Tentu ini menjadi masalah yang cukup serius. Sepanjang yang saya ketahui, sudah sering
dilakukan upaya peningkatan mutu PAI di PTU, baik bagi staf pengajarnya, materi kurikulum
dan usulan penambahan jumlah SKS-nya. Namun selalu terkendala dilapangan oleh
berbagai faktor, misalnya staf pengajar yang belum seragam dalam pendekatan
pembelajaran PAI karena perbedaan latar belakang disiplin ilmu masing-masing dalam
bidang keagamaan. Materi kurikulum yang ditetapkan secara nasional sering kali membuat
staf pengajar tidak mampu melakukan improfisasi sehingga tidak jarang kelas menjadi
monoton. Dilihat dari jumlah tatap muka sudah jelas tidak memadai hanya dengan 2 sks.
Berbagai upaya dilakukan untuk menambah jam pelajaran PAI, namun jawaban yang sering
didengar adalah sudah begitu banyak beban mata kuliah masiswa yang harus diselesaikan,
terutama mata kuliah Jurusan, sehingga tidak perlu diberi beban tambahan.
Melihat perubahan pola pikir mahasiswa dan berkembangnya ilmu pengetahuan, perlu
berbagai upaya untuk untuk mengoptimalkan buku IDI (Islam dan Disiplin Ilmu), perlu
pengembangan PAI melalui pendekatan ilmu yang ditekuni oleh masing-masing program
studi mahasiswa dengan melihat masing-masing sub pokok bahasan melalui disiplin ilmu
tertentu sebagai pengayaan PAI di PTU. Untuk mahasiswa Politeknik, hal ini dirasakan
masih belum memadai dan perlu dikembangkan.
Pendidikan agama merupakan upaya sadar untuk mentaati ketentuan Allah sebagai
guidance dan dasar para peserta didik agar berpengetahuan keagamaan dan handal dalam
menjalankan ketentuan-ketentuan Allah secara keseluruhan. Sebagian dari ketentuan-
ketentuan Allah itu adalah memahami hukum-hukum-Nya di bumi ini yang disebut dengan
ayat-ayat kauniyah. Ayat-ayat kauniyah itu dalam aktualisasinya akan bermakna
Sunanatullah (hukum-hukum Tuhan) yang terdapat di alam semesta. Dalam ayat-ayat
kauniyah itu terdapat ketentuan Allah yang berlaku sepenuhnya bagi alam semesta dan
melahirkan ketertiban hubungan antara benda-benda yang ada di alam raya.(Dep. Agama,
IDI EIII, 1996, h..4).
Untuk memahami hukum-hukum Tuhan itu, manusia perlu menggunakan akalnya yang
dibimbing oleh tauhid sebagai pembeda manusia dengan makhluk lain (QS. 7:199). Karena
itu pula hanya manusia yang dipersiapkan oleh Allah menjadi khalifah di muka bumi (QS.
2:30).
Tujuan mata kuliah Pendidikan Agama pada Perguruan Tinggi ini amat sesuai dengan dasar
dan tujuan pendidikan nasional dan pembangunan nasional. GBHN 1988 menggariskan
bahwa pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila bertujuan untuk meningkatkan
kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras,
bertanggung jawab, mandiri, cerdas, terampil serta sehat jasmani dan rohani dengan
demikian pendidikan nasional akan membangun dirinya sendiri serta bersama-sama
bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Kualitas manusia yang ingin dicapai adalah kualitas seutuhnya yang mencakup tidak saja
aspek rasio, intelek atau akal budinya dan aspek fisik atau jasmaninya, tetapi juga aspek
psikis atau mentalnya, aspek sosial yaitu dalam hubungannya dengan sesama manusia lain
dalam masyarakat dan lingkungannya, serta aspek spiritual yaitu dalam hubungannya
dengan Tuhan Yang Maha Esa, Sang Pencipta. Pendidikan Tinggi merupakan arasy tertinggi
dalam keseluruhan usaha pendidikan nasional dengan tujuan menghasilkan sarjana-sarjana
yang profesional, yang bukan saja berpengetahuan luas dan ahli serta terampil dalam
bidangnya, serta kritis, kreatif dan inovatif, tetapi juga beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
yang Maha Esa, berkepribadian nasional yang kuat, berdedikasi tinggi, mandiri dalam sikap
hidup dan pengembangan dirinya, memiliki rasa solidaritas sosial yang tangguh dan
berwawasan lingkungan. Pendidikan nasional yang seperti inilah yang diharapkan akan
membawa bangsa kita kepada pencapaian tujuan pembangunan nasional yakni
masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual....
A. Kesimpulan
Agama sebagai pranata sosial berperan sangat penting dalam mempengaruhi perilaku para
penganutnya dalam kehidupan sehari-hari. Peranan penting agama dan nilai-nilai agama ini
antara lain terlihat dalam mata kuliah Pendidikan Agama. Mata kuliah ini merupakan
pendamping yang penting bagi mahasiswa agar bertumbuh dan kokoh dalam moral dan
karakter agamawinya sehingga ia dapat berkembang menjadi cendekiawan yang tinggi
moralnya dan benar serta baik perilakunya.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Kapita Selecta Pendidikan Umum dan Agama, Semarang: Toha Putra, 1986.
B.S. Mardiatmaja, Tantangan Dunia Pendidikan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1996
Dirjen Perguruan Tinggi Agama Islam, Buku Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi
Umum, Depag. RI, 1988
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0212/14/opi02.html
Johannes Oentoro, Pendidikan di Abad ke-21
Judowibowo Poerwowidagdo, Agama, Pendikan dan Pembangunan Nasional, BPK Gunung
Mulia, Jakarta, 1996
Nasir, Sahilun A., Pokok-pokok Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi, Surabaya: Al
Ikhlas, Indonesia, 1984.
http://hardjasapoetra.blogspot.com/2010/03/pendidikan-agama-islam-di-
perguruan.html
pengertian PAI
Kata pendidikan dalam bahasa Yunani dikenal dengan nama paedagogos yang berarti penuntun
anak. Paedagogos berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (saya membimbing).[1]Dalam
wacana Islam, pendidikan lebih populer dengan istilah tarbiyah, talim, tadib dan riyadhah.
Istilah-istilah tersebut dijabarkan sebagai berikut.
1. Tarbiyah
Tarbiyah mengandung arti memelihara, membesarkan, mendidik, memelihara, merawat
dan lain sebagainya. Tarbiyah dari kata kerja rabba, yang mana kata ini termaktub dalam firman
Allah.
Artinya:
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah:
"Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku
waktu kecil".[2]
Menurut Fahr al-Razi, istilah rabbayani tidak hanya mencakup ranah kognitif, tetapi juga
afektif. Sementara Syed Quthub menafsirkan istilah tersebut sebagai pemeliharaan jasmani anak
dan menumbuhkembangkan kematangan mentalnya.[3]
Dalam pengertian yang sederhana, makna pendidikan adalah sebagai usaha manusia untuk
menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan, baik jasmani maupun rohani
sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan.[4]
2. Talim
Talim merupakan mashdar (kata benda buatan) yang berasal dari akar
kata allama.Sebagian para ahli menerjemahkan istilah talim dengan pengajaran yang lebih
cenderung mengarah pada aspek kognitif saja.
Muhammad Rasyid Ridha mengartikan talim dengan proses transmisi berbagai ilmu
pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu.[5]
3. Tadib
Tadib pada umumnya diterjemahkan dengan pendidikan sopan santun, tata krama, budi
pekerti, akhlak, moral, dan etika.[6] Tadib yang seakar dengan adab memiliki arti pendidikan
peradaban dan kebudayaan.
Menurut Naquib al-Attas,
Tadib berarti pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada
manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan,
sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuatan dan kegungan Tuhan.[7]
Istilah ini menunjukkan bahwa pendidikan mengarahkan pada pembentukan sosok manusia
yang memiliki tata krama serta akhlak mulia, memiliki adab kepada Allah, sesama manusia dan
lingkungannya.
4. Riyadhah
Riyadhah secara bahasa diartikan dengan pengajaran dan pelatihan. Menurut al-Bastani
dalam konteks pendidikan berarti mendidik jiwa anak dengan akhlak yang mulia. Sedangkan
menurut al-Ghazali, mengartikan pelatihan dan pendidikan kepada anak yang lebih menekankan
pada aspek psikomotorik dengan cara melatih. Pelatihan memiliki arti pembiasaan dan masa
kanak-kanak adalah masa yang paling cocok dengan metode pembiasaan ini.[8]
Terdapat beberapa perbedaan istilah Pendidikan Agama Islam yang dikemukakan oleh
pakar pendidikan. Pendidikan Agama Islam sebagaimana diungkapkan Zakiyah
Daradjat[9] yaitu,
(1) Pendidikan Agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik
agar setelah selesai dari pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam
serta menjadikannya sebagai pandangan hidup (way of life); (2) Pendidikan Agama Islam adalah
pendidikan yang dilaksanakan berdasarkan ajaran Islam. (3) pendidikan agama Islam adalah
pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap
anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan
mengamalkan ajaran agama Islam yang telah diyakininya, serta menjadikan keselamatan hidup
di dunia maupun di akhirat kelak.
Kedudukan Pendidikan Agama Islam dalam kurikulum nasional Pendidikan Tinggi adalah
merupakan mata kuliah wajib yang harus diikuti mahasiswa yang beragama Islam di seluruh
perguruan tinggi umum, di setiap jurusan, program dan jenjang pendidikan, baik di perguruan
tinggi negeri maupun swasta. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik memiliki kepribadian
muslim secara utuh, yakni selalu taat menjalankan perintah agamanya, bukan menjadikan
mereka sebagai ahli dalam bidang ilmu agama.[1]
Setiap tindakan dan aktifitas harus berorientasi pada tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini
menunjukkan bahwa pendidikan seharusnya berorientasi pada tujuan yang ingin dicapai, bukan
semata-mata berorientasi pada sederetan materi.[1]
Tujuan merupakan standar usaha yang dapat ditentukan, serta mengarahkan usaha yang
akan dilalui dan merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain. Di samping itu,
tujuan dapat membatasi ruang gerak usaha, agar kegiatan dapat terfokus pada apa yang dicita-
citakan dan yang terpenting lagi adalah dapat memberi penilaian pada usaha-usaha pendidikan.
[2]
Secara umum Zakiah Daradjat membagi tujuan Pendidikan Agama Islam menjadi empat
macam, yaitu:
1. Tujuan Umum
Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik
dengan pengajaran atau dengan cara lain.
2. Tujuan Akhir
Tujuan akhir adalah tercapai wujud insan kamil yaitu manusia yang telah mencapai
ketakwaan dan menghadap Allah dalam ketakwaannya.
3. Tujuan Sementara
Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak diberi sejumlah
pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal.
4. Tujuan Operasional
Tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan
pendidikan tertentu.[3]
Mata kuliah Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi juga memiliki visi dan misi
tersendiri. Adapun visinya adalah menjadikan ajaran agama Islam sebagai sumber nilai dan
pedoman yang mengantarkan mahasiswa dalam pengembangan profesi dan kepribadian Islam.
Sedangkan misinya adalah untuk membina kepribadian mahasiswa secara utuh dengan harapan
bahwa manusia kelak akan menjadi ilmuwan yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.[4]
Tujuan umum PAI di PTN adalah memberikan landasan pengembangan kepribadian
kepada mahasiswa agar menjadi kaum intelektual yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berpikir filosofis, bersikap rasional, dan dinamis
berpandangan luas, ikut serta dalam kerjasama antar umat beragama dalam rangka
pengembangan dan pemanfaatan ilmu dan teknologi serta seni untuk kepentingan nasional.[5]
Syahidin mengungkapkan tujuan khusus mata kuliah PAI di PTN adalah sebagai berikut.
1. Membentuk manusia bertakwa, yaitu manusia yang patuh dan takwa kepada Allah dalam
menjalankan ibadah dengan menekankan pembinaan kepribadian muslim yakni pembinaan
akhlakul karimah;
2. Melahirkan para agamawan yang berilmu. Bukan para ilmuwan dalam bidang agama, artinya
yang menjadi titik tekan PAI di PTN adalah pelaksanaan agama di kalangan calon para
intelektual yang ditunjukkan dengan adanya perubahan perilaku mahasiswa ke arah
kesempurnaan akhlak;
3. Tercapainya keimanan dan ketakwaan pada mahasiswa serta tercapainya kemampuan
menjadikan ajaran agama sebagai landasan penggalian dan pengembangan disiplin ilmu yang
ditekuninya. Oleh sebab itu, materi yang disajikan harus relevan dengan perkembangan
pemikiran dunia mereka;
4. Menumbuhsuburkan dan mengembangkan serta membentuk sikap positif dan disiplin serta cinta
terhadap agama dalam pelbagai kehidupan peserta didik yang nantinya diharapkan menjadi
manusia yang bertakwa kepada Allah, taat pada perintah Allah dan Rasul-Nya.[6]
Dari beberapa uraian di atas, jelaslah bahwa keberadaan Mata Kuliah PAI di Perguruan
Tinggi adalah sangat penting, yang mana bertujuan membina kepribadian mahasiswa secara utuh
dengan harapan bahwa kelak akan menjadi ilmuwan yang beriman dan bertakwa kepada Allah
SWT, dan mampu mengabdikan ilmunya untuk kesejahteraan umat manusia.
PendidikanAgamaIslamPadaPerguruanTinggiUmum
(Kedudukan,ProblemdanProspeknya)
MAK ALAH
A. PENDAHULUAN
Islam adalah agama rahmatan lil alamin, fleksibel dan nilai-nilai ajarannya selalu dapat diterima seperti
apa pun dinamika perkembangan zaman. Tidak ada ajaran agama yang setolerir ajaran Islam. Sehingga
sungguh bijak jika pemerintah menjadikan pendidikan agama Islam menjadi salah satu komponen yang
dipelajari secara kontinyu dalam dunia pendidikan formal kita. Bahkan menjadi mata pelajaran wajib di
tingkat pendidikan dasar, menengah, dan mata kuliah wajib pada perguruan tinggi. Sekalipun pada
perguruan tinggi umum.
Pada dasarnya pendidikan agama di perguruan tinggi merupakan kelanjutan dari pendidikan agama yang
dilaksanakan pada jenjang pendidikan sebelumnya. Yaitu mulai dari jenjang TK dilanjutkan ke SD, lalu ke
SMP kemudian ke SMA. Dari SMA dilanjutkan ke perguruan tinggi.
Dinamika Pendidikan Agama di Perguruan Tinggi Umum telah terukir dalam sejarah pendidikan di tanah
air sejak awal hadirnya perguruan tinggi di negri ini. Bermula dari sebagai mata kuliah yang dianggap
kehadirannya tidak diperlukan hingga eksistensinya dihadirkan sebagai mata kuliah wajib.
Makalah ini akan membahas tentang Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum. Bagaimana
kedudukan, problem dan prospek Pendidikan Agama di Perguruan Tinggi Umum, itu lah yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini.
B. PEMBAHASAN
Sejarah perkembangan pendidikan di Indonesia telah mencatat bahwa pada tahun 1910 pendapat umum
masih menyatakan bahwa Indonesia belum matang untuk suatu perguruan tinggi, karena belum
mempunyai sekolah menengah sebagai sumber murid yang potensial dapat menjadi calon mahasiswa
dan lebih penting lagi Indonesia belum mempunyai suasana intelektual tempat ilmu dapat bersemi.
Namun ada suara-suara yang menyatakan bahwa pada suatu saat Indonesia tak dapat tidak harus
mempunyai perguruan tinggi untuk melatih para ahli dan pekerja untuk kedudukan tinggi. Sebaliknya ada
pula pendapat bahwa pendidikan tinggi bagi orang Indonesia akan merusak pribadinya karena ia akan
tidak sesuai lagi dengan lingkungannya dan akan mengalami konflik untuk mengasimilasikan dirinya
dengan masyarakat Belanda. Ada pula keragu-raguan apakah orang Indonesia dapat dididik dalam ilmu
pengetahuan yang setaraf dengan orang Barat, sekalipun orang Indonesia telah menunjukkan prestasi
yang luar biasa dalam mencapai gelar akademik.
Secara historis sosial politik, pada saat itu Indonesia adalah Negara jajahan Belanda. Salah satu ciri
Belanda dalam menjajah ialah melakukan pembodohan terhadap Negara jajahannya. Jadi tidaklah
mengherankan jika situasi seperti ini yang muncul pada saat itu. Cara Belanda menjajah sangat berbeda
dengan cara Inggris. Kalau Inggris justru mencerdaskan Negara jajahannya. Apabila Negara jajahannya
mulai cerdas mereka memberi kemerdekaan.
Waktu terus berjalan dan dukungan terhadap perguruan tinggi di Indonesia bertambah kuat. Perang
Dunia I yang menghalangi banyak lulusan HBS melanjutkan pelajarannya di negeri Belanda membuat
perguruan tinggi di Indonesia sangat urgen. Sebagai tindakan darurat suatu lembaga untuk Pendidikan
Tinggi mengumpulkan dana di Nederland untuk membuka kursus persiapan dua tahun. Pada tahun 1919
dimulai pembangunan gedung perguruan tinggi teknik di Bandung yang secara resmi dibuka pada tahun
1920. Dengan ini lengkaplah sistem pendidikan di Indonesia yang memungkinkan seorang anak
menempuh pendidikan dari sekolah rendah sampai pendidikan tertinggi melalui suatu rangkaian sekolah
yang saling bertalian. Bagi anak Indonesia jalan ini masih sempit, akan tetapi jalan itu telah ada.
Dalam tahun akademis 1920-1921 Technische Hogeschool atau Sekolah Teknik Tinggi (yang kemudian
menjelma menjadi ITB) mempunyai 28 mahasiswa di antara 22 orang Belanda, 4 Cina dan 2 orang
Indonesia. Sekolah ini menghasilkan lulusannya pertama pada tahun 1923-1924 yakni 9 Belanda 3 Cina
dan tak seorang pun orang Indonesia. Orang Indonesia pertama lulus pada tahun akademis 1925-1926,
yakni sekaligus 4 orang di antaranya Ir.Soekarno yang kemudian menjadi Presiden pertama Republik
Indonesia.
Pembelajaran yang dapat kita ambil dari peristiwa ini adalah jangan pernah menyerah sebelum mencoba.
Karena Allah sendiri telah mengingatkan kita bahwa Dia tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali
oleh kaum itu sendiri (Q.S;13;11). Keep spirit and never give up.
Kemudian dalam perjalan sejarah pendidikan di Indonesia, pada tanggal 2 April 1950 tepatnya di
Yogyakarta muncullah UU No. 4 tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah
untuk seluruh Indonesia. Jika kita tinjau dari segi politik pada saat itu bentuk Negara Indonesia adalah
Republik Indonesia Serikat (RIS) dan ibukota Negara berada di Yogyakarta (RIS berdiri 27 Desember
1949 17 Agustus 1950). Undang-Undang ini seluruhnya terdiri dari 17 bab dan 30 pasal. Uniknya
Undang-Undang ini tidak begitu dikenal, sehingga sulit menemukannya dalam referensi Undang-Undang
pendidikan.
Kedudukan pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum dalam UU No. 4 tahun 1950 belum
dibicarakan secara spesifik. Baik itu dalam tujuan umum pendidikan maupun dalam tujuan pendidikan
tinggi. Berikut kutipan bunyi pasal 3, pasal 7 ayat 4 dan pasal 20 yang menunjukkan hal tersebut:
Pasal 3.
Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
Pasal 7
4. Pendidikan dan pengajaran tinggi bermaksud memberi kesempatan kepada pelajar untuk menjadi
orang yang dapat memberi pimpinan di dalam masyarakat dan yang dapat memelihara kemajuan ilmu
dan kemajuan hidup kemasyarakatan.
Pasal 20.
1. Dalam sekolah-sekolah Negeri diadakan pelajaran agama; orang tua murid menetapkan apakah
anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut.
2. Cara menyelenggarakan pengajaran agama di sekolah-sekolah Negeri diatur dalam peraturan yang
ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, bersama-sama dengan Menteri
Agama.
Dari rumusan pasal-pasal di atas, dapat dinyatakan bahwa tidak tercermin adanya perhatian terhadap
usaha pembinaan mental spiritual dan keagamaan secara terus menerus melalui proses pendidikan.
Dengan kata lain kedudukan pendidikan agama Islam dalam Undang-Undang ini masih sangat lemah.
Kondisi ini bisa dipahami jika kita meninjau perjalanan hadirnya Undang-Undang ini, bahwa Undang-
Undang No. 4 tahun 1950 tidak lahir dengan begitu saja, tapi melalui proses panjang seperti halnya
pembentukan UU Sisdiknas tahun 2003 yang sulit untuk disahkan karena banyak kepentingan, baik
secara politik, sosial, budaya, ekonomi dan emosi (sentiment) keagamaan turut ikut serta di dalamnya
(terutama jika mengingat tahun 1950-an Partai Komunis Indonesia masih berkuku di parlemen).
Selanjutnya Pendidikan Agama di Perguruan Tinggi baru dimulai sejak tahun 1960 dengan adanya
ketetapan MPRS No. II/ MPRS/1960 yang berarti pendidikan agama sebelum itu secara formalnya baru
diberikan di Sekolah Rakyat sampai dengan Sekolah Lanjutan Tingkat atas saja. Adapun dasar
operasionalnya, pelaksanaan pendidikan Agama di Perguruan Tinggi tersebut ditetapkan dalam UU No.
22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi. Dalam BAB III Pasal 9 ayat 2 sub b, terdapat ketentuan
sebagai berikut: Pada Perguruan Tinggi Negeri diberikan Pendidikan Agama sebagai mata pelajaran
dengan pengertian bahwa mahasiswa berhak tidak ikut serta apabila menyatakan keberatan.
Jika merujuk pada sejarah, dapat dipahami bahwa sebelum tahun 1965 salah satu organisasi politik yang
berpengaruh di parlemen adalah Partai Komunis Indonesia (PKI). Maka tidak heran jika dalam
mengambil kebijakan tentang pendidikan di parlemen, mereka tentu berusaha memasukkan missi-nya.
Agar segala sesuatunya tetap terlihat bijak, unsur pendidikan agama tetap dimasukkan dalam mata
kuliah, namun diberi kebebasan jika tidak berkenan untuk mengikutinya.
Kemudian setelah meletusnya G.30.S.PKI pada tahun 1965, diadakan sidang umum MPRS pada tahun
1966, maka mulai saat itu status pendidikan agama di sekolah-sekolah berubah dan bertambah kuat.
Dengan adanya ketetapan MPRS XXVII/ MPRS/1966 Bab I pasal 1 berbunyi: Menetapkan pendidikan
agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah mulai dari SD sampai dengan Universitas-Universitas
Negeri.
Peristiwa G.30.S.PKI memang rajutan sejarah yang telah memberikan luka mendalam serta pelajaran
mahal bagi bangsa Indonesia. Terlepas dari beberapa fakta yang memunculkan ada skenario apa
sebenarnya di balik peristiwa G.30.S.PKI, yang jelas peristiwa tersebut telah membuka mata bangsa
Indonesia untuk lebih waspada akan menyelusupnya paham-paham yang menjauhkan bangsa ini dari
kehidupan beragama.
Berikutnya pada tanggal 27 Maret 1989 hadirlah UU No. 2 tahun 1989. Kedudukan Pendidikan Agama
Islam di Perguruan Tinggi dalam Undang-Undang ini secara umum tertuang dalam tujuan Pendidikan
Nasional tercantum dalam Bab II pasal 4 yang berbunyi:
Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan
berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan
Kemudian dari segi kurikulum, telah dinyatakan dalam pasal 39 ayat 2, yaitu:
Isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikah wajib memuat:
a. pendidikan Pancasila;
b. pendidikan agama; dan
c. pendidikan kewarganegaraan.
Kemudian diperjelas dalam PP No. 30 tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi tanggal 10 Juli 1990. Dalam
PP ini tepatnya pada Bab II pasal 2 tentang Tujuan Pendidikan Tinggi dinyatakan:
(1) Tujuan pendidikan tinggi adalah:
1. Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau
profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan,
teknologi dan/atau kesenian;
2. Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian serta
mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya
kebudayaan nasional.
(2) Penyelenggaraan kegiatan untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
berpedoman pada:
1. tujuan pendidikan nasional;
2. kaidah, moral dan etika ilmu pengetahuan;
(3) Kepentingan masyarakat; serta memperhatikan minat, kemampuan dan prakarsa pribadi.
Dari kutipan pasal-pasal di atas, terlihat bahwa walaupun tujuan Pendidikan Tinggi menekankan pada
nilai-nilai akademik dan professional namun tetap berpedoman pada tujuan pendidikan nasional. Maka
dapat dinyatakan ada benang merah antara UU No. 2 tahun 1989 dengan PP No. 30 tahun 1990, yang
semuanya menunjukkan kedudukan Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi umum semakin
diperhitungkan.
Begitu juga dalam UU No. 20 tahun 2003, dalam Bab II pasal 3 dinyatakan bahwa Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Kemudian dalam pasal 37 ayat 2 tentang kurikulum dinyatakan:
(2) Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat:
a. pendidikan agama;
b. pendidikan kewarganegaraan; dan
c. bahasa.
Mengacu pada kutipan di atas, maka jelaslah bahwa kedudukan pendidikan agama Islam di Perguruan
Tinggi Umum dalam UU No. 2 tahun 1989 dan UU No. 20 tahun 2003 menempati posisi yang
diperhitungkan, yaitu sebagai mata kuliah wajib. Ataupun dengan kata lain pendidikan agama islam telah
menjadi bagian dalam sistem pendidikan nasional. Namun sayangnya masih ada Perguruan Tinggi
Umum yang belum melaksanakannya, terutama Perguruan Tinggi Umum swasta yang tidak memiliki
political will yang jelas.
Mata kuliah Pendidikan Agama pada perguruan tinggi dalam proses belajarnya menggunakan sistem
kredit semester yang masing-masing perguruan tinggi menggunakan jumlah dan besar SKS yang
bervariasi. Rata-rata pendidikan agama Islam di perguruan tinggi hanya mendapat 2 SKS dalam satu
semester awal yang dimasukkan dalam komponen mata kulian MKDU (Mata Kuliah Dasar Umum).
Kemudian muncul SK Mendiknas No.232/U/2000 pada tanggal 20 Desember 2000 tentang Pedoman
Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, pada Bab I; Ketentuan
Umum, yaitu pada pasal 1 ayat 7 dinyatakan bahwa Kelompok matakuliah pengembangan kepribadian
(MPK) adalah kelompok bahan kajian dan pelajaran untuk mengembangkan manusia Indonesia yang
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, berkepribadian
mantap, dan mandiri serta mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Selanjutnya PAI di perguruan tinggi umum, menurut Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas RI Nomor:
43/DIKTI/Kep/2006 Tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di
Perguruan Tinggi menjelaskan Visi dan Misi Mata kuliah Pengembangan Kepribadian serta Kompetensi
MPK sebagai berikut:
Pasal 1
Visi Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK)
Visi kelompok MPK di perguruan tinggi merupakan sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan
penyelenggaraan program studi guna mengantarkan mahasiswa memantapkan kepribadiannya sebagai
manusia Indonesia seutuhnya.
Pasal 2
Misi Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK)
Misi kelompok MPK di perguruan tinggi membantu mahasiswa memantapkan kepribadiannya agar
secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar keagamaan dan kebudyaan, rasa kebangsaan dan
cinta tanah air sepanjang hayat dalam menguasai, menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni yang dimilikinya dengan rasa tanggungjawab.
Pasal 3
Kompetensi Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK)
(1) Standar kompetensi kelompok MPK yang wajib dikuasai mahasiswa meliputi pengetahuan tentang
nilai-nilai agama, budaya, dan kewarganegaraan dan mampu menerapkan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan sehari-hari; memiliki kepribadian yang mantap; berpikir kritis; bersikap rasional, etis, estetis,
dan dinamis; berpandangan luas; dan bersikap demokratis yang berkeadaban.
(2) Kompetensi dasar untuk masing-masing mata kuliah dirumuskan sebagai berikut :
a. Pendidikan Agama
Menjadi ilmuwan dan profesional yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, dan memiliki etos kerja, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan kehidupan.
Dari kutipan di atas, jelaslah bahwa kedudukan pendidikan agama Islam di perguruan tinggi umum
secara yuridis telah mengalami restrukturisasi yang cukup signifikan. Eksistensinya semakin diakui dan
dibutuhkan dalam mengembangkan potensi sumber daya generasi muda (mahasiswa) di masa depan.
Kondisi ini tentu tidak terlepas dari para pengambil kebijakan di parlemen yang pasca reformasi makin
kelihatan upaya cerdas-nya, walaupun masih ada kebijakan dalam segmen lain yang mengecewakan.
Sementara itu Aminuddin dalam Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum memaparkan
bahwa untuk mewujudkan visi dan misi PAI di perguruan tinggi seperti yang diuraikan di atas maka
diberikan pokok-pokok ajaran Islam dengan materi-materi ajar antara lain sebagai berikut:
1. Konsep Ketuhanan, alam, dan manusia.
2. Sumber-sumber kebenaran.
3. Sumber-sumber ajaran Islam.
4. Akidah.
5. Syariah.
6. Khilafah.
7. Akhlak.
8. Akhlak dalam bidang ekonomi.
9. Islam, Pengetahuan, dan teknologi.
10. Keadilan, kepemimpinan, dan kerukunan.
Kesepuluh poin tersebut pada umumnya direalisasikan dengan alokasi waktu 2 SKS. Maka dapat
dinyatakan betapa perguruan tinggi umum membutuhkan tenaga pendidik (dosen) yang memiliki skill
yang tidak dapat diremehkan begitu saja. Bayangkan hanya dengan 2 SKS tujuan tersebut harus
tercapai. Hanya tenaga pendidik (dosen) yang memiliki ketrampilan mumpuni yang mampu menjalani
tugas ini dengan baik.
http://pelawiselatan.blogspot.com/2011/07/pendidikan-agama-islam-pada-
perguruan.html
Pendidikan sebagai suatu bahasan ilmiah sulit untuk didefinisikan. Bahkan konferensi
internasional pertama tentang pendidikan Muslim ( 1977 ) , seperti yang dikemukakan oleh
Muhammad al-Naquib al-Attas, ternyata belum berhasil menyusun suatu definisi pendidikan
yang dapat disepakati oleh para ahli pendidikan secara bulat .
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa :
"Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara" .
Sedangkan definisi pendidikan agama Islam disebutkan dalam Kurikulum 2004 Standar
Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam SD dan MI adalah :
"Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik
untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertakwa, berakhlak mulia, mengamalkan
ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Quran dan Hadits, melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman."
Sedangkan menurut Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk
menyiapkan siswa agar memahami ajaran Islam ( knowing ), terampil melakukan atau
mempraktekkan ajaran Islam ( doing ), dan mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-
hari ( being ).
Tujuan pendidikan merupakan faktor yang sangat penting, karena merupakan arah yang hendak
dituju oleh pendidikan itu. Demikian pula halnya dengan Pendidikan Agama Islam, yang
tercakup mata pelajaran akhlak mulia dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.
Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan
agama.
1) Tujuan Umum
Tujuan umum Pendidikan Agama Islam adalah untuk mencapai kwalitas yang disebutkan oleh
al-Qur'an dan hadits sedangkan fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan
nasional yang tercantum dalam Undang-Undang dasar No. 20 Tahun 2003
Dari tujuan umum pendidikan di atas berarti Pendidikan Agama bertugas untuk membimbing dan
mengarahkan anak didik supaya menjadi muslim yang beriman teguh sebagai refleksi dari
keimanan yang telah dibina oleh penanaman pengetahuan agama yang harus dicerminkan dengan
akhlak yang mulia sebagai sasaran akhir dari Pendidikan Agama itu.
Menurut Abdul Fattah Jalal tujuan umum pendidikan Islam adalah terwujudnya manusia sebagai
hambah Allah, ia mengatakan bahwa tujuan ini akan mewujudkan tujuan-tujuan khusus. Dengan
mengutip surat at-Takwir ayat 27. Jalal menyatakan bahwa tujuan itu adalah untuk semua
manusia. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia menjadi manusia
yang menghambakan diri kepada Allah atau dengan kata lain beribadah kepada Allah.
Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya
sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup manusia itu menurut Allah adalah
beribadah kepada Allah, ini diketahui dari surat al-Dzariyat ayat 56 yang berbunyi :
Artinya : Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-
Ku (Q.S al-Dzariyat, 56)
2) Tujuan Khusus
Tujuan khusus Pendidikan Agama adalah tujuan yang disesuaikan dengan pertumbuhan dan
perkembangan anak sesuai dengan jenjang pendidikan yang dilaluinya, sehingga setiap tujuan
Pendidikan Agama pada setiap jenjang sekolah mempunyai tujuan yang berbeda-beda, seperti
tujuan Pendidikan Agama di sekolah dasar berbeda dengan tujuan Pendidikan Agama di SMP,
SMA dan berbeda pula dengan tujuan Pendidikan Agama di perguruan tinggi.
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam adalah
untuk meningkatkan pemahaman tentang ajaran Islam, keterampilan
mempraktekkannya, dan meningkatkan pengamalan ajaran Islam itu dalam kehidupan
sehari-hari. Jadi secara ringkas dapat dikatakan bahwa tujuan utama Pendidikan Agama
Islam adalah keberagamaan, yaitu menjadi seorang Muslim dengan intensitas
keberagamaan yang penuh kesungguhan dan didasari oleh keimanan yang kuat.
Upaya untuk mewujudkan sosok manusia seperti yang tertuang dalam definisi
pendidikan di atas tidaklah terwujud secara tiba-tiba. Upaya itu harus melalui proses
pendidikan dan kehidupan, khususnya pendidikan agama dan kehidupan beragama.
Proses itu berlangsung seumur hidup, di lingkungan keluarga , sekolah dan lingkungan
masyarakat.
Salah satu masalah yang dihadapi oleh dunia pendidikan agama Islam saat ini, adalah
bagaimana cara penyampaian materi pelajaran agama tersebut kepada peserta didik
sehingga memperoleh hasil semaksimal mungkin.
Apabila kita perhatikan dalam proses perkembangan Pendidikan Agama Islam, salah
satu kendala yang paling menonjol dalam pelaksanaan pendidikan agama ialah masalah
metodologi. Metode merupakan bagian yang sangat penting dan tidak terpisahkan dari
semua komponen pendidikan lainnya, seperti tujuan, materi, evaluasi, situasi dan lain-
lain. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan Pendidikan Agama diperlukan suatu
pengetahuan tentang metodologi Pendidikan Agama, dengan tujuan agar setiap
pendidik agama dapat memperoleh pengertian dan kemampuan sebagai pendidik yang
profesional
Setiap guru Pendidikan Agama Islam harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai
berbagai metode yang dapat digunakan dalam situasi tertentu secara tepat. Guru harus
mampu menciptakan suatu situasi yang dapat memudahkan tercapainya tujuan
pendidikan. Menciptakan situasi berarti memberikan motivasi agar dapat menarik minat
siswa terhadap pendidikan agama yang disampaikan oleh guru. Karena yang harus
mencapai tujuan itu siswa, maka ia harus berminat untuk mencapai tujuan tersebut.
Untuk menarik minat itulah seorang guru harus menguasai dan menerapkan metodologi
pembelajaran yang sesuai.
Metodologi merupakan upaya sistematis untuk mencapai tujuan, oleh karena itu
diperlukan pengetahuan tentang tujuan itu sendiri. Tujuan harus dirumuskan dengan
sejelas-jelasnya sebelum seseorang menentukan dan memilih metode pembelajaran
yang akan dipergunakan. Karena kekaburan dalam tujuan yang akan dicapai,
menyebabkan kesulitan dalam memilih dan menentukan metode yang tepat.
Untuk memahami pengertian pendidikan agama Islam ini secara mendalam, maka
penulis akan mengemukakan beberapa pendapat tentang pendidikan agama Islam
sebagai berikut:
Menurut Zakiah Daradjat pendidikan agama Islam atau At-Tarbiyah Al-Islamiah adalah
usaha bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai
pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam serta
menjadikannya sebagai pandangan hidup.[1]
Sedangkan menurut Ahmad D. Marimba (dalam Umi Uhbiyat) pendidikan Islam adalah:
bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam, menuju
terciptanya kepribadian utama menurut ukuran Islam.[2]
Pendidikan agama Islam adalah suatu kegiatan yang bertujuan menghasilkan orang-
orang beragama, dengan demikian pendidikan agama perlu diarahkan ke arah
pertumbuhan moral dan karakter.[3]
Ditinjau dari beberapa definisi pendidikan agama Islam di atas dapat disimpulkan
bahwa pendidikan agama Islam adalah sebagai berikut:
---------------------------------------------------------
[1] Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 86.
[2] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 1998), hlm. 9.
[3] Zuhairini dan Abdul Ghofir, Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,
(Malang: Universitas Malang, 2004), hlm.1
http://pustakaaslikan.blogspot.com/2013/01/pengertian-pendidikan-agama-
islam.html
MAKALAH
KATA PENGANTAR
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga makalah ini dapat tersusun dengan baik. Dan ucapan terima
kasih juga kami sampaikan kepada Bapak Rahmat Ismail Hasybuan, selaku dosen
pembimbing mata kuliah yang telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada
kami.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................. . ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................ 1
B. Rumusan Masalah.................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan...................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan..................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Agama Islam (PAI) ............................ 3
B. Landasan Pendidikan Agama Islam di Sekolah .... 3
C. Hakikat Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah......... 8
D. Landasan Pengembangan Kurikulum PAI di Sekolah .. 9
BAB I
PENDAHULUAN
Agar tujuan dari suatu kurikulum PAI di sekolah dapat benar-benar tercapai,
maka perlu adanya suatu pengembangan kurikulum yang berdasarkan pada
landasan-landasan serta prinsip-prinsip yang berlaku. Hal ini mengingat bahwa
suatu kurikulum tersebut diharapkan dapat memberikan landasan dan menjadi
pedoman bagi pengembangan kemampuan siswa secara optimal sesuai dengan
tuntutan dan tantangan perkembangan masyarakat serta dapat menjadi siswa yang
beriman dan bertakwa.
B. Rumusan Masalah
Beberapa permasalahan yang timbul di ranah pendidikan baik itu tentang
kurikulum maupun pengembangan kurikulum PAI di Sekolah, sehingga
memunculkan beberapa permasalahan dalam proses pendidikan antara lain :
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
3. Mencari solusi yang bijak dalam menyelesaikan masalah yang timbul dalam forum
diskusi.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Landasan Religius
Al-Qur'an dan al-Hadits adalah sumber dan dasar ajaran Islam yang original.
Banyak ayat-ayat al-Qur'an dan al-Hadits secara langsung maupun tidak langsung
yang berbicara tentang kewajiban umat Islam melaksanakan pendidikan, khususnya
pendidikan agama, sebagaimana Firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 104:
( 104 : )
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar,
mereka itulah orang-orang yang beruntung". (QS. Ali Imran: 104)
( )
2. Landasan Historis
Dari landasan sejarah di atas dapat kita pahami bahwa salah satu perjuangan
elit Muslim Indonesia sejak awal kemerdekaan pada bidang pendidikan adalah
memperkokoh posisi pendidikan agama Islam (PAI) di sekolah-sekolah umum sejak
tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Dari perjuangan ini dapat kita pahami bahwa
masuknya PAI pada kurikulum sekolah umum seluruh jenjang merupakan
perjuangan gigih para tokoh elit Muslim sejak awal kemerdekaan hingga sekarang
ini. Maka dari itu, keberadaan dan peningkatan mutunya tentunya merupakan
kewajiban kita khususnya kalangan akademis di lingkungan PTAI maupun para
praktisi pendidikan di lapangan.
Peningkatan iman dan taqwa serta akhlak mulia dalam UU No.20 Tahun 2003
tentang Sistem pendidikan nasional, Bab X Pasal 36 ayat 3 bahwasannya kurikulum
disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan memperhatikan: (a) peningkatan iman dan taqwa. Dan
pasal 37 ayat 1, bahwasannya kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib
memuat: (a) pendidikan agama. Dengan merujuk beberapa pasal dalam UUSPN No.
20/2003, maka semakin jelaslah bahwa kedudukan PAI pada kurikulum sekolah dari
semua jenjang dan jenis sekolah dalam perundang-undangan yang berlaku sangat
kuat.
4. Landasan Psikologi
5. Landasan Filosofis
Pendidikan Agama Islam pada taran filosofis adalah kajian filosofis terhadap
hakekat pendidikan agama Islam yang dibahas dalam bidang ilmu filsafat
pendidikan Islam, yang dibahas secara mendalam, mendasar, sistematis, terpadu,
logis, menyeluruh serta universal yang tertuang atau tersusun ke dalam suatu
bentuk pemikiran atau konsepsi sebagai suatu sistem.
1. Dasar religious, dasar yang ditetapkan nilai-nilai ilahi yang terdapat pada Al-Quran
dan As-Sunnah yang merupakan nilai yang kebenarannya mutlak dan universal.
2. Dasar Falsafah, dasar ini memberikan arah tujuan pendidikan sehingga susunan
kurikulum mengandung suatu kebenaran.
3. Dasar psikologis, dasar ini mempertimbangkan tahapan psikis anak didik yang
berkaitan dengan perkembangan jasmaniah, kematangan, bakat, intelektual,
bahasa, emosi, kebutuhan dan keinginan individu.
5. Dasar organisatoris, dasar ini mengenai bentuk penyajian bahan pelajaran yaitu
organisasi kurikulum.
Fungsi kurikulum bagi sekolah yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan
lembaga pendidikan yang diinginkan dan sebagai pedoman dalam mengatur segala
kegiatan sehari-hari di sekolah. Fungsi kurikulum bagi anak didik sebagai suatu
organisasi belajar tersusun yang diharapkan mereka mendapatkan pengalaman
baru yang dapat dikembangkan dikemudian hari. Fungsi kurikulum bagi Kepala
Sekolah maupun Guru sebagi pedoman kerja. Sedangkan fungsi kurikulum bagi
orang tua siswa yaitu agar orang tua dapat turut serta membantu pihak sekolah
dalam memajukan putra putrinya.
1. Landasan Agama
2. Landasan Filsafat
Filsafat pendidikan dipengaruhi oleh dua hal yang pokok, yaitu cita-cita
masyarakat dan kebutuhan peserta didik yang hidup di masyarakat. Filsafat adalah
cinta pada kebijaksanaan (love of wisdom). Agar seseorang dapat berbuat bijak,
maka harus berpengetahuan, pengetahuan tersebut diperoleh melalui proses
berpikir secara sistematis, logis dan mendalam. Filsafat dipandang sebagai induk
segala ilmu karena filsafat mencakup keseluruhan pengetahuan manusia yaitu
meliputi metafisika, epistimologi, aksiologi, etika, estetika, dan logika.
4. Landasan Sosio-budaya
Nilai social-budaya dalam masyarakat bersumber dari hasil karya akal budi
manusia, sehingga dalam menerima, menyebarluaskan, dan melestarikannya
manusia menggunakan akalnya. Setiap masyarakat memiliki adat istiadat, aturan-
aturan, dan cita-cita yang ingin dicapai dan dikembangkan. Dengan adanya
kurikulum di sekolah diharapkan pendidikan dapat memperhatikan dan merespon
hal-hal tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
1. http://wayqodratullahs.blogspot.com/2012/05/pai-di-sekolah-2-landasan-pai-di.html
2. http://kuliahgratis.net/landasan-pai-di-sekolah/#chitika_close_button
3. http://nanozuko.blogspot.com/2012/02/landasan-pengembangan-kurikulum-pai-
di.html
4. http://e-fiqih.blogspot.com/2013/07/landasan-pelaksanaan-pembiasaan-pai.html
5. http://www.slideshare.net/andarosita/landasan-historis-filosofis-dan-sosiologis-
pendidikan
Diposkan oleh Arman Smith di 20.37
http://armansmith.blogspot.com/2013/12/landasan-dan-kurikulum-pai-di-
sekolah.html
file:///C:/Users/Tecer%20Fragma%20Shinta/Downloads/Documents/bab%203.pdf
(skripsi)
PENDIDIKANAGAMAISLAMDIPERGURUANTINGGI
Oleh :
Tosha P. Noverita
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UPI YPTK PADANG
Pendahuluan
Perbedaan antara keduanya hanya terletak pada posisi konsep. Ditinjau dari
tataran universalitas konsep Pendidikan Islam lebih universal karena tidak dibatasi
negara dan bangsa, tetapi ditinjau dari posisinya dalam konteks nasional, konsep
pendidikan Islam menjadi subsistem pendidikan nasional. Karena posisinya sebagai
subsistem, kadangkala dalam penyelenggaraan pendidikan hanya diposisikan
sebagai suplemen.
Berdasarkan definisi ini, dapat difahami bahwa pendidikan nasional berfungsi sebagai proses
untuk membentuk kecakapan hidup dan karakter bagi warga negaranya dalam rangka mewujudkan
peradaban bangsa Indonesia yang bermartabat, meskipun nampak ideal namun arah pendidikan yang
sebenarnya adalah sekularisme yaitu pemisahan peranan agama dalam pengaturan urusan-urusan
kehidupan secara menyeluruh.
Dalam UU Sisdiknas tidak disebutkan bahwa yang menjadi landasan pembentukan kecakapan
hidup dan karakter peserta didik adalah nilai-nilai dari aqidah islam, melainkan justru nilai-nilai dari
demokrasi.
Pemerintah dalam hal ini berupaya mengaburkan realitas (sekulerisme pendidikan) tersebut,
sebagaimana terungkap dalam pasal 4 ayat 1 yang menyebutkan, Pendidikan nasional bertujuan
membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak dan berbudi
mulia, sehat, berilmu, cakap, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab
terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
Sepintas, tujuan pendidikan nasional di atas memang tidak nampak sekuler, namun perlu
difahami bahwa sekularisme bukanlah pandangan hidup yang sama sekali tidak mengakui adanya
Tuhan. Melainkan, meyakini adanya Tuhan sebatas sebagai pencipta saja, dan peranan-Nya dalam
pengaturan kehidupan manusia tidak boleh dominan. Sehingga manusia sendirilah yang dianggap lebih
berhak untuk mendominasi berbagai pengaturan kehidupannya sekaligus memarjinalkan peranan Tuhan.
Potensi harus diisi dengan nilai-nilai islam, sehingga mereka menjadi manusia
yang tidak salah dalam hidupnya. Pengisian nilai-nilai islam yang dimaksud dengan
cara menuntut ilmu pengetahuan. Karna pentingnya upaya pengembangan potensi
dengan ilmu maka menuntut ilmu menjadi kewajiban dalam syariat islam.
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembahasan konsep dan teori tentang Pendidikan Islam sampai kapanpun selalu saja relevan
dan memiliki ruang yang cukup signifikan untuk ditinjau ulang. Paling tidak terdapat tiga alasan
mengapa hal itu terjadi :Pertama pendidikan melibatkan sosok manusia yang senantiasa dinamis,
baik sebagai pendidik, peserta didik, maupun penanggung jawab pendidikan. Kedua perlunya
akan inovasi pendidikan akibat perkembangan saint dan teknologi. Ketiga tuntunan gelobalsasi
yang meleburkan sekat-sekat agama, ras, budaya, bahkn falsafah satu bangsa. Ketiga alasan
tersebut tentunya harus diikuti dan dijawab oleh dunia pendidikan demi kelansungan hidup
manusia dalam situasi yang serba dinamik, inovatif, dan semakin mengglobal.
Makalah yang ada dihadapan ini merupakan salahsatu jawaban terhadap permasalahan yang
dialami umat islam atau bahkan umat manusia. Aksentuasi pebahasan makalah ini lebih
mengarah pada pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai ilahiyah, spiritual, dan akhlak,
sekalipun melibatkan seluruh komponen dasar pendidikan. Penekanan pada aspek ini disebabkan
oleh paradigma penyusunan makalah ini didasarkan atas nilai dogmatika Islam yang diturunkan
dari wahyu ilahi.