2020
Daftar Isi
1. Pendidikan Karakter
1.1 Pengertian Karakter
1.2 Tujuan Pendidikan Karakter
1.3 Prinsip Pendidikan Karakter
1.4 Komponen-komponen Pendidikan
Karakter
1.5 Nilai-Nilai Karakter yang Harus
Ditanamkan
2. Berbudaya Bangsa
3. Undang-undang Pemajuan Kebudayaan
3.1 Pendidikan Budaya
3.2 Nasionalisme
4. Karakter Berbudaya Bangsa
4.1 Fungsi Karakter Berbudaya Bangsa
4.2 Tujuan Penanaman Nilai-nilai Pendidikan
Karakter Berbudaya Bangsa
5. Nilai-nilai yang Terkandung dalam Pendidikan
Karakter Berbudaya Bangsa
6. Kearifan Lokal
6.1 Jenis-jenis Kearifan Lokal
6.2 Local Genius sebagai Kearifan Lokal
6.3 Dimensi Kearifan Lokal
6.4 Fungsi Kearifan Lokal
6.5 Contoh Kearifan Lokal
6.6 Ciri-ciri Kearifan Lokal
6.7 Manfaat Kearifan Lokal
6.8 Kearifan Lokal Karawang
Pendidikan Karakter
Berbudaya Bangsa
1. Pendidikan Karakter
1
masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat
yang lebih sejahtera, serta mengembangkan kehidupan
bangsa yang bermartabat.
2
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, dengan tujuan dapat berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”.
3
Pancasila; bergesernya nilai etika dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara; memudarnya kesadaran
terhadap nilai-nilai budaya bangsa; ancaman disintegrasi
bangsa; dan melemahnya kemandirian bangsa (Buku
Induk Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter
Bangsa 2010-2025, dalam Puskurbuk, Januari 2011).
4
Dengan terus bergulirnya proses globalisasi yang
diiringi dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi akan berpengaruh pada pola pikir dan pola
tindak masyarakat di berbagai pelosok kota maupun desa.
Secara sosiologis dan psikologis, selain berdampak pada
masyarakat luas, komunitas yang paling mudah terkena
pengaruh fenomena global adalah kalangan generasi
muda, khususnya para remaja, dimana pada fase ini
remaja sedang memasuki kehidupan masa peralihan dari
anak- anak ke masa remaja yang relatif masih labil kondisi
emosinya, disamping ia juga sedang mencari identitas
dirinya sebagai remaja. Masyarakat menilai bahwa potret
dunia pendidikan kita semakin buram. Pendidikan di
Indonesia akhir-akhir ini dinilai sarat dengan muatan-
muatan intelektualistik dan materialistik, yang
mengesampingkan nilai-nilai moral budaya dan budi
pekerti dalam membentuk karakter siswa, sehingga
menghasilkan siswa yang pintar tetapi tidak bermoral.
Fenomena ini sesungguhnya menjadi tantangan bagi para
pendidik, guru maupun para praktisi pendidikan, dan
tentunya juga menjadi tantangan bangsa Indonesia. Jati
diri bangsa Indonesia kini sedang diuji keampuhannya.
5
Apakah proses globalisasi ini akan berakibat pada
merosotnya nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada
generasi muda yang menjadi aset bangsa di masa depan.
6
di kalangan remaja. Rasa kepedulian ini didasarkan pada
kenyataan bahwa dewasa ini ada kecenderungan semakin
merebaknya sikap perilaku remaja yang menyimpang dari
tatanan nilai-nilai moral yang berlaku di masyarakat, yang
akhirnya membawa remaja tersebut tersesat hidupnya.
7
teriak agar tidak mengganggu anak lain, bersih badan dan
pakaiannya, hormat terhadap ibu-bapak dan orang lain,
menolong teman yang perlu ditolong, demikian
seterusnya. Ini semua sudah merupakan pengajaran budi
pekerti.
8
Karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu
benda atau individu. Ciri khas tersebut asli dan mengakar
pada kepribadian benda atau individu tersebut, dan
merupakan mesin yang mendorong bagaimana seseorang
bertindak, bersikap, berujar, dan merespon sesuatu.
(Asmani, 23:2011).
Selanjutnya, menurut Maksudin yang dimaksud
karakter adalah ciri khas setiap individu berkenaan
dengan jati dirinya (daya qalbu), yang merupakan saripati
kualitas batiniah/rohaniah, cara berpikir, cara berperilaku
(sikap dan perbuatan lahiriah) hidup seseorang dan
bekerja sama baik dalam keluarga, masyarakat, bangsa
maupun negara. (Maksudin, 3:2013).
Suyanto mengemukakan bahwa pendidikan
karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu
melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan
(feeling), dan tindakan (action). Asmani, 31:2011).
Sementara itu, Masnur Muslich menyatakan bahwa
pendidikan karakter adalah suatu sistem pemahaman
nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi
komponen pengetahuan, kesadaran, kemauan, dan
tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik
9
terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri,
sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga
menjadi manusia insan kamil. (Muslich, 84:2011).
Selanjutnya Bagus Mustakim menyatakan bahwa
pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai suatu
proses internalisasi sifat-sifat utama yang menjadi ciri
khusus dalam suatu masyarakat ke dalam diri peserta
didik sehingga dapat tumbuh dan berkembang menjadi
manusia dewasa sesuai dengan nilai-nilai budaya
masyarakat setempat. (Mustakim, 29:2011).
Sependapat dengan Bagus Mustakim, menurut
Dony Kusuma pendidikan karakter merupakan
dinamika pengembangan kemampuan yang
berkesinambugan dalam diri manusia untuk
mengadakan internalisasi nilai-nilai sehingga
menghasilkan disposisi aktif, stabil dalam diri individu.
(Mustakim, 29:2011).
Sri Judiani juga mengemukakan bahwa
pendidikan karakter ialah pendidikan yang
mengembangkan nilai-nilai karakter pada peserta didik
sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai
10
karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat dan
warga negara yang religius, nasionalis, produktif, dan
kreatif. (Fadlillah dan Khorida, 23:2013).
Senada dengan pendapat Sri Judiani, Agus
Wibowo mengemukakan bahwa pendidikan karakter
adalah pendidikan yang menanamkan dan
mengembangkan karakter-karakter luhur kepada anak
didik, sehingga mereka memiliki karakter luhur itu,
menerapkan dan mempraktikkan dalam kehidupannya,
entah dalam keluarga, sebagai anggota masyarakat dan
warga negara. (Wibowo, 26:2012).
Pendapat senada juga disampaikan oleh
Mardiatmadja bahwa pendidikan nila moral (karakter)
adalah merupakan bantuan terhadap peserta didik agar
menyadari dan mengalami nilai-nilai serta menempatkan
secara integral dalam keseluruhan hidupnya. Maksudin.
Pendidikan Karakter Non-Dikotomik
(Yogyakarta:Pustaka Pelajar. 2013), h.55
11
upaya menumbuhkan dan mengembangkan nilai- nilai
luhur kepada peserta didik. Hal terebut dilakukan agar
mereka mengetahui, menginternalisasi, dan
menerapkan nilai-nilai luhur tersebut dalam
kehidupannya dalam keluarga, masyarakat, bangsa, dan
negara.
12
bersesuaian dengan nilai- nilai yang
dikembangkan oleh sekolah.
3) Membangun koneksi yang harmonis dengan
keluarga dan masyarakat dalam memerankan
tanggung jawab pendidikan karakter secara
bersama.
13
berwawasan kebangsaan. Kelima,mengembangkan
lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan
belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan
persahabatan, dan dengan rasa kebangsaan yang tinggi
dan penuh kekuatan (dignity).
Pupuh Fathurrohman pendidikan karakter
secara khusus bertujuan untuk (Fathurrohman ,2013, h.
97-98):
1) Mengembangkan kebiasaan dan perilaku
peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan
nilai-nilai universal dan tradisi karakter bangsa
yang religius.
2) Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif
peserta didik sebagai manusia dan warganegara
yang memiliki nilai-nilai karakter dan karakter
bangsa.
3) Menanamkan jiwa kepemimpinan dan
tanggungjawab peserta didik sebagai generasi
penerus bangsa.
4) Mengembangkan kemampuan peserta didik
menjadi manusia yang mandiri, kreatif,
berwawasan kebangsaan.
14
5) Mengembangkan lingkungan kehidupan
sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman,
jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta
dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh
kekuatan (dignity).
15
menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri.
Dengan prinsip ini, peserta didik belajar melalui proses
berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini
dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta
didik dalam melakukan kegiatan sosial dan mendorong
peserta didik untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk
sosial.
a. Pengetahuan Moral
16
pendidikan karakter yang diinginkan.
1) Kesadaran Moral
17
memahami bagaimana caranya menerapkan nilai
yang bersangkutan dalam berbagai macam situasi.
3) Penentuan Perspektif
4) Pemikiran Moral
18
5) Pengambilan Keputusan
6) Pengetahuan Pribadi
b. Perasaan Moral
19
sangatlah penting. Hanya mengetahui apa yang benar
bukan merupakan jaminan di dalam hal melakukan
tindakan yang baik. Terdapat enam aspek yang
merupakan aspek emosi yang harus mampu dirasakan
oleh seseorang untuk menjadi manusia berkarakter.
1) Hati Nurani
2) Harga Diri
20
berdasarkan pada nilai-nilai seperti tanggung
jawab, kejujuran, dan kebaikan serta
berdasarkan pada keyakinan kemampuan diri
mereka sendiri demi kebaikan.
3) Empati
5) Kendali Diri
21
Emosi dapat menjadi alasan yang
berlebihan. Itulah alasannya mengapa kendali
diri merupakan kebaikan moral yang
diperlukan. Kendali diri juga diperlukan untuk
menahan diri agar tidak memanjakan diri
sendiri.
6) Kerendahan Hati
c. Tindakan Moral
22
dan mereka rasa benar. Tindakan moral terdiri dari
beberapa aspek sebagai berikut.
1) Kompetensi
2) Keinginan
23
3) Kebiasaan
24
Nilai-nilai karakter dan budaya bangsa berasal
dari teori-teori pendidikan, psikologi pendidikan, nilai-
nilai sosial budaya, ajaran agama, Pancasila dan UUD
1945, dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, serta pengalaman terbaik dan
praktek nyata dalam kehidupan sehari-hari. (Zubaedi,
12:2011).
Kemendiknas mengidentifikasi ada 18 nilai
untuk pendidikan budaya dan karakter bangsa
(Wibowo, 43-44:2012), sebagai berikut ini:
25
menghargai perbedaan agama, suku, etnis,
pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang
berbeda dari dirinya.
26
9) Rasa Ingin Tahu: sikap dan tindakan yang
selalu berupaya untuk mengetahui lebih
mendalam dan meluas dari apa yang
dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
27
bergaul, dan bekerjasama dengan orang lain.
28
terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan
alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan
Yang Maha Esa.
Sementara itu, Ratna Megawangi berpendapat
bahwa terdapat 9 pilar karakter yang berasal dari nilai-
nilai luhur universal (Asmani, 51:2011), yaitu:
29
keyakinan tersebut, sehingga orang bersikap benar dan
terhormat. (Borba, Alih bahasa: Lina Jusuf, 4:2008).
Berikut adalah tujuh kebajikan utama yang
membangun kecerdasan moral dan akan menjaga sikap
baik hidup pada anak, diantaranya: Borba, alih bahasa:
Lina Jusuf, 7-8:2008).
a) Empati
b) Hati Nurani
30
salah serta tetap berada di jalur yang bermoral,
membuat dirinya merasa bersalah ketika
menyimpang dari jalur yang semestinya. Kebajikan
ini membentengi anak dari pengaruh buruk dan
membuatnya mampu bertindak benar meski tergoda
untuk melakukan hal yang sebaliknya. Kebajikan
ini merupakan fondasi bagi perkembangan sifat
jujur, tanggung jawab, dan integritas diri yang
tinggi.
c) Kontrol Diri
31
d) Rasa Hormat
e) Kebaikan Hati
32
kepedulian, memberi bantuan kepada yang
memerlukan, serta melindungi mereka yang
kesulitan atau kesakitan.
f) Toleransi
g) Keadilan
33
terbuka sebelum memberi penilaian apa pun.
Karena kebajikan ini meningkatkan kepekaan
moral anak, ia pun akan terdorong membela pihak
yang diperlakukan secara tidak adil dan menuntut
agar semua orang tanpa pandang suku, bangsa,
budaya, status ekonomi, kemampuan, atau
keyakinan, semuua diperlakukan setara.
2. Berbudaya Bangsa
34
dengan negara dan bangsa. Tanah air Indonesia
merupakan satu kesatuan, baik geografis maupun historis
dan kultural. Untuk membentuk karakter suatu bangsa,
kebudayaan yang bersifat nasional adalah mutlak
diperlukan untuk membingkai dan membangun rasa
persatuan dan kesatuan bangsa, rasa kecintaan terhadap
tanah air dan bangsanya, demi terwujudnya Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
35
pribadinya dan pengaruh lingkungan yang mengelilingi
lahir dan batinnya menuju ke arah adab kemanusiaan.
Adab kemanusiaan, yang berarti keluhuran dan kehalusan
budi manusia, mengandung arti kesanggupan dan
kemampuan manusia serta keinsyafan akan keharusan
manusia menuntut kecerdasan, keluhuran dan kehalusan
budi pekerti bagi dirinya.
36
manusia yang dihasilkan masyarakat. Sistem berpikir,
nilai, moral, norma, dan keyakinan itu adalah hasil dari
interaksi manusia dengan sesamanya dan lingkungan
alamnya. Sistem berpikir, nilai, moral, norma dan
keyakinan itu digunakan dalam kehidupan manusia dan
menghasilkan sistem sosial, sistem ekonomi, sistem
kepercayaan, sistem pengetahuan, teknologi, seni, dan
sebagainya. Manusia sebagai makhluk sosial menjadi
penghasil sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan
keyakinan; akan tetapi juga dalam interaksi dengan
sesama manusia dan alam kehidupan, manusia diatur oleh
sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan yang
telah dihasilkannya. Ketika kehidupan manusia terus
berkembang, maka yang berkembang sesungguhnya
adalah sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan,
ilmu, teknologi, serta seni. Pendidikan merupakan upaya
terencana dalam mengembangkan potensi peserta didik,
sehingga mereka memiliki sistem berpikir, nilai, moral,
dan keyakinan yang diwariskan masyarakatnya dan
mengembangkan warisan tersebut ke arah yang sesuai
untuk kehidupan masa kini dan masa mendatang.
37
Dalam Ilmu Tata Negara terdapat berbagai pengertian
mengenai istilah bangsa. Mengenai pengertian ada
beberapa batasan oleh para pakar (Budiyanto, 1997)
seperti di bawah ini:
38
Berdasarkan pendapat tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa pada dasarnya bangsa adalah rakyat
yang telah mempunyai kesatuan tekad untuk membangun
masa depan bersama. Caranya ialah dengan mendirikan
negara yang akan mengurus terwujudnya aspirasi dan
kepentingan bersama secara adil. Faktor obyektif
terpenting dari suatu bangsa adalah adanya kehendak atau
kemauan bersama, yang lebih dikenal dengan
nasionalisme. Dalam kehidupan suatu bangsa, kit aharus
menyadari adanya keanekaragaman yang dilandasi oleh
rasa persatuan dan kesatuan tanak air, bahasa, dan cita-
cita. Fredrich Hertz dari Jerman dalam bukunya
Nationality in History and Politics mengemukakan bahwa
setiap bangsa mempunyai 4 (empat) unsur aspirasi, yaitu:
39
3) Keinginan dalam kemandirian, keunggulan,
individualitas, keaslian, atau kekhasan. Misalnya,
menjunjung tinggi bahasa nasional yang mandiri.
4) Keinginan untuk menonjol (unggul) di antara
bangsa-bangsa dalam mengejar kehormatan,
pengaruh, dan prestise. (dalam Depdagri, 2003: 9)
40
oleh negara melalui masyarakatnya atau rakyat
bangsanya. Cara-cara tersebut disosialisasikan,
dididikkan dan diimplementasikan dalam kehidupan
sehari-hari sehingga menjadi karakter suatu bangsa.
41
j) kesederajatan; dan
k) gotong royong.
Berlandaskan Pasal 3, maka penelitian ini berasaskan
pemajuan kebudayaan kelokalan dan manfaat bagi
masyarakat setempat.
Adapun tujuan penelitian berdasarkan Pasal 4,
Pemajuan Kebudayaan bertujuan untuk:
a) mengembangkan nilai-nilai luhur budaya bangsa;
b) memperkaya keberagaman budaya;
c) memperteguh jati diri bangsa;
d) memperteguh persatuan dan kesatuan bangsa;
e) mencerdaskan kehidupan bangsa;
f) meningkatkan citra bangsa;
g) mewujudkan masyarakat madani;
h) meningkatkan kesejahteraan rakyat;
i) melestarikan warisan budaya bangsa; dan
j) mempengaruhi arah perkembangan peradaban
dunia, sehingga kebudayaan menjadi haluan
pembangunan nasional.
Pasal 4 ini menegaskan bahwa pengkajian
kebudayaan harus memiliki tujuan karena kebudayaan
sebagai simbol jati diri dapat meningkatkan kesejahteraan
42
masyarakat. Begitu pun dalam penelitian ini, dikaji bahwa
tari jaipong menjadi jati diri masyarakat Kabupaten
Karawang.
Undang-undang pun mengatur objek penelitian
yang termasuk kajian kebudayaan berdasarkan Pasal 5
objek pemajuan kebudayaan meliputi:
a. tradisi lisan;
b. manuskrip;
c. adat istiadat;
d. ritus;
e. pengetahuan tradisional;
f. teknologi tradisional;
g. seni;
h. bahasa;
i. permainan rakyat; dan
j. olahraga tradisional.
43
(Pudentia 2010). Penelitian ini akan mengkaji kearifan
lokal yang terkandung dalam seni pertunjukan dan teks
nyanyian sinden tari jaipong. Kearifan yang terkandung di
dalamnya diharapkan memberikan sumbangsih dalam
dunia pendidikan dalam pembentukan karakter anak
bangsa dan generasi selanjutnya untuk lebih memahami
nilai-nilai yang terkandung dalam budaya lokal.
44
Antara pendidikan dan kebudayaan terdapat
hubungan yang sangat erat, artinya keduanya
menekankan pada hal yang sama, yaitu nilai-nilai
kemanusiaan dan kemasyarakatan. Proses kebudayaan
dan pendidikan hanya dapat terjadi didalam hubungan
antar manusia dalam masyarakat. Keluhuran dan
kehalusan budi manusia adalah hasil dari proses
pendidikan dan kebudayaan, yaitu dengan menanamkan
nilai- nilai yang terkandung dalam kebudayaan, sehingga
terciptalah manusia yang beradab dan berbudaya.
45
dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara seperti berikut
ini:
46
pendidikan nasional untuk mewujudkan
kebudayaan kebangsaan yang dimaksud.
3.3 Nasionalisme
1) Wawasan Kebangsaan
2) Wawasan Kejuangan
47
untuk menanamkan nilai-nilai jiwa kejuangan yang
tinggi, yang dilandasi oleh semangat kejuangan bangsa
Indonesia 1945, yaitu pantang menyerah dan rela
berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
3) Wawasan kebudayaan
48
4. Karakter Berbudaya Bangsa
49
dengan yang lain. Karakter atau watak terjadi karena
perkembangan dasar yang telah terkena pengaruh dari
ajar. Oleh sebab itu dinamakan dengan pendidikan
karakter. Yang dinamakan “dasar” adalah potensi dasar
atau bakat yang diperoleh yang sudah menjadi suatu
kodrat. Sedang yang disebut “ajar” adalah segala segala
sifat pendidikan dan pengajaran yang dapat mewujudkan
intelligibel. Menurut Ki Hadjar Dewantara (1977: 408) di
dalam jiwa, karakter itu adalah imbangan yang tetap
antara hidup batinnya. Seseorang dengan segala macam
perbuatannya. Oleh sebab itu, seolah-olah menjadi “lajer”
atau “sendi” di dalam hidupnya, yang lalu mewujudkan
sifat perangai yang khusus buat satu-satunya manusia.
50
teguh, baik, terpuji dan dapat dipercaya. Berkarakter
berarti memiliki prinsip dalam arti moral di mana
perbuatannya atau tingkah lakunya dapat
dipertanggungjawabkan dan teguh.
51
Ada tiga tiang utama jati diri bangsa Indonesia
yang tidak boleh digerogoti dengan cara apapun (Hasyim
Djalal, 2007: 21), yaitu: Pertama, Indonesia sebagai suatu
kebangsaan. Hal ini dicapai sejak Sumpah Pemuda 1928
yang menegaskan bahwa Indonesia adalah satu bangsa,
satu tanah air, dan satu bahasa. Dengan demikian, bangsa
Indonesia bukanlah berdasarkan suku, agama, rasial
ataupun mementingkan kelompok-kelompok tertentu,
tetapi adalah semua warga yang mendiami seluruh tanah
air Indonesia. Kedua, Indonesia adalah suatu negara yang
diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945. Ini berarti
bahwa manusia-manusia Indonesia menyatakan dirinya
hidup dalam satu negara, yaitu Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Karena itu tidak mungkin ada negara
lagi di dalam NKRI tersebut. Ketiga, Indonesia adalah
satu kewilayahan, dalam arti bahwa orang- orang
Indonesia yang telah menjadi suatu bangsa itu, berdiam di
dalam satu kesatuan kewilayahan, yaitu satu kesatuan
nusantara Indonesia yang mencakup wilayah darat, laut,
udara, dan kekayaan alam.
52
Menurut Wibisono (1998: 8) karakter bangsa
berisi nasionalisme dan rasa cinta pada tanah air. Untuk
mempertahankan eksistensinya sebagai bangsa, warganya
harus memiliki apa yang disebut sebagai kesamaan rasa
dimiliki dan memiliki (sense of belonging) dan
mewujudkan suatu derajat nasionalisme. Oleh karena itu,
bangsa akan lebih baik bila ditinjau dari fungsi. Artinya
setiap warga bangsa harus memiliki kesadaran bersama
bahwa mereka membentuk suatu komunitas politik
tertentu, di mana kehadiran dan perannya dibutuhkan oleh
sesama warga, dan sebaliknya dirinya juga tidak akan
mampu menjalankan fungsinya tanpa warga lain. Dapat
dikatakan pula bahwa ke dalam dinamika kehidupan
bangsa harus terkandung nilai-nilai partisipasi dan
akomodasi.
53
menjadi faktor penting untuk membangun dan
memperkuat rasa kebangsaan (kesadaran nasional). Akan
tetapi perlu kehati-hatian, karena nasionalisme yang
dipahami dan diterapkan secara berlebihan justru
membahayakan bangsa itu sendiri. Hal ini dikarenakan
nasionalisme juga memberikan justifikasi intelektual
untuk perasaan dendam terhadap bangsa lain. Proses
nasionalisme semacam ini dapat berkulminasi pada upaya
mendirikan Maha Negara (empire) dengan cara memuja
dan membanggakan bangsa sendiri sampai ke tingkat
merasa ras yang paling unggul yang dikodratkan untuk
mengatur dan memerintah bangsa-bangsa lain.
54
perasaan dan ide-ide yang kabur” (F. Hertz, 1951).
Adapun Ernest Gellner (dalam W.G. Suacana, 2006: 16)
memberi pengertian nasionalisme sebagai suatu prinsip
politik yang beranggapan bahwa unit nasional dan politik
seharusnya seimbang. Tepatnya Gellner lebih
menekankan nasionalisme dalam aspek politik.
Dikatakannya, jika nasionalisme adalah suatu bentuk
munculnya sentimen dan gerakan, baru kita dapat
mengerti dengan baik jika kita mendefinisikan apa itu
gerakan dan sentimen. Apa yang dimaksudkan sebagai
suatu sentimen adalah secara psikologis merupakan suatu
bentuk antipati atau ungkapan marah, benci, dan lain
sebagainya. Dari penawaran Gellner tersebut mengenai
konsep sentimen dan gerakan, nampaknya telah menjadi
penekanannya dalam melihat nasionalisme.
55
karena Anderson, dengan menggunakan pendekatan
Durkheimian, mengklaim bahwa nasionalis berakar dari
sistem budaya dalam bentuk kelompok masyarakat yang
saling tidak mengenal satu sama lain. Kebersamaan
mereka dalam gagasan mengenai suatu bangsa
dikonstruksikan melalui khayalan yang menjadi materi
dasar nasionalisme.
56
sendirinya, akan tetapi lahir dari suatu respon secara
psikologis, politis, dan ideologis terhadap peristiwa yang
mendahuluinya, yaitu imperialis (kolonialisme). Jika
demikian halnya, maka awal terbentuknya nasionalisme
lebih bersifat subyektif, karena lebih merupakan reaksi
“group consciousness”, “we sentimen”, “corporate will”,
dan berbagai fakta mental lainnya.
57
1) Fungsi penanaman, adalah tahap untuk
menanamkan nilai-nilai dasar dalam rangka
pembentukan sikap mental dan perilaku sesuai
nilai-nilai karakter yang dikehendaki.
2) Fungsi penumbuhan, adalah tahap untuk
menumbuhkan kesadaran terhadap wawasan
kebangsaan, kejuangan dan kebudayaan.
3) Fungsi pengembangan, adalah tahap
pengembangan untuk mengembangkan
penghayatan terhadap wawasan kebangsaan,
kejuangan dan kebudayaan.
4) Fungsi pemantapan, adalah tahap untuk
memantapkan ketiga wawasan tersebut agar
mampu menerapkannya secara langsung dalam
sikap dan perilakunya sehari- hari.
58
1) Membentuk manusia Indonesia yang berkualitas,
baik dari daya pikir (kognitif), daya rasa (afektif),
dan daya karsa (psikomotorik) yang dilandasi oleh
Pancasila dan UUD 1945, serta kebudayaan
kebangsaan Indonesia. Sehingga lulusannya nanti
diharapkan dapat memiliki wawasan kebangsaan,
wawasan kejuangan, dan wawasan kebudayaan
yang tinggi, cinta terhadap tanah air dan
bangsanya, serta dikokohkan dengan semboyan
satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa yang akan
selalu tertanam dalam hati sanubari mahasiswa
Indonesia.
2) Menyiapkan mahasiswa dapat menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi serta seni, sehingga
diharapkan nanti menjadi anak-anak Indonesia
yang cerdas inteleknya, cerdas hati nuraninya,
cerdas spiritualnya, dan kreatif serta mandiri,
sehingga diharapkan mereka mampu menangkap
sinyal-sinyal yang diperlukan oleh masyarakat
demi kesejahteraan hidup masyarakat, bangsa dan
negara.
59
3) Membentuk pola sikap, pola laku dan pola tindak
pada mahasiswa, sehingga dikemudian hari
diharapkan lulusan sekolah mampu menjadi
warga masyarakat dan warga negara yang
memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
mampu menjaga, mempertahankan, dan
melestarikan adat dan budaya bangsa Indonesia
demi kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Dengan harapan dikelak kemudian hari dapat
menjadi kader-kader calon pemimpin bangsa yang
berkualitas, berkarakter dan berbudaya.
4) Menyiapkan agar setelah lulus nanti mahasiswa
memiliki kemampuan dan kecakapan, daya pikir,
daya rasa, dan daya fisik yang seimbang, sehingga
mampu memenuhi kebutuhan hidup, baik untuk
melanjutkan pendidikan maupun untuk langsung
terjun ke masyarakat.
5) Menyiapkan agar mahasiswa memiliki rasa
nasionalisme kebangsaan yang tinggi, dan mampu
menjunjung tinggi peradaban dan budaya
bangsanya sendiri, yang dilandasi oleh tiga
60
wawasan, yaitu wawasan kebangsaan, wawasan
kejuangan, dan wawasan kebudayaan.
6) Menyiapkan agar mahasiswa memiliki
kemampuan beradaptasi yang tinggi dalam
menghadapi kemajuan ilmu dan teknologi di dunia
global.
7) Menyiapkan agar mahasiswa memiliki kesiapan
mental dan fisik untuk menghadapi tantangan
jaman yang selalu berobah dan berkembang sesuai
dengan kemajuan IPTEK.
8) Menyiapkan agar kelak mahasiswa memiliki
kesetiaan terhadap Pancasila dan UUD 1945,
memiliki moralitas yang luhur, memiliki kepekaan
terhadap sosial budaya masyarakat bangsanya,
memiliki kecakapan dan profesionalisme yang
memadai, serta kesehatan lahir dan batin.
61
iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa
berdasarkan Pancasila (Kemendiknas, Balitbang, Puskur,
2011:3).
62
Dalam mengembangkan pendidikan karakter bangsa,
kesadaran akan siapa dirinya dan bangsanya adalah
bagian yang teramat penting. Kesadaran tersebut hanya
dapat terbangun dengan baik melalui sejarah yang
memberikan pencerahan dan penjelasan mengenai siapa
diri bangsanya di masa lalu yang menghasilkan dirinya
dan bangsanya di masa kini. Selain itu, pendidikan harus
membangun pula kesadaran, pengetahuan, wawasan, dan
nilai berkenaan dengan lingkungan tempat diri dan
bangsanya hidup, nilai yang hidup di masyarakat, sistem
sosial yang berlaku dan sedang berkembang, sistem
ketatanegaraan, pemerintahan, dan politik, bahasa
Indonesia dengan cara berpikirnya, kehidupan
perekonomian, ilmu, teknologi, dan seni. Artinya, perlu
ada upaya terobosan kurikulum berupa pengembangan
nilai- nilai yang menjadi dasar bagi pendidikan budaya
dan karakter bangsa. Dengan terobosan kurikulum yang
demikian, nilai dan karakter yang dikembangkan pada diri
peserta didik akan sangat kokoh dan memiliki dampak
nyata dalam kehidupan diri, masyarakat, bangsa, dan
bahkan umat manusia.
63
Pendidikan karakter berbudaya bangsa dilakukan
melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan yang
menjadi nilai dasar budaya dan karakter bangsa.
Kebajikan yang menjadi atribut suatu karakter pada
dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu pendidikan budaya
dan karakter bangsa pada dasarnya adalah pengembangan
nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau
ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai
yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional.
1) Nilai-nilai dasar
2) Nilai-nilai kemasyarakatan
64
terinternalisasi dalam diri anak, maka akan terbentuklah
karakter anak yang memiliki adab dan budaya serta susila,
atau boleh disebut anak yang berkepribadian. Nilai- nilai
ini dapat dikembangkan melalui berbagai kegiatan yang
mencakup kegiatan keagamaan, pengajaran etika dan
etiket, yang memuat tentang kejujuran, toleransi, disiplin,
kerja keras, kreatif, kepedulian dengan lingkungan,
kegiatan sosial, tanggung jawab, dan kepemimpinan dan
lain-lain. Dengan penanaman nilai-nilai kemasyarakatan
ini diharapkan mampu membentuk karakter anak ditinjau
dari aspek hidup dan kehidupan.
3) Nilai-nilai kenegaraan
65
penghormatan kepada bendera merah putih, peringatan
hari- hari besar nasional, pemasangan bendera merah
putih di setiap ruang kelas, pemutaran lagu-lagu
kebangsaan pada saat istirahat atau pagi-pagi sebelum
masuk kelas (disesuaikan dengan kondisi sekolah).
Dengan penanaman nilai kecintaan terhadap tanah air
dalam berbagai bentuk kegiatan yang bernuansa
kebangsaan dan nasionalisme diharapkan akan mampu
menggugah rasa kebangsaan dan nasionalisme pada diri
anak sehingga anak memiliki rasa cinta terhadap tanah air
dan bangsanya, mampu menghargai budaya bangsanya
sendiri dan juga mampu menghargai budaya bangsa lain.
4) Nilai-nilai Kehidupan
66
tersebut di atas, maka akan terbentuklah anak yang
berkarakter dan berbudaya, inilah mungkin yang
dimaksud dengan “Pendidikan Karakter Berbudaya
Bangsa”.
67
Semakin kuat seseorang memiliki dasar
pertimbangan, semakin kuat pula kecenderungan untuk
tumbuh dan berkembang menjadi warga negara yang
baik. Pada titik kulminasinya, norma dan nilai budaya
secara kolektif pada tingkat makro akan menjadi norma
dan nilai budaya bangsa. Dengan demikian, peserta didik
akan menjadi warga negara Indonesia yang memiliki
wawasan, cara berpikir, cara bertindak, dan cara
menyelesaikan masalah sesuai dengan norma dan nilai
ciri ke-Indonesiaannya. Hal ini sesuai dengan fungsi
utama pendidikan yang diamanatkan dalam UU
Sisdiknas, “mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa”. Oleh karena itu, aturan dasar yang mengatur
pendidikan nasional (UUD 1945 dan UU Sisdiknas)
sudah memberikan landasan yang kokoh untuk
mengembangkan keseluruhan potensi diri seseorang
sebagai anggota masyarakat dan bangsa.
68
6. Kearifan Lokal
Kearifan lokal adalah pengetahuan asli
(indigineous knowledge) atau kecerdasan lokal (local
genius) suatu masyarakat yang berasal dari nilai luhur
tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan
masyarakat dalam rangka mencapai kemajuan komunitas,
baik dalam penciptaan kedamaian maupun peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Kearifan lokal itu bisa berupa
pengetahuan lokal, keterampilan lokal, kecerdasan lokal,
sumber daya lokal, proses sosial lokal, norma etika lokal,
dan adat-istiadat lokal (Sibarani, 2012, hlm. 122-123).
Menurut Sedyawati (2006:382), kearifan dalam
arti luas tidak hanya berupa norma-norma dan nilai-nilai
budaya, melainkan juga segala unsur gagasan, termasuk
yang berimplikasi pada teknologi, penanganan kesehatan,
dan estetika. Dengan pengertian tersebut maka yang
termasuk sebagai penjabaran kearifan lokal adalah
berbagai pola tindakan dan hasil budaya materialnya.
69
lokal. Kearifan lokal dijelaskan juga sebagai pengetahuan
ataupun sebuah pandangan hidup serta strategi-strategi
kehidupan yang dilakukan oleh masyarakat lokal untuk
menjawab sebuah masalah dalam memenuhi sebuah
kebutuhan mereka.
70
Menurut Nasiwan dkk (2012:159), kearifan lokal
adalah nilai-nilai maupun kebijaksanaan luhur yang
berarti dalam kekayaan-kekayaan budaya lokal seperti
semboyan hidup, petatah-petitih dan tradisi. Begitu pula
menurut Paulo Freire (1970), Pendidikan berbasis
kearifan lokal adalah pendidikan yang mengajarkan
peserta didik untuk selalu konkret dengan apa yang
mereka hadapi.
Berdasarkan uraian para ahli maka kearifan lokal
adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta
berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang
dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab
berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka.
Secara etimologi, kearifan lokal (local wisdom) terdiri
dari dua kata, yakni kearifan (wisdom) dan lokal (local).
Sebutan lain untuk kearifan lokal diantaranya adalah
kebijakan setempat (local wisdom), pengetahuan setempat
(local knowledge) dan kecerdasan setempat (local
genious).
71
6.1 Jenis-Jenis Kearifan Lokal
Jenis-jenis kearifan antara lain: (1) kesejahteraan,
(2) kerja keras, (3) disiplin, (4) pendidikan, (5) kesehatan,
(6) gotong royong, (7) pengelolaan gender, (8) pelestarian
dan kreativitas budaya, (9) peduli lingkungan, (10)
kedamaian, (11) kesopansantunan, (12) kejujuran, (13)
kesetiakawanan sosial, (14) kerukunan dan penyelesaian
konflik, (15) komitmen, (16) pikiran positif, dan (17) rasa
syukur.
72
kesopansantunan, kejujuran, kesetiakawanan sosial,
kerukunan serta penyelesaian konflik, dan rasa syukur
dapat diklasifikasikan ke dalam kearifan lokal yang
bertujuan untuk membangun kedamaian dengan
kepribadian masyarakat yang baik (Sibarani, 2012, hlm.
133).
73
2) memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-
unsur budaya luar;
3) mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur
budaya luar ke dalam satu budaya asli;
4) mempunyai kemampuan mengendalikan;
5) mampu memberi arah pada perkembangan
budaya.
74
b. Dimensi Nilai Lokal
75
Setiap masyarakat akan menggunakan sumber daya
lokal sesuai dengan kebutuhannya dan tidak akan
mengeksploitasi secara besar-besar atau dikomersialkan.
Masyarakat dituntut untuk menyimbangkan
keseimbangan alam agar tidak berdampak bahaya
baginya.
e. Dimensi Mekanisme Pengambilan
Keputusan Lokal
76
manusia bergotong-royong dalam menjaga lingkungan
sekitarnya.
77
Dengan kata lain, kearifan lokal tersebut menjadi
sebuah bagian dari cara pandang atau hidup mereka yang
arif untuk memecahkan suatu permasalahan hidup yang
ada dikehidupan. Mereka dapat melangsungkan
kehidupannya, dan berkembang secara berkelanjutan
Berkat kearifan lokal.
Kearifan lokal akan budaya luar yang masuk
mempunyai fungsi sebagai berikut, (Ayat, 1986:40-41):
1) Sebagai filter dan pengendali terhadap budaya
luar.
2) Mengakomodasi unsur-unsur budaya luar.
3) Mengintegrasikan sebuah unsur budaya luar yang
masuk ke dalam budaya asli.
4) Memberi arah pada perkembangan budaya.
78
melestarikan hutan disana, dimana ada peraturan
untuk tidak boleh menebang pohon dihutan
tersebut dan akan dikenakan denda seperti beras
100 kg atau berupa uang sebesar Rp 6.000.000,-
jika melanggar.
79
4) Bebie (Muara Enim-Sumatera Selatan) ialah
sebuah tradisi panen dan memanen padi secara
bersama-sama yang bertujuan agar pemanenan
padi cepat selesai ataupun setelah panen selesai
diadakannya sebuah perayaan sebagai bentuk rasa
syukur atas panen yang sukses.
80
6.7 Manfaat Kearifan Lokal
a. Secara umum:
1) Berfungsi untuk pengembangan sumber daya
alam.
2) Bermakna etika moral, contonya berwujud dalam
upacara ngaben di Bali.
3) Berfungsi untuk pengembangan ilmu pengetahuan
dan kebudayaan.
4) Supaya manusia menghargai alamnya.
5) Berfungsi sebagai kepercayaan.
81
Selain itu, kamu akan lebih peduli terhadap
kebudayaan daerah di sekitar kamu. Pada akhirnya
kamu akan menjadi lebih berkompeten dan
bermartabat dalam menjaga eksistensi
kebudayaan daerah yang ada.
82
adalah dapat berperan serta dalam membentuk
karakter bangsa. Mengenalkan keberagaman
potensi dan kebudayaan yang ada di daerah
tempatmu tinggal akan membuat kamu lebih
peduli terhadap warisan kebudayaan negara
Indonesia.
Kearifan lokal ini juga dapat digunakan sebagai
modal untuk membentuk karakter luhur bangsa.
Karakter luhur bangsa Indonesia yang telah sejak
dulu dimiliki. Melalui pembelajaran ini berbagai
pendidikan karakter positif ciri khas bangsa
Indonesia tertanam di dirimu. Berbagai karakter,
seperti bertindak dengan hati-hati dan penuh
kesadaran, pengendalian diri, tenggang rasa, cinta
tanah air, meminimalisasi keinginan, dan sopan
santun.
83
identitas bangsa yang kuat. Upaya pengembangan
karakter bangsa dapat terselenggara dengan secara
optimal melalui pembelajaran di sekolah.
Materi-materi yang berhubungan dengan
kebudayaan, seperti bahasa, makanan, tarian, dan
lagu merupakan kontribusi yang sangat berguna
untuk memperkuat identitas bangsa Indonesia
sebagai negara yang memiliki kekayaan dan
keberagaman adat budaya. Kamu akan lebih
mengenal kebudayaan yang menjadi ciri khas
yang dimiliki daerah tempatmu tinggal.
84
untuk mensyukuri hasil tangkapan ikan, mengharap
peningkatan hasil pada tahun mendatang dan berdo’a agar
tidak mendapat aral melintang dalam mencari nafkah
dilaut.
1) Hajat Bumi
85
Hajat bumi atau sedekah bumi merupakan salah
satu upacara adat berupa prosesi seserahan hasil bumi atau
alam dari masyarakat kepada alam. Upacara ini diadakan
sebagai bentuk perayaan atas hasil panen, dan sebagai
perwujudan, harapan dan doa kepada Tuhan Semesta
Alam agar proses tanam padi mendapatkan
hasil memuaskan ketika sedang panen. Selain itu upacara
ini juga ditandai dengan adanya pesta rakyatyang
diadakan di balai desa maupun di lahan pertaninan. Acara
hajat bumi biasanya diselenggarakan saat menjelang
musim tanam padi. Musim tanam padi pada zaman dahulu
diadakan 1 tahun sekali waktu masa tanam padi pun masih
delapan bulan sekali, tapi sekarang masa tanam padi enam
bulan sekali dan dalam 1 tahun petani memanen padinya
dua kali. Acara Haat Bumi biasanya diadakan di sebuah
Desa di perkampungan yang terdapat banyak sawah,
contohnya seperti di Kampung Naga dan atau di daerah
Pasundan, dilaksanakan dengan memindahkan padi ke
dalam Leuit (Gudang, bangunan kecil yang diakai untuk
menyimpan padi) karena dulu hasil panen padi tidak
semuanya di jual dan di jadikan beras, melainkan di
86
simpan jadi setip pemilik sawah harus mempunyai
gudang untuk menyimpan padi.
2) Nyalin
87
di ini terkenal dengan kesenian tradisionalnya seperti
Jaipongan,Topeng,Kliningan dan berbagai jenis kesenian
tradisional” ucap Abah Herman.
88
Pada hakikatnya nyalin diadakan secara
sederhana, yaitu hanya dengan membawa kemenyan ke
lahan sawah dan membawa sesajen dan makanan sesudah
di doakan sesajennya di simpan dan makanannya di bawa
pulang kembali kerumah petani. Nyalin juga diartikan
sebagai adab kita meminta izin untuk melakukan
pemotongan tumbuhan yang akan kita tanam, agar
tanaman tersebut menjadi subur dan atau juga bias di
sebut lebih memanusiakan (menghargai) tumbuhan
karena tumbuhan juga makhluk hidup ciptaan Tuhan. Kita
juga jadi lebih memiliki tatakrama atau adab dalam
melestarikan lingkungan.
89
menarik di Rengasdengklok kabupaten Karawang adalah
diakhir acara hajat bumi ini diadakannya berbagi-bagi
hadiah kepada masyarakat yang hadir pada acara tersebut.
3) Nadran
90
mempersembahkan sesajen kepada penguasa laut agar
diberi limpahan hasil laut, sekaligus merupakan ritual
tolak bala.
91
baunya sangat menyengat. Sebenarnya dewi lebih
memilih adiknya yang memiliki sifat kebalikan sang
kakak.
92
Setelah antarasa meninggal, pengikutnya yaitu
jaka demalung perlahan-lahan berubah menjadi babi dan
ada pula pengikutnya yang menjadi buaya disebabkan
tidak melakukan hal itu dengan benar. Kemudian setelah
legenda itu berakhir para nelayan yang masih memiliki
relasi dengan legenda itu di anugerahi kekuatan yang
sangat kuat oleh dewa dengan syarat ketika sedang makan
mereka harus memakan bagian tepi dari nasi. Naas
beberapa nelayan salah mengartikan instruksi tersebut.
Mereka menganggap dewa memberi perintah supaya
sisakan bagian tepinya saja dan pada akhirnya mereka
tidak mendapatkan apa-apa. Dari peristiwa tersebut
muncul nama basuh budeg yang berarti ketulian yang
hakiki, kemudian momentum peringatan kematian
antarasa dinamakan dengan Nadran atau Pesta Laut.
93
berimigrasi ke Karawang dan menetap di pesisir laut.
Masyarakat menanggap tradisi ini bermakna untuk
dipersembahkan ke para dewa yang bertujuan untuk
mengungkapkan rasa syukur nelayan terhadap dewa laut
atas panen yang melimpah serta hormat kepada sang maha
kuasa atas di berikannya rezeki yang berlimpah kepada
masyarakat khususnya yang berada disekitar laut.
94
Daftar Rujukan
Ainul Yakin. 2005. Pendidikan Multikultural.
Yogyakarta: Pilar Mulya.
Anderson, Benedict. 1999. Komunitas-komunitas
Imajiner: Renungan tentang Asal-Usul dan
Penyebaran Nasionalisme. Omi Intan Naomi
(Penerjemah). Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Kerjasama dengan Insist.
Asmani, Jamal Ma’mur. 2011. Buku Panduan
Internalisasi Pendidikan Karakterdi Sekolah.
Yogyakarta: Diva Press.
Ayat, Rohaedi. 1986. Kepribadian Budaya Bangsa (Local
Genius). Jakarta: Pustaka Jaya.
Borba, Michele. 2008. Membangun Kecerdasan Moral:
Tujuh Kebajikan Utama untuk Membentuk Anak
Bermoral Tinggi. Alih bahasa: Lina Jusuf. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Budiyanto. 1997. Dasar-Dasar Ilmu Tata Negara. LAN.
Departemen Dalam Negeri. 2003. Sosialisasi
Kebangsaan. Modul 8. Depdagri Dirjen Kesatuan
Bangsa.
Cholisin, M.Si & Nasiwan, M.Si. 2012. Dasar Dasar
Ilmu Politik. Yogyakarta: Ombak.
Darsono. Sejarah Nadran Laut. 2019.
Detik.com.04/09, "Mengenal Tradisi Hajat Bumi Dari
Warga Jagabaya". Ciamis Jawa Barat 2019
Doni Koesoema A. 2007. Pendidikan Karakter. Gramedia
Widisarana Indonesia.
Fadlillah, Muhammad dan Lilif Mualifatu Khorida. 2013.
Pendidikan Karakter Anak Usia Dini: Konsep &
Aplikasinya dalam PAUD. (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.
95
Fahmal, Muin. 2006. Peran Asas-asas Umum
Pemerintahan yang Layak Dalam Mewujudkan
Pemerintahan yang Bersih. Yogyakarta: UII
Press.
Hasyim Djalal. 2007. Jatidiri Bangsa dalam Ancaman
Globalisasi. Pokok-Pokok Pikiran Guru Besar
Indonesia. Surabaya.
Idup Suhadi, dan AM. Sinaga. 2003. Wawasan Kesatuan
dalam Rangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Lembaga Admistrasi Negara RI.
Kohn, Hans. 1984. Nasionalisme, Arti dan Sejarahnya.
Sumantri Mertodipuro (penerjemah). Jakarta:
Erlangga.
Karawang berita. 11/9, “Kegiatan Hajat Bumi Di
Kelurahan Tanjung Mekar”. Karawang Jawa
Barat 2019
Koswara, Engkos. Upacara Tradisional Nadran.2006
Maksudin. 2012. PendidikanKarakterNon-Dikotomik.
Yogyakarta:Pustaka Pelajar. (Penerjemah: Juma
Abdu Wamaungo. Jakarta: Bumi Aksara.
Mounier, Emmanuel. 1956. The Character of Man.
Translate Into English by Cynthia Rowland. New
York: Harper dan Brothers.
Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter: Menjawab
Tantangan KrisisMultidimensional. Jakarta: Bumi
Aksara.
Mustakim, Bagus. 2011. Pendidikan Karakter:
Membangun Delapan KarakterEmas Indonesia
Menuju Indonesia Bermartabat. Yogyakarta:
Samudra Biru.
Permana, Cecep Eka. 2010. Kearifan Lokal Masyarakat
96
Baduy dalam Mengatasi Bencana. Jakarta:
Wedatama Widia Sastra.
Pikiran rakyat. 'Hajat bumi tradisi turun temurun'
jagabaya 2019
Prakoso Bhairawa Putra. 2008. Strategi Pemeliharaan
Batas Wilayah Melalui Penguatan Pengelolaan
Tata Ruang Pulau-Pulau Kecil Terluar. Inovasi
Online, vol.12/xx/Nov2008.
http://c.c.msnscache.com/cache.aspx?q.
Rosidi, Ajip. 2011. Kearifan Lokal dalam Perspektif
Budaya Sunda. Bandung: Kiblat Buku Utama.
Sedyawati, Edy. 2006. Budaya Indonesia, Kajian
Arkeologi, Seni, dan Sejarah. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Wayan Gede Suacana. 2006. Etno-Nasionalisme dan
Demokrasi dalam Masyarakat Multikultural.
Jurnal Sosial Politik Sarathi, vol. 13. Denpasar.
Wibowo, Agus. 2012. Pendidikan Karakter:
Strategi Membangun Karakter Bangsa
Berperadaban. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter: Konsep dan
Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta:
Kencana.
97