Anda di halaman 1dari 10

Pendidikan Mutu Karakter di Lingkungan Sekolah

Rensi Yuliatni
Universitas Palangkaraya

Abstract
Indonesia needs quantitative and qualitative human resources who can be the main supporter
of development. Education plays a very important role in fulfilling these human resources. The
aim of character education is to improve the general management of schools and educational
outcomes, which leads to the development of students’ complete character and nobility of
character. The author plans to write an article with the title “Personality Education and
Education Quality in Indonesia”. In current developments, many children use technology for
entertainment and lack good social and moral values in society. Therefore, to form a quality
generation, character education is needed which fosters a sense of responsibility to take
advantage of technological developments in the digital era. Character education can also
create optimal dimensions of child development, namely cognitive, physical, social emotional,
creative and spiritual. The aim of character education is to form and develop people who are
devoted to God Almighty, obey the principles of legal supremacy, carry out cross-cultural
communication, apply the noble values of national culture, and strengthen spiritual, moral and
ethical foundations.
. Keywords: character, education, human resources
Abstrak
Indonesia membutuhkan sumber daya manusia kuantitatif dan kualitatif yang dapat menjadi
pendukung utama pembangunan. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam
pemenuhan sumber daya manusia tersebut. Tujuan pendidikan karakter adalah untuk
meningkatkan pengelolaan umum sekolah dan hasil pendidikan, yang bermuara pada
berkembangnya karakter dan keluhuran budi pekerti peserta didik secara utuh. Penulis
berencana untuk menulis artikel dengan judul “Pendidikan Kepribadian dan Mutu Pendidikan di
Indonesia”. Dalam perkembangan sekarang, banyak anak-anak yang menggunakan teknologi
untuk hiburan dan kurang memiliki nilai-nilai sosial dan moral yang kurang baik di masyarakat.
Oleh karena itu, untuk membentuk generasi yang berkualitas diperlukan pendidikan karakter
yang menumbuhkan rasa tanggung jawab untuk memanfaatkan perkembangan teknologi di
era digital. Pendidikan karakter juga dapat menjadikan dimensi perkembangan anak secara
optimal yaitu kognitif, fisik, sosial emosional, kreatif dan spiritual. Tujuan pendidikan karakter
adalah membentuk dan mengembangkan manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, menaati prinsip-prinsip supremasi hukum, melaksanakan komunikasi lintas budaya,
menerapkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, dan memantapkan landasan spiritual, moral, dan
etika.
Kata Kunci: karakter, pendidikan, sumber daya manusia
.
Rensi Yuliatni
Pendahuluan

.Pendidikan dalam kehidupan manusia merupakan suatu hal yang sangat penting, karena pendidikan dapat
mencerdaskan kehidupan bangsa, membentuk bangsa yang bermartabat, dan mencetak generasi unggul.
Pendidikan juga dapat diartikan sebagai upaya untuk memanusiakan manusia, yakni merupakan makna
hakiki dalam pendidikan untuk menemukan potensi diri dengan menyesuaikan setiap bakat dan minat serta
kebutuhan yang dimiliki setiap anak agar menjadi lebih manusiawi. Pendidikan tidak hanya berfokus pada
ilmu pengetahuan, tetapi berbasis pengembangan diri, sikap dan perilaku yang baik agar dapat menjalankan
kehidupan dengan intelektual dan karakter yang diperoleh dari pengalaman belajar Membangun karakter
menjadi salah satu tujuan dari pendidikan yang terrmuat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
“Pendidikan ialah usaha sadar dan terencana sebagai upaya mewujudkan proses pembelajaran daasana
belajar yang secara aktif mengembangkan potensi diri peserta didik agar mempunyai kekuatan spiritual
keagamaan, akhlak mulia, kecerdasan, kepribadian dan pengendalian diri, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Oleh karena itu, pendidikan karakter sangatlah penting
diibangun sejak dini, pendidikan karakter harus dibina dan terus dikembangkan naik melalui pendidikan
formal ataupun non-formal. Bangsa Indonesia akan mendapatkan bonus demografi Dividen) Akan ada
jumlah orang yang masuk akal pada tahun 2045 usia kerja historis (15-64 tahun). Masyarakat Indonesia
agar masyarakat usia kerja dapat menggunakannya, jika dikelola dengan baik, hal ini dapat memberikan
manfaat demografis yang berharga. Untuk membangun generasi emas Indonesia perlu dilakukan
pendidikan, khususnya pengembangan karakter, serta bekal cara berpikir dan bertindak, moralitas sebagai
bagian dari pembangunan bangsa. Generasi Emas merupakan generasi yang diharapkan menjadi generasi
penerus bangsa. Ki, dita harus mewarisi negara dan negara dan terus beroperasi sebagaimana adanya.
Kualitas diri, produktivitas, dan kepribadian yang baik. Menurut Ki Hajar Dewantara, Pendidikan adalah
proses mengembangkan pikiran kepribadian (karakter) dan pikiran (kecerdasan) anak (Yussuf, 2016).
Pelatihan kepribadian merupakan faktor penting dalam meningkatkan daya saing suatu negara dengan
generasi emas yang cemerlang diharapkan mampu membawa perubahan sangat baik bagi bangsa dan
kemajuan nasional.Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem ini pasal 3 Bab 2
Pendidikan Nasional menyatakan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, berfungsinya pendidikan nasional
mengembangkan keterampilan, membentuk karakter dan peradaban suatu bangsa martabat dalam rangka
kehidupan berbangsa, pembentukan tujuan mengembangkan potensi kemanusiaan siswa beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, marga negara yang sehat, berpengetahuan,
kompeten, kreatif, mandiri dan baik orang yang demokratis dan bertanggung jawab. Hal ini juga terlihat dari
tujuan pendidikan nasional. Kecerdasan intelektual bukanlah hal pertama yang ingin dicapai
pencapaianendidikan di negeri ini merupakan suatu akhlak mulia yang ingin dicapai awal. Ternyata inilah
tujuan awalnya yang dapat dilakukan oleh pendidikan karakter adalah dengan menanamkan moralitas pada
masyarakat. Luar biasa. Menurut Creasy yang dikutip oleh Zubaedi (2011:6) siswa mengatakan mereka
didorong untuk melakukan hal tersebut melalui pendidikan karakter tumbuh dan berkembang dengan
kemampuan berpikir dan tekun perhatikan prinsip moral dalam hidup dan berani lakukan hal yang benar
meskipun menghadapi kesulitan. Menurut Mohammad Atiyah Al Abrash, kutipan Bulan Lokib (2009:28)
Tujuan pendidikan adalah membentuk akhlak mulia, kesiapan hidup dunia dan akhirat, bersiap untuk
mencari makan, mendorong antusiasme ilmiah, persiapkan subjek siswa agar tujuannya jelas secara
khusus, pendidikan karakter dan pendidikan pada umumnya tercaku membentuk kepribadian yang mulia.
Moralitas sebenarnya diatribusikan kepada pelakunya diikalangan pelajar, dimulai dari praktik menyontek
yang terjadi saat ini berbudaya, minum, merokok di area tersebut sekolah, narkoba, pesta pora dan seks,
perkelahian pelajar penyebaran video porno dikalangan pelajar. Munculnya berbagai tindakan asusila yang
mana pelakunya adalah siswa menunjukkan bahwa penerapan pendidikan karakter di Indonesia belum
sepenuhnya berhasil. Pendidikan karakter harus menghasilkan manusia yang berakhlak mulia memang
mulia, tapi justru membuat orang tidak bermoral. Jika dicermati, sebenarnya Indonesia mempunyai konsep
pendidikan karakter yang baik dimulai dari ngarsa sung tuladha, ing Oleh Madhya Mangun Khalsa,
Tutankhamun Handayani dan Ki Hajar Dewantoro Hingga saat ini, sudah ada 18 skala kepribadian yang
dibuat pemerintah. Namun nilai-nilai karakter tersebut tidak dapat diterapkan dengan baik maksimum.
Namun ternyata, masalahnya bukan pada statistik kepribadiannya masalahnya adalah metode atau proses
transfer nilai.
Metode

Kajian ini merupakan studi literatur. Kajian ini dilakukan dengan menganalisis
literatur yang berkaitan dengan manajemen pendidikan dan pendidikan karakter. Data
yang dianalisis adalah artikel dari jurnal internasional, jurnal nasional yang terakreditasi,
buku dan sumber lain yang relevan. Pengumpulan data dengan cara membaca, mencatat
dan mengolah data untuk memahami fenomena yang terjadi (Creswell, 2012). Analisis
konsep dilakukan dengan melakukan sintesis dari beberapa artikel untuk menemukan
relevansi pendidikan dengan karakter.

Hasil dan Pembahasan

Permasalahan Pendidikan Karakter di Indonesia


Pertama, pembelajaran di sekolah kini lebih fleksibel berkontribusi lebih besar pada
transmisi informasi daripada transmisi nilai Padahal penanaman nilai atau karakter
merupakan hal yang mendesak. Para guru berlomba-lomba menyampaikan dan
mengemas materi sebanyak-banyaknya siiswa mungkin dan harus kurang
memperhatikannya niilai itu sendiri. Hal ini bukan tanpa alasan. Kurikulumnya sangat solid
penggunaan materi yang berbeda-beda menuntut guru untuk menyelesaikannya tepat
waktu relatif singkat. Bahwa mungkin tidak ada lagi orientasi pengajaran bagaimana
memberikan semangat yang baik kepada siswa, namun bagaimana membuat materi
diisana kalian bisa move on sepenuhnya karena yang saya maksud adalah materi
targetnya siswa dapat lulus ujian dan mendapatkan nilai terbaik. Mahasiswa mereka
mendapat segudang tugas, jadi inilah waktunya mereka bermain dan lebih sedikit interaksi
dengan teman sebaya. Akhirnya masa perkembangan dan sosialisasi serta penemuan jati
diri siswa harus rela berkorban di atas kertas tinta hitam disebut “nilai”.
Kedua, pembelajaran yang ada cenderung terfokus banyak kenangan. Ketika
siswa menghafal materi, mereka melakukannya dapatkan nilai tinggi terlepas dari
kebiasaan dan perilaku anda sehari-hari pada siang hari Bukankah pemahaman yang
mengamalkan, lebih dari itu siswa diberi tugas menghafal 18 nilai karakter dan jika mereka
ingat, mereka mendapatkannya nilai bagus Namun apakah guru juga mengapresiasi
nilainya. Karena intensitas waktu siswa lebih banyak digunakan ketika berada pada jam
kerja di rumah bersama orang tua dan keluarga untuk memberikan pengawasan dan
bimbingan siswa akan tampil maksimal. Ketiga adalah maqalah yang menjelaskan
metode ini lwbih penting dari materi dan guru lebih penting dari metode dan semangat
guru lebih penting dari apapun. Inilah yang mungkin tidak dipahami dan tertanam dalam
diri guru. Beberapa guru masih menganggap ini sebagai pengajaran persyaratan profesi
Rensi Yuliatni
dan pekerjaan, meskipun mengajar bukan sekedar profesi tapi itu adalah sebuah
panggilan. Sebuah perbuatan yang cukup mulia untuk mendidik anak bangsa. Apalagi jika
tutorialnya hanya untuk tujuan tertentu mencari materi, tentu saja mempengaruhi kualitas
pengajaran. Keempat, keteladanan guru merupakan suatu hal yang mutlak tidak bisa
dinegosiasikan. Ada istilah guru kencing sambil berdiri, siswa kencing berdiri untuk berlari
Tidak jarang guru mengajar sambil merokok atau bahkan terkadang ada kata-kata yang
tidak seharusnya diucapkan. Tentu saja akan tersimpan dalam ingatan para siswa, dan
bukan tidak mungkin zuatu hari siswa dapat menyalinnya. Untuk melakukan ini, tahan dan
mengucapkan kata-kata luhur uswah baik lisan, pikiran, maupun tingkah laku merupakan
menu wajib bagi para guru. Guru memimpin dengan memberi contoh karakter yang baik,
maka karakter yang baik akan ditanamkan pada diri siswa.
Diskusi tentang keterampilan abad 21 sebenarnya bukanlah hal baru. Bahkan
komisi pendidikan Amerika telah membahasnya pada tahun 1983 (Bybee, 2009). Kini abad
21 telah hadir di depan mata. Abad 21 menyuguhkan kehidupan dunia tanpa batas.
Perkembangan teknologi semakin pesat. Tantangan hidup ke depan semakin berat. Bagi
yang tidak mampu bersaing akan hilang ditelan masa. Dalam menghadapi tantangan
tersebut siswa perlu diberi bekal keterampilan abad 21untuk memastikan daya saing
mereka terhadap dunia global (Turiman, Omar, Daud, & Osman, 2012). Melalui
keterampilan yang dimiliki siswa diharapkan dapat melalui tantangan hidupnya secara
mandiri di masa depan. Lebih lanjut Turiman et al., (2012) menyatakan bahwa
keterampilan abad 21 yang dibutuhkan terdiri dari empat hal yaitu literasi digital, pemikiran
inovatif, komunikasi yang efektif dan produktivitas yang tinggi. Terdapat juga sebuah
penelitian yang menegaskan pentingnya menggunakan 4Cs dalam bidang pendidikan;
Critical thinking (Berpikir kritis), Communication (Komunikasi), Collaboration (Kolaborasi),
dan Creativity (Kreativitas) terutama untuk melatih siswa agar mempunyai keterampilan
sosial dan berwawasan global (Nganga, 2019). Lebih lanjut diungkapkan juga bahwa
globalisasi berkaitan dengan semua aspek kehidupan tidak terkecuali dengan bidang
sosial (Nganga, 2019). Pernyataan tersebut memberi isyarat bahwa pendidikan IPS dalam
dunia global masih dibutuhkan. Pendidikan yang berorientasi pada pemikiran sosial global
dapat mendorong keingintahuan intelektual yang melampaui batas Negara dan budaya
(Nganga, 2019).
Abad 21 yang sarat dengan perkembangan teknologi informasi berkaitan erat
dengan aspek literasi, terutama iterasi digital. Namun demikian penguasaan terhadap
teknologi bukanlah satu-satunya bidang yang harus dikuasai di era abad 21. Terdapat hasil
penelitian yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara literasi digital dengan
keterampilan abad 21. Pada keterampilan abad 21 tidak selalu berhubungan dengan
teknologi informasi dan komunikasi (van Laar, van Deursen, van Dijk, & de Haan, 2017).
Hal terpenting adalah menguasai keterampilan inti dan keterampilan kontekstual.
Keterampilan inti terdiri dari kemampuan teknis, manajemen informasi, komunikasi,
kolaborasi, kreativitas, berpikir kritis dan pemecahan masalah. Keterampilan kontekstual
terdiri dari kesadaran etnis, budaya, fleksibilitas, pengarahan diri sendiri dan belajar
sepanjang hayat (van Laar et al., 2017). Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat
Kaufman, (2013) bahwa penguasaan teknologi penting tetapi masih ada lagi keterampilan
hidup yang harus dikuasai salah satunya adalah pengendalian diri dan tanggung jawab
sosial. Hal ini bermakna bahwa keterampilan yang harus dimiliki oleh seseorang harus
kompleks. Artinya adalah tidak bisa hanya mengandalkan satu ketererampilan dengan
mengesampingkan keterampilan yang lain. Begitu juga dalam menghadapi abad 21 tidak
hanya membutuhkan kecanggihan dalam teknologi informasi tetapi juga harus
memperhatikan aspek yang lain seperti keterampilan sosial.
Keterampilan yang berkaitan dengan aspek sosial adalah keterampilan berpikir
kritis. Keterampilan tersebut diperlukan untuk membantu siswa dalam beradaptasi dengan
situasi baru, fleksibel dan mampu menganalisis informasi yang didapat dengan baik
(Dwyer, Hogan, & Stewart, 2014). Kreativitas dan inovasi mempunyai pengaruh yang tidak
diragukan lagi terhadap kehidupan masyarakat dan perkembangan ekonomi (Kaufman,
2013). Maka dari itu setiap kegiatan pembelajaran hendaknya diarahkan untuk
pengembangan pemikiran kreatif, imajinatif dan inovatif (Kaufman, 2013). Perkembangan
ekonomi abad 21 telah dikuasai kekuatan teknologi informasi. Perubahan tersebut
membutuhkan individu yang memiliki kemampuan inovasi, beradaptasi, dan berpikir
tingkat tinggi (Velez, 2012). Lebih lanjut menegaskan bahwa sungguhpun sekolah telah
berkomitmen untuk menanggapi perubahan global akan tetapi program yang dilakukan
belum jelas.
Pendidikan Karakter Meningkatkan Sumber Daya Manusia
Perubahan di bidang SDM ini berkaitan dengan percepatan tumbuhnya keahlian di
bidang SDM secara umum (Larsen et al., 2019). Fokus utamanya adalah pada pelatihan
profesional dan kewirausahaan sebagai bagian dari kurikulum (Lee, 2018). Perubahan
budaya juga terlibat mempercepat penajaman budaya sikap bekerja dengan pikiran positif
deradikalisme yang aktif, disiplin, hati-hati, penuh gairah, keras dan tajam untuk
menjadikannya pribadi yang mempunyai dampak positif terhadap lingkungan pendidikan.
civitas akademika dapat berpartisipasi dalam implementasi program transformasi digital
Rensi Yuliatni
era 4.0, misalnya melalui program transformasi digital Kepala sekolah dan guru di sekolah
dan perguruan tinggi, seperti rektor, dekan dan mahasiswa beserta pelatih dan
pembinanya yang ahli di bidangnya dan bersertifikat. Tujuan utama penggunaan digital
dalam lingkungan pendidikan semuanya merupakan elemen terkait (Lim et al., 2019).
Pemahaman yang terampil tentang perubahan tetap saja era digital 4.0 mampu
menjawab tantangan saat itu
Memberikan kontribusi nyata terhadap terciptanya sumber daya manusia terbaik
dan berdaya saing bangsa Indonesia berdasarkan prinsip pendidikan. Untuk semua”,
bahwa pendidikan berkualitas tidak hanya dimiliki oleh kota-kota besar dan orang-orang
kaya saja.
Dengan bantuan pembelajaran jarak jauh digital dan aplikasi mobile diharapkan
dapat mewujudkan tujuan pendidikan dapat tercapai secara cepat, tepat, terstruktur dan
berkesinambungan bagi semua pihak. Hal ini diterapkan untuk menciptakan sumber daya
manusia (SDM) Indonesia yang lebih baik, kreatif dan inovatif. Menyambut era revolusi
industri (Lin, 2019). Salah satunya pembelajaran daring yang sukses meningkatkan akses
terhadap pendidikan tinggi yang berkualitas di seluruh wilayah Indonesia.
Menurut Sekjen, ada lima program unggulan untuk menciptakan SDM terbaik di
Indonesia Ainun Na’im dari Kementerian Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan
Tinggi, Kelana (2019), yaitu: (1) pendidikan dan komunikasi (TIK); (2) perubahan isi
kurikulum; (3) sertifikat kompetensi; (4) Kerjasama industri; dan (5) kewirausahaan. Hal
ini sesuai dengan Tarigan (2019) yang menyatakan ada empat langkah strategis untuk
mengembangkan sumber daya manusia terbaik di Indonesia harus diprioritaskan dalam
pengembangan kualitas sumber daya manusia antara lain: (1) peningkatan
Meningkatkan sistem pendidikan yang baik dan bermutu; (2) memperkuat peran
agama dalam kehidupan bermasyarakat ketidakbahagiaan sosial akibat menguatnya jati
diri dan kepribadian bangsa (pembentukan karakter); (3) Peningkatan kapasitas sumber
daya manusia melalui berbagai pelatihan (training), keterampilan, kepemimpinan Naan;
dan (4) kepemimpinan dan pengembangan masyarakat khususnya generasi muda.
Pembangunan infrastruktur TIK berperan penting dalam percepatan pembangunan
bangunan Indonesia yang lebih baik dan mampu bersaing di tingkat global di era revolusi
4.0 (Mao et al, 2019). Perkembangan TIK di suatu lembaga pendidikan berkaitan dengan
pembelajar. Di kelas Dengan demikian pendidik dapat merancang bahan ajar yang terbaik
Penggunaan cyber school/universitas dalam mengembangkan hubungan melalui
e-learning Salah satu perubahan dalam administrasi pendidikan adalah perbaikan
sumber daya manusia (Husnurofik et al., 2019). Konsep perubahan ini muncul
belakangan dapat menciptakan perubahan dan sistem konseptual tentang apa yang perlu
dilakukan dengan sumber daya masyarakat yang berkecimpung di dunia pendidikan
menghadapi era 4.0. Manajemen pendidikan merupakan rangkaian perencanaan,
pelaksanaan, kepemimpinan, kepemimpina. Dukungan dan penilaian menggunakan
sistem pendidikan yang ada, baik sumber daya manusia dan sumber daya lainnya. Secara
umum, Dewan Pendidikan memiliki persyaratan terkait kemahasiswaan, kurikulum,
keuangan, prasarana, pelatihan dan kepegawaian pendidikan dan hubungan
masyarakat.
Menyelenggarakan pelatihan yang berkualitas dapat menghasilkan efektivitas
pelatihan. Masalah ini dapat dilihat ketika proses pendidikan dikelilingi oleh lingkungan dan
faktor-faktor yang mendukungnya (Zhuang Et al., 2019) dan kemampuan bersiap
menghadapi tantangan dan perubahan kebutuhan material negara secara ekonomi dan
sosial (Faisal dan Martin, 2019). Penerapan pendidik di era 4.0 yang dikelola dengan baik
tentunya akan memberikan kualitas yang baik (Ahad et al., 2018). Hal yang paling
mendasar dalam administrasi pendidikan adalah mengubah cara berpikir (Baltaru dan
Soysal, 2018). Selain itu, lembaga pendidikan, serta sekolah dan universitas untuk
menyempurnakan, mengembangkan dan memodifikasi model sistem kendali (Chen et al.,
2019). Pihaknya juga menyediakan ruangan-ruangan yang sesuai dengan kebutuhan
yang akan digunakan menggunakan teknologi terkini dalam sistem manajemen dan
pembelajaran (Chung, 2016). Konsep manajemen pendidikan di era 4.0 yang penting
diperhatikan dalam lembaga pendidikan pendidikan adalah kompetensi, keterampilan,
komunikasi dan jaringan. Itu juga sama Hammond (2016) mengatakan untuk
mengembangkan sistem manajemen pendidikan dua hal yang dibutuhkan:
internasionalisasi dan daya saing global. Di era 4.0 ini daya saing global harus
ditingkatkan baik di tingkat nasional maupun internasional. Tantangan melawan ada dua
hal dalam pendidikan, yaitu lulusan harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan
bersaing dalam ekonomi informasi yang semakin mengglobal.
Kedua kompetensi sikap tersebut merupakan sarana pembelajaran karakter
terhadap peserta didik. Berdasarkan rumusan kompetensi sosial tersebut dapat diketahui
bahwa nilai-nilai kerjasama serta kolaborasi sebagai wujud interaksi sosial sangat
diutamakan. Hal ini membuktikan bahwa pendidikan IPS di SD telah membekali
keterampilan abad 21, yaitu kolaborasi.
Rensi Yuliatni
Kompetensi pengetahuan (KI 3) dan kompetensi keterampilan (KI) tiap-tiap mata
pelajaran berbeda. KI 3 dan KI 4 tersebut kemudian dijabarkan dalam bentuk kompetensi
dasar (KD). Pada mata pelajaran IPS di sekolah dasar kompetensi dasar dikembangkan
berdasarkan disiplin ilmu, namun dalam penyajiannya dilakukan secara tematik sehingga
tidak kelihatan batasan masing-masing bidang ilmu. Meskipun materi IPS disajikan secara
tematik, namun masing-masing bidang ilmu masih dapat dikenali dari kompetensi dasar
yang telah disajikan. Bidang ilmu geografi di kelas IV dapat dikenali dengan KD
“Mengidentifikasi karakteristik ruang dan pemanfaatan sumber daya alam untuk
kesejahteraan masyarakat dari tingkat kota/kabupaten sampai tingkat provinsi”. Bidang
ilmu sosiologi dan antropologi di kelas IV dapat dikenali dengan melihat KD yang berisi
“Mengidentifikasi keragaman sosial, ekonomi, budaya, etnis, dan agama di provinsi
setempat sebagai identitas bangsa Indonesia; serta hubungannya dengan karakteristik
ruang”. Bidang ilmu ekonomi di kelas IV dapat dikenali dengan melihat KD
“Mengidentifikasi kegiatan ekonomi dan hubungannya dengan berbagai bidang pekerjaan,
serta kehidupan sosial dan budaya di lingkungan sekitar sampai provinsi”. Bidang ilmu
sejarah di kelas IV dapat dikenali dengan melihat KD yang berisi tentang “Mengidentifikasi
kerajaan Hindu dan/atau Buddha dan/atau Islam di lingkungan daerah setempat, serta
pengaruhnya pada kehidupan masyarakat masa kini”.

Kesimpulan
Pendidikan keterampilan di Indonesia harus memiliki peningkatan, dengan adanya
pendidikan karakter meningkatkan kaulitas sumber daya manusia dan memberi kreativitas
terhadap para siswa untuk menghasilkan nila-nilai karakter yang sesuai dengan Pancasila.
Banyak hal yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan sumber daya manusia
melalui pendidikan karakter, salah satunya adalah Menyelenggarakan pelatihan yang
berkualitas dapat menghasilkan efektivitas pelatihan. Masalah ini dapat dilihat ketika
proses pendidikan dikelilingi oleh lingkungan dan faktor-faktor yang mendukungnya
(Zhuang Et al., 2019) dan kemampuan bersiap menghadapi tantangan dan perubahan
kebutuhan material negara secara ekonomi dan sosial (Faisal dan Martin, 2019).
Penerapan pendidik di era 4.0 yang dikelola dengan baik tentunya akan memberikan
kualitas yang baik (Ahad et al., 2018). Hal yang paling mendasar dalam administrasi
pendidikan adalah mengubah cara berpikir (Baltaru dan Soysal, 2018). Selain itu, lembaga
pendidikan, serta sekolah dan universitas untuk menyempurnakan, mengembangkan dan
memodifikasi model sistem kendali (Chen et al., 2019)
Saran
Berdasarkan simpulan di atas dapat dipahami bahwa pendidikan karakter di
sekolah masih relevan dengan sumber daya manusia. Terdapat beberapa saran yang
dapat diberikan kepada para guru agar lebih memperhatikan muridnya dan melakukan
pembelajaran yang kreatif.

References

Robinson, P., & Lowe, J. (2015). Literature reviews vs systematic reviews. Public Health
Association of Australia, 39(2), 103. https://doi.org/10.1111/1753-6405.12393

Rungfamai, K. (2018). State, university, and society: Higher educational development and
University functions in shaping modern Thailand. Higher Education, 5(6), 75–80.
https://doi.org/10.1007/s10734-018-0335-1

Seretny, M., & Gaur, D. (2020). The model of sustainable marketing as a responsible
approach to Marketing in the era of industry 4.0. Sustainable Development and Social
Responsibility, 1(6), 283–289. https://doi.org/10.1007/978-3-030-32922-8

Abi, A. R. (2017). Paradigma Membangun Generasi Emas Indonesia Tahun 2045. Jurnal
Ilmiah Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan, 2(2), 8-90.
https://doi.org/10.17977/um019v2i22017p085

Amran, A., Perkasa, M., Jasin, I., Satriawan, M., & Irwansyah, M. (2019). Model
Pembelajaran Berbasis Nilai Pendidikan Karakter Untuk Generasi Indonesia Abad 21.
Lentera Pendidikan : Jurnal Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, 22(2), 233.
https://doi.org/10.24252/lp.2019v22n2i5

Darman, R. A. (2017). Mempersiapkan Generasi Emas Indonesia Tahun 2045 elalui


Pendidikan Berkualitas. Edik Informatika, 3(2), 73–87
https://doi.org/10.22202/ei.2017.v3i2.1320

Hasnawati. (2016). Membangun generasi emas melalui perspepktif pendidikan Karakter.


247–258
Rensi Yuliatni
Hyoscyamina, D. E. (2011). Peran Keluarga Dalam Membangun Karakter Anak. Jurnal
Psikologi Undip, 10(2), 144–15

Yusuf, M. (2016). Pendidikan Karakter Menuju Generasi Emas 2045. Inova Pendidikan,
2(4), 9–16

Anda mungkin juga menyukai