Anda di halaman 1dari 12

Filosofi Pendidikan Indonesia

Nilai Luhur Sosial Budaya


Sebagai Tuntunan
Topik 2 - Ruang Kolaborasi
Kelompok 5_IPA 4
Otis Aprillia Abu Bakar Chaniago
Try Ramadhan
Mafatihurrohmah
Siti Fadilatul Kamilah
Nilai-Nilai Luhur Budaya
Potensi sosio-kultural yang kuat (nilai-nilai luhur
budaya) di wilayah banten, yang sejalan dengan
visi Ki Hajar Dewantara adalah sebagai berikut:

Pendidikan Holistik Pendidikan Inklusif


Nilai-nilai luhur budaya Banten
Nilai-nilai luhur budaya
mendorong pendekatan holistik
terhadap pendidikan, di mana Banten mendorong sikap
proses pendidikan sebagai inklusif dan saling
bentukan karakter yang menghormati terhadap
melibatkan seluruh masyarakat. perbedaan.
Nilai-Nilai Luhur Budaya

Pendidikan Karakter Pendidikan Budaya Lokal

Nilai-nilai luhur budaya Banten


Nilai-nilai luhur budaya Banten
menjadi landasan dalam
menjadi dasar dalam
pembentukan karakter,
pengembangan kurikulum yang
menekankan prinsip-prinsip
kejujuran, kerja keras, saling mengintegrasikan nilai-nilai,
menghormati, peduli terhadap tradisi, dan kearifan lokal dalam
sesama. . proses belajar-mengajar.
Kekuatan konteks
sosio-kultural:
Identitas dan Nilai
Norma Sosial
Bahasa dan Komunikasi
Keluarga dan masyarakat
Sejarah dan Tradisi
Pengaruh Media dan Teknologi
Identitas Sosial
Pemikiran Ki Hadjar Dewantara dapat dikontekstualkan
dengan nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah asal untuk
memperkuat karakter peserta didik sebagai individu dan
anggota masyarakat di daerah Banten seperti:

Adat
Gotong Istiadat Seni dan
royong budaya
Pemikiran KHD menebalkan laku
peserta didik sesuai konteks lokal
sosial budaya
Ing Ngarso Sung Tulodo: Guru menjadi role model dalam
mengamalkan nilai-nilai sosial budaya Banten.
Ing Madyo Mangun Karso: Guru mendorong peserta didik untuk
berpartisipasi aktif dalam kegiatan-kegiatan yang mengangkat
kekayaan sosial budaya Banten.
Tut Wuri Handayani: Guru memberikan dukungan terhadap
inisiatif dan kreativitas peserta didik dalam menggali dan
melestarikan warisan budaya Banten.
FILOSOFI PENDIDIKAN INDONESIA

TOPIK 2: NILAI LUHUR SOSIAL BUDAYA SEBAGAI TUNTUNAN

RUANG KOLABORASI

Dosen pengampu: Encep Andriana, M.Pd.

Kelas IPA 04

Kelompok 5

1. Mafatihurrohmah
2. Otis Aprillia Abu Bakar Chaniago
3. Try Ramadhan
4. Siti Fadilatul Kamilah

PPG PRAJABATAN GELOMBANG I

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

TAHUN 2023
NILAI LUHUR SOSIAL BUDAYA SEBAGAI TUNTUNAN

A. Apa kekuatan konteks sosiol-kultural (nilai-nilai luhur budaya) di daerah anda yang
sejalan dengan pemikiran KHD?
Potensi sosio-kultural yang kuat (nilai-nilai luhur budaya) di wilayah saya yaitu
banten, yang sejalan dengan visi Ki Hajar Dewantara adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan Holistik:
Ki Hajar Dewantara mendorong pendidikan yang mencakup aspek akademik, sosial,
emosional, dan spiritual. Di komunitas saya, nilai-nilai luhur budaya Banten
mendorong pendekatan holistik terhadap pendidikan, di mana proses pendidikan
dianggap sebagai bentukan karakter yang melibatkan seluruh masyarakat.
2. Pendidikan Inklusif:
Ki Hajar Dewantara memperjuangkan pendidikan yang inklusif, memastikan
kesempatan pendidikan yang setara bagi semua anak. Di wilayah saya, nilai-nilai luhur
budaya Banten mendorong sikap inklusif dan saling menghormati terhadap perbedaan,
memastikan bahwa setiap anak, tanpa memandang latar belakangnya, memiliki akses
yang adil ke pendidikan berkualitas.
3. Pendidikan Karakter:
Ki Hajar Dewantara menekankan pentingnya pendidikan karakter untuk membentuk
generasi dengan moral dan etika yang kuat. Di masyarakat saya, nilai-nilai luhur
budaya Banten menjadi landasan dalam pembentukan karakter, menekankan prinsip-
prinsip seperti kejujuran, kerja keras, saling menghormati, dan kepedulian terhadap
sesama.
4. Pendidikan Berbasis Budaya Lokal:
Ki Hajar Dewantara mengusulkan agar pendidikan mencerminkan dan menghormati
budaya lokal. Di wilayah saya, nilai-nilai luhur budaya Banten menjadi dasar dalam
pengembangan kurikulum yang mengintegrasikan nilai-nilai, tradisi, dan kearifan
lokal dalam proses belajar-mengajar. Melalui penguatan aspek sosio-kultural yang
sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara, pendidikan di daerah saya dapat
menjadi lebih sesuai, inklusif, berkelanjutan, dan mampu membentuk generasi dengan
kecerdasan intelektual dan emosional yang seimbang.
Kekuatan konteks sosio-kultural merujuk pada pengaruh dan kekuatan yang muncul
dari aspek-aspek sosial dan budaya dalam lingkungan manusia. Beberapa kekuatan konteks
sosio-kultural termasuk:
1. Identitas dan Nilai: Kebudayaan dan nilai-nilai yang dianut oleh sebuah kelompok
sosial atau masyarakat memengaruhi cara individu memahami diri mereka sendiri dan
dunia di sekitar mereka. Ini mencakup keyakinan agama, nilai keluarga, etika, dan
norma sosial.
2. Norma Sosial: Norma sosial adalah aturan tidak tertulis yang mengatur perilaku dalam
masyarakat. Mereka memengaruhi bagaimana orang berinteraksi, berkomunikasi, dan
menjalani kehidupan sehari-hari.
3. Bahasa dan Komunikasi: Bahasa adalah alat utama untuk berkomunikasi dalam
budaya tertentu. Bahasa membentuk cara individu berpikir dan mengungkapkan diri,
dan budaya juga dapat memengaruhi bahasa.
4. Keluarga dan Masyarakat: Struktur keluarga dan masyarakat, serta peran sosial
dalam kelompok tersebut, memainkan peran penting dalam membentuk nilai-nilai dan
perilaku individu.
5. Sejarah dan Tradisi: Pengalaman sejarah dan tradisi budaya memengaruhi cara
individu dan kelompok melihat diri mereka sendiri dan hubungan mereka dengan
dunia di sekitar mereka.
6. Pengaruh Media dan Teknologi: Media dan teknologi modern dapat membentuk
pandangan sosial dan budaya, mengubah cara orang berinteraksi, mengakses
informasi, dan berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.
7. Identitas Sosial: Identitas sosial, seperti ras, etnisitas, gender, dan orientasi seksual,
memengaruhi bagaimana individu diperlakukan dan bagaimana mereka merasakan diri
mereka dalam masyarakat.
Kekuatan konteks sosio-kultural ini memiliki pengaruh yang signifikan pada
pandangan dunia individu, interaksi sosial, dan pengambilan keputusan. Mereka juga
membentuk norma-norma, nilai-nilai, dan tata kelola sosial dalam masyarakat. Memahami
kekuatan ini penting dalam memahami perilaku manusia, dinamika sosial, dan proses
pengambilan keputusan dalam berbagai aspek kehidupan.
B. Bagaimana pemikiran KHD dapat dikontekstualkan sesuaikan dengan nilai-nilai
luhur kearifan budaya daerah asal yang relevan menjadi penguatan karakter
peserta didik sebagai individu sekaligus sebagai anggota masyarakat pada konteks
lokal sosial budaya di daerah Anda?
Pemikiran Ki Hajar Dewantara, pendiri pendidikan nasional Indonesia, dapat
dikontekstualkan dengan nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah asal untuk memperkuat
karakter peserta didik sebagai individu dan anggota masyarakat di daerah Banten. Ki
Hajar Dewantara menekankan pentingnya pendidikan yang berbasis budaya lokal. Ia
percaya bahwa pendidikan harus memperkuat identitas dan kearifan budaya setempat.
Dalam konteks ini, pemikiran Ki Hajar Dewantara dapat dikontekstualkan dengan nilai-
nilai luhur kearifan budaya daerah Banten, seperti:
1. Gotong Royong: Ki Hajar Dewantara mengajarkan pentingnya kerjasama dan saling
membantu dalam pendidikan. Nilai gotong royong ini dapat dikontekstualkan dengan
kearifan budaya daerah Banten yang juga menghargai kerjasama dan kebersamaan
dalam kehidupan sehari-hari.
2. Adat Istiadat: Ki Hajar Dewantara menghormati adat istiadat setempat dan
mengajarkan peserta didik untuk menghargai dan memahami adat istiadat daerah asal
mereka. Dalam konteks Banten, nilai-nilai adat istiadat seperti slametan, seserahani,
panjang mulud, marhabanan dan upacara tradisional yang lainnya dapat menjadi
penguat karakter peserta didik.
3. Seni dan Budaya: Ki Hajar Dewantara mendorong pengembangan seni dan budaya
sebagai bagian integral dari pendidikan. Di daerah Banten, seni dan budaya seperti
tari, bandrong lesung, dan batik merupakan warisan budaya yang kaya akan nilai-
nilai luhur. Mengintegrasikannya seni dan budaya lokal dalam pendidikan dapat
memperkuat karakter peserta didik dan membangun rasa kebanggaan terhadap
identitas budaya mereka.
Dengan mengkontekstualkan pemikiran Ki Hajar Dewantara dengan nilai-nilai
luhur kearifan budaya daerah Banten, pendidikan dapat menjadi sarana untuk
memperkuat karakter peserta didik sebagai individu yang memiliki kearifan lokal dan
sebagai anggota masyarakat yang berkontribusi pada konteks sosial budaya di daerah
Banten.
C. Sepakati satu kekuatan pemikiran KHD yang menebalkan laku peserta didik di
kelas atau sekolah Anda sesuai dengan konteks lokal sosial budaya di daerah Anda
yang dapat diterapkan.
Daerah Banten memiliki kekayaan budaya yang sangat khas, mulai dari tarian,
musik, hingga tradisi-tradisi tertentu. Salah satu kekuatan dari pemikiran Ki Hadjar
Dewantara (KHD) yang bisa diterapkan dalam konteks sosial budaya Banten adalah
prinsip "Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani".
Artinya, dalam posisi di depan harus memberi teladan, di tengah harus mampu
membangun semangat, dan di belakang harus mendorong dan mendukung. Dalam
konteks lokal sosial budaya:
1. Ing Ngarso Sung Tulodo: Guru atau pendidik harus menjadi role model dalam
mengamalkan nilai-nilai sosial budaya lokal. Misalnya, guru menghargai dan
mengenalkan sejarah Banten, tarian dan musik khas Banten.
2. Ing Madyo Mangun Karso: Dalam proses pembelajaran, guru mendorong peserta
didik untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan-kegiatan yang mengangkat kekayaan
sosial budaya lokal. Misalnya, melibatkan peserta didik dalam proyek penelitian
tentang tradisi lokal, cerita rakyat, atau kesenian daerah. Contohnya disekolah SMP
sedang melakukan P5 dengan mengangkat tema kearifan lokal panjang mulud yang
menjadi salah satu tradisi Banten.
3. Tut Wuri Handayani: Guru memberikan dukungan penuh terhadap inisiatif dan
kreativitas peserta didik dalam menggali dan melestarikan warisan budaya lokal. Jika
peserta didik ingin memulai inisiatif yang terkait dengan budaya lokal, seperti
pertunjukan tari tradisional atau pameran seni, guru berada di belakang mendukung
penuh.
Menerapkan prinsip ini dalam pendidikan akan membantu peserta didik tidak hanya
memahami, tapi juga menghargai dan bangga terhadap warisan sosial budaya lokal
mereka. Ini juga akan mendorong peserta didik untuk lebih aktif berpartisipasi dalam
pelestarian budaya lokal.

Anda mungkin juga menyukai