Anda di halaman 1dari 2

1.

Ki Hadjar Dewantara (KHD) adalah tokoh pendidikan Indonesia yang dikenal dengan konsep
"Taman Siswa" yang menekankan pada pendidikan yang merangkul budaya lokal dan
membebaskan potensi individu. Dalam konteks sosio-kultural Sulawesi Selatan, terdapat
beberapa kekuatan yang sejalan dengan pemikiran KHD:
a. Keanekaragaman Budaya: Sulawesi Selatan kaya akan keanekaragaman budaya, termasuk adat
istiadat, bahasa, dan tradisi lokal. Pemikiran KHD menekankan pentingnya memahami dan
memanfaatkan kekayaan budaya lokal sebagai basis pendidikan. Dalam konteks ini,
keberagaman budaya Sulawesi Selatan dapat menjadi kekuatan yang mendukung pendekatan
pendidikan yang inklusif dan merangkul identitas lokal.
b. Peran Masyarakat dalam Pendidikan: Pemikiran KHD menekankan peran masyarakat dalam
pendidikan, di mana pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah, tetapi juga
melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat. Di Sulawesi Selatan, terdapat tradisi gotong
royong dan kebersamaan dalam mendukung pendidikan, yang sejalan dengan konsep
partisipasi masyarakat dalam pendidikan menurut KHD.
c. Keterbatasan Akses Pendidikan: Meskipun terdapat kemajuan dalam bidang pendidikan di
Sulawesi Selatan, masih terdapat tantangan dalam hal akses pendidikan, terutama di daerah
pedesaan dan daerah terpencil. Pemikiran KHD menekankan pentingnya pendidikan yang
inklusif dan merata bagi semua lapisan masyarakat, tanpa memandang latar belakang sosial
atau ekonomi.
d. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pendidikan: Konsep pemberdayaan masyarakat melalui
pendidikan yang ditekankan oleh KHD dapat sejalan dengan kegiatan-kegiatan pengembangan
keterampilan dan pelatihan yang dilakukan di Sulawesi Selatan. Melalui pendidikan yang
relevan dengan kebutuhan lokal dan potensi masyarakat, individu dapat diberdayakan untuk
mengambil peran aktif dalam pembangunan komunitas mereka.
e. Penghargaan terhadap Nilai-nilai Lokal: Pemikiran KHD mendorong penghargaan terhadap
nilai-nilai lokal dan budaya sebagai bagian dari proses pendidikan. Di Sulawesi Selatan, nilai-
nilai tradisional dan adat istiadat memiliki peran penting dalam membentuk karakter dan
identitas masyarakat. Mendorong penghargaan terhadap nilai-nilai lokal ini dalam pendidikan
dapat memperkuat kedalaman dan relevansi pembelajaran bagi siswa.

2. Pemikiran Ki Hadjar Dewantara (KHD) tentang pendidikan yang merangkul nilai-nilai lokal dan
kearifan budaya dapat dikontekstualkan dengan nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah Sulawesi
Selatan untuk memperkuat karakter murid sebagai individu sekaligus anggota masyarakat. Berikut
adalah beberapa cara di mana hal tersebut dapat dilakukan:
a. Mengintegrasikan Kearifan Lokal dalam Kurikulum: Pendidikan yang diarahkan oleh KHD
menekankan pentingnya memahami dan menghargai budaya serta nilai-nilai lokal. Di Sulawesi
Selatan, nilai-nilai luhur seperti gotong royong, kerjasama, kejujuran, dan kebersamaan sangat
penting. Kurikulum pendidikan dapat dirancang untuk mengintegrasikan nilai-nilai tersebut
dalam materi pembelajaran, sehingga murid tidak hanya memperoleh pengetahuan akademis,
tetapi juga memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang budaya dan nilai-nilai lokal
mereka.
b. Pendekatan Pembelajaran Berbasis Pengalaman: KHD mempromosikan pendekatan
pembelajaran yang berpusat pada pengalaman dan kegiatan praktis. Dalam konteks Sulawesi
Selatan, ini bisa berarti mengadakan kegiatan lapangan yang terkait dengan kearifan lokal,
seperti kunjungan ke desa-desa adat, partisipasi dalam upacara adat, atau kegiatan pertanian
tradisional. Melalui pengalaman langsung ini, murid dapat lebih memahami dan
menginternalisasi nilai-nilai budaya mereka.
c. Menggunakan Cerita Rakyat dan Mitos Lokal: Cerita rakyat dan mitos lokal merupakan warisan
budaya yang kaya di Sulawesi Selatan. KHD memandang cerita-cerita tradisional sebagai sarana
untuk mengajarkan nilai-nilai moral dan mengembangkan imajinasi serta kreativitas anak-
anak. Guru dapat menggunakan cerita rakyat dan mitos lokal sebagai bahan pembelajaran
untuk menyampaikan nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah kepada murid.
d. Pembentukan Karakter melalui Proses Pendidikan Non-formal: Selain pendidikan formal di
sekolah, KHD juga menekankan pentingnya pendidikan non-formal yang melibatkan komunitas
lokal. Di Sulawesi Selatan, misalnya, kegiatan keagamaan, kegiatan kepemudaan, atau kegiatan
sosial lainnya dapat dimanfaatkan sebagai wadah untuk pembentukan karakter murid melalui
praktik nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah.
e. Pengembangan Keterampilan Berbasis Lokal: KHD memandang pentingnya pendidikan yang
relevan dengan kebutuhan dan potensi lokal. Di Sulawesi Selatan, hal ini bisa berarti
mengembangkan keterampilan seperti pertanian tradisional, kerajinan tangan, atau seni
budaya lokal. Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan ini, murid tidak hanya
menjadi lebih mandiri secara ekonomi, tetapi juga memperkuat hubungan mereka dengan
budaya dan masyarakat lokal.

3. Salah satu kekuatan pemikiran Ki Hadjar Dewantara (KHD) yang dapat diterapkan dengan relevan
dalam konteks lokal sosial budaya di Sulawesi Selatan adalah konsep "Gotong Royong" atau kerja
sama kolektif. Di Sulawesi Selatan, seperti halnya di banyak daerah di Indonesia, gotong royong
adalah nilai yang sangat dijunjung tinggi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. KHD juga
mengajarkan nilai-nilai seperti kerja sama, kebersamaan, dan solidaritas sebagai bagian integral
dari pendidikan. Penerapan nilai gotong royong dalam konteks pendidikan dapat dilakukan
dengan berbagai cara:
a. Kerja Sama dalam Pembelajaran: Mendorong siswa untuk bekerja sama dalam kelompok-
kelompok kecil untuk menyelesaikan tugas atau proyek pembelajaran. Hal ini dapat
mencerminkan semangat gotong royong di mana setiap anggota kelompok saling membantu
dan mendukung satu sama lain.
b. Proyek Pembelajaran Berbasis Masyarakat: Mengintegrasikan proyek-proyek pembelajaran
yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat lokal. Siswa dapat bekerja sama dengan
masyarakat dalam proyek-proyek yang bermanfaat bagi lingkungan sekitar mereka, seperti
membersihkan lingkungan, membuat kampanye sosial, atau mengadakan kegiatan
kebudayaan.
c. Kegiatan Ekstrakurikuler Berbasis Masyarakat: Mendukung kegiatan ekstrakurikuler yang
melibatkan siswa dalam pelayanan masyarakat, seperti mengajar anak-anak di desa-desa
terpencil, atau membantu dalam kegiatan sosial yang dilakukan oleh lembaga atau organisasi
lokal.
d. Pendidikan Nilai: Menanamkan nilai-nilai gotong royong dalam kurikulum sekolah dengan
mengadakan kegiatan-kegiatan yang mempromosikan kerja sama, kebersamaan, dan
kepedulian terhadap sesama.
e. Melibatkan Orang Tua dan Masyarakat: Melibatkan orang tua siswa dan anggota masyarakat
lokal dalam kegiatan pendidikan untuk memperkuat hubungan antara sekolah dan komunitas
serta memperkuat semangat gotong royong.

Anda mungkin juga menyukai