Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDIDIKAN KARAKTER

1. KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER

A. Filosofi Pendidikan Karakter

Menurut persetujuan dari para founding fathers kita saat mendirikan


Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI yang lalu, maka tentu saja
filosofi pendidikan karakter adalah pancasila. Jadi setiap aspek dari karakter
dijiwai oleh kelima sila pancasila secara utuh dan komprehensif sebagai
berikut :

1. Bangsa yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa ;

2. Bangsa yang menjunjung Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

3. Bangsa yang Mengedepankan Persatuan dan Kesatuan Bangsa

4. Bangsa yang Demokratis dan Menjunjung Tinggi Hukum dan HAM

5. Bangsa yang Mengedepankan Keadilan dan Kesejahteraan Jasmani

Adanya karakter yang terus ditanamkan dengan baik oleh guru kepada
setiap siswanya akan membantu mereka untuk tumbuh. Dimana nantinnya
mereka akan bisa tumbuh serta berkembang dengan baik dalam kehidupan
yang dijalankan. Perlu dipahami bahwa ada banyak sekali ahli dalam dunia
pendidikan yang mencoba untuk mentejemahkan pendidikan karakter.
Salah satu yang memiliki perananan penting dalam filosofi di dunia
pendidikan karakter adalah ki hajar dewantara. Beliau tentunya menjadi
salah satu bapak pendidikan yang memiliki andil pada penerapan
pendidikan karakter di sekolah.

Filosofi pendidikan karakter menurut ki hajar dewantara berkaitan


dengan watak
Watak pada dasarnya menjadi sebuah sifat yang sudah dimiliki oleh
setiap orang yang sudah dibawa sejak ia lahir. Adanya watak yang dimiliki
oleh setiap orang tentunya perlu untuk dibenahi ataupun diberikan
penguatan. Ini akan membantu setiap anak untuk tumbuh dengan karakter
karakter baik yang dimiliki dalam kehidupan bermasyarakat.

Menurut ki hajar dewantara watak merupakan sebuah hal yang dapat


dirubah dan juga diperbaiki dari waktu ke waktu. Dengan adanya
pembiasaan yang tepat maka watak dan juga karakter yang dimiliki oleh
individu akan bisa ditingkatkan dengan baik.

B. Dasar Hukum Pada Pendidikan Karakter

Bahasan mengenai dasar hukum pendidikan karakter ini,


dimaksudkan agar peserta didik (generasi muda bangsa) memiliki karakter
nilai sesuai dengan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan
adat istiadat mampu menyesuaikan diri dan dapat beradaptasi dimana ia
berada seperti kata pepatah "dimana buuni dipijak disitu langit dijunjung

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2017 tentang


Penguatan Pendidikan Karakter hadir dengan pertimbangan bahwa dalam
rangka mewujudkan bangsa yang berbudaya melalui penguatan nilai-nilai
religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis,
rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,
komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial,
dan bertanggung jawab, pemerintah memandang perlu penguatan
pendidikan karakter.

Maka atas dasar pertimbangan tersebut, pada tanggal 6 September


2017, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden
(Perpres) Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter.

Dalam Perpres 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan


Karakter disebutkan, Penguatan Pendidikan Karakter yang selanjutnya
disingkat PPK adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan
pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi
olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja
sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian
dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).

C. Pelatihan Pendidikan Karakter


Pada pelatihan pendidikan karakter, pembentukan karakter bisa
dibentuk melalui Pelatihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS). Personal
leadership ini sangat penting untuk mengatur kebiasaan dan kedisiplinan
kita sehari-hari, misalnya kedisiplinan terhadap waktu, mengendalikan
emosi dan meningkatkan rasa tanggung jawab yang ada didalam diri
seseorang.

Salah satu cara untuk menumbuhkan jiwa kepemimpinan dalam diri


setiap individu adalah dengan cara mengikuti kegiatan yang berhubungan
dengan pembentukan karakter yaitu pelatihan dasar kepemimpinan siswa.

LDKS mencetak generasi muda berkarakter yang dapat memahami


konsep konsep organisasi di sekolah misalnya, Organisasi Siswa Intra
Sekolah (OSIS) atau kegiatan kepramukaan.

Pentingnya Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa dapat membentuk


karakter sejak dini dapat menentukan kemampuan anak dalam
mengembangkan potensinya. Menurut Kaimuddin (2014) pendidikan
karakter merupakan usaha sadar yang terencana dan terarah melalui
lingkungan pembelajaran untuk tumbuh kembangnya seluruh potensi
manusia yang memiliki watak berkepribadian baik, bermoral-berakhlak,
dan berefek positif konstruktif pada alam dan masyarakat.

Pendidikan karakter seperti latihan dasar kepemimpinan siswa


(LDKS) akan menumbuhkan moral kepada setiap siswa dan mencegah
setiap individu untuk melakukan hal-hal yang berbahaya dan bejat, seperti
korupsi, mencuri, dan lain-lain. Dengan pendidikan karakter, tindakan
berbahaya tersebut dapat dicegah dan dihindari dengan cara mengikuti
LDKS baik fisik maupun mental dari sekolah.

Cara lain juga dapat dilakukan dengan melatih siswa disiplin dalam
menggunakan waktu, toleransi dengan menghormati pendapat orang lain
dalam pembelajaran. Peristiwa-peristiwa tersebut dapat terjadi dalam
interaksi siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru baik secara
diskusi kelas, maupun diskusi kelompok.

D. Tujuan Pendidikan Karakter


Perkembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Pengertian
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU
Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus
digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia.

Tujuan Pendidikan Nasional merupakan rumusan mengenai kualitas


manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan
Pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan Pendidikan Nasional menjadi
dasar dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.Untuk
mendapatkan wawasan mengenai arti pendidikan budaya dan karakter
bangsa perlu dikemukakkan pengertian istilah budaya, karakter bangsa, dan
pendidikan

Adapun tujuan Tujuan Pendidikan Pendidikan Karakter Bangsa


diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Mengembangkan potensi afektif peserta didik sebagai manusia dan


Warga Negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa

2. Mengembangkan Kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji


dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya dan karakter
bangsa
3. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik
sebagai generasi penerus bangsa

4. Mengembangkan kemampuan pesrta didik menjadi manusia yang


mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan dan

5. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan


belajar yang aman,jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan
rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan.

Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan untuk


mempersiapkan peserta didik menjadi Warga Negara yang lebih baik, yaitu
Warga Negara yang memiliki kemampuan, kemauan,dan menerapkan nilai-
nilai Pancasila dalam kehidupan sebagai Warga Negara

2. SUMBER-SUMBER DAN NILAI PEMBENTUKAN KARAKTER

A. Sumber-Sumber Nilai Pendidikan Karakter


Pendidikan krakter adalah pendidikan budi pekerti plus yang
melibatkan aspek teori pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan
tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka
pendidikan karakter tidak akan efektif, dan pelaksanaannya pun harus
dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan.

Menurut Hill (2002), pendidikan karakter mangajarkan kebiasaan


cara berpikir dan perilaku yang membantu individu untuk hidup dan bekerja
sama sebagai keluarga, masyarakat, dan bernegara dan memebantu mereka
untuk memebuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Pada sisi lain pendidikan karakter merupakan sebuah usaha untuk


mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan
mempraktikannya dalam kehidupansehari-hari, sehingga mereka dapat
memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya (Ratna
Megawati, 2004:95). Pendidikan karakter memiliki sasaran untuk
meluruskan berbagai perilaku seseorang yang negative menjadi positif.
pendidikan karakter juga dapat “membentuk watak”, mengandung makna
bahwa pendidikan harus di arahkan pada pembentukan watak. pendidikan
karakter juga dapat menfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai
tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak.

Pendidikan Karakter memiliki Nilai-nilai utama dalam


pengembangannya. Pendidikan merupakan suatu proses humanisasi, artinya
dengan pendidikan manusia akan lebih bermartabat, berkarakter, terampil,
yang memiliki rasa tanggung jawab terhadap tataran sistem sosial sehingga
akan lebih baik, aman dan nyaman. Pendidikan juga akan menjadikan
manusia cerdas, pintar, kreatif, inovatif, mandiri dan bertanggung jawab.
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang
terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan
digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan
bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti
jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain.
Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat
dan karakter bangsa. Berikut ini akan kami jelaskan 5 Nilai Pendidikan
Karakter , antara lain:

a. Agama
Pendidikan karakter berbasis nilai religius, yang merupakan
kebenaran wahyu Tuhan (konservasi moral), masyarakat Indonesia adalah
masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan
bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara
politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari
agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan
karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal
dari agama.

Nilai agama dari sumber pendidikan karakter merupakan hal sangat


penting. Tentunya kepada masyarakat, dunia pendidikan hal inilah yang
menjadi perhatian, menjadi hal yang harus diperhatikan untuk setiap
langkah dalam mengambil keputusan atau melakukan tindakan yang benar
sesuai dengan pancasila. Nilai agama juga sebagai kontrol tingkah laku
dari individu dan juga sebagai penyelamat dalam kebenaran.

b. Budaya

Pendidikan karakter berbasis nilai budaya , antara lain yang berupa


budi pekerti, Pancasila, apresiasi sastra, keteladanan tokoh-tokoh sejarah
dan para pemimpin bangsa (konservasi lingkungan). Sebagai suatu
kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak
didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai
budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep
dan arti dalam komunikasi antar anggota masyarakat itu. Posisi budaya
yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan
budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter
bangsa.

Proses dari budaya atau kebudayaan bersumber dari kebiasaan


perilaku manusia. Manusia diberi akal budi untuk berfikir sehingga
manusia dapat menjalin interaksi dengan sesamanya. Sehingga
kebudayaan sangat diperlukan oleh manusia karena untuk mewujudkan
suatu kebiasan atau ciri khas dari suatu individu.

c. Pendidikan Nasional
Sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara
Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai
jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai
kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu,
tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam
pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.

Fungsi dari pendidikan nasional sebagai transformasi ilmu untuk


memacu berkembangnya suatu Ilmu Pengetahuan setiap manusia, juga
sebagai Transformasi budaya cara individu berkomunikasi dengan
sesamanya dalam membentuk pribadi yang lebih baik untuk
mempersiapkan masa depannya.

d. Media
Perlu pula ditambahkan sebagai suatu kekuatan pembentuk
perilaku umum sekaligus saluran informasi yang dalam banyak hal dapat
memperluas pendidikan karakter bangsa tetapi di sisi lain menjadi saluran
penetrasi budaya asing. Selain itu media sebagai kekuatan demokrasi suatu
bangsa, memainkan peran strategis dalam menumbuhkan demokrasi,
termasuk demokrasi Pancasila sebagai karakter Bangsa Indonesia.

Di era globalisasi ini tentunya media sangatlah menjadi hal yang


harus diperhatikan. Media masa selain memiliki fungsi hiburan juga
sebagai penyebaran nilai dan pengetahuan lainnya.

e. Pancasila
Negara Kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-
prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila.
Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut
dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur
kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni.
Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta
didik menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang
memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupannya sebagai warga negara.

B. Nilai Pendidikan Karakter


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menetapkan nilai-
nilai pendidikan karakter sebagai prioritas pengembangan Penguatan
Pendidikan Karakter. Dan lima karakter utama yang turut menetukan
pentingnya pendidikan karakter yaitu:

a) Religius
Diwujudkan dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan
kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan agama dan kepercayaan
lain

b) Nasionalis

Ditunjukkan melalui apresiasi budaya bangsa sendiri, menjaga


lingkungan, taat hukum, disiplin, menghormati keragaman budaya, suku,
dan agama

c) Integritas
Meliputi sikap tanggung jawab, konsistensi tindakan dan perkataan
yang berdasarkan kebenaran, menghargai martabat individu, serta mampu
menunjukkan keteladanan

d) Mandiri
Menjadi pembelajar sepanjang hayat, mempergunakan segala
tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi, dan cita-cita

e) Gotong royong
Diharapkan peserta didik menunjukkan sikap menghargai sesama,
dapat bekerja sama, inklusif, tolong menolong, memiliki empati dan rasa
solidaritas.
3. PROSES PEMBENTUKAN KARAKTER

A. Proses Pembentukan Karakter

Proses pendidikan karakter dipandang sebagai usaha sadar dan terencana,


bukan usaha yang sifatnya terjadi secara kebetulan Atas dasar ini, pendidikan
karakter adalah usaha yang sungguh-sungguh untuk memahami, membentuk,
memupuk nilai-nilai etika, baik untuk diri sendiri maupun semua warga
masyarakat secara keseluruhan (Saptono, 2011: 23). Pendidikan karakter perlu
dikembangkan pada diri setiap orang.

Pendidikan karakter dimanifeskan ke dalam sebuah proses atau tahapan


kegiatan membina makna-makna yang esensial, karena hakikatnya manusia
adalah makhluk yang memiliki kemampuan untuk mempelajari dan
menghayati makna esensial yang sangat penting bagi kelangsungan hidup
manusia. Pendidikan karakter berusaha membina pribadi yang utuh, terampil
berbicara, menggunakan lambang dan isyarat yang secara faktual
diinformasikan dengan baik, manusia berkreasi dan menghargai estetika
ditunjang oleh kehidupan yang kaya dan penuh disiplin.

Unsur terpenting dalam pembentukan karakter adalah pikiran, karena


pikiran merupakan pelopor segalanya, di dalamnya terdapat seluruh program
yang terbentuk dari pengalaman hidupnya. Program ini kemudian membentuk
sistem kepercayaan yang dapat membentuk pola berpikir yang bisa
mempengaruhi perilakunya. Menurut Doni Koesoema (2010: 80), ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam membentuk karakter anak, yaitu pembiasaan
tingkah laku sopan, kesadaran terhadap kebersihan, kerapian, dan ketertiban,
serta pembiasaan untuk berlaku jujur dan bersikap disiplin. Dari beberapa hal
tersebut dapat disimpulkan bahwa pembentukan karakter adalah segala sesuatu
yang dilakukan oleh orang tua untuk mempengaruhi karakter anak. Orang tua
membantu membentuk karakter anak dengan memberikan keteladanan, cara
berbicara atau menyampaikan sesuatu yang baik, toleransi, dan hal yang terkait
lainnya.

B. Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah

Sekolah diharapkan mampu menciptakan suasana yang kondusif untuk


mewujudkan nilai-nilai karakter dalam tindakan sehari-hari di sekolah.
Kepala sekolah, guru, karyawan dan tenaga kependidikan lainnya mampu
menjadi contoh bagi siswa dan warga sekolah. Dengan demikian, nilai-nilai
karakter dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari di sekolah oleh
semua warga sekolah sebagai suatu kebiasaan (habituasi)

Pendidikan karakter di setiap sekolah, diharapkan dapat mencegah


meningkatnya perilaku kenakalan remaja di kalangan pelajar. Pendikan
karakter bertujuan menjadikan generasi siswa yang unggul dan tangguh serta
mempunyai daya saing dengan memberi pelatihan budi pekerti dan
keagamaan yang baik kepada siswa.

Pendidikan karakter sangat penting untuk diterapkan demi mengembalikan


karakter hangsa Indonesia yang mulai luntur. Dengan dilaksanakannya
pendidikan karakter, diharapkan dapat menjadi solusi atas masalah sosial
yang terjadi di masyarakat. Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah dapat
dilaksanakan pada ranah kegiatan pembelajaran, pengembangan budaya
sekolah dan pusat kegiatan belajar, kegiatan ekstrakurikuler, dan kegiatan
keseharian di rumah dan di masyarakat.

Pendidikan karakter bangsa bisa dilakukan dengan pembiasaan nilai moral


luhur kepada siswa dan membiasakan mereka dengan kebiasaan yang sesuai
dengan karakter kebangsaan Nilai-nilai karakter untuk mata pelajaran PKn
meliputi nilai-nilai karakter pokok dan nilai- nilai karakter utama Nilai-nilai
karakter inilah yang kemudian dipilih untuk diintegrasikan ke dalam kegiatan
pembelajaran sesuai dengan materi yang akan disampaikan.
Pendidikan karakter bukan terletak pada materi pembelajaran melainkan
pada aktivitas yang melekat, mengiringi, dan menyertainya (suasana yang
mewarnai, tercermin dan melingkupi proses pembelajaran pembiasaan sikap
dan perilaku yang baik). Dengan kata lain, pendidikan karakter tidak berbasis
pada materi, tetapi pada kegiatan. Hal ini dijelaskan dalam Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen berkaitan dengan tugas
utama guru, yaitu mendidik, mengajar. membimbing mengarahkan, melatih,
menilai dan mengevaluasi.

Penanaman nilai-nilai karakter pada siswa dilakukan melalui keteladanan


yang ditunjukkan oleh guru dalam sikap dan perilakunya Keteladanan ini
sangat penting karena dalam mengajarkan apapun hendaknya guru dapat
menjadi contoh bagi siswa sebagai sosok yang dapat diteladani Begitu juga
dalam menanamkan karakter pada siswa, guru harus terlebih dahulu menjadi
guru yang berkarakter. Maksudnya sikap dan semua tindakan guru harus
menggambarkan karakter yang baik kepada siswa sehingga nantinya akan
muncul motivasi dalam diri siswa untuk meneladani sikap dan tindakan
positif yang dilakukan oleh guru. Hal ini sesuai dengan pendapat M. Furgon
Hidayatullah (2010, 25), yang menyatakan bahwa salah satu nilai utama yang
harus menjadi karakter guru adalah keteladanan Karakter keteladanan ini
meliputi karakter kesederhanaan, kedekatan, dan pelayanan yang maksimal
agar potensi siswa dapat diberdayakan secara optimal

Upaya untuk mengimplementasikan pendidikan karakter adalah


tersedianya kurikulum berbasis pendekatan holistik, yaitu mengintegrasikan
perkembangan karakter ke dalam setiap aspek kehidupan sekolah secara
menyeluruh. Menurut Zubedi (2011: 195), ada beberapa ciri-ciri pendekatan
holistik, yaitu sekolah merupakan masyarakat peserta didik di mana ada
ikatan yang menghubungkan siswa, guru, dan sekolah. Kerjasama dan
kolaborasi di antara siswa menjadi hal yang lebih utama dibandingkan
persaingan. Nilai keadilan, rasa hormat, dan kejujuran menjadi bagian
pembelajaran sehari-hari baik di dalam maupun di luar kelas. Disiplin dan
pengelolaan kelas menjadi fokus dalam memecahkan masalah dibandingkan
hadiah dan hukuman, serta model pembelajaran yang berpusat pada guru
harus ditinggalkan dan beralih ke kelas demokrasi di mana guru dan siswa
berkumpul untuk membangun kesatuan, norma, dan memecahkan masalahi.
Upaya atau strategi lainnya adalah menciptakan lingkungan yang nyaman
dan menyenangkan Lingkungan yang nyaman dan menyenangkan mutlak
diciptakan agar karakter anak dapat dibentuk. Hal ini erat kaitannya dengan
pembentukan emosi positif anak dan dapat mendukung proses pembentukan
empati, cinta, dan nurani atau batin anak.

Dengan demikian proses pendidikan karakter tersebut harus dilakukan


secara teratur atau berkelanjutan sehingga nilai moral yang telah tertanam
dalam diri anak tidak hanya sampai pada tingkatan pendidikan tertentu atau
hanya muncul di lingkungan keluarga atau masyarakat saja Selain itu,
praktik-praktik moral yang dibawa anak tidak terkesan bersifat formalitas,
namun benar-benar tertanam dalam jiwa anak tersebut.

C. Peran Guru dalam Pendidikan Karakter

Agar guru mampu menyelenggarakan pendidikan dan pembelajaran untuk


menanamkan karakter pada siswa, maka diperlukan sosok guru yang
berkarakter. Guru berkarakter bukan hanya mampu mengajar, tetapi juga
mampu mendidik. Guru berkarakter tidak hanya mampu mentransfer
pengetahuan, tetapi mampu menanamkan nilai-nilai karakter yang diperlukan
untuk mengarungi hidupnya. Guru berkarakter bukan hanya memiliki
kemampuan yang bersifat intelektual, tetapi juga memiliki kemampuan secara
emosi dan spiritual, sehingga guru mampu memotivasi siswa untuk belajar
hidup ditengah-tengah masyarakat.
Penanaman nilai-nilai karakter pada siswa bukanlah sesuatu yang dapat
dilakukan secara instan, akan tetapi membutuhkan usaha yang tiada henti dari
guru secara konsisten. Hal ini dikarenakan karakter yang terbentuk saat ini
mungkin merupakan penanaman nilai-nilai karakter pada masa-masa
sebelumnya dan hasil penanaman nilai-nilai karakter pada saat ini mungkin
baru akan menjadi perilaku sehari-hari pada tahun berikutnya. Dengan
memiliki kecerdasan intelektual dan spiritual, maka akan memudahkan guru
untuk menanamkan nilai-nilai karakter pada siswa. Dalam hal ini guru harus
terampil memilih cara dan menciptakan situasi yang dapat menumbuhkan
keaktifan siswa dalam menginternalisasikan nilai-nilai karakter melalui
kegiatan pembelajaran secara optimal.

4. BUDAYA KARAKTER BANGSA

A. Pendidikan karakter

Pendidikan sendiri pada hakikatnya merupakan proses pewarisan nilai-


nilai filsafat, yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan
kehidupan yang lebih baik atau sempurna dari kehidupan sebelumnya. Undang-
undag nomor 20 tahun 2003 tentang system Pendidikan nasional menyatakan
bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terrencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Mendidik adalah
membudayakan anak manusia,

Karakter merupakan sifat yang melekat pada setiap manusia, sebagai


faktor penentu seseorang untuk bersikap dan bertingkah laku, dengan
dipengaruhi oleh situasi, kondisi, dan yang dirasakan dalam hati seseorang.
Sedangkan menurut kemendiknas (2010) menyatakan karakter sebagai suatu
moral excellence atau akhlak dibangun diatas berbagai kebajikan (virtues) yang
pada gilirannya hanya memiliki makna Ketika dilandasi atas nilai-nilai yang
berlaku dalam budaya (bangsa).

Pendidikan karakter memilki makna yang luas daripada Pendidikan moral,


karena bukan sekedar mengajarkan mana yang benar mana yang salah, tetapi
lebih dari itu. Pendidikan karakter menanamkan kebiasaan tentang hal yang
baik, sehingga peserta didik menjadi paham (domain kognitif) tentang mana
yang baik mana yang buruk, mampu merasakan dan menghayati nilai baik, dan
biasa melakkannya (domain psikomotorik).

Pendidikan karakter (character education) dalam konteks sekarang sangat


relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang melanda di negara kita.
Menurut lickona, karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knowing),
sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior). Berdaarkan
ketiga komponen ini dapat dinyatakan bahwa kaakter yang baik didukung oleh
pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan
perbuatan kebaikan. Pendidikan karakter dapat diartikan sebagai usaha kita
secara ssengaja dari seluruh dimensi kehidupan sekolah/madrasah untuk
membantu pembentukan karakter secara optimal.

Ada empat ciri dasar pendidikan karakter yang dirumuskan oleh seorang
pencetus pendidikan karakter dari Jerman yang bernama FW Foerster. Pertama,
pendidikan karakter menekankan setiap tindakan berpedoman terhadap nilai
normatif. Anak didik menghormati norma-norma yang ada dan berpedoman
pada norma tersebut. Kedua, adanya koherensi atau membangun rasa percaya
diri dan keberanian, dengan begitu anak didik akan menjadi pribadi yang teguh
pendirian dan tidak mudah terombang-ambing dan tidak takut resiko setiap kali
menghadapi situasi baru. Ketiga, adanya otonomi, yaitu anak didik menghayati
dan mengamalkan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadinya.
Dengan begitu, anak didik mampu mengambil keputusan mandiri tanpa
dipengaruhi oleh desakan dari pihak luar. Keempat, keteguhan dan kesetiaan.
Keteguhan adalah daya tahan anak didik dalam mewujudkan apa yang
dipandang baik. Dan kesetiaan merupakan dasar penghormatan atas komitmen
yang dipilih.

B. KARAKTER BANGSA

karakter bangsa adalah ciri khas dan sikap suatu bangsa yang tercermin
pada tingkah laku dan pribadi warga suatu negara. Sikap tersebut dapat
dipengaruhi oleh sesuatu yang given (yang sudah ada) dan dapat pula karena
willed (yang diusahakan negara/pemerintah) demi kemajuan bangsanya. Oleh
sebab itu, karakter bangsa sangat bergantung pada political will pemerintah
atau para penguasa suatu negara, sebab karakter bangsa, selain given (sudah
ada dari awalnya) juga merupakan willed, yaitu yang dapat dibangun sesuai
dengan visi suatu negara. Sejarah telah membutuhkan bahwa para founding
father telah meletakkan pondasi dan dasar negara yang menjadi karakter
bangsa, yang penting untuk dikembangkan dan ditransformasikan agar menjadi
milik seluruh warga bangsa negara Indonesia.

Karakter sebagai suatu moral excellence atau akhlak dibangun diatas


berbagai kebajikan (virtues) yang pada gilirannya hanya memiliki makna
Ketika dilandasi atas nilai-nilai yang berlaku dalam budaya bangsa
(kemendiknas, 2010). Karakter bangsa indonesia adalah karakter yang dimilki
warga negara Indonesia berdasarkan Tindakan-tindakan yang dinilai sebagai
suatu kebajikan berdasarkan nilai yang berlaku dimasyarakat dan bangsa
Indonesia. Pancasila sebagai inti karakter bangsa Indonesia, mengandung lima
pilar karakter yaitu:

1. Transendensi adalah upaya mengarahkan tujuan hidup manusia agar bisa


hidup secara bermakna. Nilai-nilai transendental ini adalah nilai-nilai
ketuhanan sebagaimana diajarkan di dalam Islam. Nilai-nilai ketuhanan ini
yang mengarahkan manusia untuk menemukan nilai-nilai luhur kemanusiaan;
atau dengan perkataan lain mengajak manusia menjalankan nilai-nilai
kemanusiaan itu menuju ke nilai-nilai ketuhanan. Transedensi, menyadari
bahwa manusia merupakan ciptaan tuhan yang maha esaa. Dari-nya akan
memunculkan penghambaan semata-mata pada tuhan . kesadaran ini juaga
berarti menahami keberadaan diri dan alam sekitar sehingga mampu
memakmurkannya.
2. Humanisasi/hu·ma·ni·sa·si/ n penumbuhan rasa perikemanusiaan: proses
kemanusian yang harus ditumbuhkan sejak seorang anak di bangku
pendidikan rendah. Humanisasi berarti memanusiakan manusia,
menghilangkan kebendaan, ketergantungan, kekerasan, dan kebencian dari
manusia, dengan melawan tiga hal yaitu dehumanisasi (objektivasi teknologis,
ekonomis, budaya, atau negara), agresivitas (agresivitas kolektif, dan
kriminalitas), loneliness (privatisasi, individuasi). Humanisasi menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
adalah pemanusiaan, penumbuhan rasa perikemanusiaan. Humanisasi, setiap
manusia pada hakikatnya setara dihadapan tuhan kecuali ketakwaan dan ilmu
yang membedakannya. Manusia diciptakan sebagai subyek yang memiliki
potensi. Humanisasi dimaknai sebagai upaya memanusiakan manusia. Posisi
manusia di sini adalah sebagai  mahluk ciptaan Tuhan. 
3. Kebinekaan, kesadaran akan ada sekian banyak perbedaan dunia. Akan tetapi,
mampu mengambil kesamaan untuk menumbuhkan kekuatan.Kebhinekaan
berasal dari kata “Bhineka” yang artinya adalah beraneka atau bermacam- macam
yang merujuk pada adanya perbedaan namun perbedaan tersebut tidak menjadikan
perpecahan dapat juga diartikan berbeda-beda namun Tetap Satu Kesatuan. Makna
tersebut merujuk pada adanya perbedaan adat-istiadat, budaya, kebiasaan, juga
kepercayaan yang ada pada bangsa indonesia, karena Indonesia terdiri dari berbagai
suku bangsa yang tersebar dari Sabang sampai dengan Merauke. Akan tetapi pada
hakikatnya Kata bhinneka berarti “beraneka ragam” atau berbeda-beda. Kata neka
berarti “macam”. Kata tunggal berarti “satu”. Kata ika berarti “itu”. 
4. Liberasi mempunyai makna membebaskan, yang bersignifikansi sosial dengan
tujuan membebaskan manusia dari kekejaman pemiskinan struktural,
keangkuhan teknologi, pemerasan kelimpahan, dominasi struktur yang
menindas, dan hegemoni kesadaran palsu. Liberasi, pembebasan atas
penindasan sesama manusia. Oleh karena itu, tidak dibenarkan adanya
penjajahan manusia oleh manusia. Liberasi adalah upaya membebaskan
manusia dari sistem pengetahuan, sosial, ekonomi, dan politik yang
membelenggu manusia. Kuntowijoyo melihat manusia banyak yang masih
hidup dalam hegemoni kesadaran palsu. Sebagai contoh, manusia hidup
berdasarkan mitos, bukan logos. Beragama juga dengan cara-cara bermitos,
meyakini ajaran agama itu tetapi tidak mengamalkannya. Liberasi juga ingin
membebaskan manusia dari dominasi struktural, yang membuat manusia
terjerat dalam pemerasan dan kemiskinan.
5. Keadilan, merupakan kunci kesejahteraan, adil tidak berarti sama, tetapi
proporsional. Sebelum membahas keadilan sosial lebih lanjut, mari kita bahas
pengertian keadilan. Keadilan yang memiliki kata dasar “adil” memiliki arti
tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihak pada yang benar, sepatutnya,
tidak sewenang-wenang. Perilaku adil menyebabkan seseorang akan
memperoleh haknya. Pada pelaksanaannya, keadilan selalu berhubungan
dengan kehidupan bersama dalam bermasyarakat. Keadilan social yang
tercantum pada sila ke-5 pancasila ini mengandung nilai-nilai yang merupakan
tujuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sila ke-5 ini memiliki
makna bahwa seluruh rakyat Indonesia harus mendapatkan perlakuan
yang adil sehingga terbentuknya kehidupan bermasyarakat yang adil dan
makmur. Keadilan sosial disini maksudnya adalah tidak membeda-bedakan
perlakuan pada seluruh rakyat Indonesia di tengah perbedaan yang ada. Semua
diperlakukan sama dan sesuai dengan ketentuan atau porsinya. Misalnya anak
dari seorang presiden dan anak dari seorang petani sama-sama memiliki hak
untuk mendapatkan pendidikan. Seluruh rakyat Indonesia akan diperlakukan
sama dan secara adil di hadapan hukum, tidak memandang pangkat,
derajat, pekerjaan, tempat tinggal dan lain-lain, semua memiliki hak yang
sama.

C. CIRI-CIRI KARAKTER BANGSA

nilai-nilai dalam pendidikan karakter menurut Diknas adalah:


1. Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang
dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun
dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang
selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat,
sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai
ketentuan dan peraturan.
5. Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari
sesuatu yang telah dimiliki.
6. Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
7. Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban
dirinya dan orang lain.
8. Semangat kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan


bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
9. Cinta Tanah Air

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan


bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
10. Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang
berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan
orang lain.
11. Bersahabat/Komunikatif
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang
berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan
orang lain.
12. Peduli Lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada


lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk
memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
13. Peduli Sosial

Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan
masyarakat yang membutuhkan.
14. Tanggung Jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya,


yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan
(alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

5 Tantangan Pembentukan Karakter

Istilah karakter secara harfiah berasal dari bahasa Latin “Charakter”, yang
antara lain berarti: watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian
atau akhlak. Sedangkan secara istilah, karakter diartikan sebagai sifat manusia
pada umumnya dimana manusia mempunyai banyak sifat yang tergantung dari
faktor kehidupannya sendiri. Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi
pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang. Definisi dari
“The stamp of individually or group impressed by nature education or habit”.
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan
Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan
kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan
perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan
adat istiadat.

Karakter dimaknai sebagai cara berfikir dan berperilaku yang khas tiap
individu, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.
Individu yang berkarakter baik adalah individu yang dapat membuat keputusan
dan siap mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusannya. Karakter
dapat dianggap sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan
Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan
kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan
perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, adat
itiadat, dan estetika (Samani & Hariyanto, 2013: 41-42).

Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil


pendidikan yang mengarah pada pendidikan karakter dan akhlak mulia
pembelajar secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai dengan standar
kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan. Melalui pendidikan karakter
pembelajar diharapkan mampu secara mandiri meningkatkan dan
menggunakan pengetahuannya, mengkaji, dan menginternalisasikan, serta
mempersonalisasikan nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud
dalam perilaku sehari-hari (Mulyasa, 2013: 9).Karakter tersusun dari tiga
bagian yang saling berhubungan, yakni : moral knowing (pengetahuan moral),
moral feeling (perasaan moral), dan moral behavior (perilaku moral). Karakter
yang baik terdiri dari pengetahuan tentang kebaikan (knowing the good),
keinginan terhadap kebaikan (desiring the good), dan berbuat kebaikan (doing
the good). Dalam hal ini, diperlukan pembiasaan dalam pemikiran (habits of
the mind), dan pembiasaan dalam tindkan (habits of the heart), dan pembiasaan
dalam tindakan (habit of the action) (Zubaedi, 2011: 13).
Namun demikian, hakekat pendidikan karakter memiliki makna lebih tinggi
dari pendidikan moral, karena pendidikan karakter tidak hanya berkaitan
dengan masalah benar-salah, tetapi bagaimana menanamkan kebiasaan tentang
hal-hal yang baik dalam kehidupan, sehingga pembelajar memiliki kesadaran,
dan pemahaman yang tinggi, serta kepedulian dan komitmen untuk
menerapkan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks pemikiran
Islam, karakter berkaitan dengan iman dan ikhsan (Mulyasa, 2013:
3).Pendidikan karakter merupakan upaya pembentukkan karakter yang
dipengaruhi oleh lingkungan. Hal ini selaras dengan pernyataan Samani &
Hariyanto (2013: 43) yang mengungkapkan bahwa karakter sebagai nilai dasar
yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas
maupun pengaruh lingkungan, yang membedakan dengan orang lain, serta
diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan tantangan pembentukan karakter maka peneliti menawarkan


solusi untuk mengatasi tantangan yang di antaranya : Pertama, Penyelenggara
pendidikan perlu mengetahui pokok permasalahan yang dialami oleh pendidik
dan peserta didik sebagai penghambat proses belajar mengajar. Kedua,
pendidik harus berinovasi. Menurut KBBI inovasi adalah pemasukan atau
pengenalan hal-hal yang baru dan pembaharuan. Ketiga peserta didik harus
memiliki kesadaran dalam diri pentingnya membangun karakter dan spiritual.
Penting seorang peserta didik memiliki kesadaran dalam diri bahwa ia
memiliki potensi-potensi ( potensi internal yaitu potensi spiritual, potensi
emosional, intelektual ).

a. Faktor faktor yang mempengaruhi pembentukan karakter

- Sumber Daya Manusia

Menurut Sugeng Mulyono dalam Anifral Hendri (2008 : 3) menyatakan


bahwa sumber daya manusia adalah daya energi yaitu kekuatan yang
bersumber pada diri sendiri manusia yang memiliki kompetensi untuk
membangun dalam arti positif. Pengertian sumber daya manusia meliputi
Kepala Sekolah, guru, orang tua siswa, siswa merupakan salah satu
penentu karena manusia berperan ganda sebab bukan hanya sebagai
pemikir, perencana, pelaksana tetapi juga berperan sebagai pengendali dan
pengembang program ekstrakurikuler. Menurut Bung Karno (9 April
1961) dalam Anifral Hendri (2008 : 3), Dedication of lifepara olahragawan
dan pembina olahraga, agar dapat melaksanakan Amanat Penderitaan
Rakyat sesuai kerangka segi-segi cita-cita bangsa kita yang termasuk
dalam Nation and Character Building Indonesia. Dikomentari pula dalam
hal senada oleh Ellen G. White dalam Anifral Hendri (2008 : 3):
Pembangunan karakter adalah usaha paling penting yang pernah diberikan
kepada manusia. Pembangunan karakter adalah tujuan luar biasa dari
sistem pendidikan yang benar. Slamet Imam Santoso, Pembinaan watak
merupakan tugas utama pendidikan, menyusun harga diri yang kukuh-
kuat, pandai, terampil, jujur, tahu kemampuan dan batas kemampuannya,
mempunyai kehormatan diri.

- Sarana dan Dana

Sarana dan daana adalah faktor pendukung yang tidak dapat ditinggalkan,
keterbatasan kemampuan sekolah dalam pengadaan sarana daan
penyediaan dana adalah faktor penyebab utama kegiatan ekstrakurikuler
tidak berjalan sebagaimana mestinya.

- Tingkat Kepedulian Orang Tua dan Masyarakat

Pada masing-masing sekolah perlu diusahakan adanya hubungan timbal


balik antara sekolah, orang tua siswa dan masyarakat, dibutuhkan komite
sekolah yang berperan dan bertanggungjawab untuk mengusahakan dan
meningkatkan keamanan, kesejahteraan dan ekstra kurikuler. Partisipasi
orang tua dan masyarakat yang positif dalam mendukung program
ekstrakurikuler merupakan pencerminan terwujudnya prinsip bahwaa
pendidikan adalah tanggungjawaab bersama antara orang tua, masyaraakat
dan pemerintah.

Paradigma diatas juga ditampilkan oleh Anis Matta (2003 : 2)


bahwa lingkungan juga dapat berperan secara tidak langsung terhadap
pembentukan karakter anak. Dimana secara tidak langsung terdapat faktor-
faktor pembentuk perilaku antara lain :

(a) Faktor internal :

1. Instink biologis, seperti lapar, dorongan makan yang berlebihan dan


berlangsung lama akan menimbulkan sifat rakus, maka sifat itu akan
menjadi perilaku tetapnya, dan seterusnya.

2. Kebutuhan psikologis, seperti rasa aman, penghargaan, penerimaan, dan


aktualisasi diri.

3. Kebutuhan pemikiran, yaitu akumulasi informasi yang membentuk cara


berfikir seseorang seperti mitos, agama, dan sebagainya.

(b) Faktor eksternal anatara lain :

1. Lingkungan keluarga

2. Lingkungan sosial

3. Lingkungan pendidikan.

b. Tantangan Pembentukan Karakter

Tantangan penguatan pendidikan karakter di daerah pedesaan dapat


berasal dari internal dan eksternal peserta didik dan satuan pendidikan itu
sendiri. Pertama, tantangan penguatan pendidikan karakter secara internal
dari peserta didik dan sekolah, yaitu:
a. Aspek motivasi belajar

Kurangnya semangat atau motivasi belajar bagi peserta didik banyak


berpengaruh terhadap karakter yang dikembangkan (Diani, 2021). Peserta
didik terkadang sekolah hanya untuk “menggugurkan kewajiban” dan ilmu
atau prestasi yang didapat bukan prioritas, apalagi motivasi untuk
melanjutkan ke perguruan tinggi. Pemahaman “lulus sekolah langsung
bekerja” menjadi iming-iming mengikuti pendidikan formal. Hal ini
mengakibatkan sering terjadinya terlambat datang ke sekolah, bolos
sekolah, atau tidak mengerjakan PR.

c. Aspek kompetensi guru

Guru yang mengajar di suatu sekolah bisa saja mengajar multidisiplin


ilmu, sehingga banyak sekolah juga memanfaatkan tenaga honorer yang
bukan sarjana atau bukan sarjana pendidikan untuk mengajar. Faktor ini
mempengaruhi bagaimana proses penguatan pendidikan karakter di
sekolah tidak berjalan dengan baik karena role model seorang guru tidak
peserta didik temukan.

c. Aspek tidak berjalannya program penguatan pendidikan karakterJarak


rumah peserta didik dengan sekolah yang jauh dan ditambah akses jalan
yang terkadang kurang baik akan menyebabkan terkendalanya pelaksanaan
penguatan pendidikan karakter di sekolah. Ketika guru menerapkan
disiplin masuk pukul 07.00 pagi, peserta didik mungkin akan tidak tepat
waktu karena factor di atas. Guru akan bingung menerapkan peraturan
dengan dilema memberi sanksi atau dibiarkan. Bahkan guru pengajar di
daerah kerap berseloroh bahwa “Prestasi kami adalah bagaimana bisa
siswa mau belajar dan datang ke sekolah, bukan medali atau piala”.

Kedua, tantangan penguatan karakter juga datang dari eksternal peserta


didik dan sekolah. Tantangan tersebut, yaitu:
a. Aspek pergaulan

Pergaulan remaja yang diikuti peserta didik di lingkungannya, akan


memberikan pengaruh terahadap karakter dan pembentukan karakternya.
Pergaulan di pedesaan yang religious akan membentuk karakter religious
pada peserta didik, tetapi pergaulan negatif seperti bergadang menonton
orgen tunggal atau pesta music akan membawanya mengenal miras,
narkoba, judi, dan karakter negatif lainnya. Maka, aspek pergaulan peserta
didik di pedesaan sangat berpengaruh terhadap karakternya (Anam et al.,
2019).

b. Aspek “latah trend”Jika di kota aspek pengaruh digital sangat dominan,


maka di desa pun demikian. Tetapi bagi sebagian desa yang belum
terjangkau sinyal, remaja biasanya terpapar “trend latah”. Latah tersebut
datang dari media sosial, televise, dana tau dari satu orang pembawa trend
di desa tersebut lalu diikuti yang lainnya. Misalnya, satu orang
memodifikasi motornya dengan knalpot bising, itu dianggap keren, lalu
diikuti oleh remaja lainnya. Mereka belum memdulikan aspek kesopanan,
polusi, dan standarisasi berkendara.

Anda mungkin juga menyukai