluasi, situasi dan lain-
lain. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan Pendidikan Agama diperlukan suatu
pengetahuan tentang metodologi Pendidikan Agama, dengan tujuan agar setiap
pendidik agama dapat memperoleh pengertian dan kemampuan sebagai pendidik yang
profesional

Setiap guru Pendidikan Agama Islam harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai
berbagai metode yang dapat digunakan dalam situasi tertentu secara tepat. Guru harus
mampu menciptakan suatu situasi yang dapat memudahkan tercapainya tujuan
pendidikan. Menciptakan situasi berarti memberikan motivasi agar dapat menarik minat
siswa terhadap pendidikan agama yang disampaikan oleh guru. Karena yang harus
mencapai tujuan itu siswa, maka ia harus berminat untuk mencapai tujuan tersebut.
Untuk menarik minat itulah seorang guru harus menguasai dan menerapkan metodologi
pembelajaran yang sesuai.

Metodologi merupakan upaya sistematis untuk mencapai tujuan, oleh karena itu
diperlukan pengetahuan tentang tujuan itu sendiri. Tujuan harus dirumuskan dengan
sejelas-jelasnya sebelum seseorang menentukan dan memilih metode pembelajaran
yang akan dipergunakan. Karena kekaburan dalam tujuan yang akan dicapai,
menyebabkan kesulitan dalam memilih dan menentukan metode yang tepat.

Setiap mata pelajaran memiliki kekhususan-kekhususan tersendiri dalam bahan atau


materi pelajaran, baik sifat maupun tujuan, sehingga metode yang digunakan pun
berlainan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya.
http://miragustina90.blogspot.com/2014/03/pengertian-dan-tujuan-
pendidikan-agama.html

Pengertian Pendidikan Agama Islam


Ilmu Pendidikan Islam, Pendidikan

Untuk memahami pengertian pendidikan agama Islam ini secara mendalam, maka
penulis akan mengemukakan beberapa pendapat tentang pendidikan agama Islam
sebagai berikut:

Menurut Zakiah Daradjat pendidikan agama Islam atau At-Tarbiyah Al-Islamiah adalah
usaha bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai
pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam serta
menjadikannya sebagai pandangan hidup.[1]

Sedangkan menurut Ahmad D. Marimba (dalam Umi Uhbiyat) pendidikan Islam adalah:
bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam, menuju
terciptanya kepribadian utama menurut ukuran Islam.[2]

Pendidikan agama Islam adalah suatu kegiatan yang bertujuan menghasilkan orang-
orang beragama, dengan demikian pendidikan agama perlu diarahkan ke arah
pertumbuhan moral dan karakter.[3]

Ditinjau dari beberapa definisi pendidikan agama Islam di atas dapat disimpulkan
bahwa pendidikan agama Islam adalah sebagai berikut:

1. Segala usaha berupa bimbingan terhadap perkembangan jasmani dan rohani


anak, menuju terbinanya kepribadian utama sesuai dengan ajaran agama Islam.
2. Suatu usaha untuk mengarahkan dan mengubah tingkah laku individu untuk
mencapai pertumbuhan kepribadian yang sesuai dengan ajaran Islam dalam
proses kependidikan melalui latihan-latihan akal pikiran (kecerdasan, kejiwaan,
keyakinan, kemauan dan perasaan serta panca indra) dalam seluruh aspek
kehidupan manusia.
3. Bimbingan secara sadar dan terus menerus yang sesuai dengan kemampuan
dasar (fitrah dan kemampuan ajarannya pengaruh diluar) baik secara individu
maupun kelompok sehingga manusia memahami, menghayati, dan mengamalkan
ajaran agama Islam secara utuh dan benar. Yang dimaksud utuh dan benar adalah
meliputi Aqidah (keimanan), Syariah (ibadah muamalah) dan akhlaq (budi pekerti).

---------------------------------------------------------
[1] Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 86.
[2] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 1998), hlm. 9.
[3] Zuhairini dan Abdul Ghofir, Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,
(Malang: Universitas Malang, 2004), hlm.1
http://pustakaaslikan.blogspot.com/2013/01/pengertian-pendidikan-agama-
islam.html

Landasan dan Kurikulum PAI di Sekolah

MAKALAH

LANDASAN DAN KURIKULUM PAI DI SEKOLAH


Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah
Dosen Pembimbing :
Rahmat Ismail Hasybuan

Disusun Oleh Kelompok I


Abas
Abd. Rohman 96
Abd. Rohman 97

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MAARIF (STAIM) SAMPANG


2013

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Wa Syukurillah Segala puji bagi Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat serta inayahnya kepada Kami, atas petunjukNya sehingga
Kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Sholawat serta salam tidak
henti-hentinya kami sampaikan kepada Nabi Agung junjungan kita Nabi besar
Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang senantiasa
mengikuti dan mengamalkan sunnah-sunnahnya. Makalah ini dibuat dengan tujuan
untuk memenuhi tugas mata kuliah dengan judul Landasan dan Kurikulum PAI di
Sekolah Semester V/ MPI / S.I di Sekolah Tinggi Agama Islam Maarif (STAIM)
Sampang.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga makalah ini dapat tersusun dengan baik. Dan ucapan terima
kasih juga kami sampaikan kepada Bapak Rahmat Ismail Hasybuan, selaku dosen
pembimbing mata kuliah yang telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada
kami.

Harapan penyusun, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan


mahasiswa pada khususnya dan para pembaca pada umumnya. Penyusun
menyadari bahwa di dalam menyusun makalah ini, tentunya masih terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, segala saran dan kritik dari pembaca sangat
kami nantikan untuk penyempurnaan makalah ini.

Banyuates, 19 Oktober 2013

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................. . ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................ 1
B. Rumusan Masalah.................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan...................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan..................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Agama Islam (PAI) ............................ 3
B. Landasan Pendidikan Agama Islam di Sekolah .... 3
C. Hakikat Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah......... 8
D. Landasan Pengembangan Kurikulum PAI di Sekolah .. 9

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan............................................................................... 11
B. Kritik dan Saran........................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA .. 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan Agama Islam merupakan inti dari bidang pendidikan dan


memiliki pengaruh terhadap seluruh pendidikan. Tanpa adanya Pendidikan Agama
Islam proses pembelajaran tidak akan berhasil dengan baik, karena dalam
pendidikan agama islam mencetak peserta didik berakhlakul karimah dan mentaati
segala peraturan perundang undangan di indonesia. Mengingat saat ini banyak dari
siswa dan mahasiswa yang bertawuran dan melanggar etika dan juga undang
undang Negara, bahkan pelecehan sekssualpun banyak di lakukan oleh remaja yang
tak lain semua itu terdiri dari pelajar dan mahasiswa maka dianggap penting
adanya pendidikan agama islam masuk sebagai kurikulum dalam pendidikan,
khususnya kurikulum PAI di Sekolah, maka penyusunan kurikulum tidak dapat
dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum tersebut sama-sama
membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil
pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak
didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal dalam pendidikan.

Agar tujuan dari suatu kurikulum PAI di sekolah dapat benar-benar tercapai,
maka perlu adanya suatu pengembangan kurikulum yang berdasarkan pada
landasan-landasan serta prinsip-prinsip yang berlaku. Hal ini mengingat bahwa
suatu kurikulum tersebut diharapkan dapat memberikan landasan dan menjadi
pedoman bagi pengembangan kemampuan siswa secara optimal sesuai dengan
tuntutan dan tantangan perkembangan masyarakat serta dapat menjadi siswa yang
beriman dan bertakwa.

B. Rumusan Masalah
Beberapa permasalahan yang timbul di ranah pendidikan baik itu tentang
kurikulum maupun pengembangan kurikulum PAI di Sekolah, sehingga
memunculkan beberapa permasalahan dalam proses pendidikan antara lain :

1. Apa landasan PAI di Sekolah?

2. Apa hakikat kurikulum PAI di Sekolah ?

3. Apa landasan dalam pengembangan kurikulum PAI di Sekolah ?

C. Tujuan Penulisan

1. Penyusun ingin mengetahui dan memaparkan mengenai landasan PAI di Sekolah

2. Penyusun ingin mengetahui dan memaparkan mengenai khakikat kurikulum PAI di


Sadrasah

3. Penyusun ingin mengetahui dan memaparkan mengenai pengembangan kurikulum


PAI di madrasah

D. Manfaat Penulisan

Setelah menyelesaikan pembuatan makalah ini, ada beberapa manfaat yang


dapat diambil oleh penyusun:

1. Adanya makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran


terhadap suatu ilmu.

2. Penyusunan makalah ini dapat dikaji bersama dalam forum diskusi.

3. Mencari solusi yang bijak dalam menyelesaikan masalah yang timbul dalam forum
diskusi.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan Agama Islam (PAI)


Telah disebutkan dalam penegasan istilah bahwa pendidikan agama Islam
adalah usaha sadar dan terencana untuk menyiapkan siswa dalam meyakini,
memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran dan atau latihan. Depdiknas menyatakan bahwa Pendidikan
Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik
untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertakwa
dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran Islam dari sumber utamanya kitab
suci al-Quran dan al-Hadits, melalui kegiatan bimbingan,pengajaran, latihan, serta
penggunaan pengalaman. dan dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati
penganut agama lain, dalam hubunganya dengan antar umat beragama dalam
masyarakat hingga terwujud kesatuan dan persatuan negara.

B. Landasan Pendidikan Agama Islam di Sekolah

Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah mempunyai dasar


landasan yang kuat. Dasar tersebut dapat ditinjau dari beberapa segi:

1. Landasan Religius

Al-Qur'an dan al-Hadits adalah sumber dan dasar ajaran Islam yang original.
Banyak ayat-ayat al-Qur'an dan al-Hadits secara langsung maupun tidak langsung
yang berbicara tentang kewajiban umat Islam melaksanakan pendidikan, khususnya
pendidikan agama, sebagaimana Firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 104:

( 104 : )

"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar,
mereka itulah orang-orang yang beruntung". (QS. Ali Imran: 104)

Hadits nabi Muhammad saw.:

( )

"Hormatilah anak-anakmu dan perbaikilah pendidikannya, karena anak-anakmu


karunia Allah bagimu". (HR. Ibnu Majah)
Untuk menanamkan kebaikan (amal soleh) pada setiap peserta didik, bahkan
pada setiap orang maka perlu adanya pendidikan agama islam sebagai suatu
pendidikan yang menanamkan prilaku terpuji pada setiap insan.

2. Landasan Historis

Ketika Pemerintah Sjahrir menyetujui pendirian Kementrian Agama (sekarang


Departemen Agama) pada 3 Januari 1946, elit Muslim menempatkan agenda
pendidikan menjadi salah satu agenda utama Kementrian Agama selain urusan haji,
peradilan, dan penerangan. Sebagai reaksi terhadap kenyataan lembaga pendidikan
yang tidak memuaskan harapan mereka, elit Muslim tersebut dalam alam
proklamasi memusatkan perhatian kepada dua upaya utama yang satu sama lain
saling berkaitan. Pertama ialah mengembangkan pendidikan agama (Islam) pada
sekolah-sekolah umum yang sejak Proklamasi berada di bawah pembinaan
Kementrian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan (Kementrian PPK). Upaya ini
meliputi: (1) memperjuangkan status pendidikan agama di sekolah-sekolah umum
dan pendidikan tinggi, (2) mengembangkan kurikulum agama, (3) menyiapkan
guru-guru agama yang berkualitas, dan (4) menyiapkan buku-buku pelajaran
agama. Kedua, upaya yang dilakukan oleh Kementrian Agama ialah peningkatan
kualitas atau modernisasi lembaga-lembaga pendidikan yang selama ini telah
memberi perhatian pada pendidikan/pengajaran agama Islam dan pengetahuan
umum modern sekaligus. Strateginya ialah: (1) dengan cara memperbarui
kurikulum yang ada dan memperkuat porsi kurikulum pengajaran umum modern
sehingga tak terlalu ketinggalan dari sekolah-sekolah umum, (2) mengembangkan
kualitas dan kuantitas guru-guru bidang umum, (3) menyediakan fasilitas belajar
seperti buku-buku bidang studi umum, dan (4) mendirikan sekolah Kementrian
Agama di berbagai daerah/wilayah sebagai percontohan atau model bagi lembaga
pendidikan Islam setingkat.

Dari landasan sejarah di atas dapat kita pahami bahwa salah satu perjuangan
elit Muslim Indonesia sejak awal kemerdekaan pada bidang pendidikan adalah
memperkokoh posisi pendidikan agama Islam (PAI) di sekolah-sekolah umum sejak
tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Dari perjuangan ini dapat kita pahami bahwa
masuknya PAI pada kurikulum sekolah umum seluruh jenjang merupakan
perjuangan gigih para tokoh elit Muslim sejak awal kemerdekaan hingga sekarang
ini. Maka dari itu, keberadaan dan peningkatan mutunya tentunya merupakan
kewajiban kita khususnya kalangan akademis di lingkungan PTAI maupun para
praktisi pendidikan di lapangan.

3. Landasan Yuridis/ Perundamng-Undangan

Semangat keagamaan setelah bangsa Indonesia merdeka dari penjajahan,


tercermin dalam batang tubuh UUD 1945, dalam alinea ketiga dan keempat. Dan
sila pertama falsafah Negara Republik Indonesia (Pancasila), yaitu Ketuhanan Yang
Maha Esa. Berdasarkan konstitusional terdapat dalam UUD 1945 Bab XI pasal 29
ayat 1 dan 2. Sedangkan berdasarkan operasionalnya terdapat dalam Tap MPR
No.IV/MPR/1973 yang diperkuat oleh Tap. MPR No. II/MPR/1988 dan Tap. MPR No.
II/MPR 1993 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara yang pada intinya bahwa
pelaksanaan Pendidikan Agama Islam secara langsung masuk dalam kurikulum
sekolah-sekolah formal, mulai dari Sekolah Dasar hingga perguruan tinggi.

Landasan perundang-undangan sebagai landasan hukum positif keberadaan


PAI pada kurikulum sekolah sangat kuat karena tercantum dalam UU No. 20 Tahun
2003 tentang Sisdiknas Bab V Pasal 12 ayat 1 point bahwasannya setiap peserta
didik dalam setiap satuan pendidikan berhak: mendapatkan pendidikan agama
sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.

Peningkatan iman dan taqwa serta akhlak mulia dalam UU No.20 Tahun 2003
tentang Sistem pendidikan nasional, Bab X Pasal 36 ayat 3 bahwasannya kurikulum
disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan memperhatikan: (a) peningkatan iman dan taqwa. Dan
pasal 37 ayat 1, bahwasannya kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib
memuat: (a) pendidikan agama. Dengan merujuk beberapa pasal dalam UUSPN No.
20/2003, maka semakin jelaslah bahwa kedudukan PAI pada kurikulum sekolah dari
semua jenjang dan jenis sekolah dalam perundang-undangan yang berlaku sangat
kuat.

Dalam PP No 19 Thn 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pada Pasal 6


ayat 1 dijelaskan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan
khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: kelompok mata
pelajaran agama dan akhlak mulia; kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian; kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; kelompok
mata pelajaran estetika; kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan
kesehatan.

Selanjutnya pada pasal 7 ayat 1 dijelaskan bahwa kelompok mata pelajaran


agama dan akhlak mulia pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B,
SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan
melalui muatan dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu
pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olah raga, dan kesehatan.

Dari beberapa landasan perundang-undangan di atas sangat jelas bahwa


pendidikan agama merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib ada di semua
jenjang dan jalur pendidikan. Dengan demikian, eksistensinya sangat strategis
dalam usaha mencapai tujuan pendidikan nasional secara umum.

4. Landasan Psikologi

Sejarah perkembangan manusia dari zaman purbakala, primitive hingga


sampai sekarang yang sering disebut era globalisasi dan era informasi, akan
didapati bahwa manusia dari generasi ke generasi selanjutnya mempunyai sesuatu
yang dianggapnya berkuasa, bahkan mencari sesuatu yang dianggapnya paling
berkuasa yaitu Tuhan. Bermacam-macam benda dianggap sebagai Tuhan Yang Maha
Esa seperti matahari, bulan, bintang, angin, patung, api dan sebagainya. Hingga
akhirnya manusia menemukan kepercayaan bahwa Tuhan itu bukanlah benda yang
dapat dilihat dan diraba oleh panca indera, melainkan hanya dapat dirasa dalam
hati dan jiwa manusia serta dapat diterima oleh fikiran.

5. Landasan Filosofis

Dalam aspek filosofis pendidikan agama Islam telah memberikan landasan


filosofis antara lain secara epistimologis dan aksilogis.

Pendidikan Agama Islam pada taran filosofis adalah kajian filosofis terhadap
hakekat pendidikan agama Islam yang dibahas dalam bidang ilmu filsafat
pendidikan Islam, yang dibahas secara mendalam, mendasar, sistematis, terpadu,
logis, menyeluruh serta universal yang tertuang atau tersusun ke dalam suatu
bentuk pemikiran atau konsepsi sebagai suatu sistem.

Pendidikan Agama Islam pada tataran epistimologis ialah kajian ilmiah


terhadap konsep dan teori Pendidikan Islam yang dibahas dalam bidang ilmu
pendidikan Islam yang membahas tentang seluk-beluk pendidikan Islam

Pendidikan Agama Islam pada tataran aksiologis sebagaimana Muhaimin


mengutip dari Tafsir (2004), ialah pendidikan agama Islam (PAI) yang dibakukan
sebagai nama kegiatan mendidik agama Islam. PAI sebagai mata pelajaran
seharusnya dinamakan Agama Islam, karena yang diajarkan adalah agama Islam,
bukan pendidikan agama Islam. Namun kegiatannya atau usaha-usaha dalam
mendidikan agama Islam disebut sebagai PAI. Karena pendidikan ini ada pada dan
mengikuti setiap mata pelajaran. Karena pada tataran aksiologis, realitas
keberadaan pendidikan agama Islam di sekolah umum di Indonesia dilaksanakan di
bawah kontrol kebijakan politik pemerintah, maka tujuan pendidikan agama Islam
dirancang oleh pemerintah untuk mencapai tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia
yang disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan sosio-politik dan dinamika
perkembangan budaya dan keberagamaan masyarakat Indonesia

C. Hakikat Kurikulum PAI di Sekolah

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi


dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran dalam mencapai tujuan pendidikan tertentu.

As-Syaibani menetapkan lima dasar pokok kurikulum pendidikan yaitu dasar


religious, falsafah, psikologis, sosiologis, dan organisatoris.

1. Dasar religious, dasar yang ditetapkan nilai-nilai ilahi yang terdapat pada Al-Quran
dan As-Sunnah yang merupakan nilai yang kebenarannya mutlak dan universal.

2. Dasar Falsafah, dasar ini memberikan arah tujuan pendidikan sehingga susunan
kurikulum mengandung suatu kebenaran.
3. Dasar psikologis, dasar ini mempertimbangkan tahapan psikis anak didik yang
berkaitan dengan perkembangan jasmaniah, kematangan, bakat, intelektual,
bahasa, emosi, kebutuhan dan keinginan individu.

4. Dasar sosiologis, dasar ini memberikan gambaran bahwa kurikulum pendidikan


memegang peranan penting dalam penyampaian dan pengembangan kebudayaan,
proses sosialisasi individu, dan rekonstruksi masyarakat.

5. Dasar organisatoris, dasar ini mengenai bentuk penyajian bahan pelajaran yaitu
organisasi kurikulum.

Fungsi kurikulum bagi sekolah yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan
lembaga pendidikan yang diinginkan dan sebagai pedoman dalam mengatur segala
kegiatan sehari-hari di sekolah. Fungsi kurikulum bagi anak didik sebagai suatu
organisasi belajar tersusun yang diharapkan mereka mendapatkan pengalaman
baru yang dapat dikembangkan dikemudian hari. Fungsi kurikulum bagi Kepala
Sekolah maupun Guru sebagi pedoman kerja. Sedangkan fungsi kurikulum bagi
orang tua siswa yaitu agar orang tua dapat turut serta membantu pihak sekolah
dalam memajukan putra putrinya.

Adapun tujuan kurikulum PAI di sekolah yaitu untuk mengantarkan peserta


didik menjadi manusia yang unggul dalam beriman dan bertakwa, berakhlak mulia,
berkepribadian, menganalisa ilmu pengetahuan dan teknologi, serta mampu
mengaktualisasikan diri dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
(visi dan misi sekolah).
Komponen-komponen yang terkait dalam kurikulum dikelompokkan menjadi
empat yaitu:
1. Kelompok komponen-komponen Dasar yaitu konsep dasar filosofis dalam
mengembangkan kurikulum PAI yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap
tujuan PAI tersebut
2. Kelompok komponen-komponen Pelaksana, yaitu mencakup materi pendidikan,
system pendidikan, proses pelaksanaan, dan pemanfaatan lingkungan.
3. Kelompok-kelompok Pelaksana dan Pendukung kurikulum yaitu komponen
pendidik, peserta didik dan konseling
4. Kelompok Usaha-usaha Pengembangan yang ditujukan dengan adannya evaluasi
dan inovasi kurikulum, adanya perencanaan jangka pendek, menengah dan jangka
panjang, terjalinnya kerja sama dengan lembaga-lembaga lain dalam rangka
pengembangan kurikulum tersebut.

D. Landasan Pengembangan Kurikulum PAI di Sekolah

Landasan Pengembangan kurikulum PAI di sekolah, pada hakikatnya adalah


factor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan oleh para pengembang
kurikulum ketika hendak mengembangkan atau merencanakan suatu kurikulum
lembaga pendidikan. Landasan-landasan tersebut antara lain :

1. Landasan Agama

Dalam mengembangkan kurikulum sebaiknya berlandaskan pada Pancasila


terutama sila ke satu Ketuhanan Yang Maha Esa. Di Indonesia menyatakan bahwa
kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama
dan kepercayaannya masing-masing individu. Dalam kehidupan, dikembangkan
sikap saling menghormati dan bekerjasama antara pemeluk-pemeluk agama dan
penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga dapat terbina
kehidupan yang rukun dan damai.

2. Landasan Filsafat

Filsafat pendidikan dipengaruhi oleh dua hal yang pokok, yaitu cita-cita
masyarakat dan kebutuhan peserta didik yang hidup di masyarakat. Filsafat adalah
cinta pada kebijaksanaan (love of wisdom). Agar seseorang dapat berbuat bijak,
maka harus berpengetahuan, pengetahuan tersebut diperoleh melalui proses
berpikir secara sistematis, logis dan mendalam. Filsafat dipandang sebagai induk
segala ilmu karena filsafat mencakup keseluruhan pengetahuan manusia yaitu
meliputi metafisika, epistimologi, aksiologi, etika, estetika, dan logika.

3. Landasan Psikologi Belajar

Kurikulum belajar mengetengahkan beberapa teori belajar yang masing-


masing menelaah proses mental dan intelektual perbuatan belajar tersebut.
Kurikulum yang dikembangkan sebaiknya selaras dengan proses belajar yang
dilakukan oleh siswa sehingga proses belajarnya terarah dengan baik dan tepat.

4. Landasan Sosio-budaya

Nilai social-budaya dalam masyarakat bersumber dari hasil karya akal budi
manusia, sehingga dalam menerima, menyebarluaskan, dan melestarikannya
manusia menggunakan akalnya. Setiap masyarakat memiliki adat istiadat, aturan-
aturan, dan cita-cita yang ingin dicapai dan dikembangkan. Dengan adanya
kurikulum di sekolah diharapkan pendidikan dapat memperhatikan dan merespon
hal-hal tersebut.

5. Landasan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Pendidikan merupakan suatu usaha penyiapan peserta didik untuk


menghadapi lingkungan hidup yang mengalami perubahan yang semakin pesat dan
terus berkembang. Sehingga dengan bekal ilmu pengetahuan dan teknologi,setelah
siswa lulus diharapkan dapat menyesuaikan diri di lingkungannya dengan baik.

Dengan adanya landasan tersebut maka perlu untuk mengembangkan


kurikulum PAI di sekolah dalam dunia pendidikan, baik itu dalam Sekolah Umum
ataupun Madrasah agar tujuan dari pendidikan agama islam tercapai dalam
mencetak insan yang berbudi pekerti dan baik.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam


menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga
mengimani, bertakwa danberakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran Islam dari
sumber utamanya kitab suci al-Quran dan al-Hadits.

Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah mempunyai dasar


landasan yang kuat. Dasar tersebut dapat ditinjau dari beberapa segi:

Landasan Religius, Landasan Historis, Landasan Yuridis/ Perundamng-Undangan,


Landasan Psikologi, Landasan Filosofis

Hakikat kurikulum meliputi pengertian, fungsi, tujuan serta komponen-


komponen kurikulum. Dengan mengetahui hakikat kurikulum tersebut, jelaslah
betapa pentingnya kurikulum bagi madrasah ataupun sekolah untuk kemajuan dan
prestasi madrasah atau sekolah tersebut.

Sedangkan Landasan kurikulum PAI di sekolah antara lain landasan Agama,


Filsafat, Psikologi Belajar, Sosio-budaya, dan Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.

B. Kritik dan Saran

Dari pembuatan tugas makalah ini, kami dari penyusun mengharapakan


makalah ini bermanfaat dan bisa menambah ilmu bagi para pembaca. Kami
menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini, untuk itu kami
mohon maaf dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk
kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. http://wayqodratullahs.blogspot.com/2012/05/pai-di-sekolah-2-landasan-pai-di.html

2. http://kuliahgratis.net/landasan-pai-di-sekolah/#chitika_close_button

3. http://nanozuko.blogspot.com/2012/02/landasan-pengembangan-kurikulum-pai-
di.html
4. http://e-fiqih.blogspot.com/2013/07/landasan-pelaksanaan-pembiasaan-pai.html

5. http://www.slideshare.net/andarosita/landasan-historis-filosofis-dan-sosiologis-
pendidikan
Diposkan oleh Arman Smith di 20.37

http://armansmith.blogspot.com/2013/12/landasan-dan-kurikulum-pai-di-
sekolah.html

file:///C:/Users/Tecer%20Fragma%20Shinta/Downloads/Documents/bab%203.pdf
(skripsi)

PENDIDIKANAGAMAISLAMDIPERGURUANTINGGI

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI PERGURUAN TINGGI

Dosen Pembimbing : Martono, S.Pd,I.,MA

Oleh :

Tosha P. Noverita
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UPI YPTK PADANG

Pendahuluan

Pendidikan Agama mempunyai peranan strategis dalam mengintegrasikan


nilai-nilai dalam seluruh kegiatan pendidikan. Implikasi dari pemaknaan pendidikan
Islam adalah reposisi pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional. Pertama,
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sebagai dasar pendidikan tidak
bertentangan dengan nilai-nilai Islam kedua, pandangan terhadap manusia sebagai
makhluk jasmani-rohani yang berpotensi untuk menjadi manusia bermartabat
(makhluk paling mulia); ketiga, pendidikan bertujuan untuk mengembangkan
potensi (fitrah dan sumber daya manusia) menjadi manusia beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur (akhlak mulia), dan memiliki
kemampuan untuk memikul tanggung jawab sebagai individu dan anggota
masyarakat.

Perbedaan antara keduanya hanya terletak pada posisi konsep. Ditinjau dari
tataran universalitas konsep Pendidikan Islam lebih universal karena tidak dibatasi
negara dan bangsa, tetapi ditinjau dari posisinya dalam konteks nasional, konsep
pendidikan Islam menjadi subsistem pendidikan nasional. Karena posisinya sebagai
subsistem, kadangkala dalam penyelenggaraan pendidikan hanya diposisikan
sebagai suplemen.

Mengingat bahwa pendidikan Islam relevan dan merupakan bagian integral


dari sistem pendidikan nasional, bahkan secara sosiologis pendidikan Islam
merupakan aset nasional, maka posisi pendidikan Islam sebagai subsistem
pendidikan nasional bukan sekadar berfungsi sebagai suplemen, tetapi sebagai
komponen substansial. Artinya, pendidikan Islam merupakan komponen yang
sangat menentukan perjalanan pendidikan nasional.

Keberhasilan pendidikan Islam berarti keberhasilan pendidikan nasional,


begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, pendidikan nasional sebagai sebuah sistem
tidak mungkin melepaskan diri dari pendidikan Islam.
Dalam makalah ini akan dijelaskan Konsep Mata kuliah PAI, Pendidikan agama
dalam rangka Pendidikan Nasional serta peranan pendidikan agama dalam rangka
pencapaian Tri Darma Perguruan Tinggi.

Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi

1. Konsep Mata Kuliah PAI

Pendidikan merupakan kata yang sudah sangat umum.


Karena itu, boleh dikatakan bahwa setiap orangmengenal istilah pendidikan. Begitu
juga Pendidikan Agama Islam
(PAI). Masyarakat awam mempersepsikanpendidikan itu identik dengan sekolah , pe
mberian pelajaran, melatih anak dan sebagainya. Sebagianmasyarakat lainnya me
miliki persepsi bahwa pendidikan itu menyangkut berbagai aspek yang sangatluas,t
ermasuk semua pengalaman yang diperoleh anak dalam pembetukan dan pematan
gan pribadinya, baikyang dilakukan oleh orang lain maupun oleh dirinya sendiri.

Sedangkan Pendidikan Agama Islam merupakan pendidikan yang didasarkan


pada nilai-nilai Islam danberisikan ajaran Islam.Mata kuliah PAI dalam kurikulum
perguruan tinggi umum wajib di ambil oleh mahasiswa yang beragama islam dalam
menyeleseikan studinya di perguruan tinggi umum baik tinggkat diploma maupun
sarjana.

Kedudukan pendidikan mata kuliah agama ini sekaligus menjadiketentuan


dan persyaratan bagi kelulusan mahasiswa yang sama dengan mata kuliah wajib
lainnya.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pe


ndidikan Nasional pasal1 ayat 1 menyebutkan bahwa :
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaranagar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi di
rinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,masyarakat,
bangsa dan negara" .
Sedangkan definisi pendidikan agama Islam disebutkan dalam Kurikulum 200
4 Standar KompetensiMata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
SD dan MI adalah : "Pendidikan agama Islam adalah upaya sadardan terencana dala
m menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani,
bertakwa, berakhlak mulia, mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utaman
ya kitab suci Al-Qurandan Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan,
serta penggunaan pengalaman."

Dalam proses perkembangan Pendidikan Agama Islam, salah satu kendala ya


ng
paling menonjoldalam pelaksanaan pendidikan agama ialah masalah metodologi. M
etode merupakan bagian yang sangatpenting dan tidak terpisahkan dari semua ko
mponen pendidikan lainnya, seperti tujuan, materi, evaluasi,situasi dan lain-lain. Ol
eh karena itu, dalam pelaksanaan Pendidikan Agama diperlukan suatu pengetahuan
tentang metodologi Pendidikan Agama, dengan tujuan agar setiap pendidik agama
dapat memperolehpengertian dan kemampuan sebagai pendidik yang profesional.
2

2. Pendidikan Agama dalam Rangka Pendidikan Nasional


Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, tersebut dalam Bab Vi
Jalur, Jenjang dan Jenis Pendidikan pada Bagian ke Sembilan Pendidikan Keagamaan
Pasal 30 isinya adalah :

Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau


kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Pendidkan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi
anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamnya
dan/atau menjadi ahli ilmu agama.

Pendidkan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan


formal, informal dan nonformal.

Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren,


pasraman, pabhaja samanera dan bentuk lain yang sejenis.

Ketentuan mengenai pendidikan keagmaan sebagaimana dimaksud


dalam ayat 1,2,3 dan 4 diatur lebih lanjut dengan Peraturan pemerintah.

Dalam UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 3


menyatakan bahwa,Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Berdasarkan definisi ini, dapat difahami bahwa pendidikan nasional berfungsi sebagai proses
untuk membentuk kecakapan hidup dan karakter bagi warga negaranya dalam rangka mewujudkan
peradaban bangsa Indonesia yang bermartabat, meskipun nampak ideal namun arah pendidikan yang
sebenarnya adalah sekularisme yaitu pemisahan peranan agama dalam pengaturan urusan-urusan
kehidupan secara menyeluruh.

Dalam UU Sisdiknas tidak disebutkan bahwa yang menjadi landasan pembentukan kecakapan
hidup dan karakter peserta didik adalah nilai-nilai dari aqidah islam, melainkan justru nilai-nilai dari
demokrasi.

Pemerintah dalam hal ini berupaya mengaburkan realitas (sekulerisme pendidikan) tersebut,
sebagaimana terungkap dalam pasal 4 ayat 1 yang menyebutkan, Pendidikan nasional bertujuan
membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak dan berbudi
mulia, sehat, berilmu, cakap, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab
terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air.

Sepintas, tujuan pendidikan nasional di atas memang tidak nampak sekuler, namun perlu
difahami bahwa sekularisme bukanlah pandangan hidup yang sama sekali tidak mengakui adanya
Tuhan. Melainkan, meyakini adanya Tuhan sebatas sebagai pencipta saja, dan peranan-Nya dalam
pengaturan kehidupan manusia tidak boleh dominan. Sehingga manusia sendirilah yang dianggap lebih
berhak untuk mendominasi berbagai pengaturan kehidupannya sekaligus memarjinalkan peranan Tuhan.

3. Peran Pendidikan Agama dalam Rangka Pencapaian Tri


Darma Perguruan Tinggi
Islam sangat menghargai orang yang memilki iman dan ilmu pengetahuan
sehingga derjat mereka ditinggikan oleh Allah SWT. Usaha untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan melalui pembelajaran dan pendidikan.

Pentingnya pendidikan dan pembelajaran merupakan upaya dalam


memberdayakan dan mengembangkan berbagai potensi yg dimiliki oleh setiap
manusia. Perkembangan ini akan membentuk karakter kepribadian seseorang baik
yang berkaitan dengan keimanan, kecerdasan sosial dan kepemilikan terhadap
ahklak mulia. Salah atau benar pengembangan potensi manusia akan berdampak
terhadap berbagai kecerdasan yg dimiliki.

Potensi harus diisi dengan nilai-nilai islam, sehingga mereka menjadi manusia
yang tidak salah dalam hidupnya. Pengisian nilai-nilai islam yang dimaksud dengan
cara menuntut ilmu pengetahuan. Karna pentingnya upaya pengembangan potensi
dengan ilmu maka menuntut ilmu menjadi kewajiban dalam syariat islam.

Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari juga menjelaskan tentang peran


manusia sebagai mahkluk sosial saling membutuhkan satu sama lainya.Dalam
kehidupan bersama, maka kemampuan memberikan sesuatu yg dimiliki kepada org
lain merupakan suatu bentuk prestasi yang bernilai tinggi di hadapan Allah SWT.
5

Daftar Pustaka

Aziz, Abdul (2009),Pendidikan Agama


Islam.From: http://islamblogku.blogspot.com/2009/07/pendidikan - agama-
islam_1274.html

Anwar, Fuadi dkk (2008),Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi


Umum.Padang:UNP Press.

apoetra, Hadja (2003),Kedudukan Pendidikan Islam Dalam sistem Pendidikan


Nasional.From:http://komstar.wordpress.com/2009/05/12/pendidikan-islam-dalam-
sistem-pendidikan-nasional-di-indonesia/
http://toshapnoverita.blogspot.com/2014/05/pendidikan-agama-islam-di-
perguruan.html

VISI DAN MISI PAI

Visi Pendidikan Agama Islam adalah Terwujudnya Keagamaan dan


Terbinanya Keberagamaan Peserta didik yang Sempurna (Kaffah), sedangkan
misi Pendidikan Agama Islam adalah sebagai berikut:
1. Membentuk peserta didik yang memiliki iman yang fungsional dan berkesinambungan dalam
beribadah kepada Allah SWT
2. Membekali peserta didik yang mempunyai etos kerja yang Islami dan membentuk kepribadian
yang berakhlakul karimah
3. Menumbuhkan suasana keagamaan di sekolah yang Islami, dilandasi toleransi dan kedamaian
yang hakiki
Pembentukan karakter melalui PAI yang berlandaskan pada akhlak mulia menjadi core
sebagai seorang yang Islam dan warga negara yang bertanggung jawab terhadap bangsa
kaena tujuan utama pembelajaran PAI adalah membentuk peserta didik yang beragama
secara kaffahdalam seluruh sendi kehidupan.
Namun pada kenyataannya, dalam masa yang cukup panjang, pendidikan Islam di
Indonesia berada di persimpangan jalan antara mempertahankan tradisi lama dan mengadopsi
perkembangan baru. Upaya mempertahankan sepenuhnya tradisi lama berarti status quo yang
menjadikannya terbelakang meskipun memuaskan secara emosional dan romantisme dengan
identitas pendidikan Islam masa lalu. Sementara itu, mengadopsi perkembangan baru begitu
saja berarti mengesampingkan akar sejati dan nilai autentik dari sejarah pendidikan Islam,
walaupun berhasil memenuhi keperluan pragmatis untuk menjawab tantangan sesaat dari
lingkungan sekitarnya. Situasi ini tercermin dalam kebingungan, maju mundur dan ketidak
jelasan arah dan tujuan modernisasi pendidikan Islam selama ini (Husni Rahim: 2001).
Jalan keluar dari situasi di atas menuntut adanya penegasan visi Pendidikan Agama
Islam sehingga tidak tergoda oleh tarikan-tarikan ekstrim, tetapi mampu mengelola berbagai
kecenderungan yang tersedia secara responsif dan tuntas. Visi itu ditempatkan sebagai
pemandu yang menjamin konsistensi pendidikan Agama Islam dalam konteks perubahan dan
dinamika yang terjadi dalam dirinya secara terus menerus. Kerangka visi pendidikan Agama
Islam itu harus dibangun dengan mempertimbangkan sumber nilai/ajaran Islam, karakter
esensial dari sejarah pendidikan Islam, dan rumusan tantangan masa depan. Dengan kata lain,
visi pendidikan Islam masa depan adalah terciptanya sistem pendidikan yang Islami, populis,
berorientasi mutu, dan kebhinekaan (Husni Rahim: 2001).
Pendidikan Islam mempunyai tujuan untuk membentuk manusia muslim yang
berakhlak mulia, cakap dan percaya pada diri sendiri dan berguna bagi masyarakat.
Sedangkan manusia muslim yang dimaksud adalah pribadi-pribadi muslim yang
mempunyai keseimbangan yang dapat mengintegrasikan kesejahteraan kehidupan
di dunia maupun kebahagiaan kehidupan di akhirat, dapat menjalin hubungan
kemasyarakatan yang baik dengan jiwa sosial yang tinggi, mengembangkan
etos taawun dalam kebaikan dan taqwa.
Keberhasilan dari suatu sasaran yang diinginkan, sangat ditentukan oleh arah
atau pedoman yang harus ditempuh, tahapan, sasaran, serta sifat dan mutu
kegiatan yang dilakukan. Oleh karena itu kegiatan tanpa disertai tujuan,
menyebabkan sasaran menjadi kabur dan tidak jelas, akibatnya program dan
kegiatan menjadi acak-acakan.
Sepanjang sejarah manusia, agama mempunyai fungsi tertentu dalam
kehidupannya. Agama bukan suatu keyakinan yang intelektual semata, melainkan
lebih dari suatu cara hidup. Cara yang terkandung norma-norma moral dan
keseluruhan aturan hidup manusia. Agama bukan hanya mengenai kebenaran,
namun juga mengenai perasaan dan seluruh suasana hidup manusia. Agama
adalah suatu kebutuhan dasar manusia.
Dengan demikian, dalam menanamkan nilai-nilai agama perlu adanya
pendidikan agama kepada manusia sejak masa kanak-kanak karena akan memberi
ketahanan batin dalam menempuh kehidupannya. Di seluruh dunia, sebagian besar
pendidikan agama secara umum bisa dikatakan, membantu individu memahami
banyak pelajaran yang mungkin pada mulanya tampak seperti seperangkat aturan
dan larangan yang tideak berarti apa-apa. Misalnya, dalam mencapai tujuan agama,
yakni kehidupan yang baik di dunia dan akhirat. Dalam hal ini manusia dianjurkan
untuk melaksanakan ajaran agama seperti melaksanakan Ibadan, membaca kitab
suci, berdoa, menghormati yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, menahan
diri dari perbuatan jahat dansebagainya. Juga untuk menjauhi larangannya seperti
tidak berbuat kejahatan yang merugikan orang lain, tidak mengkonsumsi barang
yang merusak fisik, tidak berbohong, dan sebagainya. Jika hal tersebut dilakukan
oleh manusia, maka perkembangan sosialnya bukan hanya terarah secara psti
tetapi juga konsisten dengan suara hatinya (Elizabeth K. Nottingham: 1985).
Namun demikian perlu kiranya dikemukakan, bahwa pendidikan agama Islam harus
dilakukan secara kritis, sehingga agama tidak hanya sebagai pegangan hidup,
namun juga sebagai pemacu hidup. Selain itu pemaknaan agama hendaknya tidak
dilakukan dalam kaitan perspektif waktu yang sempit, akan tetapi menjangkau
kurun waktu mendatang. Di samping itu juga agama tidak hanya ditempatkan
dalam posisi over protective terhadap umatnya, dalam arti terlalu menonjol
larangan-larangan semata. Dengan demikan agama juga diharapkan berfungsi
untuk mendewasakan manusia dalam kehidupan beragamanya. Artinya
dalamnmenjalankan kewajiban agama dan menjauhi laranagannya dilakukan secara
sadar, tulus dan semata-mata karena cinta pada Allah sebagai khaliqnya. Dengan
demikian agama akan berfungsi sebagai jalan dan panduan hidup manusia yang
akan selalu dijadikan acuan secara konsisten dalam keadaan apapun dan di
manapun.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembahasan konsep dan teori tentang Pendidikan Islam sampai kapanpun selalu saja relevan
dan memiliki ruang yang cukup signifikan untuk ditinjau ulang. Paling tidak terdapat tiga alasan
mengapa hal itu terjadi :Pertama pendidikan melibatkan sosok manusia yang senantiasa dinamis,
baik sebagai pendidik, peserta didik, maupun penanggung jawab pendidikan. Kedua perlunya
akan inovasi pendidikan akibat perkembangan saint dan teknologi. Ketiga tuntunan gelobalsasi
yang meleburkan sekat-sekat agama, ras, budaya, bahkn falsafah satu bangsa. Ketiga alasan
tersebut tentunya harus diikuti dan dijawab oleh dunia pendidikan demi kelansungan hidup
manusia dalam situasi yang serba dinamik, inovatif, dan semakin mengglobal.
Makalah yang ada dihadapan ini merupakan salahsatu jawaban terhadap permasalahan yang
dialami umat islam atau bahkan umat manusia. Aksentuasi pebahasan makalah ini lebih
mengarah pada pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai ilahiyah, spiritual, dan akhlak,
sekalipun melibatkan seluruh komponen dasar pendidikan. Penekanan pada aspek ini disebabkan
oleh paradigma penyusunan makalah ini didasarkan atas nilai dogmatika Islam yang diturunkan
dari wahyu ilahi.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
a. Apakah Definisi Pendidikan Islam ?
b. Bagaimanakah visi-misi Pendidikan Islam ?
c. Bagaimana karakteristik Pendidikan Islam ?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Pendidikan Islam


Kata Islam dalam Pendidikan Islam menunjukan warna pendidikan tertentu, yaitu
pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan yang islami, yaitu pendidikan yang berdasaskan
islam[1]. Untuk mengetahui definisi pendidikan islam yang komprehensif dan lugas maka perlu
bagi kita untuk mengetahui tarif atau definisi pendidikan islam setidaknya dari dua sudut
pandang yang sering digunakan dalam setiap disiplin ilmu yaitu definisi secara
Etimologi(bahasa) dan Terminologi(Istilah), berikut akan dipaparkan pernciannya:
a. Pengertian Etimologi Pendidikan Islam
Pendidikan dalam wacana keislaman lebih populer dengan istilah tarbiyah, talim,
tadib(tatak rama), riadhoh, irsyad, dan tadris[2]. Masing masing istilah tersebut memiliki
keunikan makna tersendiri ketika sebagian atau semuanya disebut bersamaan. Namun,
kesemuanya akan memiliki makna yang sama jika disebut salah satunya, sebab salah satu istilah
itu sebenarnya mewakili istilah yang lain. Atas dasar itu, dalam beberapa buku pendidikan Islam,
semua istilah itu digunakan secara bergantian dalam mewakili peristilahan pendidikan islam.
1) Tarbiyah
Dalam leksikologi AlQuran dan As-Sunnah tiak ditemukan istilah al-tarbiyah, namun
terdapat beberapa istilah kunci yang seakar dengannya, yaitu al-rabb, rabbayani, murabbi,
yurbi, dan rabbani.Dalam mujam bahasa Arab, kata al-tarbiyyah memiliki tiga akar kebahasaan,
yaitu:
a. Rabba, yarbu, tarbiyah : yang memiliki makna tambah (zad) dan berkembang(nama).
Pengertian ini juga didasarkan QS. Ar-Rum ayat 39. Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu
berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka itu tidak menambah pada sisi Allah.
Artinya, pendidikan (tarbiyah) merupakan proses menumbuhkan dan mengembangkan apa yan
ada pada diri peserta didik, baik secara fisik, psikis, social, maupun spiritual.
b. Rabba, yurbi, tarbiyah : yang memiliki makna tumbuh (nasyaa) dan menjadi besar atau dewasa
(tarara'a). Artinya, pendidikan (tarbiyah) merupakan usaha untuk menumbuhkan dan
mendewasakan peserta didik, baik secara fisik, psikis, social, maupun spiritual.
c. Rabba, yarubbu, tarbiyah : yang memiliki makna memperbaiki (ashlaha), menguasai urusan,
memelihara dan merawat, memperindah, memberi makan, mengasuh, tuan, memiliki, mengatur
dan menjaga kelestarian maupun eksistensinya. Artinya, pendidikan (tarbiyah) merupakan usaha
untuk memelihara, mengasuh, merawat, memperbaiki dan mengatur kehidupan peserta didik,
agar ia dapatsurvive lebih baik dalam kehidupannya.
2). Talim
Talim merupakan kata benda buatan (masdar) yang berasal dari akar kata allama.
Sebagian para ahli menerjemahakan istilah tarbiyah dengan pendidikan,
sedangkan talim diterjemahkan dengan pengajaran. Kalimat allamahu al-ilm memiliki arti
mengajarkan ilmu padanya.
3). Tadib
Tadib lazimnya diterjemahkan dengan pendidikan sopan santum, tata krama, adab, budi
pekerti, akhlak, moral, dan etika. Tadib yang seakar dengan adab memilik arti pendidikan
peradaban atau kebudayaan. Artinya, orang yang berpendidikan adalah orang yang berperadaban,
sebaliknya, peradaban yang berkualitas dapat diraih melalui pendidikan[3].
Pengertian ini didasarkan Hadits Nabi .:

Rabbku telah mendidiku, sehingga baiklah pendidikanku.

b. Pengertian Terminologi Pendidikan Islam


Sebelum perumusan pengertian terminology pendidikan Islam berdasarkan
pengertian etimologi di atas, ada baiknya dikutip beberapa pengertian pendidikan Islam terlebih
dahulu yang dicetuskan oleh para ahli.
Pertama, Muhammad SA. Ibrahimi (Bangladesh) menyatakan: Pendidikan
Islam dalam pandangan yang sebenarnya adalah suatu system pendidikan yang memungkinkan
seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai degan ideology Islam, sehingga dengan
mudah ia dapat membentuk hidupnya sesuai dengan ajaran Islam.
Kedua, Omar Muhammad al-Touni al-Syaibani mendefinisikan Pendidiakan
Islam dengan: Proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat dan
alam sektiarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi di
antara profesi-profesi asasi dalam masyarakat
Ketiga, Muhammad Fadhil al-Jamali mengajukan pengertian pendidikan
Islam :Upaya mengembangkan, mendorong serta mengejak manusia untuk lebih maju dengan
berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk peribadi yang
lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan, maupun perbuatan.
Keempat, Muhammad Javed al-Sahlani mengartikan Pendidikan Islam dengan Proses
mendekatkan manusia kepada tingkat kesempurnaan dan mengermbangkan kemampuannya.
Kelima, hasil seminar pendidikan Islam se-Indonesia tahun 1960 dirumuskan pendidikan
Islam dengan :Bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam
dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakunya
semua ajaran Islam.
Berdasarkan beberapa pengertian yang dkemukakan oleh para ahli di atas, serta beberapa
pemahaman yang diturunkan dari beberapa istilah dalam pendidikan Islam, seperti tarbiyah,
talim, tadib,maka pendidikan Islam dapat dirumuskan sebagai berikut: Proses
transinternalisasi pengetahuan dan nilai Islam kepada peserta didik melalui upaya pengajaran,
pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan dan pengembangan potensi. Definisi ini
memiliki lima unsure pokok penddikan Islam, yaitu :
1) Proses transinternalisasi. Upaya dalam pendidikan Islam dilakukan secara bertahap,
berjenjang, terancang, terstruktur, sistematik, dan terus-menerus dengan cara transformasi dan
internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai Islam pada peserta didik.
2) Pengetahuan dan nilai Islam. Materi yang diberikan kepada peserta didik adalah ilmu
pengetahuan dan nilai Islam, yaitu pengetahuan dan nilai yang diturunkan dari Rabb (Ilahiyah).
Atau materi yang memiliki ktiteria epistemology dan aksiologi Islam sehingga output pendidikan
memiliki wajah-wajah Islami dalam setiap tindak-tanduknya. Pengetahuan dan niali Islam,
sebagaimana yang di syaratkan dalam QS. Al-fusilat ayat 53, terdapat tiga objek, yaitu objek
afaqi, yang berkaitan dengan alam fisik(baik dilangit maupun dibumi); objek anfusi, yang
berkaitan dengan alam fisikis(kejiwaan atu batiniyah); dan objek hakiki dan qurani yang
berkaitan dengan system nilai untuk mengarahkan kehidupan spiritual manusia.
3) Kepada Peserta Didik. Pendidikan diberikan kepada peserta didik sebagai subjek dan objek
pendidikan. Dikatakan subjek karena ia mengembangkan dan aktualisasi potensinya
sendiri.sedankan pendidik menstimulasi dalam pengembangan dan aktualisasi itu. Di katakana
objek karena ia menjadi sasaran dan transportasi ilmu pengetahuan dan nilai isalm, agar ilmu dan
nilai itu tetap lestari dri generasi ke generasi berikunya
4) Melalui upaya pngajaran ,pembiasaan,bimbingn,pengasuhan pengawasandan pemngembangan
potensinya. Tugas pokok pendidikan adalah memberikan pengajaran, pembiasaan, bimbingan,
pengasuhan, pengawasan, dan pengembanan potensi peserta didik agar terbentuk dan
berkembang daya kreativitas dan produktivitas tanpa mengabaikan potensi dasarnya.
5) Guna Mencapai Keselarasan dan Kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat. Tujuan akhir
pendidikan Islam adalah terciptanya insan kamil (insane sempurna), yaitu manusia yang mampu
menyelaraskan dan memenuhi kebutuhan dunia dan akhirat; dan kebutuhan fisik, sosial, psikis,
dan spiritual. Orientasi Pendidikan Islam tidak hanya memenuhi hajat hidup jangka pendek,
seperti pemenuhan kebutuhan duniawi, tetapi juga memenuhi hajat hidup jangka panjang seperti
pemenuhan kebutuhan di akhirat kelak[4].

2.2. Visi pendidikan Islam


Kata visi berasal dari kata inggris vision, yang mengandung arti penglihatan atau daya
lihat, pandangan, impian atau bayangan. Dalam bahasa arab, kata visi dapat diwakili oleh
kata nadz, jamaknyaindazr, yang berarti seing (Penglihatan), eye-sight (pandangan mata), vision
(pandangan), look(penglihatan), Gleance(Pandangan sekilas), Sight
(Pemikiran), autlook(pandangan), prospect(gambaran kedepan), View(peninjauan),
aspech(bagian), apparence(pewujudan), Epidence(pakta), Insight(Pandangan),
Penetration(Penebusan atau perembesan), Perception(pendapat), Comtemplation(merenung
secara mendalam dan menyendiri), examination(pelatihan berpikir), inspection(peninjauan),
study(kajian), Perusal, consideration(pertimbangan), reflection(ungkapan pemikiran),
Philosophical speculation(perenungan yang bersifat mendalam dan pilosofis) dan theory(konsep
yang sudah terumuskan dengan matang dan siap diaplikasikan).
Selanjutnya jika konsep dan pengertian tentang visi tersebut dihubungkan dengan
pengertian Islam, maka visi pendidikan Islam dapat diartikan sebagai tujuan jangka panjang,
cita-cita masa depan, dan impian ideal yang ingin diwujudkan oleh pendidikan Islam. Visi
pendidikan Islam ini selanjutnya dapat menjadi sumber motivasi, inspirasi, pencerahan,
pegangan dan arah bagi perumusan misi, tujuan, kurikulum, proses belajar, guru, stap, murid,
managemen, lingkungan dan lain sebagainya.
Visi pendidikan Islam sesungguhnya melekat pada cita-cita dan tujuan jangka panjang
itu sendiri, yaitu mewujudkan rahmat bagi seluruh umat manusia, sesuai dengan firman Allah
swt. Tidaklah kami utus engkau (Muhammad) melaikan agar menjadi rahmat bagi seluruh
alam. (Q.S al-Anbiya:107), ayat tersebut oleh Imam Maroghiy ditafsirkan sebagai berikut :
Bahwa tidaklah aku utus engkau(Muhammad) dengan Al-quran ini, serta berbagai
perumpamaan dari ajaran agama dan hukum yang menjadi dasar rujukan untuk mencapai
bahagia dunia dan akhirat, melainkan agar menjadi rahmat dan petunjuk bagi mereka dalam
segala urusan dunia dan akhiratnya.
Dengan demikian, visi pendidikan Islam dapat dirumuskan sebagai berikut:
Menjadikan pendidikan Islam sebagai peranata yang kuat, berwibawa, efektif, dan kredibel
dalan mewujudkan cita-cita ajaran Islam.
Dengan visi tersebut, maka seluruh komponen pendidikan Islam sebagai mana tersebut
diatas, harus diarahkan kepada tercapainya visi tersebut. Visi itu harus dipahami, dihayati, dan
diamalkan oleh seluruh unsur yang terlibat dalam kegiatan pendidikan. Jika pada sebuah
perguruan tinggi misalnya, maka visi tersebut harus dipahami, dihayati, dan diamalkan oleh
rektor, pembantu rektor, dekan, para pembantu dekan, ketua dan sekerataris jurusan, dan
berbagai pihak lain yang terkait. Dengan demikian, visi tersebut akan menjiwai seluruh pola
pikir dalam (mindset), tindakan dan kebijakan pengelola pendidikan. Pada tahap selanjutnya visi
tersebut akan menjadi budaya (culture) yang hidup dan dirasakan manfaatnya oleh seluruh pihak,
dan sekaligus membedakannya dengan budaya yang terdapat pada perguruan tinggi lainya[5].

2.3. Misi Pendidikan Islam


Misi berasal dari bahasa Inggris, Mission, yang memiliki arti tugas, perutusan, utusan,
atau misi. Ungkapan to play thirty mision misalnya, mengandung arti mengedakan tugas
penerbangan tiga puluh kali. Dengan demikian, misi terkait dengan tugas, pekerjaan yang harus
dilakukan dalam rangka mencapai visi yang ditetapkan. Dalam kaitan ini terdapat kata misionary
yang berarti perutusan atau utusan yang diutus oleh seseorang atau lembaga untuk melakukan
suatu pekerjaan yang penting dan strategis. Seluruh pembawa risalah atau ajaran, seperti para
Nabi, wali, ulama dan dai pada suatu kelopok suatu umat disebut misionary.
Dari pengertian kebahasaan tersebut, maka misi dapat diartikan sebagai tugas-tugas atau
pekerjaan yang harus dilaksanakan dalam rangka mencapai visi yang ditetapkan. Dengan
demikian, antara dan visi dan misi harus memiki hubungan funsional-simbiotik, yakni saling
mengisi dan timbal balik. Dari satu sisi visi mendasari rumusan misi, sedangkan dari sisi lain,
keberadaan misi akan menyebabkan tercapainya visi. Misi merupakan jawaban atau
perranyaan what are will doing (apa yang akan dikerjakan !). Karena pekerjaan merupakan
kegiatan maka misi harus berisi berbagai kegiatan yang mengarah kepada tercapainya visi.
Berdasarkan uraian diatas, maka misi pendidikan Islam dapat dirumuskan sebagai berikut
:
1. Mendorong timbulnya kesadaran umat manusia agar mau melakukan kegiatan belajar dan
mengajar.
Hal ini sejalan dengan firman Allah swt. Dalam surat al-alaq ayat 1-5, yang artinya:
Bacalah dengan (menyebut) nama robbmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah dan Rabbmu yang maha pemurah. Yang mengajarkan (manusia)
dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketaui.
Perintah membaca sebagai mana yang terdapat pada ayat tersebut sungguh mengejutkan
bagi masyarakat arab saat itu, karena belum menjadi budaya mereka. Budaya mereka adalah
menghafal yakni menghafal syair-syair yang didalmnya memberikan ajaran tentang kehidupan
yang harus mereka jalani. Dengan membaca ini timbulah kegiatan penggalian dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban yang membawa kemajuan suatu bangsa.
2. Melaksanakan kegiatan belajar mengajar sepanjang hayat.
Hal ini sejalan dengan hadist Rasululloh saw. : Tuntutlah Ilmu mulai dari buaian hingga
ke liang lahat.(mutafaq alaih)
Hadist tersebut mengandung isyarat tentang konsep belajar seumur hidup yaitu belajar dan
mengajar tidak hanya terbatas pada ruang kelas saja melainkan dimana saja dan pada berbagai
kesempatan. Hal ini sejalan pula dengan konsep pendidikan integreted yakni belajar mengajar
yang menyatu dengan berbagai kegiatan yang ada di masyarakat.
3. Melaksanakan program wajib belajar
Sabda Rasululloh saw. :
Menuntut ilmu itu adalah kewajiban bagi setiap muslim, dan sesungguhnya bagi yang
menuntut ilmu itu akan dimintakan ampunan oleh segala sesuatu hingga binatang yang ada
dilaut. (HR. Ibn Abdul al-Barr dari Annas).
4.Melaksanakan pendidikan anak usia dini(PAUD)
Selain berdasarkan hadits, sebagaimana terdapat pada hadits tentang hadits belajar,
program pendidikan anak usia dini juga berdasarkan pada isyarat Rasululloh saw. Dengan
membangun rumah tangga, serta berbagai kewajiban orang tua terhadap anaknya. Rasululloh
saw misalnya menganjurkan agar seorang pria memilih wanita calon istri yang taat beragama,
sholihah dan berahlak mulia. Manikahinya sesuai tuntunan agama, dan menggaulinya dengan
cara yang maruf yakni etis, sopan, dan saling mencintai dan menyayangi. Kemudian suami istri
banyak berdoa kepada Allah pada saat istri mengandung yakni doa agar dikaruniai anak yang
sholeh dan sholihah. Kemudian pada saat bayi lahir keduanya memberi makanan yang halal, baik
dan bergizi seperti madu dan asi, memberi nama yang baik, mencukur rambutnya membiasakan
tingkah laku sopan terhadap orang tua, kakek nenek dan sodara-sodaranya memberikan perhatian
dan kasih sayang yang cukup, mengajari bacaan al-quran membiasakan sholat dan mencegah
serta memeliharanya dari pergaulan dan pengaruh yang buruk. Semua perlakuan suami istri
terhadap anak nya ini memiliki arti dan fungsi yang sangat besar bagi tumbuhnya pribadi anak
yang sholeh dan sholehah serta berkpibadian yang utuh dan sempurna.
5. Mengeluarkan manusia dari kehidupan kegelapan kepada kehidupan yang terang benderang.
Allah berfirman dalam QS. Al-Hadid ayat 9, Dialah yang menurunkan kepada hamba-Nya
ayat-ayat yang terang (al-quran) supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya
sesungguhnya Allah benar-benar Maha penyantun lagi Maha penyayang terhadamu.
Berdasarkan pada ayat tersebut terdapat beberapa catatan sebagai berikut :
Adanya perintah Allah kepada Nabi Muhammad saw. Agar mengeluarkan manusia dari
kegelapan kepada cahaya yang terang benderang. Kegelapan pada ayat ini dapat mengandung
arti kebodohan, karena orang yang bodoh tidak dapat menjelaskan berbagai hal dalam kehidupan
yang amat luas dan komplek. Adapun cahaya yang terang benderang dapat diartikan ilmu
pengetahuan, karena dengan ilmu pengetdahuan itulah semua kejadian dan peristiwa dalam
kehidupan dapat dijelaskan.
Bahwa sumber ilmu pengetahuan (cahaya) yang dapat mengeluarkan manusia dari
kegelapan tersebut yaitu al-Quran yang telah banyak dikaji isi dan kandungannya oleh para
ulama. Al-quran bukan hanya membahas masalah urusan ke akhiratan tetapi diurusan duniawi,
bukan hanya berisi ajaran yang berkaitan dengan pembinaan spiritual dan moral melainkan juga
pembinaan intelektual, sosial dan jasmani. Seluruh aspek kehidupan manusia dibina secara utuh
dan menyeluruh secara seimbang, harmonis, serasi, dan proporsional.
6. Memberantas sikap Jahiliyah.
Allah swt berfirman dalam quran surat al-fath ayat 6 yang artinya ketiak orang-orang
kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan yaitu kesombongan jahiliyah, lalu Allah
menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada Orang-orang mukmin dan Allah
mewajibkan kepada mereka kalimat taqwa dan mereka berhak dengan kalimat taqwa itu fan
patut memilikinya. Dan Allah adalah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Menurut Imam al-Maroghi, bahwa ayat ini berkaitan dengan perjanjian Hudaibiyah, yaitu
perjanjian yang memuat semacam genjatan senjata dan menghentikan permusuhan antara kaum
muslimin dan musyikin mekah. Dalam dokumen perjanjian tersebut mereka melaksanakan
kehendaknya secara sepihak dan lebih menginginkan keuntungan yang lebih besar. Walau
perjanjian tersebut merugikan kaum muslimin Rasululloh saw menerima perjanjian tersebut.
Dengan penerimaan perjanjian ini, beban yang Rasululoh tanggung teringankan dengan tidak
terpecahnya perhatian kepada dua kaum musyrikin Mekan dan kaum Yahudi Khoibar. Setelah
Rasululloh menumpas kaum Yahudi di Khoibarl, barulah Rasululloh memusatkan perhatiannya
untuk kembali menguasai Mekah. Perjanjian Hudaibiyah tersebut memperlihatkan kecerdasan
Rasululloh saw dalam mengatur siasat, mengorganisasikan kekuatan, menganalisis
permasalahan, dan menerapkan prioritas. Sebagian pengikut Rasululloh saw yang tingkat
kecerdasanya terbatas memandang bahwa keputusan Rasul menerima perjanjian tersebut sebagai
tindakan yang bodoh. Untunglah Abu Bakar As Shidiq mengingatkan shohabat-shohabatnya agar
tetap setia mengikuti Rasululloh saw dan jangan merasa lebih tau dari Rasululloh saw. Sikap
jahiliyah juga dapat dilihat dari kekeliruan pola pikir yang mereka terapkan dalam kehidupan.
Misalnya menjadikan sesuatu yang sesungguhnya tidak dapat memberi manfaat apapun sebagai
tuhan-tuhan mereka.
7. Menyelamatkan Manusia dari tepi jurang kehancuaran yang disebabkan karena pertikaian.
Allah swt berfirman dalam QS. Ali-Imron ayat 103, yang artinya :
Dan berpeganglah kamu semua kedalam tali Agama Allah, dan janganlah kamu bercerai-
berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-
musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu lalu menjadikan kamu karena nikmat Allah orang-
orang yang bersaudara. Dan kamu telah berada ditepi jurang Neraka, lalu Allah menyelamatkan
kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatnya kepadamu, agar kamu
mendapat petunjuk.
Ketika Islam datang, sebagaimana digambarkan oleh Ziauddin Alafi, Dunia bagaikan
barusaja dilanda gempa dahsyat dan sunami. Kehidupan mereka dalam bidang shosial ditandai
oleh kelompok suku, kabilah dan etnis yang antara satu dan lainya tidak saling bersatu, dan
sering berperang serta tidak lagi kepada aturan Tuhan. Dalam bidang politik kehidupan mereka
ditandai oleh kekuasaan otoriter dan diktaktor yang didasarkan pada ketinggian harta, tahta dan
kasta.
8. Melakukan pencerahan batin pada manusia agar sehat rohani dan jasmani
Allah swt berfirman :
Dan kami turunkan dari al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-
orang yang beriman dan Al-quran itu tidaklah menambah pada orang-orang yang dzolim kecuali
kerugian. (QS, Al-Isra ayat 82).
Ayat tersebut berbicara tentang salah satu misi yang terkandung dalam al-Quran yakni
memperbaiki mental dan pola pikir masyarakat, sebagai modal utama bagi perbaikan dibidang
lain.
9. Menyadarkan manusia agar tidak melakukan perbuatan yang menimbulkan bencana di muka bumi,
seperti permusuhan dan peperangan.
Allah swt.berfirman :
Dan janganlah kamu membuat kerusakan dimuka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya
dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan
dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.(QS.
AL-Araf ayat 56)
10. Mengangkat harkat dan martabat manusia sebagai mahluk yang paling sempurna dimuka bumi
Allah swt berfirman :
Dan sesungguhnya telah kami mulyakan anak-anak Adam, kami angkat mereka didaratan
dan dilautan. Kami beri mereka rezeky yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyakan mahluk yang telah kami ciptakan.(QS. Isra ayat 70).
Ayat tersebut mengingatkan bahwa manusia diciptakan dalam setruktur fisik dan psikis
yang lengkap dan semupurna. Dengan kelengkapan jasmani dan rohani inilah manusia dapat
mengerjakan tugas-tugas yang berat, menciptakan kebudayaan dan peradaban. Dan potensi
manusia tersebut dapat terjadi manakala potensi tersebut dikembangkan melalui pendidikan[6].
http://makalahnih.blogspot.com/2014/09/makalah-visi-dan-misi-pendidikan.html

Anda mungkin juga menyukai