Anda di halaman 1dari 5

Topik 2 - Ruang Kolaborasi - Nilai Luhur

Sosial Budaya sebagai Tuntunan

Dosen Pengampu :
Dr. Osa Djuarsa, M.Pd

Kelompok 3 :
1.Bella Safera
2.Fanny Rilemda
3.Frengky Abdul Karim
4.Lia Apriani Dewi
5.Teta Herlina

Program Studi Pendidikan Profesi Guru


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Bengkulu
1. Apa kekuatan konteks sosio-kultural (nilai-nilai luhur budaya) di daerah Anda yang
sejalan dengan pemikiran KHD?

Ki Hadjar Dewantara (KHD) adalah seorang tokoh pendidikan Indonesia yang sangat
menghargai dan mempromosikan nilai-nilai luhur budaya Indonesia dalam
pendidikan. Dalam konteks ini, kita dapat mempertimbangkan bagaimana kekuatan
konteks sosio-kultural, khususnya nilai-nilai luhur budaya yang terkandung dalam
tradisi tabot Bengkulu, mungkin sejalan dengan pemikiran KHD:
a. Pentingnya Budaya Lokal: KHD mendukung gagasan bahwa pendidikan seharusnya
memasukkan unsur-unsur budaya lokal dan nilai-nilai luhur setempat dalam
kurikulum. Tradisi tabot Bengkulu adalah bagian dari budaya lokal yang kaya.
Membawa elemen-elemen budaya ini ke dalam pendidikan dapat membantu
memperkuat identitas dan rasa bangga siswa terhadap warisan budaya mereka.
b. Pendidikan sebagai Pembentuk Karakter: KHD berpendapat bahwa pendidikan
seharusnya tidak hanya mencakup aspek kognitif, tetapi juga pembentukan karakter.
Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi tabot, seperti kerjasama, kebersamaan, dan
penghormatan terhadap leluhur, dapat menjadi dasar penting dalam membentuk
karakter anak-anak.
c. Pemberdayaan Masyarakat: Pemikiran KHD juga mendukung konsep pendidikan
yang melibatkan aktif partisipasi masyarakat. Dalam konteks tabot Bengkulu,
melibatkan komunitas dalam pendidikan anak-anak bisa menjadi cara yang baik untuk
memperkuat hubungan antara sekolah dan masyarakat.
d. Keberlanjutan Budaya: KHD mendorong pendidikan yang menghargai dan
mendukung keberlanjutan budaya. Melalui pemahaman dan pelestarian tradisi tabot
Bengkulu, anak-anak dapat belajar tentang sejarah dan nilai-nilai yang dianut oleh
komunitas mereka.
Namun, penting juga untuk mencatat bahwa sejalan dengan pemikiran KHD,
penggunaan nilai-nilai luhur budaya dalam pendidikan harus dilakukan dengan bijak
dan kontekstual. Hal ini harus diintegrasikan dengan pemikiran yang lebih luas
tentang pendidikan yang inklusif, kritis, dan relevan dengan tuntutan zaman modern.
Selain itu, nilai-nilai budaya juga harus disesuaikan dengan perkembangan
masyarakat dan perubahan sosial yang terjadi seiring waktu.
2. Bagaimana pemikiran KHD dapat dikontekstualkan sesuaikan dengan nilai-nilai
luhur kearifan budaya daerah asal yang relevan menjadi penguatan karakter peserta
didik sebagai individu sekaligus sebagai anggota masyarakat pada konteks lokal sosial
budaya di daerah Anda?

Pemikiran Ki Hadjar Dewantara (KHD) dapat sangat relevan dalam mengintegrasikan


nilai-nilai luhur kearifan budaya tabot Bengkulu ke dalam pendidikan. Berikut adalah
beberapa cara bagaimana pemikiran KHD dapat dikontekstualkan dan digunakan
untuk memperkuat karakter peserta didik dalam konteks lokal sosial budaya di daerah
Bengkulu:
a. Pendidikan Berbasis Budaya Lokal: KHD menekankan pentingnya pendidikan
yang berakar pada budaya lokal. Guru dan kurikulum pendidikan dapat dirancang
untuk mengintegrasikan unsur-unsur kearifan budaya tabot Bengkulu, seperti nilai-
nilai gotong royong, kerjasama, kebersamaan, dan penghormatan terhadap leluhur, ke
dalam proses belajar mengajar.
b. Pengembangan Karakter Melalui Tradisi Lokal: Tradisi tabot Bengkulu dapat
digunakan sebagai alat untuk mengembangkan karakter peserta didik. Melalui
partisipasi dalam kegiatan tabot dan pemahaman tentang makna budaya di baliknya,
anak-anak dapat belajar nilai-nilai seperti kejujuran, tanggung jawab, dan kepedulian
terhadap komunitas.
c. Pendidikan Partisipatif: Pemikiran KHD juga mendorong pendidikan partisipatif, di
mana siswa aktif terlibat dalam proses pembelajaran. Dalam konteks tabot Bengkulu,
siswa dapat mengambil peran dalam merancang dan melaksanakan kegiatan-kegiatan
terkait tabot, yang akan membantu mereka mengembangkan keterampilan
kepemimpinan, kerjasama, dan inisiatif.
d. Penghargaan terhadap Identitas Lokal: Melalui pendekatan ini, peserta didik akan
diberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang identitas dan sejarah lokal
mereka, yang pada gilirannya akan memperkuat rasa bangga dan penghargaan
terhadap budaya Bengkulu. Ini juga dapat membantu menghindari homogenisasi
budaya yang seringkali terjadi dalam pendidikan.
e. Pendidikan Holistik: KHD memandang pendidikan sebagai proses holistik yang
mencakup perkembangan intelektual, emosional, dan sosial anak-anak. Integrasi nilai-
nilai budaya tabot Bengkulu dalam pendidikan akan membantu memperkuat dimensi
sosial dan emosional dalam pembentukan karakter peserta didik.
Penting untuk berkolaborasi dengan komunitas setempat, tokoh budaya, dan ahli
pendidikan dalam menerapkan pendekatan ini. Selain itu, perlu juga ada adaptasi dan
pengembangan konten pendidikan yang sesuai agar nilai-nilai budaya tabot Bengkulu
dapat terintegrasi secara efektif dalam kurikulum dan metode pembelajaran. Dengan
cara ini, pemikiran KHD dapat menjadi landasan yang kuat untuk menggabungkan
nilai-nilai luhur kearifan budaya tabot dalam pendidikan lokal di Bengkulu.

3. Sepakati satu kekuatan pemikiran KHD yang menebalkan laku peserta didik di kelas
atau sekolah Anda sesuai dengan konteks lokal sosial budaya di daerah Anda yang
dapat diterapkan.

Salah satu kekuatan pemikiran Ki Hadjar Dewantara (KHD) yang dapat diterapkan
dengan baik dalam konteks lokal sosial budaya tabot Bengkulu adalah konsep
"Pendidikan sebagai Tuntunan" atau "Pendidikan sebagai Pembimbingan" (education
as guidance). Ide ini sangat relevan untuk mempromosikan laku peserta didik di kelas
atau sekolah dengan mempertimbangkan nilai-nilai budaya tabot Bengkulu dan
konteks sosial budayanya. Berikut cara penerapannya:
a. Pembimbingan Karakter: Konsep pendidikan sebagai pembimbingan yang
diperkenalkan oleh KHD berfokus pada pembentukan karakter siswa. Di dalam
konteks tabot Bengkulu, ini dapat diinterpretasikan sebagai membimbing siswa untuk
memahami dan menghormati nilai-nilai budaya setempat yang tercermin dalam tradisi
tabot, seperti kerjasama, kebersamaan, dan penghormatan terhadap leluhur. Guru
dapat berperan sebagai pembimbing yang membantu siswa memahami makna dan
relevansi nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari mereka.
b. Pengembangan Identitas Lokal: Konsep KHD ini juga mendukung pengembangan
identitas lokal siswa. Dengan memahami dan menghargai tradisi tabot Bengkulu,
siswa dapat mengidentifikasi diri mereka dengan budaya lokal mereka. Ini dapat
memperkuat rasa bangga dan penghargaan terhadap warisan budaya mereka, yang
akan memengaruhi laku peserta didik dalam kelas dan di sekolah.
c. Pembelajaran Berbasis Pengalaman: KHD juga mengutamakan pembelajaran
berbasis pengalaman. Dalam konteks tabot Bengkulu, ini bisa berarti mengaktifkan
siswa dalam berbagai kegiatan terkait tabot, seperti persiapan, persembahan, atau
penampilan dalam upacara. Melalui pengalaman langsung ini, siswa dapat memahami
nilai-nilai budaya secara lebih mendalam.
d. Keterlibatan Siswa: Pendidikan sebagai tuntunan juga mendorong keterlibatan aktif
siswa dalam pembelajaran. Dalam konteks tabot Bengkulu, siswa dapat berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan tentang bagaimana tradisi ini akan diajarkan dan
dirayakan di sekolah mereka. Ini memberi mereka rasa kepemilikan terhadap proses
pendidikan.
e. Pengembangan Keterampilan Sosial: Konsep ini mendukung pengembangan
keterampilan sosial siswa. Siswa dapat belajar tentang kerjasama, komunikasi, dan
interaksi sosial melalui keterlibatan dalam kegiatan tabot yang sering melibatkan
banyak orang.
Penerapan konsep "Pendidikan sebagai Tuntunan" dalam konteks tabot Bengkulu
akan memungkinkan siswa untuk mengembangkan karakter yang kuat, menghargai
budaya setempat mereka, dan merasa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
Hal ini akan memperkuat laku peserta didik di kelas dan sekolah, sekaligus
mempertahankan kearifan budaya tabot dalam masyarakat Bengkulu.

Anda mungkin juga menyukai